Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145419 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulmairi Khiyul
"ABSTRAK
Gelombang pemogokan antara tahun 1910-1920 memaksa pemerintah meninjau kembali kebijaksanaannya. Hubungan yang lebih langsung dengan buruh tampak jelas dalam periode ini. Pada tahun 1919 Gubernur Jendral van Limburg Stirum membentuk komisi untuk kemungkinan standar gaji minimum, mengawasi kondisi buruh, sebagai contoh, menyelidiki tingkat kesejahteraan penduduk di Jawa. Kemudian di akhir tahun 1921, Komisi ini dialihkan ka dalam Kan_toor van Arbeid dengan staf yang lebih besar dan fungsi yang lebih luas. Kemerosotan tingkat kesejahteraan pen_duduk Jawa sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1830, di bawah sistem Tanam Paksa. Di mana tingkat perekonomian kolonial menanjak dengan cepat sementara itu kesejahte_raan penduduk sebaliknya kian merosot.
Antara tahun 1918-1920, perekonoman tanah Hindia kian merosot. PD I dan malaise yang diakibatkannya menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok mendadak naik. Sudah menjadi jelas bahwa kaum buruhlah yang pertama merasakan akibatnya. Dalam situasi yang serba sulit ini kaum maji_kan tetap tidak mau ambil peduli terhadap tuntutan buruhnya, bahkan para pengusaha-pengusaha besar melakukan kerja sama dan membentuk korporasi. Misalnya kongsi gula (Sugar Syndicate) dengan induk perusahaan Belandanya BB_NISO, sementara usaha-usaha yang sejenis mengikuti jejak di atas. Pemilik penanaman bergabung ke dalam Cultiva_tion Owners, 1918 ada asosiasi para majikan dan onderne-mersraad, dll. Dan tidak mengherankan kalau antara tahun 1918-1920 gelombang pemogokan begitu hebat. Dan skripsi ini mengisahkan tentang perlawanan tersebut.

"
1990
S12634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moehkardi, 1930-
Jakarta: Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, 2012
958.8 MOE r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moehkardi, 1930-
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2021
958.8 MOE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Liem, Thian Joe
Jakarta: Hasta Wahana, 2004
959.8 LIE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sugihartiningsih S.
"Pemogokan buruh pernah terjadi di beberapa perusahaan seperti perusahaan air minum, listrik, kereta api dan perusahaan perkebunan. Salah satu kasus pemogokan buruh yang penulis ungkapkan adalah kasus pemogokan buruh perkebunan di Sumatera Timur dari tahun 1950-1958.
Memang penulis mengalami kesulitan dalam mengungkapkan semua kasus pemogokan buruh di perkebunan Sumatera Timur, oleh karena itu penulis mencoba untuk mengungkapkan beberapa kasus sebagai mewakili dari kasus pemogokan lainnya. Sementara itu penulis memilih kasus pemogokan yang berhasil dan kasus pemogokan yang tidak berhasil di perkebunan Sumatera Timur setelah kasus-kasus diseleksi berdasarkan pertimbangan sumber-sumber yang ada.
Penulis mempergunakan metode deduktif dalam membahas masalah kasus-kasus pemogokan secara umum, yang kemudian penulis baru memusatkan perhatian secara khusus pada pembahasan kasus-kasus pemogokan yang telah dipilih sebagai obyek penulisan skripsi.
Penulis memperoleh data-data dari beberapa perpustakaan terutama perpustakaan BKSPPS, Medan (Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Swasta) yang cukup menyediakan arsip-arsip pemogokan buruh perkebunan di Sumatera Timur pada tahun 1950-an. Penulis berusaha menganalisis data-data tersebut apakah relevan atau tidak dengan obyek pe_nulisan skripsi. Selain itu penulis menginterpretasikan data-data yang ada untuk menutupi kekurangan data-data yang lainnya.
