Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chesti Ismayanti
"Skripsi ini menjelaskan tentang kasus penyerobotan lahan suku Badui di Banten, Jawa Barat. Masyarakat Badui merupakan salah satu masyarakat lokal atau masyarakat hutan di Indonesia. Wilayah Badui terbadi dalam 4 wilayah yaitu hutan larangan, wilayah Badui DaIam, wilayah Badui Luar dan wilayah pembatas antara wilayah suku Badui dengan wilayah luar Badui yang disebut Tanah Dangka. Masyarakat Badui sangat menggantungkan hidup pada hutan baik sebagai sumber ekonomi maupun sebagai sumber ritual. Kasus penyerobotan lahan Badui dimulai pada tahun 1953. Tahun 1957 penyerobotan lahan dilakukan oleh penduduk desa Sobang, Ialu pada tahun 1958, 1978 dan 1980-an dilakukan oleh penduduk desa Karangcombong. Kasus lain yaitu dengan penduduk desa Karangnunggal pada tahun 1968 dan 1969. Secara geografis, penyerobotan lahan Badui terjadi di bagian Timur dan Barat - Selatan. Reaksi masyarakat Badui terhadap masalah penyerobotan lahan hutan itu sangat cepat yaitu dengan langsung mengadukan kepada pemerintah pusat dan presiden sebagai penguasa tertinggi di Indonesia. Usaha masyarakat Badui kepada pemerintah berhasil, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan melalui Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat pada tahun 1968 yaitu menetapkan wilayah Badui."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davin Rusady
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas persebaran bahasa Sunda di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan dan wawancara dengan empat belas informan di empat belas titik pengamatan. Data diolah menggunakan teknik penghitungan dialektometri dan pembuatan berkas isoglos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa situasi kebahasaan di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar tidak menunjukkan adanya perbedaan bahasa atau dialek, melainkan hanya perbedaan wicara. Meski begitu, ada sumber-sumber yang menyebutkan bahwa masyarakat adat di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar menggunakan bahasa yang berbeda karena wilayah yang terpisah. Selain itu, terdapat variasi bahasa yang cukup tinggi pada kosakata budaya dasar. Hal itu disebabkan oleh adanya undak usuk atau tingkatan bahasa yang terdapat di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar. Adapun kosakata-kosakata arkais dalam bahasa Sunda ditemukan di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar.

