Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Tita Agustiani
"Situasi politik di Australia sampai tahun 1947 masih terdapat kontradiksi dan ketidaksatuan dalam kebijaksanaan sipil Australia terhadap Indonesia. Ketidak-tetapan kebijaksa_naan yang berhubungan dengan Hindia Belanda dan kemerdekaan Indonesia mencerminkan tidak adanya kebulatan pendapat di dalam tubuh Pemerintah Australia. Pada tahun 1945, Chifley mengatakan bahwa perselisihan antara Indonesia dan Belanda adalah masalah dalam negeri Belanda dan Australia tidak ingin campur tangan. Walaupun demikian, Pemerintah Australia memper_hatikan perkembangan di Indonesia sebab situasi yang tidak menentu di wilayah tersebut telah menimbulkan kekhawatiran Australia bagi strategi pertahanan keamanannya. Kegagalan pemerintah Indonesia dan Belanda untuk mencapai kata sepakat dalam perjanjian Linggarjati telah memaksa Pemerintah Australia membawa masalah ini ke PBB. Di Dewan Keamanan EBB, Pemerintah Australia berusaha meyakinkan anggota DK-PBB bahwa masalah Indonesia-Belanda sudah saatnya ditangani PBB. Usaha Australia mulai menampakkan hasil saat DK-PBB mengeluark.an resolusi gencatan senjata dan membentuk suatu komisi yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara. Usaha inipun menunjukkan ketegakkan sikap Australia terhadap masalah Indo-nesia, yang selama ini berusaha untuk bersikap hati-hati dalam menanggapi masalah tersebut. Ketegasan yang berlatar belakang dari kebijaksanaan politik Australia setelah perang, dimana Pemerintah Australia menginginkan penyelesaian secara damai di samping keinginan untuk menjalin hubungan baik dengan Negara-_negara tetangganya di Asia. Dukungan Australia di DK-PBB telah menimbulkan simpati tersendiri bagi Indonesia, sehingga Pemerintah Indonesia meminta Australia untuk mewakilinya dalam KTN. Bagi Pemerintah Australia, hal ini merupak.an kesempatan untuk mewujudkan ambisinya menjadi negara utama di kawasan Asia dan memanfaat_kan masalah ini sebagai batu loncatan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara di Asia, serta untuk melindungi kepentingan-kepentingan negaranya di Asia, khususnya Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarini
"ABSTRAK
Pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) oleh DK-PBB pada tanggal 26 Agustus 1947 didahului oleh pembicaraan-pembicaraan tentang sengketa antara Pemerintah Republik Indonesia de_ngan Pemerintah Belanda di dalam Dewan itu, Masuknya masalah sengketa Indonesia-Belanda ke dalam agenda pembicaraan DK_PBB menjadi perdebatan yang menegangkan di antara para ang_gota DK-PBB.
Australia dan India menyokong dan memperjuangkan masuk nya masalah sengketa Indonesia - Belanda ini dengan berpegang kepada rasa kesetia-kawanan diantara bangsa-bangsa berdasar_kan kepada persamaan hak dan nasib menentukan diri sendiri, mendapatkan kesempatan di dalam memecahkan persoalan internasional dan menjadikan PBB sebagai pusat bagi keselarasan di antara bangsa-bangsa di dunia . Di samping itu, juga di per_hatikan beberapa pasal yang terdapat di dalam 14 points da_ri Wilson dan Atlantic -.Charter yang meningkatkan kepada DK-PBB akan hak memerintahkan serta mencari bentuk pemerintahan sendiri dan larangan mempergunakan kekerasan oleh satu negara terhadap negara lain.
Australia mempunyai alasan tersendiri dengan mengajukan masalah ini ke depan sidang DK-PBB yaitu bahwa Australia_

"
1984
S12614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Canberra: Australian Government Publishing Service, 1996
959.8 AUS (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amanda Noviarni
"ABSTRAK
Usaha Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda tidaklah lepas dari peran Australia. Dukungan yang diberikan oleh Australia terhadap kasus Indonesia dan Belanda ini diimplementasikan ke dalam bentuk keikutsertaan Australia mewakili Indonesia diberbagai perundingan yang dilaksanakan oleh kedua negara. Usaha yang dilakukan Indonesia bersama Australia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan membuahkan hasil ketika pada tahun 1949 melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai sebuah negara yang berdaulat. Hal ini tidak lepas juga dari dukungan kaum buruh Australia yang dengan tegasnya menolak berbagai bentuk penjajahan di Indonesia dan memberikan dukungan melalui aksi boikot terhadap kapal Belanda yang akan berlayar ke Indonesia. Skripsi ini membahas mengenai kebijakan politik luar negeri yang diambil Australia dalam menyikapi kasus ini dan ditulis dengan metode penelitian sejarah.

