Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140580 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krisno Legowo
"Perubahan sikap tentang gambaran diri, negara Cina, terjadi pada tahun 1958. Sejak itu Negara Cina mulai menganut strategi pembangunan berdikari, yaitu mempertahankan kemerdekaan , memegang prakarsa di tangan sendiri dan mengandalkan usaha sendiri , dan dilain pihak meminimkan gagasan-gagasan, pengaruh-pengaruh dan aspirasi-aspirasi asing. Sejak itu mulai beredar dikalangan rakyat semboyan Mao Zedong, yaitu pertama miskin dan kedua kosong ( yiqiong er-bai) yang ingin memberikan dan menyadarkan bahwa Negara Cina sebenarnya adalah suatu Negara yang secara ekonomis masih terbelakang tapi sebagaimana kertas yang putih kosong, lebih leluasa untuk ditulisi dengan gambar-gambar yang baru. Kecenderungan untuk meniru Negara sosialis yang sudah maju-dalam hal ini sebagaimana yang telah dicapai Uni Soviet- memang merupakan gejala yang nyata dan dianut oleh tokoh-tokoh tertentu , seperti Liu Shaoqi, Deng Xiaoping , Lo Juiqing dan Peng Dehuai, yang mempunyai ciri-ciri pandangan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui industrialisasi, serta penggunaan tehnologi maju, system pemerintahan atas dasar keakhlian dalam birokrasi dan militer . Disitu Mao Zedong-hampir ia berdiri sendiri diantara tokoh pimpinan nasional lainnya- berbeda pendapat. Ia berpandangan bahwa pola itu memungkinkan timbulnya kelas baru yang yang ditumbuhkan oleh birokrasi dalam pemerintahan dan partai, organisasi militer profesional dan pendidikan."
Depok: Universitas Indonesia, 1981
S13019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armand Eugene Richir
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk nenggambarkan secara jelas peristiwa Revolusi Kebudayaan (1965-1969), yang menitik beratkan pada pertentangan antara Mao Zedong dan Liu Shaogi. Revolusi Kebudayaan adalah suatu revolusi untuk mentransformasikan pera_daban bangsa dan untuk merubah sikap manusia agar tercipta seorang manusia kolektif yang sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada perjuangan kelas, garismassa, dan pendekatan Maois menuju transformasi sosialis.Dalam perkembangan selanjutnya Revolusi Kebudayaan yang dilancarkan oleh - Mao lebih merupakan suatu kekuatan untuk menghancurkan bangunan atas atau penguasa Partai yang mengambi] jalan kapitalis..Periode tahun 1965 merupakan periode pengkonsolidasian kediktatoran proletar.'Periode tahun 1966-1969 merupakan periode persaingan atau perebutan ke_kuasaan (power struggle) antara elit politik dan penguasa di Cina. Pada perio_de ini Mao mencari dukungan di luar Partai seperti Pengatral Merah, yaitu para pemuda-pemudi yang diorganisir menjadi kelompok yang bersifat militer dan mili_tan. Selain itu, Mao juga mengandalkan kekuatan Tentara Pembebasan Rekyat/TPR yang ditandai dengan pembentukan Komite Revolusioner. Kekuatan-kekuatan Pengawal Merah dan TPR digunakan Mao untuk membangun kembali supremasi otoritasnya dan memastikan keabadian ideologi serta pemikiran Mao yang mulai memudar pada awal Revolusi Kebudayaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Revolusi Kebudayaan sesungguhnya dirancang oleh Mao untuk memurnikan gagasan ideologi dan menciptakan masyarakat sosialis berdasarkan pikiran-pikiran Mao. Namun, jalan yang ditempuh untuk men_capai tujuan itu secara tak terelakkan harus melalui perebutan kekuasaan...

"
1986
S12831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surryanto Djoko Waluyo
"Munculnya Mao Zedong sejak sebelum terbentuknya PKC sampai dengan terbentuknya PKC pada tahun 1921 telah menyemarakkan perebutan kekuasaan antara PKC dan Guomindang. Mao kemudian selalu berperan aktif dalam setiap momentum perjuangan melawan musuh baik yang berasal dari dalam maupun dari luar Cina. Melalui pola strategi perjuangan dan kepemimpinannya yang ampuh Mao berhasil membangun basis-basis merah yang kokoh. Taktik perang gerilya yang dikembangkannya semasa perang melawan Jepang merupakan taktik ampuh untuk melumpuhkan kekuatan musuh. Keberhasilan Mao dalam mengindoktrinasi anggota partai dan tentara telah mewujudkan PKC yang handal yang pada akhirnya mampu melumpuhkan kekuatan Guomindang serta berhasil meniadikan PKC berkuasa di seluruh negeri sejak tahun 1949. Semuanya ini merupakan wujud nyata hasi perjuangan Mao yang didukung oleh unsur rakyat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S12703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Ichsan Arifin
"Pemikiran militer Mao Zedong dan peranannya dalam Tentara Pembebasan Rakyat. Di bawah bimbingan Dr. A. Dahana , Fakultas Sastra Universitas Indonesia , 1997. Sejak masa dinasti, peran dan kehadiran militer dalam perjalanan sejarah bangsa Cina sangat penting. Pergantian antara dinasti yang satu ke dinasti berikutnya selalu ditandai dengan adanya pemberontakan bersenjata kaum tani terhadap dinasti penguasa yang dianggap telah kehilangan 'mandat clan langit' (Tianming). Hal tersebut dapat dikatakan sebagai cikal bakal militer di Cina.
