Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marika Dewi Santania
"Lukisan gua/ceruk merupakan salah satu data arkeologi yang diperkirakan berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan. Di Indonesia, lukisan gua/ceruk kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Kepulauan Kai, Timor Leste dan Flores (NTT). Namun pada awal tahun 1990-an ditemukan lukisan gua/ceruk di wilayah Indonesia bagian barat, yaitu di wilayah Kalimantan. Salah satunya adalah Situs Batucap. Situs Batucap ditemukan di Dusun Sedahan, Desa Benawai Agung, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Situs ini berbentuk ceruk dengan lukisan yang terdapat pada tiga bongkahan batu yang Membentuk dinding ceruk. Lukisan ini terletak pada dinding sebelah selatan, utara dan barat, dengan bagian depan ceruk yang menghadap ke timur. Dilihat dari ukurannya, ceruk ini diperkirakan tidak digunakan sebagai tempat hunian. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya temuan-temuan lain di dalam ceruk ini baik yang berupa ekofak, artefak ataupun temuan lainnya yang dapat memberikan bukti bahwa ceruk ini pernah dihuni. Secara keseluruhan, lukisan yang ada pada ceruk ini didominasi dengan lukisan geometris, yang diikuti dengan lukisan manusia, abstrak, binatang, matahari, dan potion hayat. Seluruh lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan teknik sapuan kuas, baik sapuan kecil, sapuan besar maupun kombinasi dari keduanya. Secara umum, lukisan gua/ceruk di Indonesia terdiri dari lukisan manusia, binatang, tumbuhan, banda budaya, matahari, perahu, bentuk geometris dan abstrak. Dalam bentuk penggambarannya, lukisan-lukisan ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Untuk teknik pembuatannya, lukisan gua/ceruk di Indoensia kebanyakan dibuat dengan cara dilukis dengan menggunakan warna dominan merah, namun ada juga yang menggunakan warna hitam, putih, kuning, coklat, dan hijau. Ada juga yang dibuat dengan cara dipahat atau digores, seperti di Flores (NTT), Sambas (Kalimantan Barat), dan Sungai Tala (Maluku)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blasius Suprapta
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta : Menara Kudus, 1962
743.94 LUK ;743.94 LUK (2);743.94 LUK (2);743.94 LUK (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The backs of dump trucks have transformed to not only as a transportation mechanism, but also as visual communication media. This phenomena goes along with the many advertisements that utilizes this kind of medium in promoting certain products. But the backs of dump trucks become a promotional medium because of the already many paintings painted on them, which they are originally plain on the right, left, and the back sides. Women become figures that many portray as their painted subjects. This article focuses more on the painting phenomena that uses the female figures through a gender study, to see whether woman representations in the paintings of the backs of trucks are signified a s having imbalanced gender relation."
NIJUDKV
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kosasih S.A.
"Salah satu obyek panelitian yang menarik perhatian para ahli arkeologi adalah Lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding-dinding gua (cave wall paintings). Lukisan--lukisan tersebut, pada beberapa tempat di dunia, misalnya di Eropah, Afrika, Australia dan sebagainya, pada umumnya menggambarkan bermacam-macam jenis binatang, di samping lukisan-lukisan manusia dengan benda-benda perlengkapan_nya. Benda-benda yang dimaksud adalah tombak, bumerang, busur dengan anak panahnya, kadang-kadang juga pedang ser_ta perisai. Benda-benda ini, yang seringkali digambarkan bersama-sama dengan manusia, mungkin merupakan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua tersebut di atas, kiranya talah menimbulkan beberapa pertanyaan yang menyangkut hubungan yang erat antara gua dengan lukisan dan dengan manusia pendukungnya. Mengapa manusia tinggal di dalam gua dan mengapa pula mereka membuat lukisan-lu_kisan pada dinding-dindingnya. Apa fungsi' lukisan-lukis_an ini: untuk maksud-maksud religius-magis, .untuk meng_ungkapkan rasa seni atau hanya untuk kesenangan belaka. Beberapa ahli arkeologi kemudian berpendapat, bahwa keterangan mengenai maksud lukisan-lukisan itu mungkin terletak pada konsep kontak magis (sympathetic magic), dalam hubungannya dengan usaha-usaha perburuan_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1978
S11755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraci, Patrick
Jakarta: Zaytuna Ufuk Abadi, 2015
616.852 SUR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Tarimana
"Sukubangsa Tolaki berdiam di wilayah kabupaten hendari dan kabupaten Kolaka dalam lingkungan Propinsi Sulawesi tenggara. Mereka yang mendiami wilayah kabupaten Kendari menamakan dirinya orang Konawe, dan mereka yang mendiami wilayah kabupaten Kolaka menamakan dirinya orang Mekongga. Kedua wilayah kabupaten tersebut jauh sebelumnya adalah masing-masing bekas wilayah kerajaan Konawe dan kerajaan Mekongga. Dalam berbagai aspek kehidupannya, orang Tolaki memakai dan menggunakan kalo sebagai simbol yang mengekspresikan unsur-unsur manusia, unsur-unsur alam, unsur-unsur masyarakat, dan unsur-unsur nilai budayanya. Kalo juga mengekspresikan hubungan timbal balik antara unsur-unsur tersebut, yang tampak baik dalam konteks upacara maupun di luar upacara.
