Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Pradono
"Menempatkan kedudukan agama yang jelas di dalam masyarakat merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama islam, khususnya sejak akhir abad 19. Di Indonesia sendiri. perdebatan tentang hubungan antara agama dan negara dalam pemikiran politik islam telah mengalami puncaknya selama dasawarsa 1950-an. Selama rentang periode 10 tahun tersebut banyak intelektual muslim yang berbicara tentang 'negara berdasarkan islam', khususnya dalam _sidang-sidang Dewan Konstituante. Salah seoranq diantara mereka adalah Hamka. Konsep negara dalam pemikiran Hamka selama periode 1950-an adalah negara yang berdiri atas dasar 'Kedaulatan Ilahi'. Konsep ini yang disebut aliran integralistik berbeda - paling tidak - dengan dua paham lainnya yang juga berbicara tentang hubungan antara agama dan negara. yaitu aliran simbiotik dan aliran sekularistik Bila aliran simbiotik mengatakan bahwa agama dan negara berhubungan timbal balik dan saling memerlukan sedangkan aliran sekularistik mengajukan pemisahan antara agama dan negara. maka aliran integralistik justru mengatakan bahwa antara agama { islam } dengan negara tidak dapat dipisahkan. Alasannya adalah islam. sebagai sebuah agama, telah meliputi bukan saja tuntutan moral sebuah agama. telah meliputi bukan raja tuntutan moral dan peribadatan melainkan juga petunjuk-petunjuk mengenai Cara mengatur sega1a aspek kehidupan politik. ekonomi dan sosial. Pendek kata, islam merupakan suatu agama yang sempurna dan amat lengkap."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S12220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heri Herdiawanto
"Studi ini mengkaji pemikiran politik HAMKA mengenai Islam dan negara dalam perdebatan-perdebatan dasar negara yang berlangsung di Dewan Konstituante 1956-1959. HAMKA termasuk dalam kelompok pembela dasar negara Islam bersama Mohammad Natsir di fraksi Masyumi, memperjuangkan syariat Islam dihadapan fraksi-fraksi lain Nasionalis, Islam, Komunis dan Sosialis, Katholik-Protestan dan anggota Konstituante yang tidak berfraksi.
Secara khusus mengkaji permasalahan tentang mengapa Islam diperjuangkan sebagai dasar negara oleh HAMKA dan bagaimana pemikiran HAMKA mengenai hubungan Islam dan negara serta bagaimana pandangan HAMKA tentang Pancasila.
Metode penelitian ini adalah jenis penelitian pustaka dengan studi literatur atau dokumen yang terdiri dari data primer dan sekunder serta diperkuat dengan wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori relasi agama (Islam) dan negara.
Studi ini menemukan Panama, menurut HAMKA perjuangan Islam sebagai dasar negara adalah sebagai kelanjutan cita-cita sejarah pergerakan nasional Indonesia. Kedua, ditemukan bahwa perdebatan Konstituante adalah pengulangan debat ideologis Islam dan nasionalis dalam soal perumusan Piagam Jakarta. Ketiga studi ini juga menemukan pandangan HAMKA bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu berarti Tauhid atau konsep meng-Esakan Allah SWT. Hal itu berarti sila pertama sebagai sumber moral dan etik sila lainnya, sekaligus menegaskan bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun implikasi teori penelitian ini adalah memperkuat pemikiran Islam secara legal formal yaitu pemikiran yang menghendaki agar Islam secara formal memainkan peran utama dalam kehidupan bernegara. Kesimpulannya adalah masyarakat Indonesia adalah masyarakat heterogen dari' segi agama. DaIam anti bahwa, secara konstitusional, negara mengakui keberagaman agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia dan menjamin kebebasan setiap individu untuk memeluk agama dan merealisasikan ajaran yang diyakininya, dalam segala aspek kehidupan sehingga HAMKA dalam Konstituante menyatakan perjuangan untuk mendirikan negara berdasarkan Islam bukan negara sekuler bagi kelompok Islam adalah kelanjutan cita-cita wasiat sejarah.

This study examines the political thought of Hamka on Islam and state in the debates on basis of the state in the Constituante 1956-1959. Hamka is one of the members of defender of Islam as basis of the state opposed to other factions such as Nationalist, Communist and Socialist, Catholic and Protestant, and non-faction members.
