Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Suhartono
"Mesjid Keramat merupakan salah satu mesjid tua yang ada di Kerinci (Jambi) yang belum pernah diteliti secara khusus. Masjid ini pernah disebutkan oleh peneliti Belanda bernama E.A Klerks dalam laporan perjalanannya yang terbit tahun 129 sebagai mesjid terbagus di seluruh daerah Kerinci. Penelitian terhadap mesjid Keramat bertujuan untuk melihat percampuran antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Kerinci sebagaimana tercermin dari keberadaan mesjid Keramat. Untuk melihat masalah percampuran kebudayaan maka pada penelitian ini digunakan teori Akulturasi. Dalam penelitian ini digunakan metode secara bertahap. Pada tahap Observasi dilakukan studi kepustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan sumber kepustakaan yang diperlukan. Selain itu juga digunakan studi lapangan (pengamatan langsung) dengan cara melakukan pengamatan dan perekaman yang terinci pada unsur-unsur bangunan mesjid Keramat. Selanjutnya pada tahap pengolahan data dilakukan analisis terhadap data yang telah terhimpun yakni dengan membuat pemerian yang terinci terhadap unsur-unsur bangunan mesjid Keramat. Tahap akhir penelitian ini (Penafsiran data) dilakukan dengan menggunakan data analogi. Sumber analogi yang digunakan berupa naskah-naskah yang memberi gambaran tentang masyarakat Kerinci sebelum Islam masuk. Selain itu juga digunakan sumber etnografi berupa arsitektur tradisional Kerinci sebagai komponen budaya lokal sebelum proses akulturasi berlangsung. Di samping itu juga digunakan data arsitektur tradisional Minangkabau. Penggunaan data ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Islam di Kerinci mendapat pengaruh dari Minangkabau. Pada kenyataannya meskipun agama Islam dapat diterima oleh masyarakat Kerinci, tetapi tidak semua unsur dalam kebudayaan Kerinci berubah, salah satu contohnya adalah arsitektur. Dari penelitian yang dilakukan di mesjid Keramat, diketahui bahwa bentuk bangunan mesjid Keramat sangat jelas memperlihatkan pengaruh arsitektur tradisional Kerinci. Sedangkan pengaruh arsitektur tradisional Minangkabau hampir tidak ditemukan pada mesjid Keramat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roseri Rosdy Putri
"ABSTRAK
Mesjid merupakan bangunan suci tempat melaksanakan ibadah bagi umat Islam dan segala macam kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam. Tidak seperti dalam agama Hindu yang membutuhkan kitab Cilpasastra untuk membangun bangunan sucinya, agama Islam tidak mempunyai suatu kitab khusus berisi peraturan-peraturan pembangun_an sebuah mesjid. Sebuah mesjid selain dibangun sebagai tempat yang bersih dan suci, bangunan mesjid haruslah menghadap ke kiblat, ke arah di mana semua umat Islam menghadap pada waktu sedang melaksanakan shalat.
Menurut Abdul Rochym dan Aboebakar, pembangunan sebuah mesjid di suatu daerah, selain mengikuti peratur_an pembuatan bangunan mesjid secara umum, bangunan mesjid tersebut pasti mendapat pengaruh dari arsitektur bangunan tradisional daerah yang bersangkutan. Peneli_tian terhadap arsitektur Mesjid Raya Bingkudu yang terletak di desa V_Suku Candung Bawah, Kecamatan IV Angkat Candung, Kabupaten Agam, Bukit Tinggi, belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan terhadap Mesjid Raya Bingkudu dan bertitik tolok dari pendapat yang diajukan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar di atas.
Untuk mengkaji pendapat tersebut, dilakukan anali_sis perbandingan antara Mesjid Raya Bingkudu dengan bangunan tradisional rumah gadang. Analisis dilakukan dengan melihat variabei-variabei yang dimiliki oleh bangunan-bangunan yang akan diperbandingkan tersebut. Variabel-variabel yang diperbandingkan meliputi. (1) Lantai, (2) Tiang, (3) Anjungan, (4) Atap, (5) Tangga dan Batu Tapakan, (6) Ukiran Kayu. Untuk melihat keku_naan pada Mesjid Raya Bingkudu dilakukan analisis per_bandingan dengan bangunan mesjid kuna di Indonesia secara umum. Variabel yang diperbandingkan meliputi (1) Fondasi Bangunan, (2) Denah bangunan, (3) Atap Bangunan, (4) Kolam, (5) Menara.
Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa ternya_ta Mesjid Raya Bingkudu memiliki beberapa variabel yang sama seperti yang dimiliki oleh bangunan mesjid kuna di Indonesia umumnya. Selain itu bagian-bagian dari bangun_an Mesjid Raya Bingkudu memiliki bentuk dan fungsi yang sama pula dengan bangunan rumah gadang. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Mesjid Raya Bingkudu merupakan salah satu mesjid kuna di Indonesia yang dalam pembangu_nannya mendapat pengaruh dari arsitektur daerah, dalam hal ini rumah gadang. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abdul Rochym dan Aboebakar."
1990
S11884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Ikasari
"ABSTRAK
Mesjid Agung Banyumas merupakan salah satu mesjid tua yang ada di Banyumas Jawa Tengah yang belum pernah diteliti secara khusus. Mesjid ini pernah disebutkan keberadaannya oleh Suwedi Montana dalam Laporan Penelitian Arkeologi di Jawa Tengah bagian Selatan no.35, PuslitArkenas, Jakarta.
Penelitian terhadap Mesjid Agung Banyumas bertujuan untuk melihat adanya pemakaian budaya Pra-Islam yang berkesinambungan pada Benda-benda peninggalan budaya masa Islam yang berupa mesjid sebagaimana tercermin pada bentuk arsitektur dan ragam hias Mesjid Agung Banyumas. Untuk melihat adanya masalah kesinambungan budaya tersebut, maka pada penelitian ini digunakan teori Akulturasi.
Dalam penelitian ini digunakan metode secara bertahap. Pada tahap observasi dilakukan studi kepustakaan yang dilakukan analisis terhadap data yang telah terhimpun yaitu dengan membuat pemeriaan yang terinci terhadap unsur-unsur bangunan Mesjid Agung Banyumas. La1u setelah itu dilakukan studi komparasi terhadap data-data pembanding yang berupa bentuk dasar Arsitektur Candi di Jawa dan Ragam hiasnya, Arsitektur Tradisional Jawa serta Ragam hiasnya, Mesjid-mesjid Kuno di Jawa dan mesjid Kuno di Banyumas. Penggunaan data ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang adanya Kesinambungan Budaya yang tercermin pada Mesjid Agung Banyumas.
Dari Penelitian ini dapat diketahui bahwa bentuk arsitektur dan ragam hias Mesjid Agung Banyumas sangat jelas memperlihatkan pengaruh baik dari arsitektur sandi maupun arsitektur tradisional Jawa, selain adanya unsur-unsur asing yaitu unsur arsitektur Belanda.

"
1995
S11939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamahsyari Rahman
"Skripsi ini membahas tentang Seni Bangunan dan Ragam Hias Mesjid Syahabuddin yang bertujuan untuk mengetahui gaya seni bangunan dan ragam hias mesjid tersebut. Metode yang di gunakan yaitu metode perbandingan, perbandingan antara bangunan Mesjid Syahabuddin dengan Istana Siak Sri Indrapura, Balai Kerapatan Tinggi, Tangsi Belanda dan Rumah Melayu. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa seni bangunan Mesjid Syahabuddin mengikuti seni bangunan Kolonial dan Islam sedangkan dalam segi ragam hias mengikuti seni ragam hias melayu.

This study discusses the Arts Building and Ornamental Variety of Syahabuddin Mosque which aims to know the art of building and decoration of the mosque. Method used is the method of comparison, the comparison between the Syahabuddin Mosque building with the Palace of Siak Sri Indrapura, Balai Kerapatan Tinggi, Tangsi Belanda and Rumah Melayu. The final results of this study indicate that the architecture of Syahabuddin Mosque followed Colonial and Islamic architecture while in terms of decorative art followed Melayu's art decorative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11925
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afdol Tharik Wastono
"Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa di dunia, tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan bahasa Asing lainnya (akulturasi bahasa). Akulturasi bahasa Indonesia dengan bahasa Arab sebagai bahasa al-qur'an (Islam), telah banyak memberikan andil dalam perkembangan bahasa dan sastra Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah beragama Islam. Bahasa Indonesia beradaptasi dengan bahasa Arab, telah menghasilkan khasanah ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan agama Islam khususnya, berikut segala cabang ilmunya. Banyak sekali kosa kata Indonesia yang sudah sangat akrab di telinga masyarakat, tidak disadari lagi bahwa kata-kata tersebut berasal dari bahasa Arab, seperti: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi dan lain sebagainya. Adapun pengaruh sastra Arab dalam sastra Indonesia tampak dalam tema cerita yang bernafas Islam dan selalu menyampaikan perdamaian, nasihat, dan kerukunan, seperti: sastra syair, hikayat, sastra pesantren dengan karya qasidahnya, manakib, talqin, dan barzanji yang sangat populer.

