Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riani Handayani
"Salah satu peran pers adalah memberikan berita, menyampaikan, merekam apa yang terjadi, dilakukan dan dipikirkan dunia dengan jelas dan terinci. Melalui pemberitaan pers, kondisi atau keadaan masyarakat pada suatu masa dapat diketahui. Melalui pemberitaan media masa perang dapat diketahui bagaimana peranan wanita saat itu. Pecahnya PD II yang melibatkan Australia telah menjadi berita hangat di berbagai media termasuk di majalah wanita The Australian Women's Weekly. Pada saat perang merupakan majalah yang memiliki jumlah edaran tertinggi dari media sejenis. Selama masa perang majalah tersebut banyak mengangkat berita perang dan partisipasi kaum wanita Australia di dalam beberapa kegiatan perang. Partisipasi wanita pada masa PD II mengalami peningkatan dari PD I, Khususnya kegiatan yang dilakukan di luar rumah dan terlibat dalam usaha perang. Pekerjaan sebagai perawat merupakan profesi wanita paling tua pada perang. Pada masa ini pula kesempatan wanita di bidang industri dan militer cukup terbuka lebar, karena pekerja pria sebelumnya meninggalkan lahan industri dan mereka lebih tertarik bergabung di militer selama perang berlangsung. Mobilisasi pekerja wanita terjadi pada masa perang, karena mereka mulai mengisi lahan pekerjaan yang kosong, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berita dan propaganda pemerintah di media untuk merekrut sebanyak mungkin tenaga kerja secara tidak langsung turut mempengaruhi kesadaran kaum wanita untuk bekerja. Mereka berusaha membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Kesempatan menjadi tentara baru diberikan pada PD II, memegang senjata dan ikut perang. Membuktikan mereka mempunyai kemampuan yang sama dengan pria, walaupun secara fisik mereka berbeda, tapi jika diberi kesempatan mereka dapat melakukan pekerjaan pria. Bidang industri, Land Army, dan beberapa kedinasan mulai menerima tenaga wanita sebagai pekerjanya. Kehidupan wanita Australia mulai dikenalkan pada pekerjaan di luar rumah dan mencoba lahan kerja kaum pria. Saat perang berakhir pekerja wanita bersedia kembali ke rumah, namun ada sebagian pekerja lainnya mempertahankan posisi mereka karena telah mendapat jabatan tertentu. Keadaan itu sempat membuat kaum pria bereaksi karena pada dasarnya mereka akan kembali menempati tempat kerja yang telah ditinggalkan sebelumnya, di militer merupakan pekerjaan sementara waktu selama perang masih berlangsung."
2000
S12429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnston, Susan
Kensington: New South Wales University Press, 1989
994.04 JOH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Potts, E. Daniel
Melbourne: Oxford University Press, 1985
940.53 POT y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riezky Darma Setyawan
"ABSTRAK
Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengahadapi situasi Perang Dunia II adalah mempersiapkan pertahanan ke dalam yang tangguh. Untuk itu segala potensi industri dialihkan untuk pembangunan kekuatan militer. Dalam konteks sejarah AS di abad ke-20, kebijakan mengenai penggunaan aspek militer sebagai alat penentu keputusan politik luar negerinya adalah suatu hal yang sangat panting. Walaupun kita mengetahui bahwa tatanan politik dan sosial negara tersebut sangat jauh dari sifat yang militeristik. Kebijakan pertahanan tersebut memiliki doktrin yang terkait dengan aspek kematraan atau alam tempat bernaung suatu angkatan perang.
Pesawat pembom strategis dan aspek politik-ekonominya yang menjadi bahan penelitian di dalam skripsi ini terikat ke dalam sebuah doktrin bermatra udara. Doktrin ini dihasilkan dari sebuah perdebatan mengenai pengesahan konsepsinya pada tahun I 920'an. Perdebatan itu berpangkal dari belum terujinya konsep tersebut ke dalam situasi yang nyata. Doktrin itu kemudian bisa diwujudkan bersama dengan tujuan politik AS dalam percaturan dunia yang tengah dilanda perang. Kegiatan industri manufaktur saat itu yang merupakan inti dari kebesaran ekonomi dan kemenangan militer AS.