This study focuses on the question of why Islam is fought as a basis of the state by Hamka and what is his idea on Pancasila.
The method of the research is literature study based on primary and secondary data sources and strengthens by interview. In this study, the theory of relation of religion and state is applied.
The study finds that 1) according to Hamka, the struggle for Islam as the state basis is the continuation of national struggle history; 2) it is found that the debates in Constituante is a repetition ideological debate between Islam and nationalism on Jakarta Charter; and 3) the study founds that Hamka's view on Oneness of the God in Pancasila is similar with tauhid in Islam. It means that the first item in Pancasila is a basis of moral and ethic for other items and confirms that Indonesia is based on Oneness of the God.
Meanwhile, the theoretical implication of the study strengthens Islamic thought Iegally and formally which desires Islam as a formal basic value in the state. The conclusion is that Indonesian society is heterogenic in religion. It means that the state, constitutionally, acknowledges the heterogeneity of religion in Indonesian society and guarantees freedom of every individual to embrace and implement their religion in the whole aspects of life so that Hamka in Constituante stated that the struggle to make Islamic base of state and not secular state for Islamic group is a continuation of historical heritage.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzakiyyah Fauziyah Rif'At
"Di era modern ini, berbagai pertentangan mengenai hukum dan kebiasaan kuno berkaitan isu-isu yang dihadapi perempuan di dunia muslim telah memantik berbagai perdebatan di kalangan cendekiawan muslim terutama berkaitan dengan kesetaraan bagi perempuan muslim. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk membahas mengenai masalah tersebut adalah melalui diskusi tasawuf modern yang mengajarkan manusia bagaimana memposisikan diri dalam situasi di mana urusan duniawi bersinggungan dengan ukhrawi. Diantara perkembangan tersebut, tokoh Hamka dipandang sebagai pendiri dan juru bicara tasawuf modern karena dua karyanya tentang evolusi dan kemurnian tasawuf yang banyak digunakan sebagai acuan oleh masyarakat Indonesia. Tasawuf modern Hamka menunjukkan bahwa tasawuf tidak dapat dipisahkan dari Islam dan ia juga berbicara tentang laki-laki, perempuan, dan masalah rumah tangga. Dengan dasar tersebut, muncul ketertarikan bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh terkait pemikiran Hamka mengenai emansipasi perempuan. Dengan menerapkan metode penelitian kualitatif dan pendekatan hermeneutika terhadap karya-karya Hamka, diketahui jika Hamka berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki dalam sebuah masyarakat haruslah bekerja sama agar bisa menjadi masyarakat yang sempurna dan adil. Perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki sebagaimana mereka juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Dalam Islam sendiri, seseorang dilihat dari ketakwaannya bukan dari apakah ia laki-laki atau perempuan. Sementara itu, hasil analisis skema AGIL menunjukkan bahwa proses adaptasi terhadap penanaman nilai-nilai ajaran agama Islam yang mendukung tercapainya emansipasi perempuan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pembiasaan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan tujuan emansipasi perempuan yakni untuk mendefinisikan, membangun, dan melindungi hak-hak politik, ekonomi, dan sosial perempuan yang setara. Sementara itu, proses integrasi di masyarakat berkaitan dengan tujuan emansipasi perempuan masih belum sepenuhnya berlangsung. Masih ada sejumlah aspek yang memerlukan peningkatan integrasi yang lebih baik demi tercapainya tujuan emansipasi. Kedepannya, dapat dilakukan upaya untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut melalui pendidikan keagamaan yang tepat dan mengacu pada pedoman agama seperti Al-Quran dan Hadits yang diinternalisasikan bagi generasi muda sehingga nilai tersebut akan tertanam dan menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat.

