Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120365 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyuni Megantari
"ABSTRAK
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak berdirinya hingga sekarang telah diperintah oleh sepuluh orang Sultan. Masa pemerintahan yang panjang, yaitu masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I hingga yang ke-XI sekarang ini, menyebabkan pula banyak terdapatnya permukiman, khususnya permukiman kaum bangsawan.
Rumah-rumah para bangsawan (pangeran) terletak menyebar, yaitu baik didalam beteng (jerobeteng) maupun diluar beteng. Penempatan rumah-rumah pangeran tersebut tidak menunjukkan akan adanya faktor keturunan yang melekat pada diri seorang pangeran. Hal ini dapat dibuktikan oleh rumah (dalem) G.B.P.H Djojokusuman yang menjadi objek penelitian. Walaupun G.B.P.H Djojokusumo itu adalah putra dari seorang selir, tetapi rumahnya berada dekat dengan keraton.
Pemilihan objek penelitian tersebut didasarkan atas kekhasan yang dimiliki oleh rumah (dalem) tersebut, yaitu terdapatnya tiga buah regal, terdapatnya kuncung, terda_patnya kleco serta terdapatnya pintu butulan yang berada di bagian belakang rumah. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melalui studi banding (komparasi) dengan rumah-rumah pangeran lainnya, khususnya adalah mengenai penataan ruangnya.
Pada tahap analisis diketahui bahwa antara rumah_-rumah pangeran tersebut mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah terletak pada penataan ruang, dimana tiap-tiap rumah umumnya mempunyai ruangan inti. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada jumlah ruang keseluruhan (diluar ruangan inti) dalam rumah.
Adanya persamaan dan perbedaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang menyebabkan adanya persamaan adalah karena adanya faktor tradisi dalam membuat ruangan dalam rumah (ruangan inti) yang selalu diterapkan pada rumah-rumah tradisional jawa, terlepas dari apakah itu rumah milik bangsawan atau milik masyarakat biasa. Faktor-faktor yang membedakannya adalah karena faktor luas tanah yang tersedia, faktor kebutuhan dan pedoman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindia Chaerosti
"Keberadaan keraton dalam suatu kerajaan memegang peranan penting, karena keraton selain sebagai tempat tinggal raja beserta keluarganya merupakan pula suatu bangunan inti yang berfungsi sebagai pusat kerajaan sekaligus sebagai pusat kota. Keraton sebagai hasil karya arsitektur masa lampau merupakan obyek yang menarik untuk diteliti. Dibaliknya tersembunyi simbol yang mengisyaratkan kekuasaan dan kesucian seorang raja. Mengingat bangunan keraton atau istana merupakan tempat raja bersemayam, maka tentunya dalam pembuatan keraton disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai seorang raja.
Dalam tesisnya yang meneliti Keraton Kasunanan Surakarta, Behrend melihat adanya bentuk yang hampir sama (mirip) dalam tata keraton, antara keraton tersebut dengan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Terlihat dari pola pembagian wilayahnya, pola pembagian halamannya dan juga dari bangunan-bangunan yang ada di dalam keraton. Keadaan tersebut menjadi suatu model penelitian dan dasar pemikiran untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang keraton, khususnya pada Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan yang terdapat di Cirebon. Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya ingin melihat kemungkinan adanya suatu pole tertentu dalam bentuk tata ruang dan tata bangunan keraton, khususnya terhadap keraton-keraton yang ada di Cirebon.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada prinsipnya kita melihat adanya suatu pola yang sama pada tata ruang dan tata bangunan keraton-keraton di Cirebon, walaupun tidak sama persis dengan keadaan (tata keraton) yang terlihat pada Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Hal itu didasari oleh adanya suatu pemikiran atau konsep mengenai mikrokosmos-makrokosmos dalam masyarakat, serta dipengaruhi oleh tradisi lainnya yang telah berkembang pada masa pra-Islam. Perbedaan dalam tata keraton, antara keraton-keraton di Cirebon yang merupakan peninggalan Kasultanan Cirebon, dengan Keraton Surakarta dan Yogyakarta sebagai peninggalan dinasti Mataram Islam, kemungkinan menunjukkan suatu perbedaan bentuk antara keraton-keraton dari kerajaan pesisir dan pedalaman.
Dari penelitian ini kita juga mendapatkan gambaran tentang bangunan-bangunan yang menjadi bangunan inti sebagai suatu prasyarat sebuah keraton. Fungsi bangunan dan tingkat kepentingannya sangatlah menentukan lokasi atau daerah penempatannya dalam ruang (halaman) keraton.
