Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lindia Chaerosti
"Keberadaan keraton dalam suatu kerajaan memegang peranan penting, karena keraton selain sebagai tempat tinggal raja beserta keluarganya merupakan pula suatu bangunan inti yang berfungsi sebagai pusat kerajaan sekaligus sebagai pusat kota. Keraton sebagai hasil karya arsitektur masa lampau merupakan obyek yang menarik untuk diteliti. Dibaliknya tersembunyi simbol yang mengisyaratkan kekuasaan dan kesucian seorang raja. Mengingat bangunan keraton atau istana merupakan tempat raja bersemayam, maka tentunya dalam pembuatan keraton disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai seorang raja.
Dalam tesisnya yang meneliti Keraton Kasunanan Surakarta, Behrend melihat adanya bentuk yang hampir sama (mirip) dalam tata keraton, antara keraton tersebut dengan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Terlihat dari pola pembagian wilayahnya, pola pembagian halamannya dan juga dari bangunan-bangunan yang ada di dalam keraton. Keadaan tersebut menjadi suatu model penelitian dan dasar pemikiran untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang keraton, khususnya pada Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan yang terdapat di Cirebon. Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya ingin melihat kemungkinan adanya suatu pole tertentu dalam bentuk tata ruang dan tata bangunan keraton, khususnya terhadap keraton-keraton yang ada di Cirebon.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada prinsipnya kita melihat adanya suatu pola yang sama pada tata ruang dan tata bangunan keraton-keraton di Cirebon, walaupun tidak sama persis dengan keadaan (tata keraton) yang terlihat pada Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Hal itu didasari oleh adanya suatu pemikiran atau konsep mengenai mikrokosmos-makrokosmos dalam masyarakat, serta dipengaruhi oleh tradisi lainnya yang telah berkembang pada masa pra-Islam. Perbedaan dalam tata keraton, antara keraton-keraton di Cirebon yang merupakan peninggalan Kasultanan Cirebon, dengan Keraton Surakarta dan Yogyakarta sebagai peninggalan dinasti Mataram Islam, kemungkinan menunjukkan suatu perbedaan bentuk antara keraton-keraton dari kerajaan pesisir dan pedalaman.
Dari penelitian ini kita juga mendapatkan gambaran tentang bangunan-bangunan yang menjadi bangunan inti sebagai suatu prasyarat sebuah keraton. Fungsi bangunan dan tingkat kepentingannya sangatlah menentukan lokasi atau daerah penempatannya dalam ruang (halaman) keraton.
Bertolak dari hasil penelitian ini, diharapkan akan dilakukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap keraton, khususnya pads keraton-keraton yang berada di pesisir dan pedalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Handoko
"Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai korelasi/ hubungan antara bentuk-bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks keraton. Gapura merupakan bangunan pintu gerbang yang keberadaannya tidak terbatas hanya pada kompleks keraton saja, tetapi dapat juga berada pada kompleks pemakaman, mesjid, candi dan sebagainya. Data berupa gapura keraton diambil sebagai objek penelitian ini mengingat keraton memiliki berbagai simbol kekuasaan yang diungkapkan antara lain lewat arsitekturnya. Dari deskripsi gapura-gapura pada keraton-keraton di Cirebon (Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacerbonan), dapat dilihat banyaknya variasi-variasi bentuk gapura, meskipun pada dasarnya tetap merupakan 2 tipe, candi bentar dan paduraksa. Pengaruh arsitektur Hindu (pra-Islam) masih tampak pada gapura-gapura tersebut. Misalnya dari ragam hiasnya serta adanya komponen-komponen pelengkap gapura yang biasanya terdapat pada candi, yaitu pipi-tangga, menara sudut pipi-tangga dan kemuncak. Pola dasar peletakan gapura-gapura di kompleks keraton pun masih menampakkan pola lama. Seperti yang terlihat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman dimana gapura-gapura candi bentar ditempatkan pada halaman luar dan gapura-gapura paduraksa pada halaman dalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Tagor M.
"Penelitian ini benujuan untuk mengetahui penyimpangan yang teljadi terhadap
kondisi yang diperkirakan (diproyeksikan) dalam penyusunan rencana
kota Cirebon.
