Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarif Thoyib
"ABSTRAK
Suasana revolusi kemerdekaan 1945-1949 cukup efektif dalam proses pembentukan suatu etos pejuang di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat itu. Dalam suasana kepejuangan tersebut, relatif tidak memungkinkan bagi tumbuhnya suatu dikhotomi yang secara tegas membagi fungsi militer dan nonmiliter. Yang ada justru kekaburan fungsi di antara keduanya, sehingga TNI sejak lahirnya sudah terbiasa dengan kancah kehidupan di mana fungsi hankam dan fungsi kekuatan sosial-politik berpadu sekaligus.
Tetapi selepas perang kemerdekaan itu selesai, pengalaman berharga kalangan TNI selama perang kemerdekaan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai sumber legitimasi baginya untuk terjun dalam bidang politik seterusnya. Keinginan dari para politisi sipil untuk menegakkan secara tegas sistem demokrasi liberal bagi negara Indonesia (sejak RIS pada 1949) membawa akibat terhadap kebijaksa_naan ketentaraan yang ada. Hal ini berarti hilangnya kesempatan bagi TNI untuk terjun dalam kancah politik, sebab sistem Liberal menghendaki adanya suatu supremasi sipil atas militer, di mana kedudukan militer tidak lebih hanyalah sebagai alat negara. Kondisi demikian meskipun menimbulkan rasa ketidakpuasan bagi sebagian kalangan TNI, tetapi banyak pula didukung oleh sebagian para perwiranya, terutama yang berasal dari unsur KNIL.
Dalam realisasinya, sistem tersebut di atas tidak berjalan seacara mulus. Konflik antar perwira militer dengan kalangan politisi sipil (partai-partai politik) sering muncul ke permukaan. Rasa kecurigaan di antara keduanya sering menjadi penyebab konflik-konflik tersebut, di mana manuver-manuver politik yang sering dilakukan oleh kalangan politisi sipil dianggap sebagai intervensi yang melewati batas hak istimewa dan wewenang intern militer. Tekanan-tekanan yang dianggap merugikan TNI tersebut ternyata semakin menumbuhkan semangat korps di antara mereka, termasuk para perwira yang sebelumnya menerima sistem supremasi sipil. Keberanian dari kalangan TNI untuk mulai mengutarakan kepentingan dan keinginan politiknya mulai muncul perlahan ke permukaan.
Sementara itu di kalangan intern politisi sipil sendiri justru semakin terjebak dalam polarisasi yang tajam. Dengan membawa ideologi partainya masing-masing, mereka bersaing keras dan saling bertikai dalam upayanya menancapkan pengaruh dalam kehidupan kenegaraan. Pemerin_tahan tidak pernah bertahan lama dan terus berganti-ganti, sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan tidak berjalan efektif dan menuju kepada krisis. Dampak akhirnya adalah timbulnya krisis legitimasi bagi pemerintahan partai_-partai itu sendiri. Hal ini mengakibatkan di beberapa daerah wilayah Indonesia, muncul ungkapan-ungkapan ketidakpuasan yang menjurus kepada regionalisme untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat.
Dalam suasana yang semakin khaos, dimana eksistensi negara Republik Indonesia sedang dipertaruhkan inilah akhirnya muncul kebijakan untuk mempermaklumkan keadaan darurat perang bagi seluruh wilayah RI pada tahun 1957. Momentum inilah yang menjadi peluang bagi militer untuk mulai menancapkan diri terjun dalam bidang politik. Undang-undang Keadaan Darurat (Bahaya) telah menjadi semacam charta politik yang memberikan legitimasi bagi TNI untuk terjun mengemban fungsi kekuatan hankam dan sosial politik sekaligus. Selama berlangsungnya rasa keadaan darurat perang tersebut (1957-1563), TNI telah berhasil memanfaatkan kesempatan sehingga tercipta basis-basis yang kuat, yang nemungkinkan kesinambungannya untuk tetap berdwifungsi dalam sistem kenegaraan Republik Indonesia hingga saat ini.