Penulis menyimpulkan bahwa pemogokan buruh perkebunan disebabkan oleh rasa ketidakpuasan pihak buruh terhadap kebijaksanaan majikan. Ketidakpuasan pihak buruh menjadi sebab-sebab pemogokan. Sebab-sebab pemogokan buruh perkebunan tidak saja disebabkan oleh sebab ekonomi saja, melainkan pemogokan buruh perkebunan Sumatera Timur dipengaruhi juga oleh sebab politik, sosial maupun psikologi.
Proses penyelesaian pemogokan buruh perkebunan cukup lama, karena masing-masing pihak tripartie (pihak buruh, majikan dan pemerintah) mempunyai interpretasi yang ber_beda, sehingga pihak buruh tidak selalu puas terhadap keputusan yang telah ditetapkan majikan maupun pemerin-tah. Pemerintah telah menetapkan peraturan yang menga_tur perselisihan perburuhan, namun peraturan itu tidak berhasil pelaksanaannya, kaena pemogokan buruh perkebunan masih saja terjadi dan buruh menganggap bahwa pemogokan hanya dapat dihentikan bukan dengan peraturan itu tetapi dengan dipenuhi tuntutan mereka."
1990
S12581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalina Hasyyati
"Skripsi ini membahas ornamen hewan yang digambarkan pada bangunan suci klenteng abad XVIII-XIX di Kawasan Pecinan Semarag, dengan fokus pada kajian bentuk, persebaran, dan maknanya. Di dalam kebudayaan masyarakat Cina, hewan dianggap sebagai salah satu unsur yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, unsur hewan menjadi hal yang wajib dihadiri pada bangunan suci klenteng dalam bentuk ornamen. Ornamen sebagai salah satu karya seni manusia dianggap sebagai bentuk penerapan doa dan harapan, sehingga sebagian besar bangunan suci memilikinya dengan makna tersendiri. Selain itu juga dijelaskan persebaran penggunaan ornamen hewan pada klenteng yang terletak di satu kawasan.

The writing describes the animal ornaments in the Chinese temples on the 18th-19th century in Semarang chinatown area, which are take shape, spread and the meaning as the subject. Animals are one of the very close elements to the human life in the Chinese culture. In this reason, there should be ornaments of the animal elements in the holy Chinese temples. Ornament is one of the human art as the symbol of praying and hope, which makes its own meaning for most of the holy places that has it in the building. It is also explained the spread of the animal elements in the temples in one location.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soewarsono
"Skripsi 'Kaum Pergerakan dalam Gerakan Buruh (Persa_toean Pergerakan Kaoem Boeroeh, 1918-1921), merupakan sebuah penelusuran terhadap keterlibatan atau aktivitas beberapa figur pergerakan nasional dalam soal-soal perburuhan, khususnya dalam gerakan buruh, sejalan dengan kondisi tingkat kehidup_an buruh karena pecahnya Penang Dunia Pertama (PD-1). Di antara figur-figur tersebut adalah Sosrokardono, Alimin, Haji Agus Salim, Semaoen, Soerjouranoto, Mas Marco Kertodikromo, dan Tjokroaminoto. Selain dari aktivitas membantu dan mendorong berdirinya berbagai serikat buruh (pekerja), seperti diperlihatkan peran Sosrokardono dalam pembentukan Perserikatan Pegawai Pegadean Boemipoetra (PPPB). Keterlibatan nampak pula dari ak-tivitas membantu aksi pemogokan yang dilancarkan buruh sebagaimana yang dilakukan oleh Semaoen dalam kasus-kasus pemogokan di Semarang sepanjang tahun 1918 hingga 1920, dan Soerjopranoto pada pemogokan buruh industri pula tahun 1920. Bahkan nampaknya