Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
U. Maman Kh.
"Terdapat dua pemikiran global tentang sistem demokrasi, sekaligus sistem kabinet di Indonesia, yang muncul sejak tahun 1930-an sampai tahun 1950-an, yaitu: yang cenderung menginginkan sistem demokrasi parlementer dan yang tidak menginginkan sistem demokrasi parlementer dan yang tidak menginginkan sistem demikian. Dalam sidang-sidang BPUPKI dan dalam masa peralihan dari RIS ke Negara Kesatuan terjadi perdebatan antara dua kelompok tersebut. Soekarno, Supomo, dan Mansyuni memiliki pendapat yang sama _ atau hampir sama _ dalam hal bentuk kabinet: cenderung non-parlementer. Sementara Hatta dan Syahrir menginginkan sistem parlementer, yaitu system pertanggungjawaban kabinet kepada parlemen. Mereka _ yang memiliki titik temu pendapat itu _ seringkali berangkat dari kerangka dasar pemikiran yang berbeda. Dalam sidang-sidang BPUPKI, kelompok non- parlementer Nampak mendapat kemenangan. Kemenangan ini ditunjang oleh: Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Jepang dan belum membuka hubungan dengan Barat; partai-partai politik yang cenderung ingin memperoleh kekuasaan belum terbentuk; posisi Sukarno dan Supomo sangat efektif untuk memperjuangkan cita-cita politiknya dalam penyusunan UUD 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, keadaan berubah. Pengaruh Barat boleh dikatakan besar, dan RI menunjukkan hasrat ingin berunding dengan Belanda. Keadaan demikian dimanfaatkan oelh Syahrir untuk memperjuangkan cita-cita politiknya dengan alas an untuk menyelamatkan negara dari kesulitan. Titik temu pemikiran antara Hatta dengan Syahrir menyebabkan usaha Syahrir berhasil dengan mudah. Maka, terjadilah sistem demokrasi parlementer walaupun UUD 1945 _ yang menginginkan non-parlementer _ masih tetap berlaku. Sukarno tidak bekeberatan terhadap perubahan ini karena ia menginginkan diplomasi dengan dunia Barat. Perubahan yang diusulkan oelh Syahrir itu menimbulkan akibat yang besar. Yaitu : elit politik Indonesia menjadi terbiasa dengan sistem parlementer; Indonesia mengenal sistem banyak partai. Mereka _ partai-partai politik _ tentunya memiliki kepentingan masing-masing. Dan sistem parlementer melicinkan jalan bagi mereka untuk memperjuangkan kepentingan mereka _ atau berkuasa. Dalam Konferensi Inter-Indonesia dan perundingan RIS-RI, ketika membentuk negara kesatuan, arus parlementer Nampak mengalir dengan derasnya. Tampilnya Hatta sebagai perdana menteri bahkan dianggap menghalangi untuk melaksanakan sistem parlementer secara penuh. Dalam perundingan RIS-RI, Masyumi mencoba menentang arus sistem parlementer tetapi tidak berhasil. Setelah tidak berhasil, Masyumi pun harus memperjuangk.an kepentingan mereka. Oleh karena itu, Natsir -- yang semula tidak setuju terhadap sistem Parlementer -- menerima mandat menjadi formatur kabinet. Dengan denikian, terwujudlah sistem demokrasi parlementer bedasarkan UUDS 1950, yang di awali oleh Kabinet Natsir."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miriam Budiardjo, 1923-2007
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994
321.809 598 MIR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miriam Budiardjo, 1923-2007
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994
321.809 MIR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
"Buku yang ada di hadapan pembaca ini berusaha menampilkan perkembangan sistem parlementer saat ini dengan menampilkan fenomena di berbagai negara yang menggunakan sistem ini. Penulis melihat terjadi perkembangan pesat penggunaan sistem parlementer di berbagai negara. Anggapan bahwa sistem ini memiliki masalah instabilitas yang tinggi karena pengalaman penggunaan sistem di Indonesia di awal berdirinya republik nampak sudah berbeda kenyataannya. Sistem parlementer sudah semakin stabil bahkan dalam titik tertentu sudah memiliki periodesiasi yang tetap seperti gagasan sistem presidensial. Namun demikian tentu saja setiap sistem pemerinthan memiliki potensi masalahnya masing-masing, buku ini juga berusaha menampilkan masalah-masalah tersebut dan bagaimana negara-negara di dunia berusaha mengatasinya."
