Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Soebekti
"ABSTRAK
Dari hasil pengamatan terhadap orientasinya Sarkofagus dan Pandhusa mempunyai arah hadap ke Gunung Arqopuro (3088) yang merupakan bagian puncak dari komplek pegunungan Hyang. Hal ini merupakan ciri dari tradisi megalitik dimana arah suatu benda megalitik berkaitan erat dengan latar belakanng megalitik itu sendiri. Posissi benda megalitik biasanya diarahkan ke tempat-tempat yang dianggap suci oleh masyarakat megalitik. Tempat suci yang dianggap sebagai tepat bersemayam arwah nenek moyang antara lain di Gunung dan di Pulau Seberang. Disamping itu ada juga posisinya se arah dimana matahari terbitdan tenggelam. Dari hasi penggalai pandhusa ditemukan manik-manik dari kaca, pemukul kulit kayu dari batu, keramik dan alat dari perunggu maupun besi sehinggadiduga situs tersebut berasal dari masa prasejarah yaitu jaman besi.

"
1995
S11902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Mubarok
Semarang: Balai Penelitian Aliran Kerohanian/Keagamaan Departemen Agama RI, 1996
297.64 ABD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Dinas Purbakala Republik Indonesia, 1951
930.1 IND p (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1997
S33642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Sulistyo
"Penelitian ini berfokus pada situs-situs megalitik yang berada di sub DAS Klawing, karena daerah DAS ini dekat dengan Gunung Slemat di bagian tenggara. Temuan-temuan tersebut tersebar di wilayah administrasi di Kecamatan Karangreja, Kecamatan Bobotsari, Kecamatan Mrebet dan sebagian Kecamatan Karanganyar. Penelitian ini tersebar di 4 kecamatan.Situs-situs megalitik di DAS Klawing Purbalingga atau di lereng Gunung Slamet hanya menunjukan karakter situs campuran antara pemujaan dan penguburan, situs pemujaan dan situs-situs objek tunggal..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11502
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukirno
"Pranata bagi hasil yang lazim terdapat pada bidang pertanian sawah, juga ditemukan pada bidang-bidang kehidupan lain termasuk juga pada bidang budidaya tambak. Berbagai studi menunjukkan telah terjadi perubahan pada pranata bagi hasil pertanian sawah, bahkan semakin langka adanya. Penelitian ini bertujuan ingin memahami proses perubahan pranata bagi hasil pada budidaya tambak.
Berkenaan dengan itu, maka dipilihlah desa Hulumanis Kidul sebagai lokasi penelitian. Kendatipun agak belakangan dibandingkan dengan pertanian sawah, budidaya tambak juga tersentuh pengaruh komersialisasi, yakni dengan dibudidayakan udang windu untuk eksport, menggantikan atau mendampingi budidaya bandeng yang sudah turun-temurun dilakukan.
Penerapan teknologi "baru" budidaya udang windu, ternyata berpengaruh pula terhadap pranata bagi hasil yang telah ada. Sekalipun dengan teknologi yang beragam, dari alami plus hingga semi intensif, budidaya udang windu mengandung biaya dan risiko tinggi, suatu hal yang tidak pernah terjadi pada budidaya bandeng.
Demi untuk mengejar keuntungan maksimal, petambak memberi masukan-masukan non alami (pakan dan pupuk buatan, pestisida, pengaturan air dengan pompa mesin, dll) dan mengatur waktu sehingga dalam setahun diharapkan bisa panen 3 kali udang windu (bandeng 2 kali setahun). Langkah demikian, disatu sisi pada awalnya mampu meningkatkan produktivitas tambak, namun disisi lain dampaknya terasa dalam - tahun terakhir dimana panen seringkali gagal.