ikut pula, pada akhirnya, dalam meletakkan dasar pola dan soal-soal bagi gerakan buruh yang berkembang kemudian. Ini terlihat jelas dengan mengamati proses terbentuknya sebuah pusat organisasi buruh (vakcentraal) yang diusahakan oleh mereka, meniru prestasi yang dicapai kalangan aktivis perburuhan di lingkungan dinas dan perusahaan pemerintah kolonial, yang berhasil membentuk Verbond van Landsdienaren (VVL). Vakcentraal yang disepakati dibentuk oleh kalangan per_gerakan tersebut, Persatoean Pergerakan Kaoem Boeroeh (PPKB), meskipun diusahakan secara keras karena membutuhkan beberapa kali pertemuan, pertemuan Semarang 1918, kongres PPPB ke-III 1919, kongres CSI ke-IV 1919, pertemuan Jogjakarta 1919, ter_nyata tidak berlangsung lama. PPKB hanya mampu bertahan kurang lebih selama satu setengah tahun (Desember 1919 hingga Juni 1921), karena sesudah itu terpecah menjadi dua, PPKB (yang dipertahankan) dan Revolutionnaire Vakcentrale (RV). Suatu pemecahan yang selain bersumber dari adanya rivalitas di antara tokoh-tokoh utama PPKB, nampaknya juga berakar dari perbedaan pemahaman mengenai pola dan soal-soal dalam pergerakan buruh, khususnya dalam kaitannya, dengan gagalnya rencana pemogokan umum PFB sebagai salah satu anggota PPKB."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Togi Effendi
"ABSTRAK
Satu yang spesifik dari berbagai lembaga pendidikan Bumiputra adalah Sekolah SI Semarang. Diawali perjumpaan Tan Malaka dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam seperti: H.O.S. Tjokroaminoto, Semaoen dan Darsono pada Kongres SI di Jogjakarta tahun 1921, maka Tan Malaka ditawarkan untuk memimpin Sekolah SI yang akan didirikan di Semarang. Dalam rapat anggota SI Semarang Maret 1921 disetujui akan dibuka Sekolah SI pada 21 Juni 1921, dengan jumlah mula-mula 50 murid, yang menggunakan ruang rapat SI Semarang sebagai ruang belajar. Motivasi yang melatarbelakangi berdirinya Sekolah SI paling tidak disebabkan dua hal, yakni: pertama, untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak anggota SI, terutama mereka yang tidak diterima di HIS. Pendidikan di sini bukan hanya dalam pengertian teknis keahlian, tapi juga pembentukan moral. Kedua, sebagai sarana pembentukan kader-kader partai.
Reaksi pers dan masyarakat Semarang, memperlihatkan betapa perlunya suatu lembaga pendidikan bagi masyarakat Bumiputra. Sebaliknya dengan asisten Residen Semarang, yang tidak menyetujui berdirinya sekolah tersebut dan bahkan meminta saran kepada Prokurur Jenderal untuk mengambil tindakan hukum kepada Tan Malaka. Sedangkan Surat kabar Sinar Hindia di dalam tajuk rencananya tertanggal 23 Agustus, memperlihatkan dukungannya dengan berdirinya sekolah tersebut, sebagai berikut: _bahwa salah satu sifat yang balk dari orang_orang Barat ialah rasa kemerdekaan yang sudah dimasukkan kedalam jiwa mereka dan dikembangkan di sekolah-sekolah (pemerintah); bahwa sekarang di Hindia contoh itu akan diikuti; bahwa itulah yang diingini oleh SI di Semarang, dan sebuah sekolah didirikan untuk memelihara dan mendorong rasa kemerdekaan itu; bahwa baru-baru ini diumumkan bahwa tidak seperti sekolah HIS biasa, karena benih kemerdekaan akan ditanamkan di dalam diri murid_murid. (terjemahan Bahasa pen.) Sedangkan rasa antusias rakyat Semarang ditunjukkan dengan keikut sertaan mereka dalam setiap penyelenggaraan pasar derma oleh murid-murid Sekolah SI Semarang.
