Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23008 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iis Sumiati
"Teknologi pembuatan alat batu sudah dikenal sejak masa prasejarah, dari pembuatan yang sangat sederhana sampai dengan teknik pembuatan yang lebih maju. Kemampuan manusia prasejarah untuk memanfaatkan bahan batuan yang dijadikan alat membutuhkan seperangkat pengetahuan untuk mengelola bahan alam tersebut. Salah satu pengetahuan yang penting adalah mengetahui jenis batuan yang bisa digunakan sebagai alat. Salah satu bahan batuan yang bisa digunakan sebagai alat adalah bahan batuan obsidian. Batuan obsidian yang telah menjadi data arkeologi di temukan di Indonesia dengan lokasi dan jumlah yang terbatas. Maka dari itu artefak batu obsidian jarang ada yang membahasnya secara rinci Akan tetapi ada salah satu tempat penghasil artefak obsidian yang cukup kaya yaitu di daerah sekitar Dataran Tinggi Bandung. Daerah-daerah itu pernah di teliti oleh peneliti BeIanda yaitu Koenigswald (1931) dan Bandi (1951), akan tetapi sampai dengan sekarang belum ada penelitian di daerah tersebut baik untuk temuan artefak obsidian, maupun temuan arkeologis yang lainnya. Dengan alasan di atas penulis tertarik untuk mengkaji temuan di sekitar Dataran Tinggi Bandung, khususnya artefak obsidian, mengingat artefak obsidian yang telah dikumpulkan sampai sekarang telah bertambah. Di samping belum adanya tipologi dasar untuk pengelompokkan artefak obsidian itu sendiri. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana tipologi dasar artefak obsidian di Situs Dago, dengan tujuan bisa dijadikan acuan dalam penelitian artefak obsidian di Dataran Tinggi Bandung dan di Indonesia pada umumnya. Ruang lingkup data dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk satu daerah penelitian. Hal ini dilakukan karena cakupan wilayah yang sangat luas dan temuan yang sangat banyak. Daerah yang dijadikan penelitian adalah Situs Dago. Situs ini cukup untuk mewakili penelitian karena temuan di Situs Dago lebih banyak dan lebih baik daripada daerah lainnya. Secara keseluruhan jumlah temuan artefak obsidian berjumlah 2285 buah. Kesimpulan yang dihasilkan pada penelitian ini pada dasarnya merupakan pengembangan yang telah dilakukan oleh Koenigswald dan Bandi. Dari 2285 buah artefak obsidian yang di temukan ini di terbagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok bahan baku, alat, perkakas, dan limbah. Kelompok bahan baku yang di temukan berupa bongkahan yang berjumlah satu buah. Kelompok alat yang di temukan terbagi dalam beberapa tipe yaitu Serpih pakai, Serut, Lancipan, Gurdi, Mata panali, Pisau dan Limas. Pada Tipe Serut terbagi dalam sub tipe, yaitu Serut samping, Serut Cekung, Serut Ujung, Serut gerigi dan Serut berpunggung tinggi. Tipe Gurdi juga terbagi dalam sub tipe yaitu Gurdi bertipe dan Gurdi non tipe. Pada kelompok limbah_ terdiri dari batu pukul yang berjumlah 2 buah. Sedangkan pada kelompok limbah terbagi kedalam 3 tipe yaitu batu inti, serpih, dan serpihan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Kusuma Sukmagelar
"Tembikar merupakan temuan yang selalu dijumpai dalam setiap penggalian di situs Batujaya. Oleh karena itu, tembikar menjadi artefak yang sangat menarik untuk diteliti secara mendalam. Salah satu situs di Batujaya yang menghasilkan temuan tembikar yang melimpah adalah situs Segaran II Batujaya, Karawang, Situs Segaran II Batujaya terletak di Kampung Sumur, Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Permasalahan yang diteliti yaitu mengenai ragam bentuk, teknik buat, serta ragam bias tembikar situs Segaran II Batujaya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ragam bentuk dan variasi, serta ragam hias dan teknologi yang terkait dengan pembuatan tembikar di situs Segaran II Batujaya, Karawang, Jawa Barat. