Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rusmiyati
"Kujang merupakan salah satu contoh senjata tradisional yang lebih dikenal sebagai senjata tradisional untuk orang Sunda (Jawa Barat}, walaupun pada kenyataannya senjata kujang ini juga dapat dijumpai di Jawa dengan istilah Kudi dan Madura (Kodhiq). Beberapa kujang ini dapat dijumpai sebagai koleksi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, Museum Negeri Sri Baduga Bandung, dan Museum Keraton Kasepuhan Cirebon, yang menunjukan keanekaragaman bentuk, ukuran, dan hiasan yang menarik untuk diteliti. Berdasarkan bahan pustaka yang berkaitan dengan kujang, dan yang berkaitan dengan metodologis penelitian artefak, maka disusun suatu metode untuk meneliti kujang koleksi MPGUS, MNSBB, dan MKKC. Mengingat hanya dimensi bentuk yang cukup lengkap, maka penelitian ini lebih diarahkan untuk mengungkap masalah-_masalah berdasarkan dimensi bentuk. Selain data artefaktual berupa 35 bush kujang, juga dipakai data bantu dari berbagai sumber sejarah, yaitu naskah kuna Sanghyang Siksakandang Karesian, Pantun Bogor, Serat Manik Maya dan sumber tertulis lainnya. Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan metode klasifikasi, yaitu klasifikasi taksonomi. Secara umum klasifikasi diartikan sebagai pemilahan ke dalam golongan-golongan, sedangkan secara khusus klasifikasi merupakan suatu tuindakan pemilahan artefak yang bertujuan membentuk kelas atau tipe, dimana penggolongan atas kelas atau tipe sepenuhnya merupakan rancangan si peneliti. Klasifikasi mula-mula dilakukan dengan pemilahan terhadap atribut-atribut kujang, yaitu bentuk dasar waruga, bentuk selut, bentuk paksi, hiasan dan ukuran. Bentuk dasar waruga masih dapat diperinci lagi menjadi bagian tadah, badan waruga dan papatuk atau congo. Setelah itu ditentukan atribut kuat dan atribut lemah. Atribut kuat yaitu bentuk dasar waruga dipakai untuk menghasilkan tipe-tipe. Tipe-tipe ini selanjutnya dianalogikan dengan berbagai sumber sejarah. Setelah dilakukan perbandingan bentuk, maka terdapat empat bentuk yang sesuai dengan sumber sejarah. Namun secara keseluruhan bentuk-bentuk kujang itu menyerupai bentuk kepala burung. Ada satu buah kujang yang bentuknya lain daripada yang lainnya, yaitu menyerupai bentuk wayang."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S11887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnawati
"Oldeman membuat penggolongan iklim dengan tujuan membantu
usaha pertanian. Klasifikasi Oldeman ditujukan terutama
untuk tanaman padi.
Tujuan penelitian in i adalah untuk mengetahui klasif ikasi
iklim menurut Oldeman di Jawa Barat.
Sedangkan masalah yang diajukan adalah :
1). Bagaimana klasif ikasi iklim menurut Oldeman di
Jawa Barat ? ,/
2). Bagaimana kaitan antara klasif ikasi tersebut dengan
vegetasi ?
3). Bagaimana perbandingan (persamaan dan perbedaan)
antara klasif ikasi tersebut dengan klas if ikas i yang
telah dibuat oleh Oldeman ?
Klas if ikas i 'iklim Oldeman pada wilayah penelitian (Jawa
Barat) didominasi oleh tipe iklim B1 (pada bagian barat,
tengah dan selatan Jawa Barat).
Kaitan antara klasif ikasi iklim Oldeman (agroklimat
Oldeman hasil penelitian) dengan vegetasi (tumbuhan)
adalah pada tipe iklim 0Ideman seperti "ini" dimungkinkan/
ditemukan adanya tumbuhan seperti "itu" .
Persamaan antara klas if ikas i iklim 0Ideman has i1 peneli
tian dengan klasifikasi iklim Oldeman (Penulis yang lalu)
adalah sebagian besar wilayah Jawa Barat didominasi oleh
tipe iklim B1, dari selatan ke utara, mempunyai pola tipe
iklim B,C,D dan E, dari barat ke timur, mempunyai pola
tipe iklim A, B, C dan D, sedangkan perbedaan yang terjadi
disebabkan karena data yang digunakan berbeda dan
sifat keberurutan dari buIan basah dan buIan kering yang
menghasiIkan tipe iklim, berbeda."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Dwirani
"PT. Pupuk Kujang (PTPK) merupakan salah satu industri penghasil pupuk atau produsen pupuk urea terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 570.000 ton/tahun dan produk antara ammonia sebesar 330.000 ton/tahun serta produk sampingan yaitu nitrogen dan oksigen. Limbah yang berpotensi besar mencemari lingkungan pada pabrik PTPK adalah ammonia (NH3) karena dalam unit proses pembuatan pupuk urea pada PTPK, Limbah yang dikeluarkan banyak terkandung ammonia dalam bentuk gas. Apabila Limbah ini dibuang langsung ke udara ambien dan langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernafas maka hal ini akan mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan manusia, tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap para pekerja, melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik.