Saya mengkaji kalo orang Tolaki dengan memperhatikan sistem klasifikasi simbolik yang ada dalam kebudayaan Tolaki dan jugs memperhatikan struktur berpikir elementer orang Tolaki. Sistem klasifikasi simbolik dalam kebudayaan Tolaki menunjukkan adanya ciri-ciri klasifikasi dua, tiga dan lima. Ciri klasifikasi dua dan tiga ini merupakan perwujudan dari struktur berpikir orang Tolaki yang melihat segala sesuatu yang ada dalam lingkungannya sebagai terdiri atas dua kategori yang saling berlawanan, dan kategori ketiga yang bertindak sebagai aspek penengah antara dua kategori yang berlawanan tersebut. Sistem klasifikasi atas kategori dua dan tiga, serta cara berpikir elementer dalam wujud semacam ini di mana-mana terdapat pada semua sukubangsa di dunia.
Penelitian saya terpusat pada delapan desa di kedua kabupaten tersebut di atas. Tiga desa terletak di dalam wilayah kota, masing-masing dua desa di kota Kendari, dan satu desa di kota Kolaka, dan lima desa terletak di pedalaman, masing-masing tiga desa di pedalaman kabupaten Kendari dan dua desa di pedalaman kabupaten Kolaka. Desa-desa itu adalah Kemaraya, Wua-Wua (keduanya di kota), Tawanga, Meraka, dan Sambeani (ketiganya di pedalaman) di kabupaten Kendari; dan Watuliandu (di kota), Wundulako dan Mowewe (keduanya di pedalaman) di kabupaten Kolaka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
D398
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Utami Ferdinandus
"ABSTRAK
Tegel dinding dari masa lampau adalah artefak keramik yang merupakan data purbakala penting yang dapat dijadikan sumber bagi penelitian masa lampau di Indonesia. Keberadaan tegel-tegel dinding berlukisan adegan cerita Alkitab di Indonesia, khususnva di Jakarta dan Ceribon belum mendapat perhatian serius dari para ahli di Indonesia.
Di Jakarta dan Ceribon pada abad-abad yang lampau penggunaan tegel sebagai hiasan dinding nampaknya cukup digemari. Hal ini dibuktikan pada Gedung Arsip Nasionai, Museum Pusat Jakarta, dan perumahan penduduk Arab di Jakarta. Selanjut-nya di Keraton Kasepuhan dan Makam Sunan Gunung Jati di Ceribon.
Adegan cerita yang digambarkan pada tegel adalah adegan yang dikutib dari Alkitab Nasrani (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Keberadaan tegel-tegel pada tempat-tempat tersebut menimbulkan suatu masalah.
Dari hasil identifikasi diperoleh gambaran bahwa tegel-tegel yang ditemukan di Jawa Barat sejumlah kurang lebih 1904 tegel. Tegel-tegel tersebut menggambarkan adegan cerita Alkitab sejumlah 1 16 yang terdiri 38 dari Perjanjian Lama dan 58 dari Per janjian Baru.
Dari dokumen VOC diperoleh informasi bahwa tegel-tegel ini berasal dari Eropa. Hasil cipta semi kriya pada masa tersebut mendapat tempat di hati masyarakat di Belanda dan Indonesia. Tege1-tegel dinding diduga berasal dari Amsterdam dan bukan Delfi seperti dikirakan beberapa sarjana. Apabila diperhatikan dari kehadirannya yang m am pu menembus :jarak yang demikian jauh, dapat dipastikan bukanlah suatu hasil yang dalam perwujuuannya tanpa dilandasi oleh pemikiran mendalam dan perancangan yang mantap.
Seiring dengan perjaianan sejarah tegel dinding di Eropa memperlihatkan betapa besarnva andil para pelukis dalam mengembangkan tegel berwarna-warni (mayolica). Tidak dapat dihindari bahwa dalam peralanan hidup manusia selalu membutuhkan sarana fisik dan sarana nonfisik. Dengan adanya tuntutan tersebut berarti Pula adanya tuntutan peningkatan kualitas karya kriya. Oleh karena itu, karya tegel dinding pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia maka tidaklah mengherankan jika hasilnya digunakan untuk materi pardagangan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Engkos Abubakar Kosasih
"Pembicaraan mengenai lukisan gua tidak lepas dari proses terbentuknya gua itu sendiri. Gua (cave; caverne) adalah lubang atau rongga yang terbentuk di bawah dan di atas permukaan tanah, pada lereng-lereng bukit dan gunung, atau pada tebing-tebing yang terjal di tepi sungai, danau dan laut (Renault, 1970). Gua merupakan hasil proses ekosistem yang bermanfaat guna mempelajari hubungan ekologis yang timbal-balik, tidak saja penting bagi dunia ilmu pengetahuan tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya (Whitten et al., 1988). Ukuran gua bermacam-macam dan terbentuk pada lapisan batu kapur atau batu gawping (limestone) serta batu karang (coral reef). Kecuali gua, ada juga yang disebut ceruk atau gua payung (rock shelter), yaitu gua yang dangkal. Gua dan ceruk sering digunakan sebagai tempat berlindung, baik oleh manusia maupun hewan, dari pengaruh angin, hujan, panas, dingin, serta dari gangguan kelompok manusia lain atau hewan buas. Menurut sejarahnya lapisan batu gawping terbentuk pada masa Cretaceous (Latin: creta - kapur), yaitu antara 135-60 juta tahun yang lalu (Howell et al., 1982)."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>