Jakarta: Publica Indonesia Utama, 2023
328.334 5 FIT s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Januar
"Kabinet Hatta 1940, dikenal juga sebagai Kabinet Presidensial, adalah suatu kabinet yang lahir dari situasi krisis republik yang diakibatkan oleb Perjanjian Renville. Kabinet ini mendapat dukungan yang kuat dari partai politik yang besar seperti Masyumi dan PNI. Dukungan yang besar ini memudahkan Hatta untuk mengada_kan konsolidasi politik dalam rangka merealisasikan program kabinetnya. Hal ini mendapat tantangan dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Syarifudin. Usaha FDR untuk menjatuhkan Kabinet Hatta ini dilakukan dengan cara konstitusional dan inkonstitusional..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Ind Hill Co., 1988
321.804 3 KAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Wasrun
"Mohammad Natsir (lahir 1908) adalah seorang pembaharu Islam yang dikenal sangat keras alirannya dan tajam penanya. la adalah seorang muslim yang taat, saleh dan zuhud. Puncak karirnya diperoleh ketika ia menjabat se_bagai Perdana Menteri dalam Kabinet Republik Indonesia Kesatuan pertama dari tanggal 6 September 1950 - 27 April 1951. Sebelum menjadi Perdana Menteri ia sempat tiga kali menduduki jabatan Menteri Penerangan berturut-turut: a) dalam Kabinet Syahrir II dari tanggal 12 Maret 1946 - 2 Oktober 1746; b) dalam Kabinet Syahrir III dari tanggal 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947 dan c) dalam Kabinet Hatta I dari tanggal 29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949. Sesudah menjabat Menteri Penerangan, jabatan selanjutnya adalah Ketua Umum Partai Masyumi dari tahun 1949 - 1958. Natsir adalah salah seorang murid A. Hassan. Menurut pengakuannya sendiri, ia banyak dipengaruhi oleh cara hidup A. Hassan yaitu dalam kesederhanaan, rasa keakraban bersahabat, keikhlasannya, penghargaannya kepada tamu dan setiap orang. Natsir memulai hidupnya dalam dunia karang-mengarang. Di Bandung ia mengarahkan bakatnya menjadi guru dan wartawan. Pada tahun 1932 ia memasuki dan menjadi pendorong J. I.B. (Joni Islamieten Bond), suatu perkumpulan Pemuda Islam yang anggotanya umumnya terdiri dari pelajar-pelajar berpendidikan Barat dan berjiwa Islam. Tujuan perkumpul_an ini adalah untuk lebih mendalami apa yang dikehendaki Islam tentang masyarakat. Karangan-karangan Natsir tentang Islam di dalam bahasa Belanda banyak memberi aliran baru bagi para pelajar dan kaum terpelajar yang ingin mengenal Islam yang sebenarnya. Ia menerangkan soal-soal Islam se_cara popular yang biaa diterima oleh mereka. Sebagai seorang pembaharu, ia sangat menonjolkan akal. Baginya akal memnunyai kedudukan yank; tinggi dalam Islam. Ia banyak mengupas masalah akal dipandang dari ajaran-aja_ran dan ruh agama Islam yang hakiki. Natsir dikenal sebagai orang yang ahli agama dan po_litik. Namun ia juga seorang pemikir dalam bidang pen_didikan. la mempunyai cita-cita yang agung mengenai pen-didikan, yaitu hendak membangun satu siatem pendidikan yang sesuai dengan hakikat ajaran Islam. Menurut pendapat_nya, siatem pendidikan Islam bertujuan menciptakan manusia yang seimbang antara kecerdasan otaknya dengan keimanannya kepada Allah dan Rasul. Seimbang ketajaman akalnya dan kemahiran tangannya untuk bekerja. Dalam tulisan ini akan dikemukakan pandangan Natsir mengenai peranan akal di dalam Islam dan gagasannya menge_nai pendidikan Islam