Gas ammonia adalah suatu gas yang tidak berwarna, dan menimbulkan bau yang sangat kuat. Dalam udara, ammonia dapat bertahan kurang lebih satu minggu. Gas ammonia terpajan melalui pernapasan dan dapat mengakibatkan iritasi yang kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya yang iritasi, polutan ini dapat merangsang proses peradangan pada saluran pernapasan bagian atas yaitu saluran pemapasan mulai dari hidung hingga tenggorokan.
Terpajan gas ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi paru-paru dan sensitivitas indera penciuman.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bau ammonia yang ditimbulkan dari kegiatan proses produksi masih sangat terasa pada siang dan malam hari baik itu di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja yaitu lingkungan permukiman masyarakat sekitar. Gangguan saluran pemapasan lebih banyak dikeluhkan oleh pekerja pabrik (terpajan ammonia risiko tinggi) dibandingkan pekerja non pabrik (terpajan ammonia risiko rendah). Sementara itu, di lingkungan permukiman masyarakat pun, sebagian besar merasa terganggu dengan bau dari gas ammonia tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Adakah hubungan antara konsentrasi ammonia di kedua lingkungan kerja tersebut dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pernapasan), 2) Apakah terdapat hubungan yang nyata antara segmentasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan dengan persepsi masyarakat mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia?
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi ammonia di kedua lokasi tersebut di atas dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pemapasan), bahwa pekerja pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi mempunyai kemungkinan relatip untuk menderita gangguan saluran pernapasan lebih besar daripada pekerja pada zona pemajanan dengan konsentrasi ammonia risiko rendah, 2) Terdapat persepsi yang berbeda secara nyata mengenai kualitas udara ammonia di lingkungan permukiman berdasarkan segementasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan.
Variabel penelitian adalah konsentrasi gas ammonia, gangguan saluran pernapasan dan persepsi masyarakat. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pengukuran langsung, kuesioner, wawancara dan observasi iangsung. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan rencana kelola lingkungan yang terdapat di PTPK, dan arch angin dominan. Besar sampel berdasarkan formulasi tertentu dan pemilihan responden berdasarkan purposive sampling untuk masyarakat, dan stratified random sampling untuk pekerja.
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis pertama, dan analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis kedua.
Analisis kualitas udara dilakukan pada dua zona pemajanan, yaitu lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi dan lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah. Hasil analisis memperlihatkan pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi, kualitas udara ammonia pada lingkungan kerja pabrik sebagian besar berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan (25 ppm) yaitu unit kerja urea sebesar 35,51 ppm; unit kerja ammonia sebesar 23,33 ppm; unit kerja utilitas sebesar 34,0 ppm; dan unit kerja bagging sebesar 35,07 ppm. Sedangkan pada zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko rendah, kualitas udara ammonia di lingkungan kerja non pabrik berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan, sebesar 0,102 pprn pada main office, dan sebesar 0,085 ppm pads daerah diktat dan construction office. Sementara itu kualitas udara ammonia untuk lingkungan permukiman masyarakat berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan (2 ppm). Hasil kualitas udara ambien untuk ammonia memperlihatkan pada dusun Poponcol sebesar 0,013 ppm, dan dusun Pejaten sebesar 0,022 ppm.
Analisis perhitungan odds ratio dengan chi square test menunjukkan adanya kebermaknaan hubungan antara konsentrasi ammonia pada kedua zona terpajan ammonia risiko tinggi dan rendah dengan gangguan saluran pernapasan, batuk, asma, dan kesulitan bemapas (p-value <0,05). Sedangkan untuk gangguan saluran penapasan, batuk dengan dahak, tidak memiliki kebermaknaan hubungan (p-value>0,05). Hasil perhitungan memperlihatkan odds ratio batuk sebesar 2,1; odds ratio batuk dengan dahak sebesar 1,3; odds ratio asma sebesar 1,8; odds ratio kesulitan bemapas adalah 1,1.
Berdasarkan hasil analisis chi square test, diperoleh hasil yaitu tidak terdapat hubungan yang beimakna antara demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan terhadap persepsi mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia.
Menjawab beberapa rumusan perrnasalahan di atas, beberapa kesimpulan dibuat sebagai berikut:
1. Konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi, yaitu unit urea, unit utilitas, dan unit bagging, telah melampaui NAB (25 ppm), dan di unit ammonia berada sedikit di bawah NAB. Sementara itu konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko rendah berada di bawah NAB (25 ppm).
2. Pekerja yang berada pada zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi, mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar mengalami gangguan batuk; 1,8 kali lebih besar mengalami gangguan asma; 1,1 kali lebih besar mengalami gangguan kesulitan bemapas, dibandingkan pekerja yang berada pads zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah.
