Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Fachrudin
"Disepanjang hidupnya Divisi bambu Runcing (DBR) menolak perundingan-perUndingan diplomatik sebagai cara menyelesaikan revolusi Indonesia. Mereka melihat bahwa cara ini membutuhkan sikap yang terbuka untuk bekerja sama dengan Belanda yang sedang berusaha merestorasi ponjajahannya di Indonesia. Tapi pada saat yang sema DBR menganggap bahwa sikap ini sama halnya dengan menerima Belanda di Indonesia. Karenanya, DBR mempersalahkatn strategi diplomasi sebagai jalan yang menyalahi prinsip-prinsip revolusi nasionalis. Bagi DBRBelanda hanya harus dihadapi dengan perlawanan yang tanpa kompromi. Untuk ini DBR melancarkan aksi-aksi gerilyanya selama revolusi di beberapa bagian Jawa Barat, sejak pembentukannya di akhir Juli 1947 hingga Oktober 1749. Sebab Jawa Barat juga menjadi daerah yang berhasil direbut Belanda, yang kemudian di_absahkan lewat perundingan-perundingan yang dilakukannya dengan pemerintah Republik. Sementara aksi gerilya DBR ditujukan agar Belanda terusir dari Jawa Barat, dalam rangka keseluruhan impian DBR untuk mewujudkan sebuah negara Republik yang tak berkonsesi apapun kepada Belanda.pada saat yang sama DBR pun menjadi penentang pemerintah Republik yang te1ah menempuh kebijaksanaan diplomasi. DBR mempersalahkan bahwa, akibat-akibat kebiiakan-kebilakan yang disepakati pemerintah Republik guna menghadapi Belandalah yang menyebabkan Belanda dapat menguasai Jawa Barat. Bahkan, karena Pemerintah Republik tak ambil perduli dengan penentangan ini, DBR kemudian ikut serta dalam gerakan pemerintahan sebagai tandingan atas pemerintah Republik di Yogyakarta.Namun hambatan dan tantangan yang dihadapi DBR dalam perjuangannya ternyata lebih besar dan berat dari_pada kemampuan dan semangat yang dimilikinya. Belanda tak apat ditandingi secara militer ikap menetang DBR erhadap pmerintah Republik: kemudian membawa DBR untuk berhadapan kesatuan Siliwangi yang mendukung tindakan perundingan-perundingan. Apalagi pada akhirnva DBR sendiri menghadapi dari dalam tubuhnya sendiri.mampukah DBR mencapai tujuan-tujuan perjuangannya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endri Gani
"Skripsi ini mencoba melihat perlawanan Rakyat Sumatera Barat pada masa revolusi, 1945-1949. dengan studi kasus perlawanan di kota Padang den sekitarnya (Padang Area). Perlawanan Rakyat Sumatera Barat termasuk perlawanan yang gigih dalam menghadapi pendudukan sekutu/Belanda. Hal ini terbukti, sumatera Barat relatif tidak pernah diduduki Sekutu ataupun Belanda. Bahkan ketika daerah-laerah di sekelilingnya membentuk negara sendiri. seperti Negara Sumatera Timur awal tahun 1948, Sumatera Barat justru menjadi pusat perlawanan Republik Indonesia dengan PDRJ-nya (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia). Perlawanan gigih tersebut, dimungkinkan karna tingkat kesadaran berbangsa rakyat Sumatera Barat telah tertanam kokoh. Sehingga perjuangan kemerdekaaan Indonesia. Untuk membebaskan diri dari pendudukan asing, dilakukan oleh segenap rakyatnya. Contoh kecil partisipasi masyarakat dalam perjuangan tersebut ialah. ketika Gubernur militer Sumatera Barat membutuhkan dana untuk meneruskan perlawanan. dengan sukarela rakyat Sumatera Barat memenuhi imbauan untuk menyerahkan 10% hasil pertanian dan harta kekayaan mereka untuk kas negara. Tumbuhnya tingkat kesadaran berbangsa pada rakyat Sumatera Barat dipengaruhi oleh faktor adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Faktor adat istiadat tersebut, seperti azas kebersamman den musyawarah yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kuatnya Agama Islam dalam kehidupan masyarakat. Kebiasaan merantau. serta tingginya animo Rakyat Sumatera Barat untuk mengenyam pendidikan. Pads skripsi juga dikupas faktor adat istiadat minangkabau. sebagai salah satu faktor pendorong gigihnya perlawanan Rakyat Sumatera Barat terhadap pendudukan sekutu/Belanda pada mesa revolusi dengan titik berat penggambaran perlawanan di 'Padang area'."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12307
