Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154401 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johannes Manachim
"Tradisi megalitik seringkali dicirikan oleh bangunan atau artefak batu yang berukuran besar, yang sesuai dengan namanya. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa megalitik diartikan sebagai kebudayaan batu besar adalah kurang tepat, karena obyek-obyek dari bahan batu yang kecilpun harus dimasukkan ke dalam kelompok ini asal saja batu-batu tersebut jelas diperuntukkan bagi pemujaan arwah nenek moyang (Wagner, 1962:72). Tradisi pendirian bangunan megalitik berfungsi sebagai sarana untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reko Tjatur B.
"ABSTRAK
Analisis yang memperhatikan situs sebagai satuan ruang penelitian pada tingkat meso telah kerapkali dilakukan dengan berbagai cara dan tujuan. Penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisis situs guna mengetahui keteraturan-keteraturan dari temuan dalam situs. Hal tersebut dikaji dengan cara memperhatikan faktor-faktor bentuk dan ukuran batuan, jarak antar batu, dan denah tata letak batu. Kali ini analisis situs tersebut diterapkan pada situs masa megalitik di Desa Belumai, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Di dalam situs Belumai yang diteliti tersebut terdapat 103 batu, yang terdiri atas 2 lumpang batu, 1 batu gajah, 1 batu datar, dan 99 batu tegak. Situs ini dipilih dari sejumlah situs di daerah Pasemah karena banyaknya jumlah batuan, terutama batu tegaknya, dan terkonsentrasinya temuan tersebut pada satu lahan datar, sementara daerah sekitarnya berlembah dan berbukit-bukit. Data penelitian dikumpulkan melalui survei lapangan, dengan cara mengukur masing-masing batu serta jarak antar batunya, sedang analisisnya menggunakan analisis pola titik (point pattern analysis). Setelah keletakan ruangnya dalam situs dipetakan, barulah dapat diungkap adanya himpunan batuan. Setiap himpunan tersebut disebut dengan Kelompok, yang terbagi atas Kelompok Utama, Kelompok Kedua, dan Kelompok Lain-lain. Setiap Kelompok tersebut diberi kode 3 angka, sehingga dapat mewakili tata letak batuannya. Angka-angka hasil pengukuran di atas kemudian divisualisasikan dalam bentuk gambar grafik garis, di mana masing-masing Kelompok batuan membentuk pola garis yang tertentu pula. Semakin sejajar grafik garisnya dengan sumbu horisontal maka semakin tampak keteraturan-keteraturannya. Dari bukti-bukti keteraturan tersebutlah dapat diperkirakan adanya norma budaya masyarakat masa megalitik di situs Belumai.

"
1996
S11883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrudin
"Hakikat tujuan pembangunan pedesaan adalah mengubah secara sadar dan bertahap tatanan kehidupan warga masyarakat desa dari sistem nilai tradisional ke arah sistem nilai modern. Atau dengan kata lain, pembangunan pedesaan adalah suatu proses modernitas kehidupan masyarakat desa yang dilakukan secara terpola dan terarah untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan warga masyarakat desa, dimana arti dan fungsi nilai-nilai teori (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan nilai-nilai ekonomi (kesejahteraan masyarakat) menjadi lebih dominan dari nilai-nilal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, tujuan pembangunan desa ternyata masih jauh dari kenyataan yang diinginkan. Hasil pembangunan pedesaan tampaknya belum merata, dan bahkan terdapat indikator yang menunjukan bahwa gerak pembangunan pedesaan terkesan lamban bila dibandingkan dengan gerak pembangunan perkotaan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis mencoba mengkaji kebijakan dan strategi pembangunan desa dengan mengambil studi kasus di Desa Kota Baru Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Secara umum, dari hasil observasi dan studi pustaka yang dilakukan selama penelitian berlangsung, menunjukkan adanya distorsi pembangunan yang disebabkan oleh kemandegan fungsi kelembagaan masyarakat desa khususnya di Kota Baru. Persoalan ini muncul berawal dari penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang kemudian disusul dengan kepmendagri No.27 Tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Keberadaan undang-undang tersebut ternyata telah mendisfungsikan kelembagaan masyarakat yang semestinya demokratis, aspiratif dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Akibatnya kemudian adalah berhentinya fungsi LMD dan LKMD sebagai lembaga pengambilan keputusan dan perencana pembangunan di desa sebagai representasi kebutuhan masyarakat.