3. Persepsi kualitas udara ammonia sangat menyengat tidak dipengaruhi oleh usia seseorang, lama tinggal dan status pekerjaan (bekerja dan tidak bekerja). Persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan internal seseorang, kebutuhan dan pengalaman.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah:
1. Pencemaran udara ruangan pada unit bagging dapat dikurangi dengan membuat ventilasi yang sesuai dan memasang filter untuk menangkap polutan dari sumber dan polutan dari udara luar ruangan.
2. Diinstruksikan keharusan penggunaan APD bagi pekerja yang terpajan gas ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi khususnya dalam penggunaan masker, baik itu masker with canister ataupun masker with catridges. Hal ini dikarenakan untuk melindungi pernapasan pars pekerja dari berbagai polutan, khususnya gas ammonia yang terhirup di lokasi kerja.

PT. Pupuk Kujang is the biggest one of fertilizers industry with production capacity 570.000 ton urea annually and 330.000 ton ammonia per year. Also PTPK produces side products, which are nitrogen and oxygen. Pollution that has become potential pollution to the environment at PTPK is ammonia, because in unit process of urea fertilizers making, the emission contain ammonia in gas phase. If the emission is directly exhausted to ambient air it continuously inhale by human being, it will effect to ambient air quality and human health, not only potentially effect to factory worker, but also effect to public community which are living near by industrial area.
Ammonia gas is a colorless gas with a strong odor. In the air, ammonia will last about one weeks. Ammonia gas exposed by inhalation and can cause strong irritation to respiratory system. This pollutant can irritate the inflammation process of upper respiratory, to the nose and throat. Exposure ammonia gas in certain level can effect to pulmonary function and odor sensitivity.
Based on field research, odor of ammonia which is caused by production process still strong in the morning and in the night time, both of workplace environment and public housing environment. The effect to respiratory symptoms are more complained by factory worker rather than non factory worker. Besides, most of the public feel annoyed by the strong odor of ammonia.
Research problem identified from the background are 1) Is there any association between ammonia concentration at factory workplace and office workplace to worker health symptoms (which is respiratory symptoms)?, 2) Is there any association between public perception to ammonia polluted air quality with demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research hypothesis are following 1) There is association between ammonia concentration at workplace that exposures to high risk and exposures to low risk to health effect of factory worker. Most of the worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone, 2) There are di ferences perception to air quality based on demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research variable are a ammonia gas concentration, a respiratory symptoms, and community perception. Collecting data have been done by primary measurement, questionnaire, in deep interview, and field observation. Location were chosen based on environmental and management planning (rencana kelola lingkungan), from the dominant wind rose. Sample size were defined based on certain formulation. Respondent samples of public were chosen based on purposive sampling and respondent samples of worker were chosen based on stratified random sampling.
Data analyzed using chi square test analysis to verify the first hypothesis, and also chi square test analysis to verify the second hypothesis.
Air quality analysis have been done at two exposure zone, which are workplace exposure to high risk, and workplace exposure to low risk. Conclusion of analysis shows, at most of workplace exposure to high risk, ammonia air quality over threshold limit value (25 ppm) which are 35,61 ppm at urea plant unit, 23,33 ppm at ammonia plant unit, 34,0 ppm at utility plant unit, and 35,07 ppm at bagging plant unit. Meanwhile, at the workplace exposure to low risk, ammonia air quality below threshold limit value, which are 0,102 ppm at main office and 0,085 at diktat and construction office. At the public housing environment, ammonia air quality is in below threshold odor concentration (2 ppm). The result of ambient air quality for ammonia gas shows 0,013 ppm at dusun Poponcot and 0,022 ppm at dusun Pejaten.
Odds ratio analysis shows there are significantly association between concentration ammonia at both zone to respiratory symptoms, cough, asthma, and shortness of breath, which are odds ratio for cough 2,1; odds ratio for cough with phlegm 1,3; odds ratio for asthma attack 1,8; and odds ratio for shortness of breath 1,1. It means that worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone.
Chi square test analysis shows there are not significantly association between demography segmentation of ages, length of stay, and occupational status to perception of ammonia contaminated air odor.
To answer the problems, there are several recommendation following:
1. Ammonia concentration at the workplace exposure to high risk such as urea plant, utility plant, and bagging plant are over the TLV, and at ammonia plant, the concentration is below the TLV. Meanwhile, ammonia concentration at the workplace exposure to low risk, which are main office and diktat are below the TLV.
2. The worker in high risk zone have risk probability to get symptoms of cough 2,1 times; asthma attack 1,8 times; and shortness of breath 1,1 times more larger than the worker in low risk zone.
3. The perception of smell a strong ammonia odor does not influenced by ages, length of stay, and occupational status of person. The perception could be influenced by other factor, such as know ledges of the people, needs of people, and experiences.
