Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2876 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Latifah E. Kusrini
"Apabila kita memandang helai uang 5.000 yen Jepang, tertera di sana wajah ilmuwan Jepang bernama Inazo Nito_be. la dilahirkan pada tahun 1862 di kota Morioka, kabu_paten Iuate, Jepang bagian utara dan meninggal pada tahun 1933 di kota Victoria, Kaneda. Nitobe adalah seorang ilmuuan dan negarawan yang di kenal sebagai Bapak Liberaliame Jepang. Setelah me_nyelesaikan pendidikan ilmu pertanian di SaDooro (Jepang Utara), memperdalam bidang kesusasteraen Inggria, keuangan dan statiatik pada tahun 1883 di Universitas Tokyo. Pada waktu itulah, ia bertekad untuk menjadi 'jembatan' antara Jepang dengan dunia Barat. Di tahun 1884, Nitobe mangunjungi Amerika Serikat, kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas John Hopkins dan beberapa universitas lainnya di Jerman.. Ia juga merupakan salah seorang Profesor Jepang yang pertama kali dikirim pemerintahnya ke Amerika (Universitas Brown, 1911-1912) setelah Jepang menghapuskan politik Sakoku atau politik menutup diri dari hubungan dunia in_ternasional. Pada tahun 1897 Nitobe menulia hasil karyanya yang terkenal, yaitu 'Bushido' (Semangat Bushi ). Sejak tahun 1919 sampai tahun 1926, ia mengabdi pada Liga Banosa Bangsa, dan setelah itu berkecimpung di Institut Hubungan Masalah Politik sebagai ketuanya. Karena jasanya dalam memperkenalkan Jepang kepada dunia Barat itulah, maka tokoh Nitobe diabadikan oleh pe_merintah Jepang pada helai mata uang 5.000 Yen. Karya Ni_tobe yang berjudul 'Bushido' ini mengalami cetak ulang beberapa kali, dan ini menandakan bahwa buku tersebut cu_kup penting untuk diketahui oleh orang-orang yang ingin mempelajari atau memperdalam pengetahuannya tentang Je_pang. Oleh karena itulah penulis menganggap penting pemi_kiran Nitobe ini dan mengambil tema 'Pemikiran Bushido Menurut Nitobe' pada skripsi ini"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Christijani Kartika Wahyuni
"ABSTRAK
Pembahasan mengenai kebudayaan Jepang dengan menelaah karya tulis berjudul Hagakure yang berisi pemikiran Yamamoto Tsunetomo tentang kaum samurai pada abad 18. Tujuannya adalah untuk memahami bentuk nilai-nilai ideal bushi dan pandangan atau pemikiran Tsunetomo mengenai bushido.
Pengumpulan data dilakukan dengan melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan menelusuri bahan bacaan atau buku-buku yang diperoleh terutama dari perpustakaan umum Saga (Jepang), perpustakaan Pusat kebudayaan Jepang bahan-bahan rujukan dari koleksi pembimb ing.
Kesimpaiannya menunjukkan bahwa hagakure tercipta dengan adanya kerinduan Tsunetomo untuk menghidupkan kembali nilai-ni1ai ideal bushi yang dianggapnya serta didapatinya telah mulai memudar dari penghayatan para samurai pada umumnya, akibat perubahan suasana jaman .

