Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Mitawati
"Dunia arkeologi Indonesia memiliki tantangan yang berat, selain mencapai tujuannya, yakni untuk mempertahankan datanya di dalam era pembangunan fisik (Mundardjito, 1993). Meskipun demikian, mempertahankan keberadaan data arkeologi, merupakan hakekat pelestarian, menjadi salah satu aspek penting arkeologi selain penelitian (Mundardjito, 1993). Pelestarian membutuhkan dana yang tidak sedikit dan sumber daya manusia berkualitas yang memadai kuantitasnya. Keterbatasan penyediaan hal di atas dapat diatasi dengan melakukan pemilihan bangunan-bangunan yang tingkat kepentingan pelestariannya tinggi. Pemilihan ini dapat dilaksanakan melalui penilaian. Banyak pihak, termasuk Undang-Undang Benda Cagar Budaya telah membuat suatu alat penilaian yang terdiri dari beberapa variabel penilaian. Tetapi, alat penilaian itu kurang obyektif, karena tidak jelas dan rinci, sehingga bersifat intuisi. Selain itu, alat penilaian yang pernah dibuat hanya berdasarkan sudut pandang ilmu tertentu, sehingga kepentingan arkeologi misalnya, seringkali tidak tercakup. Berdasarkan pemikiran ini, maka perlu dibuat suatu sistem penilaian Baru yang lebih obyektif, yang ditandai dengan adanya nilai kuantitatif. Sistem penilaian benda cagar budaya terdiri dari variabel penilaian, kelas variabel penilaian, dan formula. Variabel penilaian bersifat tetap, artinya di manapun penilaian dilakukan, variabel yang dinilai adalah sama. Variabel penilaian dalam sistem ini terdiri dari enam, yakni: variabel usia, variabel perubahan, variabel gaya, variabel hubungan, variabel manfaat, dan variabel kelangkaan. Selain keenam variabel penilaian tersebut, terdapat satu variabel lain yang juga bersifat tetap, yakni variabel kondisi fisik bangunan. Variabel ini berperan dalam menentukan bentuk formula. Dengan demikian, apabila formula telah tercipta, maka dalam penilaian pada bangunan-bangunan selanjutnya, dalam kawasan yang sama, variabel ini tidak termasuk. Variabel kondisi fisik bangunan memiliki empat aspek, yakni: aspek arsitektural, aspek struktural, aspek keterawatan, dan aspek lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan keempat aspek variabel ini terdiri dari dua tahap_ Penelitian tahap pertama, studi kelayakan arkeologi, yaitu penelitian untuk menentukan skala prioritas bangunan (termasuk melakukan penilaian). Penelitian tahap kedua dilakukan terhadap bangunan yang akan memeperoleh upaya pelestarian, berarti penelitian ini bersifat lebih mendalam dan detail. Penelitian tahap pertama hanya melibatkan tiga aspek pertama. Kelas-kelas variabel penilaian merupakan penurunan dari variabel penilaian. Berdasarkan metode penurunannya, variabel penilaian terdiri dari dua macam, yakni: variabel bebas yaitu variabel yang kelas-kelasnya tidak ditentukan oleh kondisi kawasan atau bangunan-bangunan yang akan dinilai (termasuk dalam variabel ini adalah variabel manfaat) dan variabel tidak bebas yaitu variabel yang kelas-kelasnya ditentukan oleh kondisi kawasan atau bangunan-bangunan yang akan dinilai (termasuk dalam variabel ini adalah variabel perubahan, variabel gaya, variabel hubungan, variabel usia, variabel kelangkaan, dan variabel kondisi fisik bangunan). Kemudian, sejumlah bangunan yang dinilai akan disusun skala prioritasnya, maka setiap kelas variabel diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya, misalnya untuk variabel kondisi fisik bangunan, semakin buruk tingkat keterawatannya, maka semakin besar nilainya, yakni: 3. Sedangkan variabel yang kelas-kelasnya tidak dapat dibuat peringkat seperti variabel di atas, maka diberi nilai yang sama untuk setiap kelas, yakni: 1. Dengan demikian. maka diperlukan analisis hasil penilaian yang dapat memperlihatkan variasi kelas variabel, kemudian penilaian diberikan berdasarkan peringkat kepentingan variasi tersebut. Penilaian dimulai dari angka 1 dan seterusnya. Demikian seterusnya metode yang sama diperlakukan kepada variabel-variabel yang lain, tak terkecuali. Kemudian, dilakukan penjumlahan semua nilai dari setiap variabel dari suatu bangunan. Bangunan dengan jumlah nilai terbesar diurutkan dalam skala prioritas tertinggi diikuti bangunan-bangunan lain yang memiliki nilai semakin kecil. Komponen sistem penilaian yang terakhir adalah formula atau rumusan matematis yang digunakan untuk menentukan apakah suatu bangunan prioritas atau bukan prioritas dalam pelestarian. Formula ini digunakan pada bangunan selain kelompok bangunan yang telah disusun skala prioritasnya, seperti telah disebutkan terdahulu, tetapi masih dalam kawasan yang memiliki karakteristik kelas variabel yang sama. Formula diperoleh dari pengolahan , nilai-nilai yang telah ditentukan pada bangunan-bangunan yang menjadi data dalam program SPSS. Semua nilai variabel, kecuaii variabel kelangkaan, diolah dalam program SPSS pengolahan data regresi linear berganda. Variabel kondisi fisik bangunan dijadikan variabel prioritas atau variabel yang bersifat dependent (Y). Hasil pengolahan data yang diterapkan pada Kawasan Kembang Jepun, Surabaya adalah rumusan sebagai berkut: Y - 1,290 + 1,031 XI - 0,959 X2. 