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuna Dwitriana Dewi
"Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya terhenti pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika diproklamirkannya Negara Republik Indonesia. Usaha untuk mempertahankan kemerdekaan terus berlangsung, terutama ketika Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia. Untuk itu banyak berdiri laskar-laskar rakyat yang banyak melakukan aksi menentang kembalinya Belanda. Strategi pemerintah RI dalam menghadapi Belanda lebih mengutamakan perundingan-perundingan diplomatik. Banyak kaum republik di Jawa Barat tidak menyetujui strategi tersebut, karena dianggap sangat merugikan pihak RI, terlebih ketika disetujuinya perjanjian Renville yang menyebabkan daerah Jawa Barat kecuali Banten menjadi daerah pendudukan Belanda, dan TNI serta seluruh aparat pemerintah RI di Jawa Barat diharuskan hijrah ke Jawa Tengah. Kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat dan usaha Belanda untuk mempertahankan kedudukan di daerah pendudukannya, terutama dengan mendirikan Negara Pasundan, menyebabkan bergabungnya kaum republik dan laskar Divisi Bambu Runcing yang berada di Gunung Sanggabuana untuk membentuk sebuah pemerintahan, bernama Pemerintahan Republik Djawa Barat. Sebuah pemerintahan bayangan RI yang walaupun berlangsung dalam kurun waktu singkat, Oktober 1948 November 1949, dapat membantu rakyat di daerah Iawa Barat dalam menangani seluruh urusan sipil atau administrasi melalui jawatan-jawatan yang dibentuknya, terutama dalam mempertahankan semangat dan dukungan rakyat Jawa Barat terhadap RI. Pemerintahan Republik Djawa Barat, sebagai salah satu bentuk perjuangan rakyat dalam mempertahankan wilayah dan pemerintahan RI di Iawa Barat selama ini belum dibahas secara khusus. Untuk itu, tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengungkapkan sejarah dan peran PRDB secara lengkap. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi penelitian maupun pengetahuan wawasan untuk siapapun yang tertarik mengetahui maupun mempelajari sejarah kemerdekaan Republik Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Julaeha
"Penelitian mengenai Perkebunan Teh di Hindia-Belanda Studi Kasus: Perkebunan Teh Malabar di Pangalengan-Bandung 1930-1934 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah ekonomi dan sejarah perkebunan khususnya perkebunan teh di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penulisan ini hanya menggunakan sumber-sumber tertulis.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perkebunan Teh Malabar yang didirikan oleh Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha pada tahun 1896 di Pangalengan-Bandung merupakan salah satu perkebunan teh terbesar pada masanya. Dari tahun ke tahun perkebunan mengalami peningkatan baik dari luas lahan yang digunakan maupun volume produksi. Penurunan terjadi setelah Bosscha wafat pada tahun 1928 hingga tahun 1930-an pasca terjadinya depresi ekonomi. Dalam menghadapi krisis, pengurus perkebunan mengambil beberapa langkah yaitu menghentikan sementara pengirirman teh ke pasaran dunia di London, melakukan penghematan serta pemecatan pegawai, memakai cadangan-cadangan modal dan terakhir meminta bantuan dana kepada pemerintah. Oleh karena langkah-langkah yang diambil tersebut belum mampu menolong kondisi perkebunan, maka pada tahun 1934 Perkebunan Teh Malabar diambil alih oleh Pemerintah Belanda.Perkebunan Teh Malabar telah memberikan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan pada masa pemerintahan Belanda, tetapi hingga saat ini masyarakat sekitar dan bahkan negara masih tetap merasakan manfaat dari keberadaan perkebunan ini.