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis bentuk pecahan tembikar situs Segaran II Batujaya, terdapat 5 tipe bentuk yang berhasil diidentifikasi, yaitu periuk, tempayan, cawan/mangkuk, piring, dan pasu. Masing-masing tipe bentuk tersebut memiliki variasi pada bentuk tepiannya. Teknik pembuatan tembikar yang paling dominan di situs Segaran II Batujaya adalah dengan menggunakan roda putar. Teknik pembuatan tembikar dengan tatap-pelandas digunakan pada periuk, tempayan dan pasu, sedangkan teknik pijit digunakan dalam pembuatan periuk, cawan/mangkuk, dan piring. Motif hias yang diidentifikasi pada tembikar situs Segaran II Batujaya terdiri dari motif jaring, motif anyaman, motif garis-garis horisontal sejajar, motif kombinasi garis-garis sejajar horisontal dan vertikal, motif kombinasi garis-garis sejajar dan segitiga, motif kombinasi garis-garis sejajar dan garis tak teratur, serta motif kombinasi garis-garis sejajar dan lingkaran. Motif hias dibuat dengan teknik gores, kecuali motif anyaman dan motif kombinasi garis-garis sejajar dan lingkaran yang dibuat dengan teknik tera. Penempatan hiasan yang paling banyak adalah pada bagian badan tembikar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Djafar
"Disertasi ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian terpadu dalam bidang arkeologi, yang bertujuan untuk merekonstruksikan sejarah kebudayaan daerah panlai utara Jawa Barat, berdasarkan peninggalan arkeologi yang diperoleh rnelalui survei dan ekskavasi di kawasan silus Balujaya, Karawang, Jawa Barat, sejak tahun 1985 hingga tahun 2006. Cakupan waktunya meliputi masa akhir prasejarah (akhir Masa Perundagian) sampai masa akhir Tarumanagara, yang meliputi kurun waktu sekitar abad ke-2 hingga abad ke-10. Dalam disertasi ini dibahas beberapa unsur kebudayaan berdasarkan sumber utamanya berupa peninggalan arkeologi, di antaranya berupa sisa-sisa kompleks percandian bata, arca, bcnda-benda hiasan (ornamen), inskripsi, meterai (volive tablet) terakota, gerabah, alat logam, perhiasan, dan kerangka manusia. Melalui analisis dan tinjauan dengan pendekatan induktif-deduktif dan holistik, diperoleh kesimpulan-kesimpulan dan penafsiran yang kemudian digunakan secara eksplanatif untuk mcnjelaskan dan merekonstuksikan gambaran mengenai sejarah kebudayaan Jawa Barat, khususnya daerah pantai utara. Rekonstruksi sejarah kebudayaan ini meliputi rekonstruksi unsur-unsur kebudayaannya yaitu: (1) tatanan permukiman; (2) tata masyarakat; (3) religi; (4) kesenian; (5) teknologi; (6) bahasa dan keberaksaraan; (7) sistem perekonomian.
Daerah pantai utara Jawa bagian barat, khususnya daerah pantai utara Jawa Barat, merupakan daerah hunian pantai yang luas, yang sudah terbentuk sejak Zaman prasejarah, dari Masa Bercocok Tanam hingga Masa Perundagian. Daerah permukiman ini dikenal sebagai Daerah Kebudayaan Buni atau Kompleks Gerabah Buni (Buni Pottery Complex), dan dilandai terutama oleh tinggalan budayanya berupa artefak gerabah yang memiliki daerah persebaran yang luas. Masyarakat penghuni daerah ini tergolong ke dalam ras Mongoloid. Mereka hidup dari perdagangan yang didukung oleh kegiatan industri gerabah, pertanian dan penangkapan ikan (nelayan). Masyarakat budaya Buni ini telah memiliki stratifikasi sosial dan sistem kepimpinan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketika orang-orang India datang di daerah pantai ulara Jawa Barat ini masyarakat setempat mulai menyerap unsur-unsur kebudayaan India dan terjadilah proses akulturasi yang menyebabkan timbulnya perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengenalan dan penerapan konsep-konsep baru dalam kehidupan masyarakat ini telah menumbuhkan dinamika sosial-budaya menuju suatu kehidupan baru yang berlandaskan unsur-unsur kebudayaan India. di antaranya terwujud dalam bentuk institusi kerajaan yang bernama Tarumanagara dan religi baru yaitu agama Weda dan Buddha. Dalam kehidupan masyarakat di wilayah ini terlihat adanya kesinambungan dari masa akhir prasejarah ke masa awal sejarah, khususnya dari akhir Masa Perundagian ke masa awal Tarumanagara.