Based on result and analysis, there are several recommendation following:
1. Indoor air pollution at bagging plant unit cart minimized with make a appropriate ventilation and put in air filter to minimize the pollutant from the source and pollutant from the outside.
2. Good instruction for using personal protective equipment to the worker at workplace that exposure to high risk, such as masker with canister, or masker with cartridge, to prevent the worker respiratory from kind of pollutants especially inhaled ammonia gas at the workplace.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Setiap masyarakat memiliki sistem penataan sendiri yang
khas Sistem penataan ini dapat dipelajari dan dipahaml
lewat cara-cara suatu masyarakat mengklasifikasikan dunianya.
Klasifikasi tersebut dapat dilakukan antara lain berdasarkan
kategori alam maupun sosial-budaya, dan sering disebut klasi-
fikasi simbolik. Dalam kaitannya dengan studi arkeologi
(khususnya prasejarah), kajian ini pentlng untuk mengetahui
sistem penataan situs, obyek-obyek dalam sltus, dan penataan
lainnya. Sayangnya, sistem penataan ini tidak dapat diketa-
hui lagi secara jelas melalul tinggalannya. Oleh karena itu,
dilakukan studi etnoarkeologi untuk menjembatani kesenjangan
tersebut. Dalam penelitian ini diambil masyarakat yang masih
sederhana dan masih melanjutkan tradisi prasejarah (megali-
tik), yakni masyarakat Baduy.
Permasalahan dalam penelitlan ini adalah bagaimanakah
klasifikasi simbolik masyarakat Baduy, serta apakah fungsi
dan makna klasifikasi tersebut. Melalui penelitian lni
diharapkan diketahui sistem penataan dalam suatu masyarakat,
khususnya klasifikasi simbollk beserta fungsi dan maknan a.
Pengetahuan mengenai klasifikasi simbolik pada masyara{at
Baduy ini diharapkan dapat memperikan pemahaman terhadap
sistem penataan atau klasifikasl SimbO11k pada masa lalu.
Penelitlan ini bersifat deskriptif kualitatif. Data yang
dikumpulkan terutama melalui penelitian lapangan dengan
metode wawancara mendalam dan pengamatan.
Dari penelitian yang telah dilakuyan diketahui bahwa
paling tidak pada masyarakat Baduy dlkenal dua golongan
klasi ikasi, yakni klasifikasi dua dan klasifikasi tiga.
Klasifikasi dna yang ada meliputi klasifikasi DALAM-LUAR dan
ATAS-BAWAH. Klasiflkasi DALAM-LUAR mengandung makna (1)
teritorial, yang memba i wilayah Baduy menjadi Baduy Dalam
dan Baduy Luar, dan (gg tingkat kesuclan dan ketaatan pada
adat, yang menunjukkan bahwa Baduy Dalam (inti) lebih suci
dan tinggi ketaatannya pada adat dibanding Baduy Luar. Klasi-
fikasi ATAS-BAWAH memlliki makna (1) lapisan jagat raya,
yakni Dunia Atas dan Dunia Bawah, dan (2) keletakan, baik
untuk penataan keletakan kawasan, kampung, rumah, lantai
rumah, maupun bukit/gunung. Sementara itu, untuk klasifikasi
tiga dikenal (1) pembagian dunia menjadi Dunia Atas-Dunia
Tengah-Dunia Bawah, (2) pembaqian rumah menjadi Atap-Badan-
Kakl/tiang, (3) pelapisan sosial menjadi tangtu-panamping-
dangka, dan (4) tingkat huma (ladang) menjadi huma puun-huma
serang-huma tangtu"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 1996
LP.pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Agustina
"Klausul 8 ISO 9001:2000 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan rencana-rencana dan menerapkan proses-proses pengukuran, pemantauan analisis, dan meningkatkan terus menerus efektivitas dari system manajemen kualiatas. Proses identifikasi suatu masalah merupakan salah satu tahapan yang harus ditempuh oleh pihak managemen organisasi dalam peningkatan proses terus menerus, salah satunya ialah proses identifikasi perubahan desain struktur baja yang sering terjadi pada proyek EPC. Perubahan-perubahan yang terjadi akan mengakibatkan efek berantai, dikarenakan proyek EPC merupakan proyek yang kompleks (multi disiplin), merupakan proyek yang secara total bertanggung jawab dari proses desain sampai pada tahap eksekusi. Kesalahan yang terjadi pada satu bidang (disiplin) akan mengakibatkan kesalahan pada bidang/disiplin lainya. Artinya deviasi/penyimpangan atau perubahan pada satu bidang/disiplin akan mengakibatkan perubahan pada bidang/disiplin lain. Diawali dengan diketemukanya fakta di lapangan bahwa telah terjadi banyak perubahan desain struktur baja pada proyek yang ditinjau.Dari data-data proyek tersebut dan data dari hasil studi pustaka akan dianalisis melalui penyebaran kuesioner yang kemudian akan olah dengan statistik dengan software SPSS versi 13 menjadi informasi yang berguna untuk pengambilan suatu keputusan.