ABSTRACT
Indonesia rsquo s struggle to defend its independence from the Dutch can not be separated from the role of Australia. The support from Australia to the Indonesia in this case is implemented in the form of Australian participation in various agreement held by both countries. The struggle undertaken by Indonesia together with Australia to gain the recognition of sovereignty comes to an end when in 1949 through the Round Table Conference, Dutch acknowledge the sovereignty of the Republik Indonesia Serikat. The Australian labors pay a big role as well. They firmly reject all forms of colonialism in Indonesia. The supports from the labors can be seen in the ban on the Dutch ships action. This study using the historical method to discusses about the Australian foreign policy towards Indonesian and Dutch case. "
2017
S70114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiana Lusiati
"Isyu Timor-Timm telah menjadi ganjalan hubungan kedua negara bertetangga, yakni Australia dan Indonesia, sejak pasukan Indonesia menduduki wilayah itu pada bulan Desember 1975. Kebijakan Perdana Menteri Gough Whitlam yang telah memberikan persetujuan ?diam-diam" terhadap invasi Indonesia di Timor Timur dikemudian hari selalu menjadi perdebatan di tingkat politik domestik Australia. Melalui berbagai pendekatan selama ini pemerintah Australia berusaha untuk meredam persoalan Timor Timur. Para elit politik di Canberra lebih memusatkan pada hubungan baik dengan Indonesia sampai dengan terjadinya pergantian pemerintahan di benua Kanguru pada tahun 1996.
John Winston Howard dari Partai Liberal terpilih menggantikan Paul Keating pada bulan Maret 1996. Pada awal masa pemerihtahannya Australia tidak meiihat signifikansi untuk mengadakan perubahan , posisi Indonesia di Timor Timur. Canberra tetap mendukung integrasi wilayah Timor Timur dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Howard hanya mencoba mengkaitkan program-program bantuan Australia dengan pelaksanaan hak azasi manusia.
Hubungan baik dua negara berkekuatan menengah ini kemudian mengalami ujian setelah terjadi krisis multi-dimensi di Indonesia. Kondisi Indonesia yang terpuruk merupakan akibat dari krisis ekonomi di Asia Tenggara yang menyebabkan jatuhnya nilai tukar mata uang berbagai negara di kawasan itu terhadap dollar Amerika. Kemudian kondisi ini disusul dengan kejatuhan regim Suharto serta berbagai kerusuhan politik di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Timor Timur hingga keputusan pertama Habibie untuk memberikan status khusus bagi propinsi Indonesia yang ke 27 dan kemudian ditambah menjadi pilihan kemerdekaan. Pada akhirnya situasi dan kondisi Indonesia serta krisis di Timor Timur mendapat perhatian yang luas di Australia.
Sikap Pemerintah Australia yang semula dapat dikaitakan pasif dalam masalah Timor Timur kemudian menjadi berubah setelah Menteri Luar Negeri Alexander Downer mengumumkan kebijakan baru Australia pada bulan Januari 1999. Untuk dapat mencapai rekonsiliasi di Timor Timur, Canberra lebih cenderung pada self determination daripada menerima kedaulatan Indonesia atas wilayah itu. Selanjutnya Australia menjadi sangat aktif dalam membantu proses jajak pendapat yang telah disepakati oleh Indonesia-Portugal. Australia memberikan bantuan baik personil maupun Jana bagi misi PBB di Timor Timur, UNAMET. Ketika eskalasi. ketegangan yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok yang bertikai di Timor Timur semakin meningkat, Australia adalah negara yang paling gencar mengusulkan agar segera dikirim pasukan internasional. Australia juga yang menyatakan paling siap untuk memimpin pasukan internasional kepada Sekjen PBB.
Perubahan kebijakan luar negeri Australia semakin jelas setelah dikeluarkannya opsi kedua oleh Habibie yang memberikan peluang bagi rakyat Timtim untuk melepaskan diri dari Indonesia. Australia menjadi semakin yakin untuk menyelesaikan masalah Timtim khususnya, dan menghapus kerikil yang selama ini menghalangi hubungan bilateral Australia-Indonesia.