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan akan biaya dari Sekolah SI Semarang yang baru terbentuk, adalah melalui penyelenggaraan malam pasar derma. Kelompok-kelompok murid memasuki kampung-kampung dengan berselendang merah bertuliskan `Rasa-Merdeka', menyanyikan lagu Internationale, untuk kemudian mengumpulkan uang suka rela dari penduduk. Helihat kenyataan tersebut, reaksi pemerintah setempat adalah dengan melarang diadakannya malam-malam pasar derma berikutnya, dan memberikan peringatan kepada pengurus SI Semarang. Sebagai jawaban atas larangan dan peringatan tersebut, pada 13 November diadakan suatu rapat prates yang dihadiri oleh wakil_wakil dari baedi Qetamo, Sarekat Hindia (pengganti NIP) PK1 dan ST Semarang. Rapat ini kemudian menghasilkan suatu znosi untuk memprotes tindakan pemerintah yang merintangi usaha perluasan pendidikan rakyat. Mosi dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, Dewan Rakyat, dan Tweede Kamer .
Mengenai tujuan didirikannya Sekolah SI, Tan Malaka pada artikelnya di Soeara Ra'jat, yang kemudian dijadikan - sebuah brosur berjudul SI Semarang dan Onderwijs (1921) menyebutkan-: 1. memberi cukup banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia yang kapitalistis (dengan memberikan pelajaran berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu dan Jawa). 2. memberi hak kepada para murid untuk mengikuti kegemaran mereka dengan membentuk perkumpulan_perkumpulan. 3. mengarahkan perhatian para murid pada kewajiban mereka yang akan datang terhadap jutaan keluarga Pak Kromo. (terjemahan bahasa pen.) Di dalam -formulasinya yang baru tentang maksud tujuan Sekolah SI, Tan Malaka lebih banyak menggunakan istilah yang lebih Marxis, antara lain disebutkan: pengetahuan yang diperoleh di sekolah harus pula menerangkan hubungan-hubungan dan keadaan-keadaan sosial di Hindia, dalam arti Komunis.
Sekolah SI Semarang kemudian dapat mengembangkan dirinya dengan mendirikan sekolah-sekolah kejuruan di awal tahun 1922. Sekolah kejuruan yang merupakan bagian dari Sekolah SI ini, memberikan pendidikan kejuruan kepada murid-muridnya, agar mereka bisa berprofesi di bidangnya, antara lain sebagai petugas koperasi dan tenaga pengajar. Khusus mengenai pendidikan guru diberikan langsung oleh Tan Malaka, dengan maksud akan menjadi tenaga pengajar di Sekolah-sekolah SI. Tan Malaka sendiri menolak guru-guru lulusan sekolah pemerintah, karena selain bergaji tinggi, juga memiliki orientasi yang tidak berakar pada pendidikan rakyat.
Berkembangnya Sekolah SI, paling tidak dikarenakan adanya koordinasi keuangan sekolah oleh sebuah komisi sentral dengan kas sentral. Komisi ini mendapatkan sumber dana yang berasal dari uang sekolah murid-murid dan sumbangan-sumbangan para dermawan. Juga dibentuknya sebuah organisasi yang bertujuan mengumpulkan dana bagi Sekolah SI yang bernama FOSIO (Fonds Oentoek SI Onderwijs), sangat membantu keuangan sekolah terebut.
Melihat kesuksesan Sekolah SI Semarang, R. Kern, seorang penasehat pemerintah untuk masalah-masalah pribumi, menyebutkan beberapa sebab di balik suksesnya sekolah tersebut, yakni: pertama, kurangnya perluasan tempat di HIS. Jika HIS diperluas, barulah dapat melawan kemajuan Sekolah SI. Kedua, bakat Tan Malaka sendiri di bidang organisasi, ditambah dengan pengetahuannya yang luas mengenai pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari bakat Tan Halaka untuk berimprovisasi, mendirikan sebuah sekolah guru untuk memenuhi sendiri kebutuhan guru bagi sekolah SI. Ketiga, adalah uang sekolah yang lebih rendah dari sekolah-sekolah pemerintah, menyebabkan murid-murid datang dari golongan penduduk kota yang setengah terdidik.