In this modern era, various conflicts regarding ancient laws and customs related to issues faced by women in the Muslim world have sparked various debates among Muslim scholars, especially with regard to equality for Muslim women. One of many approaches that can be used to discuss this problem is through the approach of modern Sufism which teaches humans how to position themselves in situations where worldly affairs intersect with ukhrawi. Among these developments, Hamka is seen as the founder and spokesperson of modern Sufism because of his two works on the evolution and purity of Sufism that are widely used as a reference by the Indonesian people.  Modern Sufism Hamka shows that Sufism is inseparable from Islam and he also talks about men, women, and domestic issues. On this basis, there is an interest for researchers to study further Hamka's thoughts on the emancipation of women. By applying qualitative research methods and hermeneutic approaches to Hamka's works, it is known that Hamka argues that women and men in a society must work together to become a perfect and just society. Women have the same potential as men as they also have the same rights and obligations as men. In Islam itself, a person is seen from his piety not from whether he is male or female.  Meanwhile, the results of the analysis of the AGIL scheme show that the  process of adaptation to the cultivation of Islamic religious values that support the achievement of women's emancipation can be carried out through proper education and habituation. This relates to the purpose of women's emancipation, namely to define, establish, and protect women's equal political, economic, and social rights. Meanwhile, the process of integration in society related to the goal of women's emancipation is still not fully underway. There are still a number of aspects that require improved integration for the achievement of the goal of emancipation. In the future, efforts can be made to encourage the achievement of these goals through proper religious education and referring to religious guidelines such as the Quran and Hadith which are internalized for the younger generation so that these values will be embedded and become commonplace in people's lives."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwahidin
"Penelitian ini memusatkan perhatiannya pada corak pemikiran Tasawuf Hamka, yang tercermin dalam ketiga bukunya --Tasawuf Modern, Renungan Tasawuf dan Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya--, maka penelitian ini akan menampilkan pembaharuan pemikiran seorang tokoh, ulama besar yang banyak memberikan kontribusi dan andil yang cukup berarti dan relevan terhadap kemajuan ummat Islam Indonesia, yaitu Hamka. Hamka yang mama lengkapnya Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, ia dilahirkan di Sungai Batang Maninjau (Sumatera Barat), Ranah Minang, pada tanggal 17 Februari 1909 M bertepatan dengan tanggal 14 Huharram 1328 H.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Hamka bukanlah seorang ahli tasawuf dalam arti seorang Sufi yang telah mengalami perjalanan (pengalaman) rohani, namun ia dapat menerima dan mengamalkan tasawuf sebagai jalan untuk mendekatkan diri (taqarub) pada Tuhan, sepan jang ajaran-ajarannya mempunyai dasar dalam kitab suci al-Qur'an dan al-Hadis. Di samping itu ia telah melakukan beberapa h al penting dalam kontekstualisasi, rekonstruksi dan interpretasi terhadap al-Qur'an dan al-Hadis --khususnya dalam kajian tasawuf-- sehingga mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat modern."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Perkembangan ilmu komunikasi mengambil bentuk-bentuk dan arahan yang berbeda di belahan dunia yang berbeda-beda. Para ahli berupaya mendefmisikan komunikasi, namun itu bukanlah haI yang mudah. Kata komunikasi adalah kata yang abstrak dan memiliki sejumlah arti. Sehingga untuk menetapkan satu definisi tunggal adalah hal yang tak mungkin. Implikasi dari hal tersebut akan turut mempengaruhi kegiatan penelitian dalam bidang komunikasi. Oleh karena itu, jenis penelitian yang berbeda juga memerlukan definisi komunikasi yang berbeda. Dalam tulisan mencoba merangkum pemikiran berbagai ahli terkait makna, konsep, dan pemikiran dalam ilmu komunikasi. Hingga akhirnya, ilmu komunikasi pun makin berkembang dengan adanya ketertarikan terhadap komunikasi sebagai suatu subjek studi karena dipromosikan oleh filsafat progressivisme dan pragmatisme yang merangsang munculnya hasrat bagi kemajuan kehidupan masyarakat melalui meluasnya perubahan sosial. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan perkembangan masyarakat yang makin kompleks dan global, terutama makin sulitnya dipisahkan antara kehidupan modem dengan telekomunikasi dan media massa. Maka fungsi komunikasi tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan, tetapi makin terasa dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat pun menjadi Iebih aktif dalam menggunakan media baru dalam berkomunikasi, karena berbagai kelebihan yang dimilikinya. Media baru memperluas jangkauan, melewati batas-batas geografis. Berbagai informasi dapat berpindah sangat cepat dan mendapatkan feed back yang lebih cepat juga. Namun, kecepatan informasi itu kadang membuat informasi menjadi cepat basi dan terdapat batasan yang tak jelas antara ranah publik dengan ranah pribadi."