Dari data hasil olahan didapkan variabel definitive jenis kesalahan desain yang terjadi yaitu variabel penambahan insert plate dan variabel kesalahan engineering piping menjadi variabel penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Diharapkan pada proyek berikutnya kesalahan-kesalahan tersebut bias diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Informasi-informasi dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai umpan balik pada pembuatan ssistem kerja ataupun perbaikan pada prosedur kerja yang sudah ada.

ISO 9001:2000 section 8 said that the organization shall be determine planning and applying measurement process, analysis monitoring, and effectiveness of continuity improvement for quality management system. Identification process is the one stage that should be done by organization management in continuity improvement of the process. The one is identification of miss design or design change of steel structure at EPC project. Design change or miss design at one department or one stage in EPC project will have consequences in other department or stage due to EPC project is multi variance discipline or party who in charge. The EPC contractor is responsible to design process and execution process. Miss design in one discipline will influence in others discipline. Beginning is found any fact at the project has many change or miss design of steel structure. Combining with literature study, the subject is analyzed to found the main item of miss design and the reasons. Questioner is the tools in this research to found definitive variable. Statistical analysis with SPSS 13 is the software to be used to analyze the tabulation of questioner.
The result of analyze is additional insert plate to be definitive variable in type of miss design or design change steel structure, and engineering piping variable is the cause of miss design or design change. Result of this study can be a feed back to improve of the process.
"
[, ], 2008
S35873
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panca B. Wibowo
"PT. Pupuk Kujang Cikampek - Jawa Barat, sejak awal berdirinya telah menghadapi konflik atau permasalahan, terutama hubungannya dengan masyarakat lokal. Potensi permasalahan awal -- saat pembangunan pabrik dilakukan, adalah keamanan asset korporasi. Selanjutnya, setelah beroperasi, timbullah permasalahan yang diakibatkan operasional pabrik, khususnya kebisingan dan ?bau yang menyengat? akibat bahan baku pupuk, yaitu ammonia.
Berbagai permasalahan sosial semakin tajam, ketika ekspektasi masyarakat lokal yang hidup dengan kemiskinan, tidak terpenuhi secara ekonomis atas kehadiran industri pupuk ini. Menyikapi hal tersebut, PT. Pupuk Kujang Cikampek, sejak awal cenderung melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh informal, terutama jagoan ?jawara? lokal. Pendekatan ini, disadari atau tidak, berpengaruh terhadap pola penanganan dalam setiap konflik yang dihadapi korporasi. Sehingga orientasi pemberian bantuan diarahkan untuk meredam konflik. Begitupun ketika terjadi konflik ?besar? pada tahun 2004 lalu, yang dicetuskan oleh kelompok yang lebih terdidik dan lebih formal. Korporasi hanya merespon tuntutan masyarakat lokal, namun tidak melakukan perubahan pendekatan yang signifikan yang mengarah pada partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, bagaimana upaya PT. Pupuk Kujang Cikampek dalam mempraktikkan Program Bina Lingkungan kepada masyarakat lokal sebagai bagian dari tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility). Secara khusus penelitian mengkaji efektivitas dan keberlanjutan program terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal. Berbagai program bantuan berkait dengan Bina Lingkungan telah dilakukan korporasi, sebagai bentuk perhatian dan kepeduliannya kepada masyarakat lokal. Melalui program ini, diharapkan, kesenjangan sosial dan ekonomi antara PT. Pupuk Kujang Cikampek dengan masyarakat lokal, yang terjadi selama ini, dapat teratasi. Selanjutnya dengan perencanaan yang baik dan pelaksanaan yang tepat akan memberikan dampak yang berkelanjutan atau berkesinambungan bagi perkembangan masyarakat lokal. Dengan demikian kehadiran korporasi dapat dirasakan manfaatnya, dan dapat melakukan kegiatan usahanya dengan lancar sesuai dengan harapan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada berbagai informan, baik internal PT. Pupuk Kujang Cikampek maupun eksternal, yakni masyarakat lokal khususnya di 4 (empat) Desa (Dawuan Tengah, Dawuan Barat, Dawuan Timur dan Kalihurip). Selain itu, dilakukan juga observasi dan pengumpulan data sekunder serta dokumentasi yang relevan dengan penelitian. Dengan dukungan konsep dan teori CSR, Community Development, dan evaluasi termasuk patokan-patokan yang digunakan, sangat membantu peneliti dalam menganalisis temuan di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa praktik program Bina Lingkungan PT. Pupuk Kujang Cikampek, ternyata belum dapat menjawab dan memenuhi permasalahan sesungguhnya dari masyarakat lokal. Hal ini disebabkan aturan dasar atau kebijakan operasional yang mendasari kegiatan program ini diterjemahkan sebagai program bantuan ?charity? atau ?sinterklas?. Disamping itu, belum adanya pedoman yang memadai, yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan program, dan SDM yang kurang memadai, sehingga hal ini berdampak pada implementasi program. Akhirnya, Program Bina Lingkungan yang selama ini dilakukan, belum sesuai dengan prinsip community development yang ideal, program hanya merespon keadaan saat itu, berorientasi pada kebutuhan sesaat dan bersifat konsumtif. Akibatnya, kemiskinan baik kualitas SDM maupun ekonomi masih terlihat mencolok, terutama di sekitar korporasi.