Jika pada masa Cina klasik terdapat pemikiran militer Sun Zi yang sangat terkenal, maka pada masa Cina kontemporer terdapat pemikiran militer Mao Zedong. Mao terkenal dengan konsep Perang Rakyat-nya sebagai doktrin rniliter. Doktrin tersebut telah menjadi suatu landasan kebijaksanaan militer Cina selama puluhan tahun. Pemikirannya tersebut dipengaruhi oleh dua sumber utama yaitu pemikiran Cina klasik dan Marxisme-Leninisme.
Dalam pernikirannya, Mao sangat memperhatikan keseimbangan antara unsur 'merah' dan 'ahli' namun pada pelaksanaannya justru terdapat penekanan dalam hal 'manusia yang mengungguli mesin' sehingga unsur keahlian dan modemisasi militer agak terabaikan. Perselisihan antara unsur 'merah' dan 'ahli' tersebut selalu mewarnai kemelut kepemimpinan di Cina dan mencapai puncaknya pada saat pecahnya Revolusi Besar Kebudayaan Proletariat (Wenhua da Geming) di tahun 1966."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S13057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triasti Budhiyani
"Isu faksionalisme yang ada dalam sebuah organisasi, terutama dalam partai politik seperti pada Partai Komunis Cina (PKC), seperti tak ada habisnya dijadikan bahan penelitian. Hal ini disebabkan masih adanya data-data yang masih belum dibuka untuk umum dan juga karena faksionalisme dalam PKC mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan partai politik lainnya. Contohnya adalah pertentangan antar faksi pada masa Revolusi Kebudayaan 1966-1976 dan Tragedi Tiananmen 1989. Keduanya mendapat perhatian besar karena jatuhnya begitu banyak korban jiwa baik dari pihak intern partai maupun luar partai seperti intelektual, mahasiswa, dan rakyat biasa. Porsi yang besar atas kedua peristiwa seperti mengecilkan faksionalisme yang berlangsung masa awal PKC antara 1921-1949, padahal dari periode awal inilah dapat dilihat bagaimana awalnya faksionalisme terjadi dalam partai tersebut dan pengaruhnya terhadap periode selanjutnya.Penggambaran atau deskripsi serta analisa atas faksionalisme dengan menggunakan teori faksionalisme dapat membuka cakrawala dan pemahaman atas isu tersebut. Pihak-pihak yang bertentangan secara garis besar memang terbagi dua yaitugaris Soviet dan garis non Soviet, tapi dari pembahasan selanjuinya dapat diamati bahwa yang terjadi tidak sesederhana itu.Munculnya Mao Zedong sebagai pemenang dari persaingan antar faksi ini membuatnya dipuja-puja rakyat, akan tetapi belakangan Mao justru menimbulkan masalah akibat keinginannya untuk selalu menang. Dapat dilihat Mao sebagai seorang tokoh yang berpengaruh besar merupakan faktor yang menyebabkan munculnya faksi, sekaligus mempengaruhi hasil faksi. Beberapa faktor lain memang ikut berpengaruh. Walau demikian Mao menjadi tokoh terpenting dalam PKC dari sekian tokoh lainnya yang ikut berperan dalam persaingan antar faksi ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Valentia
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13011
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haura Marjorie Herbayuning
"ABSTRAK
Cina menganut sistem sosial patriarki, yang berarti laki-laki menjadi poros utama dalam kehidupan masyarakat Cina. Hal ini membuat peran perempuan Cina tidak terlalu dianggap. Namun, ketika Mao Zedong berkuasa 1949 mdash;1976 , ia memiliki beberapa kebijakan yang dapat mengembangkan peran perempuan Cina khususnya di bidang politik dan ekonomi. Jurnal ini berfokus pada pemaparan alasan Mao membuat kebijakan untuk mendukung peran perempuan, menjelaskan cara Mao dalam meimplementasikannya, serta memaparkan perkembangan perubahan partisipasi perempuan Cina pada saat itu. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis. Penulisan jurnal ini bertujuan untuk melihat perubahan partisipasi perempuan Cina saat Mao memimpin.