Bertolak dari hasil penelitian ini, diharapkan akan dilakukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap keraton, khususnya pads keraton-keraton yang berada di pesisir dan pedalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Yasmini
"Arsitek dan pemerhati arsitektur cenderung memperlakukan arsitektur sebagai suatu bentuk bangunan untuk mereka yang; hidup. Padahal sebenarnya beberapa obyek arsitektur yang terkenal datanb dari usaha pemenuhan kebutuhan mereka yang telah mati, salah satunya adalah makam. Uniknya, walaupun masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, kita dapat menjumpai adanya keserupaan antara makam itu sendiri dengan bangunan lain, khususnya tempat tinggai semasa hidup. Secara sadar maupun tidak, beberapa masyarakat menyamakan alam baka dengan alam fana, sehingga memperlakukan makam sebagai tempat kediaman berikutnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Indrayono Mahar
"Setiap tahun jumlah penduduk di kota Jakarta makin me_ningkat. Hal tersebut menimbulkan masalah-masalah; salah satu_nya ialah masalah peymukiman. Permukiman dalam hal ini adalah rumah atau tempat tinggal di mana penghuninya dapat berlindung, beristirahat, membesarkan anak, kegiatan makan minum dan lain sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S12679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sintawati
"Bagi masyarakat Asia Tenggara, keraton dianggap inti atau pusat dari jagat raya. Sebab keraton selain digunakan sebagai tempat tinggal raja juga sebagai pusat pemerintahan dan pusat budaya bagi suatu kerajaan. Oleh sebab itu dalam anggapan orang Indonesia raja masih diidentikkan dengan dewa. Dengan sendirinya bangunan keraton berbeda dengan bangunan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian meneliti mengenai keraton adalah hal yang menarik sebab keraton sebagai data arkeologi memang dibangun dengan aturan dan pola-pola tertentu yang melambangkan kesucian dan kekuasaan raja.
Salah satu kerajaan terbesar pada masa berkembangnya agama Islam di Indonesia adalah kerajaan Mataram yang berdiri sekitar abad 17-19 dimana sampai saat ini pening_galan bangunan berupa keraton masih berdiri tegak dan masih dihuni oleh para keturunan raja-raja Mataram. Bangunan keraton tersebut masih menunjukkan kekuasaan dan kebesaran raja-raja Mataram pada masa lalu. Pada puncak masa jayanya yaitu sekitar abad 17 kerajaan tersebut berhasil menduduki hampir seluruh pulau Jawa dan Madura. Kerajaan yang menjadi bawahannya pada masa itu salah satunya adalah Sumenep yang terletak di timur Madura. Dengan adanya penjajahan dan penaklukkan dari Mataram ke Sumenep maka pada penelitian ini akan dilihat pengaruhnya pada bangunan keraton terutama pada tata letak.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara kedua wilayah keraton tersebut yaitu keraton-keraton di Jawa Tengah yang mewakili kerajaan Mataram dan keraton Sumenep yang mewakili Madura. Dipilihnya keraton Sumenep sebagai wakil Madura sebab keraton ini hanya tinggal satu-satunya yang masih berdiri tegak sedangkan keraton lainnya yaitu di Bangkalan, Pamekasan dan Sampang sudah hancur.
Dari hasil penelitian telah disimpulkan adanya kesamaan pada keletakan bangunan dari kedua keraton wilayah tersebut walaupun tidak sama persis. Persamaan terutama antara keraton Pakualaman dan Mangkunegaran dengan keraton Sumenep. Persamaan tersebut terletak pada pembagian halaman dan keletakan bangunannya. Dari per_samaan kemudian ketiga keraton tersebut dibandingkan dengan rumah tradisional Jawa dan Madura. Ternyata ketiganya memiliki persamaan dengan rumah tradisional Jawa. Dan bahkan Sumenep sendiri yang berada di Madura justru memiliki persamaan pada rumah tradisional Jawa dan bukan pada rumah tradisional Madura. Hal ini juga terlihat pada rumah kalangan bangsawan di Sumenep yang candong mirip dengan rumah tradisional Jawa.
Hasil penelitian ini juga melihat adanya perbedaan antara keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan ketiga keraton tersebut yaitu keraton Pakualaman} Mangkunegaran dan Sumenep. Perbedaan yang jelas terlihat terutama pada pembagian halamannya dimana pembagian halaman ketiga keraton tersebut lebih sedikit jumlahnya dibandingkan keraton Kasultanan dan Kasunanan. Demikian pula. pada arah hadap keratonnya. Arah hadap keraton Kasultanan dan Kasunanan adalah menghadap utara sedangkan arah hadap keraton Pakualaman, Mangkunegaran dan Sumenep justru sebaliknya yaitu menghadap selatan.