This research, concerning on tea plantation in Netherlands India Case Study: Malabar Tea Plantation in Pangalengan Bandung 1930-1934, is aimed to complete the literature about economy and plantation history, particularly about tea plantation in Indonesia. The process of writing usined historical method, that consist of four stages: heuristics, criticisms, interpretation, and historiography. The process only included written documents.The obtained results show that the Malabar Tea Plantation, founded by Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha in Pangalengan-Bandung, 1896, was one of the biggest tea plantations in that era. From year to year, the plantation grew in the occupied land and the volume of production. The declining of Malabar tea plantation occurred after Bosscha passed away in 1928 which lasted until 1930th after the economic depression. In order to face economical condition in 1930_1934, the management took some strategies which were the temporary ceased of tea distribution to world market in London, used the money thriftily, conducted the efficiency of labor, used the capital reserves, and asked for liquidity from the government. The strategies had not given enough improvements; therefore in 1934 the Malabar was taken over by the Netherlands India government. Nevertheless, the Malabar plantation has given significant influences to the surrounding people. Not only in Netherlands India era, but also up to now does the Malabar gives the benefits to the people and this country for its existence."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S12572
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ipik Ernaka
"ABSTRAK
Selama abad ke-19 administrasi pemerintah jajahan secara berangsur-angsur diperluas dan dirasionalisasikan sesuai dengan paham-paham pemerintahan Barat. Proses ini melibatkan pemaksaan nilai-nilai dan kaidah-kaidah birokratis Barat atas masyarakat Jawa. Di samping itu pemerintah kolonial juga memperkenalkan konsep¬konsep hak milik, pandangan-pandangan tentang moral dan peranan¬peranan sosial yang baru yang melemahkan ikatan tata-tertib tradisional. Sebagai konsekwensi timbullah pergeseran secara perlahan-lahan dari warisan tradisional ke pola-pola rasional yang legal. Karena di dalam lembaga kolonial tidak terdapat institusi khusus untuk menyalurkan ketidakpuasan dan kekuatan oposisi, rakyat secara umum memiliki cara dalam mereaksi kondisi ini, yaitu dengan melakukan gerakan sosial yang digerakan oleh ideologi mesianistik atau millenaristik. Salah satu gerakan sosial yang muncul pada awal abad ke-19 adalah terjadinya kerusuhan di Cirebon pada tahun 1806. Gerakan sosial tersebut merupakan manifestasi ketidakpuasan yang ditunjang oleh ideologi mesianistik. Dari sudut kolonial, otoritas pengaruh pemimpin gerakan sosial merupakan ancaman apalagi mereka tidak terikat pada salah satu lembaga resmi. Setiap tindakan yang dapat mengubah tatanan yang berlaku bagaimanapun dicap sebagai pemberontakan. Tidak ada pemberontakan yang dapat dibenarkan"
2007
T39923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Heru Sukadri K.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991
959.803 HER s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nyai Kartika
"Daerah Majalengka vane dimaksud dalam tesis ini merupakan salah satu kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Kabupaten tersebut terletak 300 km dari ibukota Republik Indonesia dan I) km dari ibu kota Propinsi .lawa Bat-at. Sebelumnya. Kabupaten \1ajalengki ila berada di bawah Kersidellan Cirebon, bernama Kabupaten N1aja herdasarkan Slurrlshk1(1 1319 No 9 tanggal G, Januari, dengan ibukotanva Sindangkasiii. I'ada perkelllbangan selanjutnva, keluarlah J7aais'h/cuc1 1340 No 7 tentallg perllbahaal nama Kabupaten \laia. Keresidenan Cirebon. menjadi Kabupaten 7\,1aialengka clan ihukotanva h.rubah dari Sindangkasih menjadi Majalew.tka. Kemudian dengan S7crcrl.,:hkrii I c)2 390 K aluipaten Nlaj ;k ngka menjadi daerah pemerintahan vang bertha seudiri herd:n ar!:an poratu:iat teatai het)I)alilalradli i'Jdhaliwi.:~:„Ïiit i~C:ii:;:uiiL~ menimbulkan perkembangan di kabupaten it u. Diiaksanakannya pemerintallan Kabllpateii T'lalaiengka inenimhuikan dampak terhadap kehidupan masyarakatnya. Adapun dampak yang timbul meliputi peningkatan penduduk dan pemukiman. Dampak terhadap kehidupan Soslai 1121~i ek0ll0rlll dilokUskan hepada mina pe anaIldn iLaS`vdidkai Piibuini. Eropa, Cina, dan Arab yang meliputi perdagangan. pertanian. peternakail. dan perkebunan. Dampak terhadap peningkatan sarana kehidupan diiakuskan pada reorganisasi dan penlbangunan tisik kola juga perkembangan da1am bidang pendidikan dan, kebudavaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T39931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutrisna
Jakarta: Pustaka Rumah Kebun, 2010
R 720.959 82 BAM r
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>