Untuk mewujudkan Program Bina Lingkungan yang berkesinambungan atau berdampak jangka panjang terhadap kehidupan masyarakat lokal, perlu dilakukan beberapa pembenahan dan perbaikan. Pertama, keberanian sekaligus kreativitas top manajemen dalam menerjemahkan aturan yang ada, melalui kebijakan operasional dengan indikator yang jelas, pada setiap kegiatan program. Sehingga, penerjemahan Program Bina Lingkungan sebagai program ?charity? atau ?sinterklas? secara bertahap, porsinya dikurangi. Kedua, perlu upaya untuk mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, dalam setiap jenjang program sesuai dengan porsi dan kompetensinya. Ketiga, perlu melakukan perencanaan yang jelas berbasis penelitian, seperti stakeholder analysis dan baseline survey, bersama stakeholder terkait, menyusun indikator keberhasilan program, yang dipadukan dengan aturan yang telah ada sebelumnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat perkembangan dan kemajuan program, lakukan monitoring dan evaluasi secara periodik. Untuk dapat melakukan kegiatan secara optimal, perlu dukungan SDM yang capable dengan cara menempatkan orang yang tepat atau melakukan peningkatan kapasitas yang sistematis dan reguler kepada SDM yang ada.
Selain itu, perlu dilakukan juga kerjasama dan networking dengan individu atau organisasi yang kompeten dalam menangani program pengembangan masyarakat.Dengan demikian, program yang dilakukan tidak hanya respon sesaat, dan bersifat konsumtif, namun Insya Allah manfaatnya dapat dirasakan secara signifikan dan dampaknya berkesinambungan. Disamping itu, program tidak hanya dirasakan sebagai ?milik? korporasi, namun juga menuntut tanggungjawab masyarakat lokal, karena masyarakat lokal telah dilibatkan sejak awal program dikembangkan.

PT. Pupuk Kujang Cikampek ? West Java has been facing out the conflict or problem since the beginning, particularly with local community. The first potential problem ? when the factory was built, it?s related to corporate asset security. Then, emerge problem that was caused by factory operation, particularly noisy and ?bad smell? as result of ammonia. Many social problems getting worse, when local community?s expectation was not accommodated by fertilizer industry economically.
Related to those situations, PT. Pupuk Kujang Cikampek tends using informal approach to community leaders, especially local ?jawara?. This approach, influenced in every conflict resolution and problem solving that was faced by corporation. As a result orientation on giving donation toward to reduce conflict.
In the year of 2004, the serious conflict that was provoked by educated and formal group, corporation only respond local community?s claim, without doing significant approach for active participation and local community empowerment.
This research conducted to describe how was the effort of PT. Pupuk Kujang Cikampek on environment development program implementation to local community as part of corporate social responsibility. Objectively, this research reviewed effectiveness and program sustainability on increasing quality of live of local community. Some programs related to environmental development have been done by corporate, as an attention and care to local community. Through this program, social and economic imbalance between PT. Pupuk Kujang Cikampek and local community which has been happened can be solved. The excellent planning and appropriate implementation impact to local community development sustainability. Thus the existence of corporate can be share to local community and doing their activity smoothly as the expectation. The qualitative research using in-depth interview to respondents from PT. Pupuk Kujang Cikampek, these were local communities in four villages (Dawuan Tengah, Dawuan Barat, Dawuan Timur and Kalihurip). Observation, collecting secondary data and relevant documentation to enriched this research. Supported by concept and theory of CSR, Community Development, and evaluation include indicators that used in this research, assisted researcher on finding analysis in the field.
Research results showed that practice of environmental development of PT. Pupuk Kujang Cikampek, haven?t been able to accommodate the real problem on local community. Basic regulation or operational policy as basic of program activities were translated to ?charity? or ?sinter class?program, there no appropriate guidelines as basic implementation and monitoring evaluation, and limited quality of human resources are the main causes. These were impacted on implementation program. Environmental development program that has been done, didn?t meet the ideal community development principle. The program only focuses on respond in short term, temporary need orientation, and consumptive.