"
1990
S12664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lismiarti
"Penelitian sumber mengenai Peristiwa 27 Juni 1955 telah dilakukan pada Bagian Dokumentasi dan Perpustakaan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan MPR/DPR, Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Ilmiah Nasional (PDIN) Perpustakaan Arsip Nasional Cilandak, Perpustakaan Nasio_nal dan juga Balai Penelitian Pengembangan Pers dan Pandapat Umum. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Peris_tiwa 27 Juni 1955, hal yang melatar belakanginya dan menambah khasanah Penelitian di bidang Sejarah ABRI pada masa demokrasi liberal khususnya dan Sejarah Republik Indonesia pada umumnya. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskritif analitis. Langkah pertama merekonstruksi masalah dan kemudian mencoba menganalisa permasalahannya. Hasilnya menunjukan bahwa dalam Peristiwa 27 Juni 1955 ini Angkatan Darat menolak pengangkatan seorang Kepala Staf ,Angkatan Darat ( KSAD ) hasil penunjukan Kabinet Ali. Cara pemilihan dan pengangkatan KSAD itu ternyata tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Angkatan Darat. Hal yang melatar belakanginya adalah Rapat Perwira-Angkatan Darat di Yogyakarta yang menghasilkan beberapa keputusan diantaranya adalah Piagam Keutuhan Angkatan Darat Republik Indonesia ( Piagam Yogyakarta)."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Hercahyani
"Studi tentang Integrasi Unsur-unsur Angkatan Di dalam ABRI, sejak proklamasi 17 Agusius 1945 sampai dengan tahun 1969. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan proses integrasi sejak militer Indonesia dilahirkan, berbagai masalah yang dihadapi Angkatan Perang Republik Indonesia, khususnya dalam mengatasi konflik untuk sampai pada integrasi sepenuh_nya dari ABRI dan ikut berperan dalam pembangunan nasional.
Dari hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa konflik atau permasalahan yang terjadi dalam tubuh ABRI, disebabkan adanya berbagai pihak yang ingin campur tangan dalam urusan intern Angkatan Perang. Suatu sistem pemerintahan yang masih labil, membuka kesempatan bagi golongan sipil.
Ini terlihat dengan campur tangan Amir Syarifuddin, sejak ia menjabat sebagai Menteri Keamanan Rakyat (Pertahanan), bahkan ia menjadikan dirinya sebagai seorang tokoh yang menyaingi Soedirman, seorang tokoh tentara regular yang menduduki Markas Besar. Pada awalnya terdapat usaha Amir un_tuk menggulingkan kekuasaan Soedirman, namun pada akhirnya Soedirman muncul sebagai tokoh superior dalam Angkatan Perang di Republik Indonesia. Terdapat usaha-usaha dari berbagai golongan yang ingin memecah belah keutuhan ABRI, dengan menyusupkan ideologi dan orang-orangnya dalam tubuh ABRI ini. Dan akhirnya meletus peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI. Namun semua itu dapat diatasi berkat keutuhan dan persatuan dari Angkatan Perang Republik Indonesia."
1990
S12171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Rustam
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rusli Karim
Jakarta: Haji Mas Agung, 1989
355 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Menanggapi insiden kekerasan pada 1 Juni 2008 di lapangan Monumen Nasional (Monas), Presiden SBY menyatakan negara tidak boleh kalah dengan kekerasan dari manapun karena Indonesia adalah negara hukum. Ini negara hukum, dan dalam negara hukum tidak bisa warga negara melakukan kekerasan pada warga negara lainnya, karenanya kejadian-kejadian semacam itu patut disesalkan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi warga dalam menjalankan hak-hak konstitusionalnya dan juga menciptakan rasa aman. Insiden kekerasan di lapangan Monas merupakan suatu babak baru dalam sejarah Indonesia sebagai bangsa dan negara yang berdaulat. Sikap pemerintah segera menjadi sorotan ketika harus menghadapi situasi seolah hukum tak berdaya menjangkau non-state actor yang jelas-jelas tidak hanya melakukan pelanggaran hukum lewat aksi kekerasan terhadap pihak lain, tetapi juga menyinggung kewibawaan negara. Aksi kekerasan tersebut dilakukan terhadap sekelompok anak bangsa yang sedang melakukan penghormatan terhadap ideology negara yang sah secara hukum nasional di lokasi yang beratribut Monas (kawasan ring I pusat pemerintahan). Meskipun demikian, aparat keamanan (penegak hukum) tidak segera melakukan tindakan tegas dan konkrit…. "
IKI 4:24 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Harjono
Jakarta: Gema Insani Press, 1997
959.8 ANW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Diperlukan orang yang mempertahankan negara yang telah diproklamasikan, karena aneh bila sebuah negara tidak memiliki tentara untuk mempertahankan negara. Kemudian kelompok pemuda yang menginginkan terbentuknya badan keamanan dan ketertiban rakyat, mulai mencari, merebut, dan menguasai senjata yang diperoleh dari pihak asing. Kemudian berkobarlah slogan ‘libre ou mourir’ (merdeka atau mati) sehingga muncul semangat anti asing. Kemudian diadakan pertemuan dengan Bung Karno untuk membahas pembentukannya. Tentara yang dilahirkan dalam masa revolusi memang menghendaki demikian dikarenakan revolusi adalah realisasi cita-cita untuk menciptakan tentara baru yang berpihak kepada bangsa dan tanah air. "
IKI 5:25 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, 1929-1999
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998
320.959 8 YUS (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>