"
1990
S13723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Astuti
"Yulia Astuti. Abstrak sbb. Bellah mendefinisikan religi sebagai sikap-sikap dan tindakan manusia dalam menjawab ultimate concern (keprihatinan mendasar) Ultimate concern tersebut berkaitan erat dengan ultimate value( nilai-nilai mendasar). Bellah membagi fungsi religi menjadi 2 bagian, yaitu: memberikan penjelasan yang memadai terhadap ultimate concern sehingga individu-individu yang mengalaminya dapat tetap hidup diatas ultimate concern tersebut. Fungsi lainya adalah sebagai landasan moralitas bagi masyarakat. Bellah mengkategorikan Bushido dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai sedang Hotoku adalah suatu gerakan etika kaum tani yang dipelopori oleh Ninomiya Sontoku. Gerakan ini ditandai dengan didirikannya asosiasi-asosiasi pemberian kredit, yang dikenal dengan Hotokukai. Keduanya dimasukkan sebagai suatu religi karena keduanya dianggap mampu memberikan penjelasan terhadap ultimate concern dan menjadi landasan moralitas. Tentunya kedua hal tersebut terbatas bagi kelasnya masing-masing. Zaman tokugawa adalah suatu rentangan masa yang ditandai dengan sistem pembagian kelas masyarakat yang dikenal dengan Shi-no-ko-sho ( samurai-petani-pengrajin-pedagang). Pembagian kelas tersebut menyebabkan masyarakat pada saat itu menjadi begitu kompleks. Kompleksitas ini, menurut Bellah membuat masyarakat tokugawa dicekam suatu kegelisahan. Sehingga masalah dari samurai, petani, pengrajin dan pedagang berbeda-beda dan aspek religi merekapun beragam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Maria Lendrida
"ABSTRAK
Uchimura Kanzo adalah salah seorang pemikir agama Kristen Jepang yang terkenal pada jaman Meiji, berasal dari keturunan keluarga bushi dari han Takazaki. Lahir pada akhir jaman Edo, menamatkan pendidikan terakhirnya di Sekolah Pertanian Sapporo (sekarang Universitas Hokkaido) dan Universitas Amherst di Amerika selama lebih kurang 3,5 tahun.
Uchimura adalah pemikir agama yang banyak menuangkan ide-ide Kristianinya lewat karya-karya tulisnya. Beberapa di antaranya diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing sehingga terkenal sampai ke luar Jepang. Di samping itu, juga masalah-masalah sosial, kenegaraan pada masa itu tidak pernah terlepas dari penglihatannya. Dan dia juga dikenal sebagai sastrawan pada jamannya.
Dalam mengeluarkan ide-idenya, ia tidak pernah terlepas dari pola pemikiran yang disebutnya dengan futatsu no Je yang artinya dua huruf J yaitu singkatan dari Jesus dan Jepang. Jesus bagi Uchimura merupakan sosok yang sangat ideal, sehingga Dia menempati urutan utama setelah Jepang negara kelahirannya.
Dia percaya bahwa agama yang diturunkan Jesus Kristus merupakan agama yang bisa membawa perbaikan terhadap kemajuan dan perkembangan suatu bangsa. Seperti Negara-_negara Eropa dan Amerika yang diidealkannya dapat mencapai kemajuan berkat pemikiran Kristiani.
Oleh karena itu, Uchimura sangat mengharapkan negara dan bangsa Jepang dapat menyatu padu secara harmonis dengan agama Kristen. Karena menurutnya, budaya Jepang mempunyai persamaan nilai dengan agama Kristen. Dia percaya bahwa perpaduan keduanya akan membawa kemajuan dan perkembangan bangsa dan negara Jepang seperti Negara-_negara Barat.
Meskipun sesungguhnya ia menolak dengan tegas realisasi perkembangan pemikiran Kristiani seperti dalam kenyataan hidup masyarakat Amerika. Dia menyatakan idenya dengan pasti mengenai agama Kristen Jepang yang cocok dengan alam budaya masyarakat Jepang.
Tetapi kenyataannya pada masa itu, masyarakat Jepang yang menjunjung tinggi nilai-nilai pemikiran feodal yang berpusat pada Kaisar, tidak bisa menerima pemikiran Futatsu no Je-nya Uchimura Kanzo. Namun ia tidak pernah putus asa untuk menyampaikan ide-idenya lewat karya tulisnya sampai akhir hayatnya.