Kegiatan ini pula memberikan arti yang panting terhadap keberadaan industri swasta yang didorong oleh kebijakan pemerintah. Hal ini ditambah oleh peranan lembaga militer yang secara langsung menerapkan doktrin tersebut yang memiliki peranan dalam perancangan dan pengelolaan produksinya.

"
2001
S12401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ben Haryo Himawanto
"Tesis ini membahas mengenai kesetiaan warganegara Amerika keturunan Jepang (juga dikenal sebagai Japanese American) selama Perang Dunia Ke II. Pada saat terjadinya Perang Dunia II, Pemerintah Amerika sedang berperang dengan Kekaisaran Jepang. Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama peperangan tersebut berlangsung, tidak ada warganegara Amerika keturunan Jepang yang terbukti di pengadilan telah melakukan pengkhianatan terhadap negara Amerika (Bailey 1978:27). Bahkan, Nisei Battalion, yaitu batalion tentara Amerika yang seluruhnya terdiri atas prajurit keturunan Jepang, bertempur secara berani di pihak Amerika, dan menjadi batalion yang paling banyak menerima tanda jasa dari pemerintah Amerika selama Perang Dunia Ke II. Padahal, di masa Perang Dunia Ke II berlangsung, pemerintah Amerika menginternir ratusan ribu warga Japanese American di kamp-kamp interniraa Dan kondisi masyarakat Amerika di masa itu masih sangat diskriminatif terhadap kaum imigran kulit berwama, termasuk para keturunan Jepang.
Sucheng Chan (1991: xis) mengatakan bahwa para imigran dari Asia membuat mekanisme survival untuk dapat mempertahankan hidup di Amerika. Untuk dapat menyesuaikan dengan masyarakat Amerika, mereka harus berusaha untuk berasimilasi kedalam masyarakat Amerika yang pada masa itu didominasi oleh golongan WASP (White Anglo Saxon Protestant). Jika dilihat dari teori asimilasi Milton M. Gordon, mama kaum kulit berwarna ini di masa itu tidak akan bisa terasimilasi secara sepenuhnya kedalam masyarakat Amerika, karena tatanan masyarakat di masa itu tidak memungkinkan asimilasi secara menyeluruh.
Dengan menggunakan metode perpustakaan, yaitu dengan meneliti fakta-fakta sejarah yang ada, make penulis berkesimpulan bahwa kesetiaan yang ditunjukkan oleh warganegara Amerika keturunan Jepang (juga dikenal dengan istilah Japanese American) di waktu itu adalah salah satu contoh dari mekanisme untuk survival sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Chan diatas. Tekad ini, diwujudkan dalam usaha mereka untuk berasimilasi dengan masyarakat Amerika, yaitu dengan cara menjadi orang Amerika yang setia. Hal ini misalnya tercermin dalam pemyataan James Sakumoto, salah satu ketua JACL (Japanese American Citizens League) , bahwa kaum Nisei (warganegara Amerika Serikat keturunan Jepang generasi ke dua) harus berusaha untuk "make their contribution to the greatness of American life". (Takaki 1989:223). Mengingat tatanan masyarakat di masa itu yang tidak memungkinkan mereka untuk terasimilasi secara sepenuhnya, maka menurut penulis, bukan proses asimilasinya itu sendiri yang menyebabkan mereka bersetia kepada pemerintah Amerika. Yang terjadi adalah justru sebaliknya, bahwa kesetiaan yang mereka tunjukkan adalah bagian dari usaha mereka untuk berasimilasi dengan masyarakat Amerika, sebagai sebuah mekanisme survival yang mereka tempuh demi melestarikan kelangsungan hidup mereka di tanah Amerika.

This thesis investigates the loyalty of the Japanese-Americans during World War II, where the American Government is at war with the Empire of Japan. It is established as a historical fact that no Japanese-American was ever proven to be guilty of treason against the United States of America (Bailey 1978:27). In fact, the Nisei Battalion, a Battalion of US Soldiers which were composed entirely of Japanese-Americans, fought bravely at the side of the US, and went on to be the most decorated combat unit during World War II. Ironically, at the same time during World War II, the American Government interned hundreds of thousands of Japanese-Americans in concentration camps. And the American (WASP) society at that time behaves in a very discriminatory manner towards the colored minority, including the Japanese Americans.