As the result, poverty on human resources quality and economic increase, especially community who live surrounding corporate. Some improvement need to be done for sustainable environmental development program or have long term impact to local community live. First, Bravery and creativity of top management in regulation implementation through operational policy with clear indicators. Second, the effort need to be developed regarding to encourage participation and local community empowerment. Third, evidence based planning, includes stakeholder analysis and baseline survey, relevant stakeholder involvement, develop successful indicator ? qualitative and quantitative. Periodic monitoring and evaluation, capable human resources, have to be planned. Collaboration and networking with competent person and organization on community development program need to be considered."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Pramadi
"Pompa sentrifugal double suction, single sloge, item 1107 -JC di lokasi unit benfields system pabrik ammunia sering rusak. Prediksi kerusakan berdasa:rkan panlauan getaran mesin, basil pengukuran pada t!nggal 31 Maret 2002, getaran tertinggi adalah 12 mmldatik, dimana sebe1umnya adalah 8 mm/detik. Pada tanggal 1 Nopember 2002, get!ran mesin pompa tenrebut cendarung nail: dengan kenaikan sampai 13 mm/detik. Berdasarkan basil pengukuran hail: secara filter-all dan filter-in dengan ala! ul-ur IRD-810 M dan !RD-885 Analyzer, dan serta basil analisis getaran menunjukkan bahwa frekuensi getaran pompa tersebut sudab di atas 5 kali opm, dengan damikian kondisi pompa sudah tidak Ia yak jalan dan diputuskan untuk diparbaiki. Penelitian lebih dalam terlladap gejala kerusakan barus didahulukan untuk bisa menentukkan tindakan porhaikan yag effektif dan eff!Sien. Hasil penelitian menunjukkan kerusakan kemungkinan basar bemwa1 dari aus dan longgar pada rumah bantalan, akihatnya bantalan dan poros bargorak at!u bergetar, disarnping berputar arah radial. Hid ini menyehabkan terjadinya katidaksesumbuan pada rotor, kerusakan pada tip impeller pompa, poros, wearing case, wearing impeller dan berikut J:Umah pompa. Disamping hal tersebut di atas, larutan benfie/ds yang disirkulasikan jika kadar Fe dalarn lllrut!n tersebut tidak dikenda.likan, maka sangat eepat mengerosi wearing-ring dan rumah pompa. Effektivitas tindak parbaikkan ada!ah pompa dan semua komponennya yang rusak dikembalikan kc kondisi standar dan material dari wearing~ring diganti dari material yang barga kekemsannya 18,6 HRC dengan kompnsisi kimia unsur 13,2% Cr; 1,5 %Mn; 11 %Ni; dan 2,1 % Mo, dengan material yang harga kekerasa;mya 56 HRC dcngs.n kompnsisi kirnia unsurnya 16-18% Cr, 2 % Mn, 10-14 % Ni, dan 2,1 Mo. Dun juga ion ys• harus dijaga ketat pada batas mffiimumnya 1,5 % dari komposisi larutan benfiends, fungs.i membantu melapisi permukaan metal, dan memperkecil penrunbahan Fe akibat erosi dan korosif."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S36330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S33510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulinta Bangun
"Salah satu dampak negatif perkembangan pembangunan khususnya industri adalah pencemaran lingkungan kerja. Debu adalah salah satu pajanan akibat proses industrialisasi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan khususnya paru dan akan dapat mengakibatkan turunnya kualitas dan produktivitas kerja . Perusahaan P.T. A di Bandung Jawa Barat adalah salah satu usaha penambangan batuan untuk konstruksi bangunan yang diketahui mempunyai tingkat pajanan debu yang tinggi dan berpotensi menimbulkan gangguan paru.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan paru pekerja perusahaan tersebut dengan menilai gambaran radiologi X ray paru berdasarkan klasifikasi standar internasional ILO.
Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 51 pekerja yang bekerja di dua unit bagian penambangan dan tiga unit bagian penggilingan.
Dari hasil penelitian, diketahui kadar debu lingkungan kerja kerja ke lima unit tersebut berkisar antara 2.09347 mg/m3 - 22.4887 mg/m3. Sedangkan Batas yang ditetapkan adalah 10 mg/m3, Prevalensi rate Pneumokoniosis adalah 9.8 % atau 5 orang dari 51 pekerja. Masa-kerja z 10 tahun berhubungan dengan timbulnya Pneumokoniosis di mana kemungkinannya 12 kali dibandingkan dengan masa kerja < 10 tahun. Demikian juga riwayat pekerjaan, bila pernah bekerja pada usaha sejenis berkemungkinan 22 kali untuk timbulnya Pneumokoniosis dibandingkan dengan riwayat tidak pernah bekerja pada usaha sejenis. Bagian penambangan dan bagian penggilingan mempunyai risiko yang sama untuk timbulnya Pneumokoniosis. Dari 51 pekerja , 95.1 % diketahui memakai APD yang buruk. Tidak didapat hubungan pemakaian APD, jenis kelamin dengan Pneumokoniosis. Usia pekerja, jarak tempat tinggal ke perusahaan juga tidak ada hubungan walaupun dapat dijadikan sebagai kandidat model.
Dapat disimpulkan bahwa masa kerja dan pernah bekerja pada usaha sejenis mempunyai hubungan untuk timbulnya Pneumokoniosis.