Dari hasil observasi di desa Kota Baru menunjukkan bahwa, pola perencanaan top-down dalam pembangunan pedesaan yang dipraktekkan sejak orde baru ternyata kurang efektif dalam upaya membangun dan memberdayakan masyarakat desa sebagai obyek sekaiigus subyek pembangunan.
Dari hasil penemuan tersebut, maka penulis mencoba menyarankan untuk dilakukannya reformasi kelembagaan masyarakat di desa Kota Baru, agar lebih demokratis, aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat, serta berkualitas dalam pengertian bahwa aparatur yang duduk di kelembagaan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam merencanakan dan mengambil kebijakan dalam rangka mensukseskan pembangunan desa di Kota Baru Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rill masyarakat desa Kota Baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoserizal Achmaddin
"Arkeologi adalah ilmu yang bertujuan mengungkapkan masa lampau manusia melalui artefak atau benda hasil buatan manusia. Fokus studinya adalah artefak,2 akan tetapi di dalam usaha merekonstruksi masa lampau manusia itu jangkauan studinya lebih luas lagi. Perhatian studi adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan artefak atau arti seluasnya: segala aspek kehidupan dan lingkungan manusia masa lampau (Binford 1971: 158; 1972: 8G-81). Aspek-aspek masa lampau manusia meliputi aspek material dan spiritual. Aspek spiritual ini dapat di_pahami melalui studi yang mendalam terhadap aspek materialnya, yaitu berupa kesimpulan tentang aspek ma_terial yang meliputi aspek biologis manusia, lingkungan alam, sarana serta sumber kehidupan dan kehidupan jasmaniah. Dari data ilmiah dapat dicari petunjuk-pe_tunjuk ke arah rekonstruksi aspek rohaniah seperti kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (Soejono 1981:1-3). Perekaman dan penyajian data yang seyogyanya menghasilkan pemahaman akan riwayat serta masa lampau bangsa, pada hakikatnya merupakan tugas utama arkeologi. Tujuannya ialah membangkitkan kesadaran masyarakat akan suatu masa lampau yang pernah dilalui. Baik buruknya, dinamis statisnya, dan tinggi rendahnya derajat masa lampau itu dapat dinilai dan dipahami oleh generasi sekarang melalui penyajian yang tepat (Soejo_no 1981:1-3). Hal ini yang menjadi salah satu latar belakang dalam pemilihan topik mengenai peti kubur batu, karena peti kubur batu megalitik merupakan salah satu aspek material, artefak hasil kebudayaan dari ma_sa lampau. Salah satu masalah di dalam arkeologi adalah usaha untuk mencoba mengerti berbagai fungsi artefak. Ciri-ciri teknologis, konteks serta asosiasi4 berbagai temuan, seringkali belum dapat menjelaskan penger_tian tentang fungsinya di ruasa lalu, karena satu artefak tidak harus ditafsirkan mempunyai satu fungsi, ini pun berlaku terhadap sisa-sisa bangunan atau monumen megalitik. Sampai sejauh ini monumen-monumen megalitik sering kali dikaitkan pada ritus atau kultus kepada leluhur. Istilah megalitik sering diartikan mengandung suatu pengertian tentang dihasilkannya bangunan dari batu. Latar-belakang timbulnya kebudayaan ini berakar pada tradisi animistis atau berpangkal kepada pemujaan aural leluhur. Oleh karena itu bentuk materinya menghasilkan sejumlah anasir bangunan dan benda kebudayaan yang erat hubungannya dengan pemujaan arwah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yani Yuniawati Umar
