Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iroh Siti Zahroh
"Di Asia Tenggara sejak masa pra-Islam telah dikenal kepercayaan mengenai kesejajaran makrokosmos dengan mikrokos_mos, antara jagat raya dengan dunia manusia (Geldern 1972:1). Akibat kepercayaan itu, masyarakat selalu menjaga keselarasan makrokosmos dengan makrokosmos, antara jagat raya dengan dunia manusia. Penjagaan ini disebabkan oleh keinginan manusia supaya keadaan dunia selalu tenteram.
Pada masa pra-Islam satu pusat kota, keraton, dan raja dianggap sebagai salah satu hubungan dari kesejajaran makrokosmos dengan mikrokosmos. Masyarakatnya rnenganggap bahwa pusat kota, keraton, dan raja selain dianggap sebagai pusat politik, sosial, ekonomi, keagamaan dan budaya juga dianggap sebagai pusat magis. Hal seperti ini pada masa Islam masuk dan berkembang, di Jawa pemikiran seperti ini masih ada walau pun samar-samar (Tjandrasasmita 1981/1982:236).
Salah satu bentuk nyata dari pemikiran ini yaitu pusat kota, keraton, Sering di kelilingi termbok, parit , atau kedua_rya. Fungsi pertama tembok dan parit tersebut untuk menjaga segala serangan dari luar. Fungsi kedua yaitu sebagai tanda batas antara daerah sakral dan profan."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S11772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman adalah benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan benda-benda yang pada umumnya selalu dikenakan oleh raja untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman ini terdapat pada bangunan Museum benda_benda Pusaka yang berada pada masing-masing keraton tersebut. Penelitian sebelum ini hanya membahas mengenai fisik bangunan keraton dan beberapa pusaka tertentu dan kedua keraton tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari segi jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan wrna, dan penggunaan motif hias. Dan jika terdapat persamaan dan atau pun perbedaan, maka hal tersebut merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan langkah kerja yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (pembahasan) yang dilakukan dengan jalan melakukan tabulasi dan perbandingan terhadap jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias pada regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Langkah terakhir adalah menafsirkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah penelitian dilakukan, maka dapat diketahui bahwa regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan mempunyai jenis dan jumlah yang lebih banyak. Begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan menggunakan bahan, warna, dan motif bias yang lebih bervariasi dibandingkan regalia yang dimiliki oleh Keraton Kanoman. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebuah pusat pemerintahan yang lebih tua (besar) dalarn hal ini Keraton Kasepuhan memiliki jenis dan jumlah regalia yang lebih banyak, begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, dibandingkan regalia yang dimiliki oleh sebuah pusat pemerintahan yang lebih muda (kecil), dalam hal ini Keraton Kanoman. Dan hal ini secara implisit menunjukkan bahwa Keraton Kasepuhan mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dari Keraton Kanoman."
2000
S12020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Lisnasari Agustina
"Cirebon yang dikenal sebagai salah satu pusat kerajaan Islam dan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa pada masa Ialu, telah meninggalkan jejak yang merefleksikan keadaan tersebut melalui berbagai benda peninggalan yang masih bertahan hingga kini. Berhagai penelitian dan kajian terhadap peninggalan tersebut telah banyak dilakukan untuk mengusut gambaran kota Cirebon pada masa lalu.
Tulisan ini mempunyai tujuan yang sama, namun dengan memberikan detail pada artefak ragarn hias keraton sebagai salah satu unsur bangunan yang turut mernberikan kesan kemegahan pada bangunan tersebut. Dengan mengambil fokus penelitian pada pengidentifikasian penggambaran ragam bias di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, pada kajian ini penulis mencoba menggambarkan sisi lain dan ragam hias yang diukirkan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman, yaitu dengan menitikberatkan pada kesaniaan cara penggambaran dan keletakan ragarn hias.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggamharkan kecenderungan penggambaran ragam bias di kedua keraton tersebut. Ragan hias yang diukirkan pada kedua bangunan keraton tersebut terdiri dari empat jenis. yaitu ragam bias yang berjenis tumbuhan, binatang, geometri dan alam Keempat jenis ragarn hias tersebut diukirkan pada berbagai komponen bangunan seperti tiang, dinding, atap, gapura dan sebagainya dengan kayu atau lepa sebagai media ukirannya. Cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dilalui dengan dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memperoleh garnbaran tentang cara penyusunan motif hias dalam satu desain. Sedangkan tahap kedua bertujuan untuk memperoleh ciri khas penggarnbaran dan peletakan ragam hias pada masing-masing keraton tersebut.