Unsur religi dari kebudayaan India yang mula-mula diserap adalah agama Weda, seperti yang tersirat di dalam inskripsi-inskripsi yang dikeluarkan oleh Purnawarman, raja Tarumanagara. Di samping agama Weda, kemudian muncul pula agama Buddha yang meninggalkan sisa-sisanya berupa kompleks percandian di kawasan situs Batujaya. Agama Buddha yang berkembang di daerah pantai utara Jawa Barat ini bercorak Mahayana. Kompleks percandian agama Buddha di Batujaya ini mempunyai ciri yang sangat menonjol, yaitu telah menggunakan bahan bangunan berupa bata dan lepa stuko. Penggunaan bata dan lepa stuko pada percandian di Batujaya ini menandai pula tingkat perkembangan teknologi bangunan yang telah dicapai pada waktu itu. Gaya seni hias dan seni arcanya memperlihatkan ciri gaya seni Nalanda yang telah dipengaruhi oleh gaya seni Gandhara. Penemuan inskripsi-inskripsi di kompleks percandian Batujaya yang telah menggunakan aksara Palawa dan bahasa Sanskena, walaupun masih terbatas dalam kegiatan religi, telah menandai munculnya Lradisi budaya bertulis (lirerate culture), suatu babakan baru dalam kehidupan budaya masyarakat setempat.
Dalam penelitian ini dikemukakan pula beberapa kesimpulan lain yang bcrkenaan dengan perkembangan sejarah di wilayah ini, yaitu invasi Sriwijaya ke Bhimijawa (yang tidak lain adalah kerajaan Tarumanagara), menjelang akhir abad ke-7. lnvasi Briwijaya ke Taruminagara ini telah membawa pula pengaruh baru terhadap pcrkembangan politik, religi dan kesenian di Tarumanagara, khususnya di daerah pantai utara Jawa Barat. Berdasarkan pertanggalan C14 (radiocarbon dating) dan pertanggalan relatif yang diperoleh berdasarkan analisis terhadap tinggalan-tinggalan yang ada, kompleks percandian di kawasan situs Batujaya berasal dari masa sekilar abad ke-6 dan ke-7 dan berkembang terus hingga akhir abad ke-10. [HSD]."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D1828
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Kosohm author
Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1994
959.8 KOS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Kosohm author
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979
959.8 KOS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Muhlis
"Situs Astana Gede merupakan salah satu situs peninggalan Kerajaan Sunda yang berbeda dibandingkan situs pada umumnya. Terdapat enam prasasti yang terletak di Situs Astana Gede, yaitu Prasasti Kawali I, Prasasti II, Prasasti III, Prasasti IV, Prasasti Kawali V, dan Prasasti Kawali VI. Setiap prasasti memiliki penempatan berbeda di dalam teras. Prasasti yang diletakan di teras I, yaitu Prasasti IV dan Prasasti V. Adapun Prasasti yang diletakan di teras II terdapat empat prasasti, yaitu Prasasti I, Prasasti II, Prasasti III, Prasasti VI, tetapi tidak ada satu pun prasasti yang diletakan di teras III. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tata letak prasasti berdasarkan kajian keagamaan sehingga diketahui alasan prasasti diletakan di teras yang berbeda-beda dan fungsi Situs Astana Gede. Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing teras menandakan tingkatan yang berbeda-beda berdasarkan konsepsi keagamaan, yaitu konsep triloka. Prasasti di teras I berisi keagamaan yang mengartikan tahap pertama manusia dalam kehidupan harus mempelajari agama. Teras II adalah tingkatan lebih tinggi dengan prasasti berisi moral. Teras III yang merupakan teras tertinggi sudah tidak ada lagi prasasti.