"
1990
S13814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Arifin
"Skripsi ini berusaha memaparkan salah satu dari pada tema pokok dari pada ajaran Friedrich Nietzsche yang disebut dengan kehendak untuk kuasa, khususnya mengenai paham kekuasaannya, berdasarkan bacaan beberapa karyanya yang terpenting, dengan dibantu ulasan berbagai pengarang atas karya Friedrich Nietzsche. Secara garis besar, teori paham kekuasaan yang diajukan oleh Friedrich Nietzsche menunjukkan kepada kita bahwa segala sesuatu dalam tingkah laku manusia, satu-satunya faktor yang menentukan ialah daya pendorong hidup atau hawa nafsu. Setiap pengenalan manusia merupakan alat bagi kehendak untuk kuasa..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S16009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latumahina, Freddy
"Teori politik Hobbes hanya merupakan sebagian saja dari pada suatu sistim yang didudunnya berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah. Sistim itu kita kenal sebagai materialisme. Meskipun Hobbes mempelajari matematika dan fisika pada usia tuanya, namun akhirnya ia mengerti juga tentang tujuan dari pada ilmu-ilmu itu yang disebut Ilmu Alam. Bagi Hobbes inti dari pada Ilmu ALam adalah gerak. Dengan demikian dunia fisik adalah sistim mekanisme yang murni, artinya, semua peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat dijelaskan dengan kepastian ilmu ukur dengan jalan menempatkan hubungan benda-benda antara yang satu dengan yang lainnya. Hobbes telah memegang prinsip ini dan menjadikannya sebagai pusat dari pada sistimnya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S16188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Xemandros, Wolfgang Sigogo
"Iklan sebagai salah satu bentuk masivitas informasi, bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda. Relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas oleh Jean Baudrillard; suatu situasi di mana kita tidak lagi bisa membeda-bedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal.

Advertising, as a massively form, run in the semiotics principle. This semiotics is not longer referential, but a form of symbolic exchange. This situation is what Jean Baudrillard call hyperreality; a situation which we are not able to classify the reality. Advertising, as Baudrillard thought, run in hyperreal principle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16024
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuim Hidayat
"Jihad menurut Sayid Qutb adalah perang di jalan Allah untuk menegakkan sistem Ilahi. Menurutnya, jihad sifatnya ofensif bukan defensif Karena watak ajaran Islam sendiri adalah ofensif untuk menyebarkan misi Islam ke seluruh dunia, tanpa memandang batas rasial dan geografis. Meski demikian, jihad tidak memaksa seseorang atau masyarakat untuk memeluk agama Islam. Manhaj Islam, menurut Qutb, melindungi masyarakat untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan agama masing-masing.
Qutb membahas masalah jihad ini secara terpisah-pisah dalam karya monumentalnya Fi Zhilal Al Qur 'an. Dalam karyanya Ma alim fit Thariq, Qutb membahas jihad dalam bab khusus : Jihad fir Sabiilillah.
Pemikiran Qutb tentang jihad, tidak terlepas dari pendidikan dan pengalaman hidupnya. Pendidikan agama dari keluarga sejak kecil dan pengalaman hidupnya di Amerika lebih dari dua tahun, serta hegemoni Amerika dan Inggris di Mesir ketika itu, membuat Qutb mempunyai pemikiran yang militan.
Kehidupan Sayid Qutb bisa disebut sebagai kehidupan pemikir, aktivis dakwah dan mujahid. Pemikir, karena Qutb telah menghasilkan lebih dari 30 buku (buku sastra dan buku Islam). Aktivis dakwah, karena ia aktif dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin, Pemikir karena ia telah menghasilkan buku lebih dari 25 buah dan Mujahid, karena ia terus konsisten untuk menegakkan sistem Ilahi (Negara Islam) di Mesir.
Sayid Qutb (1906-1966) adalah salah seorang pemikir besar Islam kontemporer. Di pergerakan Ikhwanul Muslimin, ia disebut-sebut sebagai tokoh kedua setelah Hassan Al Banna (1906-1949). Ia juga sering disejajarkan dengan Abul Ala Al Maududi, tokoh gerakan Islam Jamaat Islami di Pakistan, Imam Khomeini dan dan Ali Syariati, seorang ideolog revolusi Iran.
Buku-bukunya menjadi bacaan aktivis-aktivis Islam dan Mesir, Aljazair, Syria, Tunisia, Turki, Indonesia, Malaysia, Amerika sampai inggris. Di Indonesia puluhan buku Qutb telah diterjemahkan.