Kesimpulan yang didapat dari basil penelitian ini cukup menarik. Berdasarkan cara penggambarannya, ragam bias di Keraton Kasepuhan dan Kanoman dapat dibedakan menjadi dua macam_ yaitu pola tunggal dan pola majemuk. Pola tunggal mempunyai ciri adanya satu motif yang diulang, sedangkan pola majemuk mempunyai ciri adanya penggabungan bermacarn-macam motif dalam satu desain. Berdasarkan keletakannya, terdapat kesamaan dalam peletakan motif luas pada masing-masing komponen bangunan. Dan kesimpulan tersebut terlihat adanya suatu keteraturan. Keteraturan tersebut ditunjukan dengan adanya suatu pola yang sama dalam penggambaran dan keletakan motif hias di Kasepuhan dan Kanoman. Suatu keteraturan yang dapat dirnaknai sebagai suatu kebiasaan yang terdapat pada masyarakat pendukungnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Fariza
"ABSTRAK
Penelitian mengenai tarekat Syatariah telah dilakukan di keraton Kanoman, Cirebon, pada bulan Maret dan April 1989. Tujuannya ialah untuk mengetahui sejauh mana ajaran tarekat ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat penganut tarekat Syatariah di keraton Kanoman Cirebon. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan beberapa tokoh tarekat ini di Cirebon, observasi dan pe_nelitian perpustakaan. Hasilnya menunjukkan bahwa tarekat Syatariah di ke_raton Kanoman Cirebon mengajarkan wirid, zikir dan doa yang balk, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Sehingga dengan masih adanya para pengamal ajaran tarekat tersebut dapat menjadi penyeimbang kehidupan dunia. Untuk menjaga kelestarian tarekat ini diperlukan adanya keterbukaan Pa_ra pengemban tarekat terhadap orang luar di samping persiapan alih generasi.

"
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Yuniati
"ABSTRAK
Ragam hias wadasan dan mega mendung merupakan ragam hias yang banyak menghiasi bangunan-bangunan di Kepurbakalaan Islam Cirebon. Dianatara bangunan_bangunan kuno di cirebon, keraton merupakan salah satu bangunan yang dihiasi oleh kedua ragam hias. Terdapat tiga keraton di Cirebon, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Keraton Kacirebonan merupakan satu-satunya yang tidak dihiasi kedua ragam hias tersebut.
Ragam hias wadasan telah ada sejak masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Hal itu terbukti dengan adanya wadasan pada area bekas Keraton Pakungwati. Sedangkan ragam bias mega mendung, menurut para ahli, merupakan ragam hias yang bentuknya dipengaruh kebudayaan Cina.
Penelitian terhadap aspek bentuk kedua ragam hias di kedua keraton menunjukkan adanya bentuk-bentuk khas yang dimiliki oleh masing-masing keraton, di samping bentuk-bentuk yang umum ditemui di kedua keraton. Bentuk-bentuk khas wadasan di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak membulat dan segitiga dengan puncak mendatar. Bentuk wadasan yang hanya terdapat di Keraton Kanoman adalah bentuk dasar belah ketupat dan kerucut. Bentuk wadasan yang terdapat di kedua keraton adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak meruncing.
Bentuk mega mendung yang hanya ada di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya vertikal. Keraton Kanoman tidak mempunyai bentuk mega mendung yang khas,'karena di keraton tersebut mega mendungnya adalah mega mendung yang berbentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya horisontal yang terdapat juga di Keraton Kasepuhan.
Selain perbedaan bentuk, terdapat perbedaan pemilihan bahan pembuat mega mendung pada kedua keraton. Di Keraton Kasepuhan hanya bahan tras tang dipilih untuk membentuk mega mendung, sedangkan di Keraton Kanoman, selain bahan tras, bahan kayu dan kulit binatang (sapi) juga dipakai untuk membuat mega mendung. Perbedaan pemilihan bahan tidak terlihat pada wadasan, karena wadasan di kedua keraton sama_sama dibuat dengan menggunanakan bahan kayu, tras, dan karang.