0,795 X3 + 0,489 X4 dengan X, : nilai variabel perubahan (1 atau 2) X2 : nilai variabel hubungan antarbangunan (0, 1 atau 2) X3 : nilai variabel usia (1 atau 2) Xi : nilai hubungan antara bangunan denngan wilayah (0, 1 atau 2) Hasil perhitungan dari formula tersebut, Y, terdiri dari 3 kemungkinan, yakni: 1, 2 atau 3. Nilai 1 berarti bukan prioritas dan nilai 3 berarti prioritas. Sedangkan nilai 2 berarti mengandung kemungkinan prioritas-bukan prioritas tergantung pada pelaksana pelestarian."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Remy Sylado
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
899.221 REM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala, 2004
RB 913.59 8 V 24
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004
R 913.598 VAD
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
913.926 B34 (1(
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Setia Tunggal, compiler
Jakarta: Harvarindo, 1977
R 340.115 HAD p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
913.926 b 34 (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Imawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S6267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
MUS 6:10 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Dina Widieaster
"Kota Lama Semarang merupakan kawasan bernilai sejarah tinggi dengan banyak peninggalan bangunan kolonial yang dilestarikan dan dihidupkan kembali. Salah satunya adalah Gedung Monod Diephuis & Co, sebuah bangunan cagar budaya yang awalnya berfungsi sebagai kantor perusahaan broker hasil bumi. Gedung ini menjadi milik pribadi pada tahun 2011 dan dikonservasi mulai Maret 2016, kemudian diubah menjadi bangunan mixed-use untuk kegiatan seni, budaya, dan sosial. Transformasi ini membutuhkan perhatian pada nilai-nilai bangunan cagar budaya, konteks Kota Lama Semarang, serta strategi adaptive reuse yang merupakan tindakan konservasi pada bangunan cagar budaya.
Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur dan studi kasus dengan observasi langsung terhadap bangunan, wawancara subjek terkait, serta rekonstruksi gambar denah dan potongan bangunan. Hasil penelitian ini mengevaluasi kesesuaian nilai-nilai bangunan cagar budaya dan strategi adaptive reuse bahwa dari enam strategi adaptive reuse yang ada, empat strategi yaitu passive, referential, aemulatio, dan ruination sesuai diterapkan pada Gedung Monod Diephuis & Co, sementara strategi performative dan facadism hanya sesuai secara parsial. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun tidak semua strategi sesuai, adaptive reuse tetap mampu menghidupkan kembali Gedung Monod Diephuis & Co sebagai bagian dari pelestarian budaya di Kota Lama Semarang.

Kota Lama Semarang is a historically significant area with numerous preserved colonial buildings that have been revitalized. One such building is the Monod Diephuis & Co building, a cultural heritage site that originally served as the office for an agricultural brokerage company. This building became privately owned in 2011 and underwent conservation starting in March 2016. It has since been transformed into a mixed-use facility for artistic, cultural, and social activities. This transformation required careful attention to the heritage values of the building, the context of Kota Lama Semarang, and adaptive reuse strategies which are conservation actions for heritage buildings.
This research employs literature review and case study methods, including direct observation of the building, interviews with relevant subjects, and reconstruction of building plans and sections. The findings of this study evaluate the appropriateness of heritage building values and adaptive reuse strategies. Out of six existing adaptive reuse strategies, four strategies—passive, referential, aemulatio, and ruination—are deemed suitable for application to the Monod Diephuis & Co building, while the performative and facadism strategies are only partially suitable. This study demonstrates that although not all strategies are applicable, adaptive reuse can still successfully revitalize the Monod Diephuis & Co building as part of cultural preservation in Kota Lama Semarang.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>