ABSTRACT<>br>
This thesis discusses the distribution of Sundanese language at Inner Badui and Outer Badui. Data was gathered by doing a survey on the field and interviewing fourteen informants in fourteen observation points. The data was processed by doing dialectometry calculation and making isoglos files. Results of this study show that the language situation at Inner Badui and Outer Badui do not represent any language nor dialect differences, but the difference of pronunciations instead. Even so, there are some sayings about Badui society at Inner Badui and Outer Badui are using a different kind of language just because they were separated. Moreover, the language variation on cultural vocabulary is quite high. That happened because of the level of language that occurs at Inner Badui and Outer Badui. There are also some Sundanese archaic words found at Inner Badui and Outer Badui."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fauziah
"Artikel ini membahas sejarah dan proses Islamisasi  pada masyarakat Badui, khususnya di kampung Sukamaju Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak-Banten. Penelitian ini menjelaskan bagaimana masuknya Islam di Badui, proses dakwah Islam di kampung Sukamaju, dan tokoh dai yang melakukan Islamisasi di kampung Sukamaju. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan studi pustaka dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data lapangan  melalui wawancara, observasi dan partisipasi, untuk memperoleh gambaran masyarakat Muslim Badui. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa masuknya Islam di Badui terjadi pada masa Sultan Maulana Hasanuddin pada abad ke-16. Masuknya Islam di kampung Sukamaju disebarkan oleh K.H Zainuddin Amir. Proses dakwah Islam yang dilakukan oleh K.H. Zainuddin Amir yaitu melalui kegiatan pengajian rutin yang diadakan pada setiap malam jumat dan jumat pagi dihadiri oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak. Khusus untuk mualaf Baduy diadakan pada malam jumat di kediaman K.H. Zainuddin Amir. Proses dakwah yang dilakukan yaitu dengan pemberian materi tentang keagamaan, mulai dari tata cara berwudu, salat, hafalan surat-surat pendek, kemudian diberikan pengetahuan tentang hukum Islam, pembinaan lingkungan dan pola hidup sehat.
This article discusses the history and process of Islamization in Badui communities, spesifically in Sukamaju, Leuwidamar, Lebak-Banten. This research explains how the start of Islam in Badui, the process of Islamic dakwah in the village of Sukamaju, and figures of the dai who carried out Islamization in Sukamaju. The method used in this study is a qualitative method with literature study and field research. The results of this study found that the start of Islam in Badui occurred in the era of Sultan Maulana Hasanuddin in the 16th century. The start of Islam in Sukamaju was spread by K.H. Zainuddin Amir. The process of Islamic dakwah carried out by K.H. Zainuddin Amir through routine activities which are held on Thursday night and Friday morning. These activities are attended by adults and children. Especially for Badui mualaf there is a regular recitation on Thursday night at the K.H residence. Zainuddin Amir. The process of dakwah is carried out by giving lecture of religion, including the procedures for wudu, salat, reading the holy quran, given knowledge about Islamic law, and development of environment and healthy lifestyle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irena Arifa Khairunnisa
"Penelitian ini akan membahas tentang perubahan budaya nomaden suku Badui Negev yang terpengaruh oleh beberapa faktor eksternal. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh memudarnya tradisi berpindah-pindah atau nomaden yang terikat erat dengan identitas suku Badui pada umumnya dan diimplementasikannya budaya menetap atau adanya proses sedentarisasi di kalangan suku Badui Negev. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas faktor-faktor yang memengaruhi fenomena perubahan budaya ini serta dampak yang terlihat dari perubahan ini. Analisis penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan mengumpulkan buku teks, jurnal, beserta artikel ilmiah. Hasil penelitian ini adalah dampak yang terlihat jelas dari adanya kebijakan Israel terhadap cara hidup Badui di Negev. Semulanya, Badui di Negev dapat berkelana dengan bebas di padang gurun yang luas karena mereka tidak perlu patuh pada pemerintah mana pun. Akan tetapi, sejak pembangunan Negara Israel pada 1948, semuanya berubah drastis. Transisi ini bahkan dibersamai dengan sengketa kepemilikan lahan yang terjadi antara Badui Negev dan pemerintah Israel. Suku Badui di Negev tidak lagi bisa berpindah-pindah seperti dulu. Mereka mulai mengalami perubahan dalam segi cara hidup, peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat, serta bentuk tempat tinggal mereka.

Kata Kunci: Badui; Israel; Negev; Nomaden; Perubahan


This study will discuss the changes in the nomadic culture of the Negev Bedouin tribe which are influenced by several external factors. This research is motivated by the fading of nomadic traditions that are tightly related to the identity of the Bedouin tribe in general and the implementation of a sedentary culture or the process of sedentarization among the Bedouin Negev tribe. Therefore, this research aims to discuss the factors that influence the phenomenon of cultural change as well as the visible impact of this change. The analysis of this research uses the literature study method by collecting textbooks, journals, along with scientific articles related to this topic. The results of this study are the apparent impact of Israeli policies on the Bedouin way of life in the Negev. Initially, Bedouins in the Negev could roam freely in the vast wilderness because they did not need to obey any government. However, since the construction of the State of Israel in 1948, everything has changed dramatically. This transition is even corresponded to land ownership dispute that occurred between the Badui Negev and the Israeli government. The Negev Bedouin tribe could no longer roam freely as before. They began to experience changes in terms of their way of life, the role of women and men in society, as well as the form of their residence."