Sucheng Chan (1991:xiv) said that the Asian immigrants who chose to stay in the USA had to fashion their own mechanism to ensure their own survival. To be accepted by the Americans, they must make a strong effort to be assimilated into the American society, which, at that time, are still dominated by the WASP community. However, if we use Milton M. Gordon's theories of assimilation in American life, we can conclude that the conditions of those days does not permit the colored minority to be fully assimilated into the American society.
By using the qualitative method, which is done by analyzing existing historical facts in the library, this writer concludes that the loyalty of the Japanese Americans at that time can be considered as one of the mechanism of survival as stated by Sucheng Chan. They tried hard to be accepted into the American society by showing their efforts to be recognized as loyal American citizens. These efforts can be seen from the statements of James Sakumoto, one of JACL (Japanese American Citizens League) leader at that time, that the Nisei (second generation American citizens) must strive to "make their contribution to the greatness of American life". (Takaki 1989:223). Therefore, This writer also concludes that it is not the process of assimilation itself which caused the Japanese-Americans to become loyal to the US government, but the loyalty that the Japanese-Americans were showing was a part of their efforts to become assimilated into the American society, and thus to ensure their survival in American soil.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T12061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnain Lutfih
"ABSTRAK
Propaganda, merupakan salah satu alat penting dalam perang atau yang di sebut dengan propaganda perang (militer). Perang propaganda ini juga digunakann sebagai. salah satu strategi perang tentara Belanda dengan Indonesia dalam perang kemerdekaan.
Perang tersebut menggunakan sarana propaganda sebagai psikologis dengan harapan untuk rnenurunkan mental lawan dalam bertempur. Aksi propaganda dalam perang kernerdekaan menggunakan juga sarana-sarana baik yang berasal dari media cetak maupun media elektronik dalam hal ini yang sering digunakan adalah radio, penggunaan ini agar propaganda efektif dalam mempengaruhi lawan. Belanda lebih terorganisasi dalam penyelenggaraan perang propaganda dibandingkan dengan pihak. Indonesia. Hal ini dapat di1ihat dengan banyaknya badan-badan propaganda baik yang dilaksanakan oleh rniliter .itu sendiri atau pihak si p i 1 , sedangkan Indonesia lebih banyak dilakukkan oleh perseorangan atau kelompok.
Belanda dan Indonesia sebagai pihak yang bertempur menggunakan propaganda sebagai salah satu a1at perang mempunyai beberapa alasan terutarna dengan melihat kondisi dari. Kedua belah pihak Belanda mel i hat bahwa kurangnya personil militer untuk dapat menguasai seluruh wilayah. Indonesia. Dan juga kurangnya sarana militer lain yang dibutuhkan untuk menjaga daerah-daerah yang telah berhasil dikuasai. Sedangkan Indonesia menggunakan sarana propaganda terutama dengan melihat bahwa kwalitas militer Belanda jauh lehih baik dari yang dimi1ikinya dalam hal ini masalah pesenjataan yang sangat kurang. Perang propaganda ini menjadi menarik karena masing-masing pihak berupaya untuk memperoleh simpati rakyat untuk menutupi kekurangan-kekurangannya.

"
1995
S12256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Fitrianingsih
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas sikap pro-kontra terhadap wajib militer di Australia pada masa perang Dunia I. Sikap pro-kontra ini kelak akan mewarnai perdebatan dalam parlemen dan masyarakat seiring dengan berjalannya perang. Penelitian ini adalah penelitian sejarah secara deskriptif-analisis.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah, yakni proses menguji dan menganalisa secara kritis diantaranya peninggalan masa lampau (arsip-arsip) dan rekaman film dokumenter. Pengumpulan data ini diperoleh melalui kepustakaan yang terdapat di Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, dan Perpustakaan Nasional serta arsip-arsip yang diunduh dari situs yang beralamat www.naa.gov.au dan www.youtube.com.