Perbedaan yang juga terlihat antara kedua aragam hias di kedua keraton juga terlihat pada keberadaan wadasan di masing-masing keraton. Di Keraton Kasepuhan, wadasan merupakan ragam hias yang lebih banyak terlihat sebagai bagian dari satu kelompok ragam hias, seperti pada relief yang memuat berbagai bentuk ragam hias, termasuk wadasan. Di Kanoman, wadasan lebih cenderung sebagai ragam hias yang mandiri, tidak menjadi bagian dari satu kelompok ragam hias.
Persamaan yang teramati, selain persamaan pemilihan bahan wadasan, pola persebaran kedua jenis ragam hias. Baik( wadasan maupun mega mendung sama-sama tersebar pada bangunan-bangunan dan benda-benda yang terletak di halaman III (halaman paling selatan kompleks bangunan) kedua keraton, kecuali wadasan yang menempel pada tembok pembatas halaman II dan III KeratonKanoman.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mungkin didorong oleh pengaruh kekuasaan raja dan penghuni masing-masing keraton. Sedangkan persamaan-persamaan yang timbul agaknya dipengaruhi oleh keberadaan kaidah-kaidah yang dijadikan pegangan oleh para seniman dalam membuat atau penempatkan ragam hias wadasan dan mega mendung di keraton Kasepuhan dan Kanoman. kaidah-kaidah tersebut bisa berupa tradisi atau kebiasaan turun temurun.

"
2001
S11844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalada Paramatatya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi (1) bagaimana ragam hias keramik tempel yang ada pada keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman di Cirebon; (2) apakah terdapat persamaan dan perbedaan dari corak ragam keramik tempel dari kedua keraton tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua keraton memiliki keramik yang sama, yaitu keramik dari Belanda maupun keramik dari Cina. Perbedaan keramik di antara kedua keraton yaitu bahwa jumlah keramik Belanda lebih banyak di Kasepuhan dibandingkan di Kanoman, sedangkan keramik Cina lebih banyak di Kanoman. Jenis ragam hias yang terbanyak di Kasepuhan adalah Pemandangan alam dan Jesuit ware, sedangkan di Kanoman didominasi oleh Flora dan Fauna. Warna keramik yang paling banyak di Kasepuhan adalah Biru-putih Eropa, sedangkan di Kanoman adalah warna-warna lebih cerah, Bentuk keramik paling banyak di Kasepuhan adalah bentuk tegel, sedangkan di keraton Kanoman adalah piring dan tutup cepuk.

This study is to identify how the decorative patterns of ceramics and tiles in both palace of Kasepuhan and Kanoman, and also similarities and differences of decorative patterns in both palaces. The results show that both ceramics that were found in both palaces are from the Dutch and Chinese ceramics. The differences between both palaces are that amounts of Dutch ceramics were higher in Kasepuhan than Kanoman, while Chinese Ceramics were higher in Kanoman than Kasepuhan. Decorative type that were most found in Kasepuhan is a landscape, and followed by Jesuit ware. In Kanoman, the most ceramics that were found is flora, and followed by fauna. The dominant color in Kasepuhan is Blue and white Europe and for Kanoman is polycrom. The form of ceramics for Kasepuhan is tile and Kanoman are plates and popple."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permadi Heru Prayogo
"Penelitian ini membahas tentang budaya kontrol lingkungan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Penelitian ini membandingkan keadaan ruang penyimpanan pada Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Di dalam penelitian ini, pengukuran keadaan ruangan menjadi salah satu cara untuk melihat hal-hal yang telah dilakukan oleh keraton dalam menjaga keadaan lingkungan ruang penyimpanan. Ditemukan dalam penelitian ini bahwa kontrol lingkungan dalam penyimpanan naskah masih belum dilakukan dengan baik. Budaya keraton adalah salah satu latar belakang atas tindakan penyimpanan naskah di dalam keraton. Kearifan lokal menjadi salah satu bentuk tindakan yang dilakukan dalam menjaga ruang penyimpanan. Tindakan yang dilakukan antara lain berbentuk peng-ukup-an, hal tersebut dilakukan untuk menciptakan ruangan yang bebas dari serangga. Kendala-kendala yang menjadi penghambat kegiatan pemeliharaan ruang juga disebabkan oleh budaya keraton.