"Kubur batu waruga yang diteliti terdapat di wilayah Kecamatan Tomohon (Kabupaten Minahasa) clan Kecamatan Wenang (Kodia Manado), Provinsi Sulawesi Utara. Pendukung dari kubur batu waruga di wilayah ini adalah Sub Etnis Tou'mbulu yang merupakan salah sate sub etnis yang ada di Etnis Minahasa. Kubur batu waruga merupakan salah sate unsur peninggalan megalitik yang berupa kubur peti batu. Dilihat dari konstruksinya waruga mempunyai wadah yang berbentuk empat persegi panjang serta tutup yang berbentuk prisma (menyerupai atap rumah), yang hanya terdapat di wilayah Sulawesi Utara khususnya di daerah kawasan Minahasa dan Manado. Pembahasan waruga di Sub Etnis Tou'mbulu ini difokuskan pada bagian tutupnya saja, terutama pada bagian muka dari tutup waruga. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendapatkan data sedini mungkin sebelum data-data tersebut hilang dan musnah, dengan cara demikian maka botch dikata semua waruga masih sempat didokumentasikan sebelum Benda-benda tersebut lenyap sebagai dokumen sejarah, serta mendukung atau melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya agar lebih akurat terutama dalam pendeskripsian, sehingga dapat diolah dan digolongkan secara kornprehensip, cermat dan akurat, 2) mengadakan pendeskripsian terhadap seluruh jenis peninggalan megalitik khususnya waruga di sub-ctnis Tou'mbulu, Minahasa, sehingga diketahui keragaman maupun kekhasannya, 3) mengetahui poly persebaran waruga ditinjau dari bentuk, hiasan dan Iingkungan tisiknya. Diharapkan dari pokok bahasan mengenai waruga ini, kiranya dapat digunakan sebagai salah satu pangkal tolak dalam menyusun gambaran tentang kehidupan masa lalu, sebagai Benda kebudayaan yang memperlihatkan ciri-ciri yang dapat memberikan petunjuk tentang beberapa kondisi sosial, kulturil dan kronologinya (relatif) dari para pendukung waruga tersebut. Dari has""iI penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa di Sub Etnis Tou'mbulu terdapat 39 bentuk tutup waruga bagian muka. Secara keseluruhan jenis tipe yang terbanyak adalah tipe 11I yang berbentuk trapesium (TPS), yang memiliki 17 variasi. Apabila kenyataan ini dihubungkan dengan uraian dari Deetz dan juga Sharer dan Ashmore tentang norma, maka dapat dianggap bahwa jenis tipe 111 yang berbentuk trapesium ini adalah jenis yang normatif untuk Sub Etnis Tou'mbulu. Norma yang diwakilinya adalah norma pembuatan bentuk tutup pada masyarakat di Sub Etnis Tou'mbulu., mengingat bahwa sampel tutup waruga bagian muka diambil dari seluruh situs di wilayah Sub Etnis Tou'mbulu yang tutupnya masih bisa diamati. Ada kemungkinan pula bahwa bentuk trapesium merupakan ciri atau bentuk tertua serta digemari dibanding dengan bentuk-bentuk lainnya, karena persebarannya terlihat hampir merata di daerah penelitian (lihat tabel 32-35 dan peta no. 8). Selain itu jika dilihat, bentuk trapesium menyerupai bentuk rumah adat di sub etnis ini (lihat gambar 1). Berdasarkan basil dari seriasi frekuensi yang telah dilakukan maka tampak bahwa tutup waruga yang paling digemari adalah tutup waruga dari bentuk 22 (TPS-B-b), yang kemungkinan muncul pertama kali di Situs Lansot (LS), kemudian berkembang kearah situs Kolongan B, Kakaskasen A, Woloan A, clan populer di Situs Kayuwu, kemudian tutup waruga ini mulali memudar berawal dari Situs Tara-tara menuju Kolongan A, dan berakhir di Winawanua. Dari seriasi frekuensi ini juga terlihat bahwa ada kemungkinan Situs Lansot merupakan salah satu pusat tempat munculnya bentuk-bentuk waruga, sedangkan situs Woloan merupakan pusat berkembangnya waruga. Pada sub etnis ini terlihat pula adanya konsep atau norma, bahwa didalam pembuatan kubur yang dinamakan waruga itu adalah harus terdiri dari wadah dan tutup. Bentuk wadah secara sepintas tampak sebagian atau seluruhnya tertanam, sedang tutupnya menonjol di atas...""