serta usaha-usahanya di dalarn merealisasikan gagasan pendidikan Islam itu. Sepengetahuan pe_nulis, pandangan Natsir mengenai akal di dalam Islam belum ada yang membahas, kecuali hanya diainggung sedikit. Itu pun ditempatkan pada bagian kesimpulan dan dalam rangka membedakan antara golongan tradisi dan golongan pembaharuan? Tulisan ini akan mencoba membahasnya lebih mendalam lagi, yaitu dalam kaitannya dengan ide-ide pembaharuan. Demikian juga pandangan Natsir mengenai pendidikan Islam. Yang terakhir ini menurut pengamatan penulis belum ada yang membahas sama sekali. Apalagi pembahasan yang me_nyeluruh tentang ide-idenya dan usaha-usaha nyata di dalam merealiaasikan pendidikan Islam itu. Membahas pikiran-pikiran Natsir tentang akal dan pen_didikan Islam merupakan suatu kebutuhan. Sebab pikiran-pikiran Natsir masih relevan dan merupakan landasan untuk memahami perkembangan pembaharuan Islam di Indonesia, khu_susnya pemikiran tentang akal dan pendidikan Islam. Penulis memang tertarik terhadap masalah-masalah Islam, khususnya yang beraliran modern. Hal ini mungkin disebabkan oleh Latar belakang penulis sendiri yang walau_pun berasal dari kalangan Islam tradisi, namun ingin mengetahui lebih dalam mengenai hakikat ajaran-ajaran Islam. Sebagaimana A. Hassan, gurunya, Natsir dikenal sebagai orang yang sangat keras di dalam mengemukakan gagasan-ga_gasan keislaman. Gagasan Natsir patut dikemukakan karena telah melampaui sekedar menjalankan cara-cara modern dan praktis dalam memajukan masyarakat Islam dengan mencoba mengkombinasikannya dengan ide Barat dan Modern."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Zulkarmi
"Perjalanan politik luar negeri Indonesia sejak kemerdekaan, merupakan masalah yang menarik perhatian penulis. Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan politik luar negeri Indonesia pada tahun-tahun awal setelah pengakuan kedaulatan, dan sekedar menambah khasanah penelitian di bidang tersebut. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Langkah pertama diusahakan merekonstruksi masalah secara keseluruhan, kemudian dilakukan ana_lisa dan interpretasi terhadap data yang ada. Masalah Mutual Security Act (NSA) menunjukkan bahwa persaingan antar partai politik, antar politisi telah berhasil memperbesar sedikit saja kesalahan pemerintah. Sedangkan sikap emosional bangsa Indonesia yang baru merdeka telah mempertebal kecurigaan mereka terhadap maksud-maksud pihak asing. Penjajahan yang sangat lama dialami oleh rakyat Indonesia membuat mereka selalu berhati-hati terhadap setian bentuk kerjasama dengan pihak asing, terutama dalam hal tawaran bantuan militer. Masalah persetujuan MSA ini merupakan sebuah contoh sederhana dari kelemahan sistem parlementer yang berlaku di Indonesia. Setiap pihak merasa bahwa apa yang diputuskannya adalah sikap terbaik untuk semua, sehingga persaingan merebut kedudukan penentu tidak dapat dihindari. Walaupun demikian, dalam hal masalah MSA tidak terlepas dari semangat yang mewarnai politik luar negeri Indonesia pada masa itu. Berangkat dari kasus MSA ini penulis mengharapkan perjalanan politik luar negeri Indonesia di masa mendatang dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S12278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S5562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: The Asia Foundation, 2003
321.809 598 DEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>