384 KOMAS 10:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrarina S.W.
"Penulisan mengenai pemikiran Kita Ikki dalam mereorganisasi negara Jepang dilakukan melalui pendekatan historis dan deskriptif analisis berdasarkan studi kepustakaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami pemikiran Kita Ikki dalam pereorganisasian negara Jepang dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan. Pengumpulan data dilakukan terutama dengan menelaah dan mendeskripsikan buku Radical Nationalist in Japan: Kita Ikki 1883-1937 karya George M. Wilson, dan buku "Kita Ikki Chosakushuu" karya Kita Ikki, yang mengemukakan argumentasi mengenai pereorganisasian negara Jepang, serta buku-buku penunjang lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan utama dari program pembaharuan Kita Ikki dalam mereorganisasi Jepang adalah untuk menghilangkan klik-klik istimewa yang telah mencampuri hubungan kaisar dengan rakyat Jepang, serta menjamin keadaan ekonomi pribadi semua orang dan untuk merasionalisasikan ekonomi nasional sehingga negara dapat mengatasi perang atau konflik di dalam negeri. Kita Ikki adalah seorang sosialisme karena program-program pembaharuannya ditujukan pada kelompok buruh, dengan menyajikan kesejahteraan kaum buruh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketika menulis bukunya yang terkenal, "Tasawuf Modern", Hamka sesungguhnya telah meletakan dasar-dasar sufisme baru di tanah air. Dalam buku ini terdapat alur pemikiran yang memberi penghargaan yang wajar kepada penghayatan esoteris Islam yang tetap dalam kendali ajaran-ajaran standar syariah dan menekankan perlunya perlibatan diri dalam masyarakat. Berbeda dengan "Sufisme Klasik" yang menganut faham isolatif (i'tizaliyah) yaitu menjauh dari masyarakat. Jadi, "Sufime modern" yang dianut Hamka menekankan pada perbaikan akhlak dan keterlibatan langsung pada masyarakat secara permanen. Karena itu, tegas Hamka, tasawuf diperlukan oleh masyarakat. Pemikiran tasawuf Hamka berbeda dengan faham tradisionalis. Ada pikiran dan gagasan baru dalam tasawuf yang dibaewa Hamka. Dalam faham Tasawufnya, Hamka tidak pernah memisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Hamka termasuk ulama yang mengkritik keras faham tasawuf yang anti dunia dan cenderung menjauhkan diri dari persoalan yang dihadapi masyarakat. bentuk tasawuf pembaharuan Hamka yang ada dalam :Tasawuf Modern" berbeda dengan yang lain. Tasawuf Modern Hamka sebenarnya sama dengan Neo-Sufisme. Beliau perintis Neo-Sufisme di Indonesia"
JTW 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketika menulis bukunya yang terkenal, “Tasawuf Modern” Hamka sesungguhnya telah meletakkan dasar-dasar sufisme baru di tanah air. Dalam buku itu terdapat alur pemikiran yang memberi penghargaan yang wajar kepada penghayatan esoteris Islam yang tetap dalam kendali ajaran-ajaran standar syariah dan menekankan perlunya pelibatan diri dalam masyarakat. Berbeda dengan “Sufisme Klasik” yang menganut paham isolatif (i'tizaliyah) yang menjauh dari masyarakat. Jadi sufisme modern yang dianut Hamka menekankan pada perbaikan akhlak dan keterlibatan langsung pada masyarakat secara permanen. Karena itu, tegas Hamka, tasawuf diperlukan oleh masyarakat. Pemikiran tasawuf Hamka berbeda dengan paham tradisionalis. Dalam paham tasawufnya Hamka tidak memisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Bentuk tasawuf pembaruan Hamka yang ada dalam “Tasawuf Modern” berbeda dengan yang lain. Tasawuf modern Hamka sebenarnya sama dengan Neo-Sufisme. Beliau perintis Neo-Sufisme di Indonesia."
JTW 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirul Anwar
Semarang: RaSAIL Media Group, 2020
922.97 AHM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>