Dalam mengkaji perubahan kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian ini menggunakan analisis input kebijakan luar negeri. Mekanisme ini digunakan untuk dapat melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan luar negeri Australia pada masa John Howard, baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Untuk mendapatkan analisis yang akurat peneliti juga melihatnya melalui analisis tingkat individu dan sistem internasional.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang didukung dengan metode deskriptif analisis dan pengamatan data sekunder melalui referensi terpilih. Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian adalah kelemahan Indonesia telah dimanfaatkan oleh Australia untuk menekan Indonesia dan menunjukkan dirinya sebagai kekuatan menengah di Asia Pasifik. Australia juga mampu memanfaatkan dukungan masyarakatnya selain untuk kepentingan nasionalnya sekaligus untuk kepentingan pribadi Howard, seperti mencari popularitas dalam rangka referendum mengenai republik dan pemilu di Australia. Keengganan AS terlibat Iangsung dalam masalah Timtim kali ini dilihat oleh Australia sebagai "lampu hijau" untuk menyelesaikan krisis- di Bumi Lore Sae secara tuntas. Hal ini terbukti karena selama ini (sampai dengan bulan Januari 1999) masalah tersebut tidak mampu mencapai kesepakatan dalam penyelesaian, baik di tingkat multilateral (PBB) maupun di antara pihak-pihak yang bertikai, yaitu Indonesia dan Portugal. Bahkan tindakan kekerasan dan ancaman perang saudara justru ,semakin meningkat di wilayah tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Islam Salim
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995
959.8 ISL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Jamal
"ABSTRAK
Salah satu dampak positif dari Perang Dunia I adalah berkembangnya pola hubungan berdimensi, baru antara. Indonesia dan Australia. Peristiwa ini telah mernpertemukan dua kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak saling berhubungan. Puncak dari interaksi ini melahirkan satu kerja sama yang padu, antara kedua kelompok masyarakat.
Satu hal yang menarik dari interaksi ini adalah terja_linnya kerja sarna antara kelompok masyarakat pendatang dan kelompok masyarakat Australia (kaum buruh). Peristiwa ini menjadi menarik mengingat dalam sejarah hubungan kaum buruh Australia dengan buruh pendatang, selalu memperlihatkan pola permusuhan. Dalarn skripsi ini penulis mencoba mencari sebab timbulnya pola lain ini.
Seperti diketahui bahwa nilai dasar kaum buruh Australia adalah konsep mateship, yaitu hubungan persaudaraan yang akrab dan dekat antar sesama buruh. Nilai dasar ini mempunyai dua sisi yang kontradiktif yaitu sifat egaliter dan rasis. Kedua nilai inilah yang akan menentukan pola hubungan kaum buruh Australia dengan masyarakat pendatang.
Sifat rasis akan muncul seandainya buruh pendatang dinilai akan menggangu sistem kerja (pola penggajian dan pemberian fasiltas lainnya) yang sejauh ini berlaku. Sebalik_nya kalau indikasi di atas tidak tampak, maka bentuk interak_si akan dilandasi oleh nilai egaliter.
Dalam berhubungan dengan masyarakat pendatang dari Indonesia, nilai egaliterlah yang paling membersit. Munculnya sisi egaliter ini disebabkan para pendatang tidak menggangu sistem kerja buruh setempat. Para pendatang sudah mempunyai lapangan pekerjaan sendiri, sehingga tidak menyerobot kesem_patan kerja buruh Australia. Sehingga ketika bangsa Indonesia mengadakan perlawanan terhadap pemerintah (Hindia) Belanda, maka usaha mereka ini dengan mudah mendapat simpati dan ban_tuan dari kaum buruh Australia.

"
1990
S12140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI-Press, 1997
959.8 LAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaelah
"Skripsi ini membahas tentang salah satu kebijakan politik Belanda terhadap Republik Indonesia, periode 1945-1947, dimana Belanda menjalankan blokade politik dan ekonomi terhadap Republik Indonesia. Blokade poli_tik dimaksudkan agar Indonesia tidak berbicara tentang konflik yang dihadapinya kepada dunia luar (negara lain) dan menjalin kerjasama sebagai negara merdeka. Sementara blokade ekonomi berarti aktivitas perdagangan dengan pedagang atau negara tertentu ditutup. Dengan kondisi-kondisi seperti ini posisi Republik Indonesia akan melemah, karena pada dasarnya Belanda tidak mengakui bangun Negara Republik Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>