Teknologi "baru" berbiaya dan berisiko tinggi ini, berpengaruh terhadap aspek-aspek pranata bagi hasil, yaitu pada perbandingan, hak dan kewajiban, pola hubungan pemilik-penggarap. Dengan berlandaskan pada jenis penguasaan tambak, yaitu pemilik tambak dalam desa bermodal kecil, pemilik dalam desa bermodal besar, penyewa dalam desa bermodal kecil, penyewa dalam desa bermodal besar, pemilik tambak luar desa, dan penyewa tambak luar desa, menunjukkan bahwa ada variasi pada proses perubahan pranata bagi hasil yang disebabkan oleh kadar hubungan patron-klien antara pemilik dengan penggarap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemilik dan penyewa dalam desa bermodal besar masih memperlihatkan pola hubungan patron-klien pada alternatif kedua (Scott, 1977:125). Pola demikian ini berpengaruh terhadap perbandingan bagian ikan ingon dan ikan regedan (rucah), hak dan kewajiban serta hubungan diantara mereka, yang cenderung mengikuti perbandingan khusus yang "menguntungkan" penggarap.
Sedangkan pada penyewa dalam desa bermodal kecil, pemilik dalam desa bermodal kecil pemilik dan penyewa luar desa menunjukan pola hubungan yang lebih menekankan hubungan kerja bagi hasil saja. Oleh karena itu mereka ini dalam bagi hasilnya cenderung mengikuti perbandingan umum, terkecuali pada pemilik dan penyewa luar desa untuk ikan regedan mengikuti perbandingan khusus, dengan alasan keamanan dan keselamatan tambaknya.
Secara umum, pranata bagi hasil budidaya tambak di desa Hulumanis Kidul telah mengalami proses perubahan konsep dari yang menekankan harmoni, saling ketergantungan, saling membutuhkan menjadi cenderung rasional-ekonomis."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
"Watu Kandang adalah nama yang diberikan oleh masyarakat setempat untuk satu susunan batu berbentuk empat persegi panjang atau rectangular encloser of stones. Watu Kandang tersebut ditemukan secara berkelompok di beberapa lokasi atau situs yang tersebar di wilayah Kecamatan Tawangmangu dan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Oleh Soejono monumen tersebut diklasifikasikan dalam peninggalan dari tradisi megalitik, tetapi hingga saat ini secara tegas belum dapat dijelaskan apa fungsi Watu Kandang.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelian ini mencakup daerah yang lebih luas dari situs-situs Watu Kandang, selain data berupa beberapa situs Watu Kandang, akan ditemukan variabel lain seperti lingkungan dan artefak lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa situs Watu Kandang adalah sebuah situs kubur, sedang pemukiman masyarakat yang mendirikannya terletak relatif tidak jauh dari situs Watu Kandang, yaitu ditandai dengan faktor-faktor lingkungan yang mendukungnya serta kepadatan temuan gerabah, dan punden. Salah satu keunikan dari Watu Kandang ini adalah arah hadap monumen tersebut yang tidak berkiblat pada puncak gunung, tetapi pada arah munculnya matahari. Lebih jauh dapat diketahui bahwa Watu Kandang tersebut dibangun pada satu musim tertentu. Selanjutnya Watu Kandang merupakan kubur primer atau sekunder perlu penelitian yang lebih mendalam.

Watu Kandang is addressed to rectangular encloser of stones which is given by the local people. They are found in clusters and the sites are spread out all over Tawang-mangu and Matesih district in the Karanganyar regency of central Java. R.P. Soejono said that these monuments are classified from the megalithic tradition but explanation about the function of Watu Kandang are as of yet exactly unknown.
The research by this writer ,in the Watu Kandang sites is different from any other research that has been done before. This research was conducted not only at the Watu Kandang location, but also in the surrounding area. The writer will include information on variables such as the environment and additional artifacts.
The research concluded that Watu Kandang is a tomb and a settlement is not too far from this burial site. This is indicated by environmental factors, potsherd density and punden (sacrificial place). The spatial orientation of Watu Kandang is of interest because it is not directed towards the top of the mountain (mount Lawu) but rather towards the place where the sun rises. The data gives information about when Watu Kandang was built. Finally research on whether Watu Kandang is a primary or secondary burial sites is very important and will be disscussed in further study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>