Hasil penulisan menunjukkan bahwa kebijakan wajib militer di Australia telah mengakibatkan terpecah-belahnya masyarakat Australia dalam sikap pro dan kontra sepanjang Perang Dunia I. Walaupun hasil referendum wajib militer telah kalah melalaui dua kali referendum, namun pengiriman tentara Australia ke medan Perang Dunia I terus dilakukan oleh Pemerintah Australia karena loyalitas yang tinggi dari
Perdana Menteri Hughes yang tinggi terhadap mother country-nya (Kerajaan Inggris)

ABSTRACT
This paper discuss pro and con?s attitude towards conscription in
Australia during the First World War. Pro and con will be colorfull the
debates in parliament and public a long the First Wold War. The research is a historical research with descriptif-analysis. The method that used in the writing of this paper is a historical method, the historical method is process of testing and critically analyze example the relics (archives) and documentary film. The data collection was
obtained from literature in the Library of the Faculty of Humanities
University of Indonesia, Central Library University of Indonesia, National Library and archives that are downloaded from website www.naa.gov.au andwww.youtube.com. The results show that military act in Australia has resulted infragmented Australian society in pro and con?s attitude during the First World War. Although the results of the referendum was defeated through twice conscription referendum, but the Australian Government continuously still to sending Australian Army to the location of World War I because of high loyalty from Prime Minister Hughes to his mother country (English Kingdom).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiatma Mardhika
"Zaibatsu merupakan motor penggerak ekonomi Jepang pada jaman Meiji, Taisho sampai Showa. Karena hubungannya dengan pemerintah maka Zaibatsu merupakan lambang dari konglomerasi serta kolusi pada masa itu. Zaibatsu yang sebagian besar memulai hidupnya dari Seisho dapat berkembang begitu cepat berkat pendiversifikasian yang dilakukannya dan proteksi dari pemerintah.Hubungan Zaibatsu dengan pemerintah yang erat membuat Jepang dapat mencapai kemajuan ekonomi yang cukup pesat. Selama bertahun-tahun kombinasi keduanya dapat membawa Jepang kepada posisi yang penting di dunia.Peranan Zaibatsu pada ekonomi, dimana Zaibatsu menguasai sektor-sektor penting seperti industri berat dan perbankan, pada sebelum perang kedua, begitu hebatnya. Peranan Zaibatsu tersebut membuat Amerika merasa penting untuk membubarkan Zaibatsu agar dapat mendemokrasikan Jepang setelah Jepang diduduki oleh Amerika. Pembubaran Zaibatsu begitu penting bagi perekonomian Jepang karena hal tersebut menjadi dasar sistem perekonomian Jepang sekarang. Karena sebab itulah, maka hal ini terasa perlu diangkat sebagai topik Skirpsi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13469
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
959.8 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi Nur
"Membahas semua kebijakan Pemerintah AS pada masa keterlibatan di Perang Dunia II terutama dalam industri senjata. Tanggal 7 Desember 1941 merupakan awal keterlibatan AS secara langsung (walaupun sebelumya hanya terlibat pada bantuan perekonomian terutama penjualan senjata ke beberapa negara yang berperang) ke PD II ditandai dengan penyerangan Pangkalan Militer Angkatan Laut AS Pearl Harbor di Kepulauan Hawaii oleh Jepang yang bergabung dengan Poros AXIS (Jerman dan Italia). Dengan kerugian yang sangat besar maka sehari setelahnya yaitu pada tanggal 8 Desember 1941 AS mengumumkan Perang dengan Jepang dan Sekutunya. Mulai saat itu AS mengerahkan segala Sumber Daya manusia dan Alam untuk mendukung kebutuhan perang. Lembaga-lembaga yang saling berkait dan pabrikan-pabrikan senjata dibuat. Dalam pelaksanaan kebijakan perang tidaklah selalu bisa berjalan dengan mulus. Hal tersebut dikarenakan perputaran kebijakan yang ekstrim dari isolasionis ke intervensionis, sehingga cukup mendapat tentangan dari sebagian masyarakat. Walaupun membuat masyarakat AS bersilang pendapat, akhirnya kebijakan tersebut dapat terealisasikan dengan baik. Dampak positif selain kemenangan yang didapati, keterlibatan AS di PD II akhirnya meningkat perekoniomian secara tajarn setelah sebelumnya terpuruk karena depresi ekonomi pada tahun 1930-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>