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Nefawam
"Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor Community Led Total Sanitation (CLTS) mana yang berkontribusi dalam pencapaian masyarakat 100 persen tidak buang air besar di sembarang tempat di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan tujuan umumnya adalah diketahuinya penerapan pendekatan CLTS di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008, khususnya mengenai elemen pemicuan dalam CLTS yang paling berpengaruh terhadap motivasi masyarakat, kegiatan pendampingan dari Puskesmas untuk menjaga konsistensi proses pemicuan CLTS, peran kepemimpinan lokal dalam mendorong motivasi masyarakat untuk membangun fasilitas sanitasi, komitmen sosial di antara masyarakat untuk memelihara kesinambungan perilaku buang air besar pada fasilitas sanitasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, mengamati penerapan tahapan CLTS yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalannya dalam mencapai masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat. Tahapan CLTS menempati variabel independen, yakni faktor internal berupa elemen pemicuan CLTS, kepemimpinan lokal dan komitmen sosial serta faktor eksternal berupa pendampingan dari Puskesmas terhadap pencapaian masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat sebagai variabel dependen.
Elemen pemicuan yang paling mempengaruhi tergugahnya responden di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi adalah rasa malu. Kecamatan Lembak mengalami kenaikan status sanitasi sebesar 81,1%, sedangkan Kecamatan Talang Ubi sebesar 9,6%. Pendampingan oleh fasilitator pasca pemicuan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak adalah sebesar 77,0%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya sebesar 6,2%. Kepemimpinan lokal sangat berperan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak mencapai 75,6%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 16,5%. Komitmen sosial di kalangan masyarakat sangat mempengaruhi peningkatan status sanitasi termasuk ke dalam tahap peningkatan, di Kecamatan Lembak yang diakui responden sebanyak 75,5%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 27,8% responden.

The issue in this study is not recognized Community Led Total Sanitation (CLTS) factors contributed in the attainment of 100 percent community to open defecation free in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub Dsitrict, District of Muara Enim, Province of South Sumatera. The general objective of this study is recognized the applying of CLTS approach, specifically in trigerring elements of CLTS which influence to community motivation, encourage and support from Public Health Centre facilitator to keep the change consistency, role of local leadership to support the community motivation on installing sanitation facility and social commitment among communities to keep the sustainability of behavior change of defecation in sanitation facility.
Research method of this study is descriptive that observe the applying of CLTS steps that influence its success and failure rates in achieving community 100% to open defecation free. Steps of CLTS occupies independent variable, in the internal factor, there are trigerring elements, local leadership and social comitment, and in the external factor is encouraging and supporting from Public Health Centre facilitator to community in achieving community 100% open defecation free as dependent variable.