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meulen, Dik van der
Jakarta: Djambatan, 1954
953.8 MEU i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prudensius, Maring
"Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan yang dilakukan di tengah pangaruh berbagai faktor yang melingkupinya. Masyarakat Sumber Agung tinggal di pinggir kawasan hutan dan memanfaatkan lahan kawasan hutan. Praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan meliputi kegiatan berladang, tumpangsari, kebun monokultur dan kebun campuran. Dalam kenyataan, bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut telah menimbulkan kerusakan hutan karena banyak aspek yang telah memberikan pengaruh terhadap pilihan bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut.
Kajian ini menjelaskan hubungan interaktif antara bentuk-bentuk praktek pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan kebutuhan ekonomi rumah tangga, pasar, pengetahuan lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan merupakan keputusan yang dilakukan di tengah situasi dan kondisi sosial yang melingkupinya. Untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan yang dilakukan dan mengungkap pertimbangan yang mendasarinya maka kajian ini mengacu kepaga kerangka teori pengambilan keputusan. Penelitian lapangan dilakukan sejak bulan Oktober 1998 - Oktober 1999. Penelitian dilakukan di kampung Sumber Agung, sebuah kampung berbatasan dengan kawasan hutan yang dihuni masyarakat yang sumber penghidupannya berasal dari pemanfaatan sumberdaya dan kawasan hutan gunung Betung.
Kajian ini mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan dalam menghadapi berbagai faktor yang saling berkaitan terutama upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, ketersediaan pasar dan kepastian harga, pengalaman dan pengetahuan masyarakat lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Pada setiap praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan, pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga selalu menjadi pertimbangan masyarakat. Hal ini tercermin dari berbagai pilihan tanaman pada semua bentuk praktik pemanfaatan lahan yang selalu dipertimbangan untuk dapat memenuhi kebutuban pangan dan uang tunai dalam jangka pendek dan sebagai investasi jangka panjang. Pertimbangan ekonomi dalam pilihan tanaman tahunan selalu diintegrasikan dengan ketersediaan pasar dan harga jual. Pengetahuan teknis budidaya tanaman dan kemampuan memahami kesesuaian agroklimat dengan pilihan tanaman selalu dikembangkan dalam proses belajar dari pengalaman di lingkungan sekitarnya. Tidak konsistennya penerapan kebijakan pembangunan, di satu sisi telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan praktik pemanfaatan lahan hutan. Tetapi di sisi lain telah menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat dan telah mengabaikan kemampuan dan pengalaman masyarakat dalam pengelolaan lahan kawasan hutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarsono
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan telah menjadi ancaman cukup serius bagi masyarakat
secara global pada dua dekade terakhir karena kontribusinya terhadap rusaknya
ekosistem, peningkatan emisi karbon, penurunan keanekaragaman hayati,
gangguan kesehatan, dan kerugian ekonomi. Kalimantan merupakan daerah yang
rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui model identifikasi burned area yang paling sesuai diaplikasikan di
Kalimantan dengan menggunakan citra MODIS serta mengkaji sebaran burned
area secara spasial (spatial distribution). Identifikasi burned area dilakukan
dengan menggunakan indeks vegetasi (NDVI), indeks kebakaran (NBR), dan
nilai reflektansi dari citra MODIS. Analisis sebaran secara spasial dilakukan
dengan menumpangsusunkan (overlay) antara burned area dengan variabelvariabel
penutup lahan, curah hujan, elevasi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan
jarak dengan permukiman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua
model, model NBR memberikan tingkat akurasi paling tinggi, yaitu sebesar 0,635
atau 63,5%. Luas total burned area di Kalimantan pada tahun 2011 sekitar
343.290 ha. Sebaran spasial burned area di Kalimantan sebagian besar berada
pada suatu wilayah yang mempunyai karakteristik; (a) curah hujan bulanan
kurang dari 200 mm/bulan, (b) jenis tanah Tropohemists, Tropaquepts, atau
Quartzipsaments, (c) penutup lahan semak/belukar, sawah, hutan, atau
ladang/tegalan, (d) elevasi di bawah 100 meter dpl, (e) datar dengan kemiringan 0
? 3%, dan (f) relatif dekat dengan permukiman.

Abstract
Forest and land fire has been a serious threat for global communities since two
last decades because their contribution to ecosystem damages, carbon emission
increasing, biodiversity decreasing, healthy interfering, and also economic lost.
Kalimantan is the prone area of the forest and land fire. Objectives of the research
are to find out the appropriate identification model of burned area derived from
MODIS imagery and to analyze their spatial distribution. The burned area
identification was developed by using the variabels extracted from MODIS
imagery such vegetation index (NDVI), burn index (NBR), and reflectance values.
Then, the spatial distribution was analyzed by using overlay methods between
burned area and variabels of rainfall, landcover, elevation, slope, soil type and the
distances from settlements. The research concludes that among several models,
the NBR model show the highest accuracy, that is 63,5 %. Total of the burned
area in Kalimantan for 2011 was about 343,290 hectares. The burned area spatial
distribution in Kalimantan mostly located on the regions which have
characteristics; (a) rainfall less than 200 mm/month, (b) soil type of Tropohemists,
Tropaquepts, or Quartzipsaments, (c) landcover of shrublands, paddy fields,
forests, or croplands, (d) elevation less than 100 metres asl, (e) flat regions with
slope about 0 ? 3%, and (f) relatively near from settlements."
2012
T31221
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengelolaan konservasi sumberdaya air di Indonesia pada saat ini menghadapi tantangan yang semakin berat dan kompleks. Dalam rangaka menjaga ketersediaan air diperlukan usaha-usaha pengelolaan konservasi sumberdaya air yang berkesinambungan dan berkelanjutan ( lestari).... "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>