This thesis discusses about environment control culture in Kasepuhan palace and Kanoman palace. This study is a qualitative research. Method of collecting data is conducted through interviews and field observations. This study compares condition of storage space at Kanoman and Kasepuhan palace. Measurement of the condition of the room is one way to look at how thing have been done by these two palaces in maintaining the environmental condition of storage space. This study found that enviroment control in the storage room is still not done well this is due to the background culture of the palace. Indigenous approach is done to keep the storage space namely peng-ukup-an (giving certain scent) done, in order to free from insects. The constraints in enviroment control activities is caused by palace’s culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Raja Arimbi Nurtina
"ABSTRACT
Tesis ini membahas tentang konsep museum situs yang sesuai dengan kondisi sejarah, sosial, budaya, dan kondisi geografis Indonesia.
Rumusan konsep mengacu pada konsep museum situs di Indonesia, serta perkembangan museum, dan museum situs sejak awal pembentukannya sampai saat ini.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, observasi di lapangan, dan wawancara. Hasil penelitian berupa rumusan konsep museum situs di Kesultanan Keraton Kanoman Cirebon.

ABSTRACT
This thesis discusses the concept of the museum site in accordance with the conditions of historical, social, cultural, and geographical condition of Indonesia.
Formulation of the concept refers to the concept of the museum site in Indonesia, as well as the development of the museum, and the museum site since the beginning of creation until this time.
Methods This study uses descriptive qualitative research methods. Data was collected through literature studies, field observations, and interviews. The results of a study on the formulation of the concept of the museum site Kanoman Cirebon sultanate palace."
2013
T39246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoan, King Bo
"Setiap bahasa mempunyai keunikan sendiri, pada aspek tertentu tingkat kompleksitasnya rendah bila dibandingkan dengan bahasa lain. Namun sebaliknya apa yang sederhana pada bahasa yang satu bisa saja menjadi rumit pada bahasa lainnya. Bagi orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia, mungkin sistim penambahan imbuhan pada verba BI merupakan hal yang sukar, begitu juga sebaliknya para mahasiswa Indonesia yang mempelajari bahasa Belanda menemukan kesulitan untuk membedakan infinitif dari PV karena memang BI. tidak mempunyai sistim kala sehingga kedua unsur tersebut direpresentasikan lewat bentuk yang sama dalam BI. Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan skripsi ini. Adapun yang dimaksud dengan KI dalam skripsi ini adalah konstruksi yang di dalamnya terdapat unsur verba -seperti yang terdapat dalam kamus- yang berfungsi selain sebagai bentuk verba persona (PV). Selanjutnya konstruksi tersebut dibahas dari tiga aspek. Pertama dari segi sintaktis fungsi yang dapat ditempati dalam kalimat. Berikutnya dibahas keberadaan om pada KI itu apakah wajib, mana suka atau tidak bisa dipakai. Terakhir konstruksi ini dibahas dari hubungan internal yang terjadi antara PRO pada KI dengan anteseden yang terdapat pada kalimat matriks."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Handoko
"Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai korelasi/ hubungan antara bentuk-bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks keraton. Gapura merupakan bangunan pintu gerbang yang keberadaannya tidak terbatas hanya pada kompleks keraton saja, tetapi dapat juga berada pada kompleks pemakaman, mesjid, candi dan sebagainya. Data berupa gapura keraton diambil sebagai objek penelitian ini mengingat keraton memiliki berbagai simbol kekuasaan yang diungkapkan antara lain lewat arsitekturnya. Dari deskripsi gapura-gapura pada keraton-keraton di Cirebon (Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacerbonan), dapat dilihat banyaknya variasi-variasi bentuk gapura, meskipun pada dasarnya tetap merupakan 2 tipe, candi bentar dan paduraksa. Pengaruh arsitektur Hindu (pra-Islam) masih tampak pada gapura-gapura tersebut. Misalnya dari ragam hiasnya serta adanya komponen-komponen pelengkap gapura yang biasanya terdapat pada candi, yaitu pipi-tangga, menara sudut pipi-tangga dan kemuncak. Pola dasar peletakan gapura-gapura di kompleks keraton pun masih menampakkan pola lama. Seperti yang terlihat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman dimana gapura-gapura candi bentar ditempatkan pada halaman luar dan gapura-gapura paduraksa pada halaman dalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>