Indonesian as one of the languages ​​in the world, cannot be separated from the association of other foreign languages ​​(language acculturation). The acculturation of Indonesian with Arabic as the language of the Qur'an (Islam), has contributed greatly to the development of Indonesian language and literature, the majority of whose people are Muslim. Indonesian adapts to Arabic, has produced a wealth of knowledge and science related to Islam in particular, along with all its branches of science. There are many Indonesian words that are very familiar to the public, without realizing that these words come from Arabic, such as: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi and so on. The influence of Arabic literature in Indonesian literature is seen in the theme of stories that breathe Islam and always convey peace, advice, and harmony, such as: poetry literature, hikayat, pesantren literature with its qasidah works, manakib, talqin, and barzanji which are very popular.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Afdol Tharik Wastono
"Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa di dunia, tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan bahasa Asing lainnya (akulturasi bahasa). Akulturasi bahasa Indonesia dengan bahasa Arab sebagai bahasa al-qur'an (Islam), telah banyak memberikan andil dalam perkembangan bahasa dan sastra Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah beragama Islam. Bahasa Indonesia beradaptasi dengan bahasa Arab, telah menghasilkan khasanah ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan agama Islam khususnya, berikut segala cabang ilmunya. Banyak sekali kosa kata Indonesia yang sudah sangat akrab di telinga masyarakat, tidak disadari lagi bahwa kata-kata tersebut berasal dari bahasa Arab, seperti: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi dan lain sebagainya. Adapun pengaruh sastra Arab dalam sastra Indonesia tampak dalam tema cerita yang bernafas Islam dan selalu menyampaikan perdamaian, nasihat, dan kerukunan, seperti: sastra syair, hikayat, sastra pesantren dengan karya qasidahnya, manakib, talqin, dan barzanji yang sangat populer.

Indonesian as one of the languages ​​in the world, cannot be separated from the association of other foreign languages ​​(language acculturation). The acculturation of Indonesian with Arabic as the language of the Qur'an (Islam), has contributed greatly to the development of Indonesian language and literature, the majority of whose people are Muslim. Indonesian adapts to Arabic, has produced a wealth of knowledge and science related to Islam in particular, along with all its branches of science. There are many Indonesian words that are very familiar to the public, without realizing that these words come from Arabic, such as: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi and so on. The influence of Arabic literature in Indonesian literature is seen in the theme of stories that breathe Islam and always convey peace, advice, and harmony, such as: poetry literature, hikayat, pesantren literature with its qasidah works, manakib, talqin, and barzanji which are very popular.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mahsun
"There are a set of questions that needs to be answered in relation to the Mataram tragedy which has been known as the 'Tragedy One Seven One' (Tragedy Satu Tujuh Satu). One of the question is: if the tragedy has the basis of religious conflict, why did the conflict occur only between the Moslems and the Christians, and not between the Moslems and the Hindus which has a greater number of followers than the Christians? By looking at the main target of the tragedy, the churches, not the individuals, as well as its short duration, a cultural analysis is the most probable way to find relevant answers. The author argues that the Mataram tragedy was not staying apart from the development of an increasing number of churches. The building of Christian churches, their quantity, quality, and geographical distribution was seen as the emergence of the new opposed culture. The latter was perceived as threatening the culture of 'Thousand Mosques', the native ethnic identity, and the majority of the people of Pulau Lombok. In this article, the author examines the culture of 'Thousand Mosques', its relation to the Mataram tragedy."