ABSTRACT
China adopts the patriarchal social system, which means men become the main axis in the life of Chinese Society. This makes Chinese women rsquo;s role not so much considered. But, when Mao Zedong came to power 1949 mdash;1976 , he has some policies to developed Chinese women rsquo;s role especially in politics and economics. This Journal focus on the explanation of the reasons Mao makes policies to support women rsquo;s role, how he implementing it, and also the explanation of the development of Chinese women rsquo;s participation at that time. The writer will be using qualitative method with historical approach. The aim of this journal is to see the changes of Chinese women rsquo;s participation during the reign of Mao. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rifa Zulkania
"Mao Zedong merupakan tokoh pemimpin yang berpengaruh dalam sejarah Cina. Pada awal dekade 1990-an, belasan tahun setelah kematian Mao dan setelah posisinya dalam pemerintahan digantikan oleh Deng Xiaoping, terjadi ketertarikan kembali di kalangan masyarakat Cina terhadap sosoknya, yang dikenal dengan istilah 毛泽东热 (Mao Zedong re, Demam Mao Zedong). Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa saja ragam ekspresi yang nampak dalam fenomena Demam Mao Zedong dalam masyarakat Cina pada 1990 hingga 1995, serta mengapa fenomena tersebut terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa Demam Mao Zedong ditunjukkan melalui berbagai ragam ekspresi, seperti komersial, media masa, pariwisata, dan spiritual. Fenomena Demam Mao Zedong juga disebabkan oleh kebijakan Reformasi dan Keterbukaan yang memungkinkan masyarakat memanfaatkan sistem ekonomi pasar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari sosok Mao, romantisme masyarakat terhadap Mao dalam bentuk kekaguman terhadap sosok Mao sebagai pemimpin dan nostalgia terhadap masa pemerintahannya, serta kemunculan pandangan baru masyarakat mengenai sosok Mao, yaitu sosok manusia biasa dan sebagai objek dari satire dan parodi.

Mao Zedong is an influential leader figure in the history of China. On the early 1990s, years after his death and the replacement of his position in Chinese government by Deng Xiaoping, there was a renewed interest of his figure in Chinese society, which became known as 毛泽东 热 (Mao Zedong re, Mao Zedong fever). This research is meant to analyze the expressions of Mao Zedong fever on Chinese society during 1990 to 1995, and the reasons of its appearance during that era. This research found that Mao Zedong Fever was expressed using various forms, such as commercial goods, mass media, tourism, and spiritualism. The Mao Zedong Fever phenomenon was also caused by the Reform and Openness policy, which allows the use of market economy system by society to achieve economic gain from Mao`s image, romanticism of his image, such as his status as a leader and nostalgia of his period of government, and the rise of new outlooks on Mao`s figure within Chinese society, which are Mao as an ordinary man and Mao as the object of satire and parody."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fenty Saraswaty
"Pertentangan antara Mao Zedong dan Liu Shaoqi berlangsung dalam berbagai bidang. Masalah yang ada ternyata berhubungan satu dengan lainnya dan akhirnya berkembang menjadi satu isu pokok, yaitu masalah politik. Perbedaan diantara mereka tidak hanya terjadi dan diketahui oleh kalangan elit Partai Komunis Cina saja, tetapi juga diketahui oleh masyarakat umum. Pada saat terjadinya Revolusi Kebudayaan 1967 - 1969 kontradiksi diantara mereka meluas menjadi satu pertentangan nasional.
Dalam skripsi ini, hal utama akan dibahas adalah mengenai kontradiksi diantara keduanya di dalam masalah sastra dan seni. Mao Zedong dan Liu Shaoqi sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup jauh dalam sastra dan seni, tetapi mereka tidak terlalu merisaukan masalah tersebut. Baru setelah ada perbedaan pendapat politik, ekonomi, sosial dan ideologi, mereka kemudian menggunakan sastra dan seni untuk mengkritik lawan mereka. Dari tindakan saling mengkritik dan akhirnya menjadi suatu gejala saling menjatuhkan tersebut, kita dapat melihat fungsi sastra dan seni tersebut. Sastra dan seni bukan lagi hanya sebagai suatu hal untuk hiburan, tetapi telah berubah menjadi senjata yang digunakan dalam gerakan perjuangan politik. Dan Mao Zedong dan Liu Shaoqi memakainya untuk saling menjatuhkan dan mempertahankan diri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mao, Zedong
Beijing : Wu zhou chuan bo chu ban she, 2006
SIN 895.1 MAO i (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>