Sayid Qutb observed that Jihad is a war in the way of Allah to establish a divine system from his point of view, jihad is offensive and not defensive. It is because the characteristic of Islamic teachings itself is offensive to disseminate the mission of Islam to all of the world without considering the racial and geographical frontiers. Although, jihad does not mean to coerce anyone or any society to embrace the religion of Islam. Islamic method or manhaj from Qutb's point of view protects people to adhere to everyone faith.
Qutb has discussed jihad separately in his two monumental books of Fii Zhilal al-Qur'an and Ma'alim f al Thariq, and in the latter work he studied jihad in specific chapter : Jihad in the Way of Allah (Jihad fii sabilillah).
The concept of jihad in Qutb's mind flourished from his earlier education and life's experiences. His earlier religious education from the family and more than two years life's experiences in America built up his idea of militancy.
The life of Qutb can be said or categorized as a thinker, an activist of da'wah and a Mujahid. As thinker he authored more than 30 books (literary and Islamic). As an activist, he was an active member of al-Ikhwan al-Muslimun and said as Mujahid because he continually and consistently fought to establish a divine system (Islamic state) in Egypt.
Sayid Qutb (1906-1966) is one of the great Muslim thinkers of contemporary Islam. In the al-Ikhwan al-Muslimun movement he said to be the second leader of this Islamic movement after Hasan al-Hanna (1906-1949). He often treated equal to Abut Ma al-Maududi, the founder of Jamaat Islami of Pakistan, Imam Khomeini and Ali Syariati, the ideologists of the revolution of Iran.
His works became sources of reading of Muslim activists in Egypt, Al-Jazair, Syria, Tunis, Turkey, Indonesia, Malaysia, America to England. In Indonesia tens of his books has been translated into Indonesian.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dermawan,author
"Dekonstruksi kebenaran dalam seni rupa yang dimaksudkan di sini adalah praksis Dekonstruksi oleh Derrida terhadap konstruksi pemikiran beberapa filsuf dan perupa tentang status ontologis seni rupa dan juga hubungan logis antara pernyataan dengan kenyataan yang berhubungan dengan seni rupa dan penafsiran karya seni rupa. Secara umum dekonstruksi dapat dimengerti sebagai cara membaca kritis dan spontan terhadap filsafat Barat yang logo dan fonosentris, dan yang memahami ada sebagai kehadiran. Dalam hal ini, dekonstruksi adalah suatu praksis demonstratif untuk membuktikan bahwa kenyataan ada (kebenaran sejati) tidak hadir bagi yang memikirkan dan yang menuliskannya.
Sehubungan dengan ini, khusus di bidang seni dan seni rupa, Derrida menyangkal anggapan para filsuf bahwa seni memiliki kebenaran tunggal (ontologis) yang dapat dijelaskan dengan bahasa. Ia juga menyangkal dapat tercapainya kebenaran relasi (logis) antara bahasa dengan obyek bahasa dalam kegiatan penafsiran karya seni rupa. Filsuf, menurut pendapatnya "membatasi" keanekaragaman seni di dalam seni-seni diskursif : "percakapan" (phonic) dan pemikiran (logos). Oleh karena itu, wacana tentang seni (dalam hal ini seni rupa) menjadi tidak produktif. Agar produktif, Derrida menciptakan wacana yang "mobil". Bergerak di dalam dan di luar bingkai filsafat yang logo dan fonosentris.
Derrida memahami semua yang ada hanya sebagai teks dan ditandai tekstualitas. Baginya teks berasal dari, dan sebagai pengantar kepada teks-teks berikutnya. Teks juga adalah rangkaian tanda-tanda yang distrukturkan oleh "jejak jejak" (traces) otonom. Dengan demikian, seni rupa juga adalah teks yang merupakan jalinan tanda-tanda yang distrukturkan oleh jejak-jejak otonom atau berdiri sendiri-sendiri. Lebih jauh, dia juga menyikapi teks sebagai tulisan, dan tulisan sebagai barang mati. Oleh karena itu, karya seni rupa juga adalah teks atau tulisan, dan barang mati.