"
1990
S12570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Husen Basri
"Tulisan ini membahas mengenai peristiwa pemogokan buruh yang terjadi di pabrik gula Krian pada tahun 1920. Dari peristiwa pemogokan buruh ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk menelusuri sejarah perburuhan terutama yang terjadi pada masa Hindia Belanda. Selain itu diharapkan dapat mengetahui peran serikat kerja yang selalu terlibat dalam setiap pemogokan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Untuk hasil yang dicapai dari tulisan ini menunjukkan buruh mogok kerja utamanya diakibatkan oleh kemiskinan buruh dan berakhirnya pemogokan tidak sepenuhnya berhasil karena hanya tuntutan kenaikan upah kerja saja yang akhirnya diwujudkan.

This paper discusses the events of labor strikes that occurred at the Krian sugar factory in 1920. From this strike event the labor is expected to provide benefits to trace the history of labor especially that occurred in the Dutch East Indies. In addition it is expected to know the role of unions that are always involved in every strike. The method used in this paper uses historical methods consisting of heuristics, criticism, interpretation and historiography. For the results of this paper, the labor strikes mainly due to the poverty of the labors and the end of the strike is not entirely successful because only the demands of the wage increase are finally realized.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Harijanto
"Penulisan mengenai pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, yang penelitiannya dipusatkan daerah perkebunan Be_suki, dimulai dari awal munculnya sistem buruh kontrak yang sejalan dengan berkembangnya perusahaan perkebunan swasta di Hindia Belanda. Mengingat bahwa sejarah adalah suatu proses, maka pemogokan buruh perkebunan tahun 1950 adalah suatu proses panjang yang dialami oleh buruh perkebunan un_tuk memperjuangkan nasibnya. Maka penulisan pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, pembahasannya ditarik ke belakang yaitu mulai munculnya perusahaan perkebunan swasta di Hin_dia Belanda. Kemudian diikuti dengan perkembangan gerakan buruh perkebunan dan gerakan buruh lainnya sampai munculnya Serikat Buruh Perkebunaa Republik Indonesia, hingga terja_di pemogokan buruh perkebunan tahun 1950. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebab yang paling mendasar timbulnya pemo_gokan buruh perkebunan terhadap perusahaan asing. Penelitian data dilakukan di perpustakaan dan Arsip Nasional di Jakarta dengan mengadakan interpretasi sumber Selain itu juga diadakan peninj auan ke lokasi peris tiwa pe_mogokan di daerah Jember ( sekarang PTP XXVI di Jelbuk dan PTP XXVII di Jember ). Kesimpulannya, bahwa pengalaman buruh perkebunan di jaman Hindia Belanda adalah bernasib buruk dan hidup tidak layak. Dan perjuangan untuk meningkatkan taraf hidup yang layak selalu tidak berhasil, karena pengusaha perkebunan mendapat perlindungan dari pemerintah kolonial baik yang berupa poenale sanctie ataupun undang-undang hukum pidana dari artikel 161. his yang membatasi gerakan buruh. Maka se_telah Indonesia Merdeka kaum buruh tidak menyenangi pengu_saha asing sebagai sisa-sisa kolonial. Namun buruh perke_bunan harus bekerja kembali pada pengusaha asing sisa-sisa kolonial, karena pemerintah Republik menerima perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949. Kaum buruh perkebunan harus menerima upah yang rendah dari pengusaha asing, sehingga mereka kembali hidup tidak layak seperti jaman kolonial. Ma_ka dalam diri kaum buruh perkebunan tumbuh sifat nasionalisme yang dinyatakan melalui sikap anti perusahaan asing sisa_-sisa kolonial yang masih memberi upah terlalu rendah di ne_gara Indonesia yang sudah merdeka. Jadi sifat nasionalisme dan kebutuhan sosial ekonomi yang mendasari terjadinya pe_mogokan buruh perkebunan tahun 1950."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>