The Situs Astana Gede is one of the different sites of Sunda kingdom compared to the site in general. There are six inscriptions located on the Astana Gede site, Kawali I inscription, Kawali II inscription, Kawali III inscription, Kawali IV inscription, Kawali Keletakan prasasti..., Muchamad Muhlis, FIB UI, 2019 ix Universitas Indonesia V inscription, and Kawali VI inscription. Each inscription has a different placement on the terrace. Inscriptions placed on the terrace I, namely inscription IV and inscription V. The inscription placed on the terrace II there are four inscriptions, namely inscription I, inscription II, inscription III, inscription VI, but none of the inscriptions are placed on the terrace I. Based on this, the study intends to know the layout of inscriptions based on religious studies so it is known why the inscription is placed on different terraces and functions of the Astana Gede website. The results show that each terrace signifies a different level based on the religious conception, the concept of Triloka. The inscription on the terrace I contains religious that defines the first stage of human beings in life to learn religion. The terrace II is a higher level with a moral inscription. Terrace III which is the highest terrace there is no more inscription. Astana Gede Site is one of the different sites of Sunda kingdom compared to the site in general. There are six inscriptions located on the Astana Gede site, Kawali I inscription, Kawali II inscription, Kawali III inscription, Kawali IV inscription, Kawali V inscription, and Kawali VI inscription. Each inscription has a different placement on the terrace. Inscriptions placed on the terrace I, namely inscription IV and inscription V. The inscription placed on the terrace II there are four inscriptions, namely inscription I, inscription II, inscription III, inscription VI, but none of the inscriptions are placed on the terrace I. Based on this,the study intends to know the layout of inscriptions based on religious studies so it is known why the inscription is placed on different terraces and functions of the Astana Gede website. The results show that each terrace signifies a different level based on the religious conception, the concept of Triloka. The inscription on the terrace I contains religious that defines the first stage of human beings in life to learn religion. The terrace II is a higher level with a moral inscription. Terrace III which is the highest terrace there is no more inscription.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nies Anggraeni
"Benda-benda obsidian sering ditemukan sebagai satu jenis dari sekian banyak jenis temuan yang terdapat di situs - situs arkeologi. Sebagian di antaranya dapat diketahui sebagai alat manusia pada masa lalu. Alat-alat obsidian yang ditemukan di situs-situs kini merupakan sebagian dari koleksi prasejarah di Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, Museum Pusat dan beberapa museum di daerah-daerah di masa di temukan obsidian. Alat-alat obsidian tersebut hingga saat ini masih belum dideskripsikan secara terperinci, bahkan para sarjana arkeologi terdahulu tidak membahasnya secara mendalam (Zwrierzycki 1926 ; Hoop 1940 ; Franssen 1941 ; Erdbrink '1942 ; Heekeren 1972), Suatu deskripsi yang terperinci dalam hal ini amat dibutuhkan terutama untuk memberikan kemungkinan dilakukannya perbandingan antara alat-alat obsidian di suatu situs dengan situs lainnya. Analisa bahan untuk mengetahui pertanggalan mutlak dari alat-alat obsidian tersebut belum dikerjakan pada masa lalu, sehingga sukar untuk menempatkan alat obsidian kedalam suatu masa prasejarah tertentu (Soejono 1968 : 2). Demikian pula analisa hubungan antara alat obsidian dengan stratigrafi maupun dengan..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1978
S11933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992
R 915.982 PRO
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Alif Abhinaya
"Kabupaten Pangandaran merupakan satu dari 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Potensi terbesar pariwisata yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah wisata alam baik objek wisata pantai maupun sungai. Objek wisata di Kabupaten Pangandaran yang bervariasi memicu terbentuknya pola pergerakan wisatawan. Namun, dari banyaknya objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran, kunjungan wisatawan hanya terkonsentrasi di beberapa wisata saja. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pola pergerakan wisatawan dan hubungannya dengan faktor pengaruhnya yaitu motivasi wisatawan, pengalaman berkunjung, aksesibilitas, dan daya tarik wisata. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dan analisis statistik menggunakan metode crosstab. Hasil didapatkan bahwa di Kabupaten Pangandaran terbentuk empat jenis pola pergerakan wisatawan yaitu single point, base site, stopover, dan chaining loop. Pola pergerakan chaining loop merupakan yang paling banyak terbentuk sedangkan pola pergerakan single point yang paling sedikit. Dari hasil pengolahan dan analisis data, motivasi wisatawan, pengalaman berkunjung, aksesibilitas, dan daya tarik wisata memiliki hubungan dengan pola pergerakan wisatawan yang terbentuk di Kabupaten Pangandaran.

Pangandaran Regency is one of the 88 National Strategic Tourism Areas (KSPN) located in West Java Province. The greatest tourism potential of Pangandaran Regency lies in it’s natural attractions, including both beach and river tourism destinations. The diverse range of tourist attractions in Pangandaran Regency has led to the formation of various tourist movement patterns. However, despite the numerous tourist attractions available in Pangandaran Regency, tourist visits are only concentrated in a few specific destinations. This research aims to examine the patterns of tourist movement and their relationship with influencing factors, namely tourist motivation, visiting experience, accessibility, and tourist attractions. The analysis employed spatial analysis and statistical analysis using the crosstab method. The results revealed that four types of tourist movement patterns were formed in Pangandaran Regency: single point, base site, stopover, and chaining loop. The chaining loop movement pattern was the most commonly observed, while the single point pattern was the least frequent. From the data processing and analysis, it was found that tourist motivation, visiting experience, accessibility, and tourist attractions are related to the formation of tourist movement patterns in Pangandaran Regency."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>