Dengan melihat hasil penelitian tersebut disarankan, adanya pemeriksaan khusus paru pra kerja dan berkala maupun khusus melalui pemeriksaan X ray paru ataupun Spirometer. Demikian juga pemeriksaan jenis batu/debu untuk mengetahui kadar silika bebas. Sebagai saran tambahan agar dilakukan rotasi pekerja untuk menghindarkan pajanan yang tinggi dan lama.
Daftar bacaan = 40 ( 1979 - 1997)

Epidemiological Analysis of Pneumoconiosis Based on Chest X-Ray Radiograph Standard Classification of International Labour Organization (ILO) Among Workers of Stone Mine in `A' Corporated in Bandung West JavaOne of negative impact of industrial development is pollution in occupational environment. Dust is one of exposures as an industrialization process which can cause health disorder especially lung and also decrease work quality and productivity. "A" Corporated, located in Bandung West Java is one of business in stone mine for building construction known high level of dust exposure and potential to cause lung disorder.
The objective of this research is to find the condition of lung health of company workers by examine radiology description of Chest X ray based on standard ILO classification.
Research methodology is descriptive analytic conducted by cross sectional approach which is carried out among 51 workers in two mining unit in section and three unit mill section.
Result found that, dust concentration in occupational environment in five unit section range between 2.09347 mglm3 - 22.4887 mg/m3. Where as limit value determined is 10 mglm3. Pneumoconiosis prevalency rate is 9.8 % or 5 (five) of 51 workers.The length of work ? 10 years has relationship with Pneumoconiosis where ats possibility is 12 times compared to length of work < 10 years. Also the history of work, if the workers have worked in same business, the possibility to get Pneumoconiosis is 22 times compared to the workers with to history that they never worked in the same business. Both mining and mill unit section have same risk of Pneumoconiosis. Result found that from 51 workers, 95.1 % of them wear poor APD. There is no relationship between APD usage, sex and Pneumoconiosis. And there is no relationship between workers age, distance from residence to the company and Pneumoconiosis , ever though they are possible to be a model candidate.
Resift concluded that the variable of length of work and had worked in the same business have relationship with Pneumoconiosis.
Based on this condition, we may able to suggested company should be lung examine before work and periodically by using X ray or Spirometer. The kind of stone and dust also should be examine to find out the content of free silicate and also rotation of workers should be conducted periodically.
References : 40 (1979 - 1997)
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T 1086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
"ABSTRAK
Bahasa Jawa yang memiliki tingkat tutur merupakan ranah penelitian bahasa yang selalu menarik. Tingkat tutur bahasa yang juga merupakan kekayaan ragam yang dimiliki Bahasa Jawa, telah banyak diteliti baik secara sinkrenis maupun diakronis. Kaidah pemakaian ragam tutur yang rumit sehubungan dengan aspek sosial penutur dan dalam kaitannya dengan sifat bahasa yang selalu berubah dari waktu ke waktu, menyebabkan penelitian tentang ragam bahasa Jawa ini tetap diperlukan.
Lajunya penyebaran informasi dan lajunya penyebaran masyarakat penutur Bahasa Jawa ke berbagai pelosok masyarakat bahasa lain, menyebabkan Bahasa Jawa, khususnya ragam tuturnya, berubah secara cepat. Interferensi Bahasa lain, terutama Bahasa Indonesia, ke dalam Bahasa Jawa membuat batas-batas ragam tutur Bahasa Jawa tidak mudah lagi dikenali dengan mudah. Oleh karena itu, perlu diupayakan penyederhanaan baik yang menyangkut pengelompokan ragam tutur maupun istilah atau penamaan ragam-ragam itu.
Berdasarkan atas data-data yang berhasil diperoleh selama penelitian ini, menurut sudut pandang situasi hubungan antar partisipan tindak tuturan ditemukan tiga ragam tutur, yaitu: (1) ngoko, (2) madya, dan (3) krama. Lebih lanjut ragam ngoko bisa dikelompokkan lagi menjadi dua sub ragam, yaitu (1) ngoko lugu dan (2) ngoko alas atau ngoko andhap.
Ditinjau dari sudut pandang bidang wacana, dalam hal ini yang menyangkut situasi formal dan informal, dapat ditemukan produktif tidaknya kata-kata pinjaman maupun peristiwa alih kode yang ada dalam wacana. Keproduktifan kata-kata pinjaman maupun peristiwa alih kode ini ternyata juga mencerminkan sikap masyarakat Bahasa Jawa dalam menghadapi lajunya interferensi bahasa lain, khususnya Bahasa Indonesia, ke dalam Bahasa Jawa. Segi kepraktisan dan keinformatifan Bahasa Indonesia sangat mempengaruhi masyarakat Bahasa Jawa untuk menghindari kaidah-kaidah yang rumit dalam pemakaian ragam tutur. "
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>