Berdasarkan pemikiran seperti ini, dalam mengapresiasikan karya seni rupa, ia secara bebas mengapresiasikan infrastruktur khusus atau ":jejak-jejak" goresan pada karya yang menarik perhatiannya tanpa mengindahkan makna yang dikomunikasikan oleh perupanya. Ia menghubungkan jejak-jejak atau infrastruktur karya dengan teks-teks, baik filsafat, maupun teks-teks lainnya sejauh ia menghendakinya. Teks-teks dilepas dari konstruksi kesatuannya. Dengan ini, konstruksi pemikiran tentang seni yang selalu cenderung mengarah kepada kesatuan atau totalitas, dialihkannya ke wacana pertebaran jejak-jejak otonom.
Dari pemikiran dan contoh-contoh yang diberikannya, dekonstruksi Derrida terhadap "kebenaran" dalam tema seni rupa adalah usaha untuk memperluas wacana "kebenaran" (kenyataan ada) karya seni rupa ke luar wacana yang dibingkai filsafat yang logo dan fonosentris. Gerakan ke luar "melampaui" (goes beyond) filsafat ini tidak diberi batasan yang tegas, kecuali ia bermain dengan wacana tersebut dan pada waktu dan keadaan tertentu ia memutuskan "permainan"nya sudah cukup. Putusan cukup inilah yang membatasi karya seni, dalam hal ini karya seni rupa, dengan dunia.
Dalam khasanah percakapan dan pada karya seni rupa kontemporer di Indonesia ciri dekonstruksi seperti melanggar batas-batas defenisi dan kategori-kategori dalam teori seni dan keindahan, ketidakhadiran subyek dalam karya, dan usaha memperkenalkan karya seni rupa yang menentang estetika kesatuan dan keselarasan, telah dapat diidentifikasikan. Tetapi ciri-ciri tersebut baru sebatas bagian dari ciri-ciri umumnya saja. Ciri-ciri itupun, secara terpisah, dapat diidentifikasikan pada karakteristik karya seni rupa di luar wacana dekonstruksi. Usaha untuk menunjukkan mana karya seni rupa yang sepenuhnya dekonstruktif bukan pekerjaan mudah. Karena batasan dari dekonstruksi itupun tidak mudah ditegaskan.
Khusus dalam wacana kritik pada.karya seni rupa kontemporer di Indonesia, sejauh penelitian penulis, gaya kritik dekonstruktif belum memperlihatkan fenomena yang berarti. Wacana kritik masih terfokus pada karya dan perupanya; sedangkan kritik dekonstruktif lebih terfokus kepada otoritas "pembaca" atau kritisinya, dan mengembangkan wacana ke arah wacana produktif, intertekstualitas dan tanpa batas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fuad
"Skripsi ini meninjau pandangan Maslow tentang manusia melalui kerangka yang disusun oleh penyusun buku 'Thories of personality' yaitu Ziegler dan Hjelle. Dari-buku ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Maslow memiliki pandangan tentang manusia secara optimis dan banyak kemiripan dengan tema-tema filosofis dalam eksistensialisme dan fenomenologi. Selain itu Maslow merupakan tokoh psikologi, maka penulis berusaha menghubungkan filsafat dengan psikologi melalui pandangan Maslow sendiri sebagai pencetus psikologi humanistik dengan berbagai tema filsafat manusia dan budaya. Karena Maslow dan psikologi humanistiknya mengkritik pandangan tentang manusia menurut aliran psikologi (selainnya), maka penulis menghubungkan pandangan Maslow tersebut dengan situasi saat ini, khususnya relevansi pandangannya tersebut dengan kehidupan manusia di Indonesia. Akhirnya, tema-tema filosofis seperti tentang kebahagiaan, hakikat pendidikan, kebenaran, hakikat manusia dalam masyarakat dan potensi manusia oleh penulis diungkapkan sebagai tambahan atas konsepsi Maslow tentang manusia. Hal ini sangat berkaitan karena memang tema-tema tersebut pada dasarnya membicarakan persoalan manusia dan kemanusiaan juga. Dapat penulis simpulkan bahwa pandangan Maslow tentang manusia masih tetap relevan dengan kehidupan manusia saat ini, termasuk di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S16180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>