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I.H. Doko
Jakarta: Balai Pustaka, 1982
915.98 DOK t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Toni
"Istiwa adalah salah satu alat untuk mengetahui waktu masuk shalat yang menggunakan petunjuk matahari yang ditemukan pada mesjid-mesjid kuno di Jawa Dalam bahasa Jawa penunjuk matahari ini disebut befzeer, sedangkan istilah istiwa dikenal dalam bahasa Sunda yang berasal dari bahasa Arab (lihat bahasa khat al-istiwa, equator) yang artinya sama dengan khatulistiwa atau paralet. Bahasa Arab yang sebenarnya untuk penunjuk matahari adalah mizala. DipiIihnya istiwa sebagai obyek penelitian, berdasarkan pada keunikannya dibandingkan komponen bangunan rnasjid lainnya Pada obyek ini secara langsung berhubungan dengan gejala alam yaitu sinar matahari untuk mengetahui berfungsinya obyek tersebut. Pembahasan komponen istiwa diharapkan dapat menerangkan beberapa hal, diantaranya penggunaan istiwa sebagai alat penunjuk waktu shalat di rnasa lalu terutama (dari terbit hingga terbenam matahari) dan bentuk - bentuk Istiwa yang ada serta bagaimana penerapan rnedia tersebut pada mesjid-mesjid kuno di Pulau Jawa. Tampaknya cara-cara mengetahui waktu masuk shalat melalui istiwa mulai ditinggalkan dengan digunakannya teknologi yang lebih modern dan rnekanik, yaitu teknologi jam. Akibatnya, istiwa yang berfungsi sebagai alat penunjuk waktu shalat di masa lalu pada mesjid-mesjid kuno, menjadi kurang berfungsi dan kurang terurus penanganannya. Istiwa pada umumnya digunakan pada mesjid ataupun tempat peribadatan untuk shalat lainnya (mushola, saran, langgar dan lain-lain). Ruang lingkup penelitian terhadap istiwa pada mesjid-mesjid di Jawa dibatasi pada periode masa abad XVI hingga abad XIX. Untuk istiwa mesjid-rnesjid kuno di Jawa yang dianggap tertua menunjukkan periode abad XVI. Konsep dasar pembuatan istiwa memang erat tautannya dengan hukum islam, tetapi wujud fisiknya sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. la lepas dari ketentuan hukum dan dengan demikian memberi kesempatan kepada si-pembuat untuk mengembangkan daya kreasinya Dari ragam bentuk istiwa dapat disimpulkan persamaan umum yang menandakan dan nnembedakan karakteristik istiwa dibandungkan komponen lainnya yaitu pada kawat penunjuk waktu dalam penampangnya (gnomon)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Witjaksono
"Salah satu tinggalan arsitektur Islam adalah Mesjid. Dalam sebuah masyarakat Islam bangunan mesjid tidak hanya memiliki peran dan fungsi sebatas tempat berkupulnya jamaah untuk melaksanakan shalat farhdu bersama-sama, namun lebih jauh mesjid memiliki fungsi sosial, ekonomi, politik, ilmu, seni dan filsafat. Berdasrkan kenyataan tersebut secara tidak langsung mengungkapkan bahwa apabila seorang ingin menyelidiki kehidupan keagamaan di salah satu pulau (Jawa), maka haruslah dimulai dengan mempelajari mesjid sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Pijper (1985).
Dalam sejarah perkembangan Islam Khususnya di Pualau Jawa, wilayah Pesisir Utara Jawa Barat memiliki arti dan peran yang sangat strategis. Pesisir Utara Jawa Barat merupakan distrik pertama dimana Islam dikenal. Keletakan wilayah Pesisir Utara Yang strategis serta merupakan jalur perlintasan pelayaran dan perdagangan merupakan faktor pendukung yang mempercepat proses datangnya Islam ke Wilayah ini. Sehinga tidak mengherankan bila bangunan mesjid kuno dari masa-masa awal (abad 16-17Masehi) ditemukan di daerah pesisir ini.
Permasalahan dari penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana bentuk-bentuk mesjid di Jwa Barat, apakah mesjid-mesjid di pessisir Jawa Barat memiliki berbagai variasi yang pada akhir mampumembedakan dengan mesjid-mesjid di Jawa Barat pada umumnya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini yaitu selain untuk melihat variasi gaya dan bentuk dari mesjid di pesisir Jwa Barat, juga untuk mengetahui apakah mesjid-mesjid di pesisir Jawa Barat memiliki persamaan dengan mesjid-mesjid di Jawa pada umumnya.Berdasarkan hasil penelitian tergambar bahwa secara umum bentuk-bentuk mesjid di Pesisir Jawa Barat tidak memiliki perbedaan yang khusus dengan mesjis-mesjid di Jawa pada umumnya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>