Trigerring elements which most influence the responders awaking in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub District is ashamed. Lembak Sub District has increased the sanitation status as high as 81,1%, whereas Talang Ubi Sub District as high as 9,6%. Encouraging and supporting by fasilitator at post- trigerring was very influence the successfullness in improving sanitation status, in Lembak Sub District is as high as 77,0%, whereas in Talang Ubi Sub District was only as high as 6,2%. Local Leadership have a role in improving sanitation status, in Lembak Sub District reaches 75,6%, whereas in Talang Ubi only reaches 16,5%. Social Commitment among society was very influence the improvement of sanitation status as in improvement phase, in Lembak Sub District that confessed responder of 75,5%, whereas in Talang Ubi Sub District was only reaches 27,8% responder."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Lufpi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T4093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thamrin Hamdan
"Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial dan berakal_budi, pada hakekatnya manusia itu tak bisa lepas dari kegiat an-kegiatan politik. Kegiatan politik disini diartikan sebagai suatu proses dan tindakan-tindakan politik dari seseorang atau sekelompok orang yang berkaitan dengan berbagai kepentingan orang banyak, pada suatu lingkungan tertentu.Pada setiap proses politik, biasanya selalu terdapat kompetisi, kompromi, bahkan konflik dari masing-masing orang dan masing-masing kelompok atau kesatuan politik, untuk men_dapatkan serta menguasai kedudukan-kedudukan soa_al atau ja_batan-jabatan tertentu. Yakni jabatan-jabatan yang dapat mem berik.an kesempatan serta fasilitas kepada yang mendudukinya untuk mengatur, mendistribusikan, dan mengekploitasi sumber_sumber daya yang ada (Lihat: Suparlan, 1977:64. Dan lihat pu_la: Cohen dan Middleton, 1967:ix).Proses politik juga menyangkut soal kemampuan dan ke-sanggupan dari orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan tertentu tadi dalam mengatur serta mendistribusikan sumber-sumber daya yang telah mereka kuasai, dan kesanggupannya untuk memerintah orang-orang lain agar bertindak sesuai dengan keputusan dan kebijaksanaan yang telah digariskannya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S12911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenggih Susilowati
"ABSTRAK
Alat musik gong sebagai motif hias terdapat pada kubur kuna di Situs Sutan Nasinok Harahap, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang LAwas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Situs Sutan Nasinok Harahap merupakan kompleks kubur kuna yang terletak pada bentang lahan yang cukup luas +/- 7 Ha. Adapun tujuannya adalah mengetahui alasan pemanfaatan motif hias gong dan memaknai pemanfaatan motif hias gong pada kubur kuna di situs itu. Metode yang diterapkan adalah penelitian kualitatif dengan kajian etnoarkeologi. kajian itu dimanfaatkan untuk memaknai lebih dalam tentang relif ogung (gong) di kompleks kubur kuna Situs Sunan Nasinok Harahap. Perbandingan dengan data-data etnografi yang ada, diharapkan dapat memberikan gambaran yang baik tentang makna relief ogung (gong) pada kompleks kubur kuna di Situs Sutan Nasinok Harahap. Hasilnya relief ogung (gong) di kompleks kubur kuna Situs Sutan Nasinok Harahap menjadi bukti perjalanan panjang pemanfaatan alat musik tersebut dari dahulu hingga kini. posisisnya pada bangunan kubur secara khusus dapat dimaknai bahwa tokoh yang dikuburkan telak melaksanakan kewajiban adat seperti horja godang semasa hidup (Siriaon/suka cita), Sipareon (penaik harkat martabat), dan bahkan saat kematian (Siluluton/ duka cita) yang dilaksanakan oleh ahli warisnya. Keberadaan relief ogung (gong) dan sejenisnya juga dapat menggambarkan bahwa tokoh yang dikuburkan adalah tokoh terhormat dan telah menjadi gelar raja adat."
Medan: Balai Arkeologi Sumatera Utara, 2017
930 BAS 20:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Batu Islands are rich for archaeological potentials, relevant to the varied ethnicity. Nias ethnic, one the ethnics inhabiting Batu Islands, has drawn several intriguing questions on how they used to treat the dead and what relevance the funeral ceremony rites had with those practiced in Southern Nias where Nias Ethnic inhabiting Batu Islands originated. This researched is a direct observation survey supported by interviews whose data analysis is through library studies and comparative studies by comparing research objects found with those of Nias island and other cultures in Indonesia. Some data acquired in this research, such Nias ancient tombs in Hayo Island, Tanah Masa, Sigata, Memong, Marit, and Biang, generally described how Nias ethnic inhabiting Batu Islands practiced a mixed open primary and secondary funeral system using wooden coffins without burial. Such funeral system by Nias ethnic in Batu islands was found to bear similarities with that of Southearn Nias. Thus, it can be concluded that generally Nias ethnic in Batu Islands still practiced the same funeral tradition as the place of origin did."
SBA 17 (1-2) 2014 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>