Dengan demikian kesimpulan secara keseluruhan adalah bahwa ada persamaan antara keraton di wilayah Madura se_bagai wilayah jajahan dan wilayah taklukan dengan keraton dari wilayah pusat atau wilayah penguasa. Selain itu ketiga keraton yaitu Pakualaman, Mangkunegaran dan Sumenep mempunyai status yang lebih rendah dari keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dalam hal ini status ketiga keraton tersebut adalah setingkat Kadipaten. Bertolak dari penelitian ini maka diharapkan akan ada penelitian selanjutnya mengenai keraton di berbagai tempat di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hinijati Widjaja
"Penelitian dan konservasi terhadap bangunan tradisional masyarakat keturunan Cina belum dilaksanakan pemerintah daerah Tangerang. Bangunan tradisional tersebut merupakan salah satu hasil kebudayaan, yang dapat meningkatkan peran pariwisata. Penelitian ini memfokuskan perubahan fungsi dan makna bentuk pola tata ruang rumah tradisional keturunan Cina dengan metode komparatif di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di dua unit ekologi yang berbeda yakni, di desa Marga Mulya Tanjung Kait dan kota Tangerang. Kedua tempat tersebut telah berubah tatanan sosial kulturalnya, karena berkembangnya lingkungan sekitarnya menjadi kawasan industri dan hunian yang padat. Dan perubahan pola pikir masyarakat keturunan Cina pada generasi baru yang lebih ke arah praktis dan modern.
Di rumah tradisional di kota mengalami perubahan yang besar karena adanya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal anaknya yang baru menikah, sedangkan rumah tradisional di desa tidak terlalu mengalami perubahan yang berarti, karena demi menghormati amanat leluhur yang menginginkan rumah tradisionalnya tetap tidak boleh dirubah. Persamaannya terletak pada pembagian pola rata ruang bangunan tradisional yang mempunyai fungsi dan makna yang sama.
Secara umum penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada PEMDA Tangerang, dengan mengidentifikasikan proses perubahan fungsi dan makna pada rumah tradisional masyarakat keturunan Cina di Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Utami
"Tata ruang adalah kegiatan manusia dalam mengatur ruang hidupnya sesuai dengan kebudayaan yang dimilikinya (Rapoport, 1982: 179). Beberapa pakar mengatakan bahwa tata ruang yang tidak sesuai akan menimbulkan ketegangan dan frustrasi (Daldjoeni, 1992: 155), juga tidak operasionalnya konsep-konsep budaya pelaku akan menimbulkan stres (Hall, 1966).
Sehingga bila tata ruang tidak sesuai dengan kebudayaan penghuni rumah, maka penghuni rumah akan merubah tata ruang rumahnya. Pada kompleks perumahan yang dibangun secara massal, dalam hal ini kompleks perumahan BTN, kondisi tersebut terjadi karena perencana tidak bertemu muka dengan calon penghuni rumah. Guna memahami apa yang dibutuhkan penghuni rumah, perencana harus mempelajari kebudayaan penghuni rumah, yang merupakan kajian pada bidang Antropologi. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, penting untuk dilakukan penelitian mengenai kebudayaan penghuni rumah terhadap tata ruang rumahnya.
Perubahan sistem tata ruang berarti perubahan dalam model-model pengetahuan mengenai hakekat keluarga, yaitu struktur keluarga, kekerabatan, kehidupan ekonomi, pengasuhan anak (Suparlan, 1986: 17). Kebudayaan adalah serangkaian ide-ide atau gagasan, kepercayaan dan pengetahuan yang dimiliki manusia (Spradley, 1972: 6). Hall (1966: 2), mengatakan bahwa setiap bangsa, suku bangsa tidak hanya memiliki cara berbicara yang berbeda tetapi bahkan bagaimana mereka mendiami dunia dan bagaimana mereka mengolah dunia atau membuat lingkungan binaannya- dengan cara- yang berbeda pula. Kelengkapan pustaka mengenai akar kebudayaan Jawa, dan waktu yang terbatas, maka pada penilitian ini akan mengkaji suku bangsa Jawa.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perubahan tata ruang terutama didorong oleh tidak sesuainya konsep penataan komunikasi, yaitu tidak terpenuhinya unsur "Privacy". Pada satu sisi,penghuni rumah melakukan perubahan tata ruang berdasarkan pola berpikir modern, di mana penataan ruang lebih didasarkan pada efisiensi ruang. Namun di sisi lain mereka masih berpedoman pada kebudayaan Jawa yang bersifat tradisional, terlihat pada unsur-unsur budaya inti yang tidak mengalami perubahan yang terungkap pada konsep penataan ruang, waktu dan komunikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Purnama Dewi
"Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Yang pertama adalah untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan genkan dalam struktur tata ruang rumah Jepang. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui mengapa genkan merupakan bagian yang harus ada dalam struktur tata ruang rumah Jepang. Kemudian, yang ketiga bertujuan untuk mengetahui bagaimana genkan di tengah perkembangan desain tata ruang yang semakin modern mampu bertahan hingga saat ini. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan. Berdasarkan pada pengertian genkan yang tertera pada Kamus Kojien akan dilakukan analisis terhadap pengertian dan fungsi genkan yang dikaitkan dengan teori uchi-soto Seiichi Makino dan Charles J. Quinn, Jr, serta pernyataan Shigeru Iijima mengenai factor pembentukan psikologi orang Jepang yang ada dalam lingkup arsitektur Jepang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa genkan yang merupakan bagian dari tata ruang rumah jepang tetap dapat bertahan dengan karakteristiknya yang khas, memiliki fungsi lebih dari sekedar pintu masuk kedalam rumah. Genkan yang juga dapat disebut sebagai aimai no tobira atau pintu yang bukan pintu (pintu yang bersifat ambigu), merupakan pembatas antara bagian dalam dan luar dari bangunan rumah yang memiliki makna lebih dari sekedar pengertian ruang yang bersifat konkrit, seperti dapat dicontohkan dengan juga fungsi genkan yang dapat menyatakan _gmana yang merupakan orang dalam (uchi) dan mana yang merupakan orang luar (soto)_h. Selain itu, genkan juga berfungsi untuk memisahkan antara bagian yang bersih dan yang kotor, serta bagian yang suci dan tidak suci. Dari analisis juga dapat disimpulkan bahwa fungsi genkan dapat dapat mencerminkan kesadaran psikologi dan cara pandang orang Jepang terhadap pembagian antara dalam (uchi) dan luar (soto).

This research has three objectives. The first is to figure out what genkan means in Japanese interior design. The second is to figure out why genkan is a has to be a part of Japanese interior design. Finally, the third objective is to figure out how genkan manages to survive despite the modernization of interior design. The research is done by the dictum method. Based on the description of genkan that is described in the Kojien Dictionary, there will be an analysis concerning the comprehension and the functions of genkan that is related to Seiichi Makino and Charles J. Quinn, Jr._fs uchi-soto theory, along with Shigeru Iijima_fs statement about the shaping of Japanese people_fs psyche within the range of the Japanese architecture.
The research shows that genkan as a part of Japanese interior can still survive with its certain characteristic, that it is more functional than merely an entrance to the house. Genkan, which can also be described as the aimai no tobira or a door that is not a door (an ambiguous door), separates the indoor space and the outdoor space of the house that has a deeper meaning than _gspace_h in a concrete sense. For example, genkan can separate between _ginsiders (uchi) and outsiders (soto)_h. Apart from that, genkan also functions as a separator between the clean and the dirty, as well as the pure and impure . From the analysis we can also conclude that the functions of genkan can reflect the Japanese_fs psyche and point of view about separating the inside (uchi) and outside (soto)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13750
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruly Kusuma Wahyuni
"ABSTRAK
Kenyamanan memang suatu faktor yang panting dalam melakukan semua aktivitas. Ketika taraf hidup seseorang mulai meningkat, kebutuhan kenyamanan itu pun meningkat, sebagaimana halnya manusia membutuhkan akan pengakuan dan penghargaan.
Toko buku, memiliki fungsi utama sebagai tempat menjual buku dan barang yang sejenis. Pengunjung yang berada di dalam toko buku memiliki kegiatan utama mencari buku_ membaca dan jika tertank maka membelinya Masyarakat kita belum bisa disebut masyarakat pembaca Diperlukan minat yang cukup besar bagi seseorang untuk membaca dengan serius. Bila minat besar, konsentrasi terhadp bacaan akan tercipta. Maka untuk menumbuhkan minat tersebut, toko buku harus memberikan suatu rangsangan lain sebagai motivator masyarakat unluk mendatangi toko buku, membaca didalamnya, untuk kemudian membeli bukunya_
Konsep tata ruang yang terjadi akan Iebih baik bila tidak hanya terfokus pada benda yang dijualnya, namun juga kepada kenyamanan dalam berkegialan, pengaturan Serta pergerakan manusia didalamnya_

"
2001
S48257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebudayaan Jawa tidak terlepas dari kansep kosmologi dan kepercayaan pada kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat falsafah dan pandangan hidup Jawa yang menempatkan alam nyata berdampingan dengan alam gaib. Pada tulisan ini saya mencaba menganalisis nilaiĀ­ nilai yang ditimbulkan dari kaitan antara konsep arsitektur dalam tata letak bangunan dan tata ruang luar di Keraton Yogyakarta dangan kebudayaan Jawa yang dipangaruhi oleh pandangan hidup Jawa yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Adanya nilai-nilai daa makna simbolik membuat karya arsitektur menjadi lebih menarik dan mempunyai nilai tambah, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat tempat karya arsitektur itu diwujudkan. Latar belakang kebudayaan dan adat istiadat akan mempengaruhi cara menata dan mempersepsikan suatu ruang luar."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>