Penyirnpangan yang teljadi diketahui berdasarkan evaluasi terhadap Rencana
Induk Kota (RIK). Evaluasi dilakukam terhadap beberapa variable penentu, yaitu
Struktur pemanfaatan mang, stmktur utama tingkat pelayanan kota, system utama
jaringan transportasi dan system utamajadngan utilitas kota.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif berdasarkan
data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat penyimpangan dari kondisi yang diperkirakan (diproyeksikan) dalam
penyusunan Rencana Induk Kota Cirebon Nilai penyimpangan rata-rata (%) dari
Evaluasi Rencana Induk Kota Cirebon adalah 80,61
Berdasarkan ketentuan Departemen Dalam Negeri cq Dirjen Pembangunan
Daerah No. 850/803/BANGDA Maret 1993, tentang penilaian evaluasi RIK
-yaitu apabila penilaian evaluasi PJK menghasilkan angka > 50, maka RIK
tersebut harus ditinjau kembali."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T16800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aufa Nibras Kautsar
"Loji merupakan gedung besar atau kantor atau benteng pada masa kolonial atau masa penjajahan Belanda di Indonesia. Loji penting dikaji secara arkeologis karena merupakan salah satu bangunan kolonial Belanda yang jarang dibahas. Loji pun tersebar di berbagai kota di Hindia Belanda termasuk Batavia. Sebagai bangunan kolonial yang berupa loji, tentu memiliki ciri khas yang membedakan dengan bangunan kolonial lainnya, termasuk perbedaan tata ruang dan tata bangunan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana tata ruang dan tata bangunan gedung loji Adhuc Stat yang merupakan salah satu loji di Batavia. Penelitian bertujuan untuk memetakan pola struktur ruang agar dapat menentukan distribusi fungsi ruang serta mengetahui material penyusun konstruksi bangunan dan elemen lainnya yang dapat digunakan untuk upaya konservasi dan restorasi bangunan agar tetap sesuai dengan kondisi aslinya. Metode yang digunakan pada penelitian ini berupa metode penelitian kualitatif dalam kajian bangunan kolonial yang terdiri dari tahap perumusan data, pelaksanaan data, pengumuplan data, pengolahan data, analisis data, dan interpretasi data. Berdasarkan dari hasil pembahasan, pola tata ruang loji Adhuc Stat berupa pola hierarki dan pola konfigurasi L yang menyesuaikan ruangan berdasarkan fungsinya, korelasi antar ruang, skala dan proporsi yang disesuaikan dengen fungsi, serta orientasi yang memperhatikan sirkulasi udara dan pencahayaan, semuanya berkontribusi pada efisiensi dan kenyamanan bangunan. Tata bangunan loji Adhuc Stat menggunakan material yang hampir sama dari masa lalu hingga masa kini serta konsistensi geometri massa dan tingkatan lantai bangunan yang terbagi menjadi dua lantai memperlihatkan kelestarian dan adaptabilitas bangunan loji dari masa kolonial hingga saat ini.

Lodge is a large building or office or fort during the colonial period or Dutch colonization in Indonesia. Lodge is important to study archaeologically because it is one of the rarely discussed Dutch colonial buildings. Lodges were scattered in various cities in the Dutch East Indies including Batavia. As a colonial building in the form of a lodge, it certainly has characteristics that distinguish it from other colonial buildings, including differences in spatial layout and building layout. The formulation of the problem in this research is how the spatial and building layout of the Adhuc Stat lodge building which is one of the lodges in Batavia. The research aims to map the spatial structure pattern in order to determine the distribution of space functions and to find out the building construction materials and other elements that can be used for conservation and restoration efforts to keep the building in accordance with its original condition. The method used in this research is a qualitative research method in colonial building studies which consists of the stages of data formulation, data implementation, data collection, data processing, data analysis, and data interpretation. Based on the results of the discussion, the spatial pattern of the Adhuc Stat lodge is in the form of a hierarchical pattern and L configuration pattern that adjusts the room based on its function, correlation between spaces, scale and proportions that are adjusted to the function, and orientation that pays attention to air circulation and lighting, all of which contribute to the efficiency and comfort of the building. The layout of the Adhuc Stat lodge building uses almost the same materials from the past to the present and the consistency of the mass geometry and floor levels of the building, which is divided into two floors, shows the preservation and adaptability of the lodge building from the colonial period to the present."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Falih
"Penelitian ini membahas pola penempatan ragam hias pada bangunan-bangunan kuna Islam di Cirebon, yaitu di Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Masjid Sang Ciptarasa, Masjid Merah Panjunan, Taman Gua Sunyaragi, dan Nisan Kompleks Makam Sunan Gunung Jati. Selain itu juga dilakukan identifikasi dan klasifikasi bentuk motif-motif hias yang ada pada bangunan-bangunan tersebut. Kajian terhadap ragam hias Islam di Cirebon telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Akan tetapi kajian terhadap ragam hias di Cirebon dengan menggunakan pendekatan ruang sakral dan profan belum dilakukan oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu, kajian ini akan menitikberatkan pada pola penempatan ragam hias pada ruang sakral dan profan di Cirebon.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode arkeologi dengan menitikberatkan pada studi komparatif dan identifikasi jenis motif serta klasifikasi ragam hiasnya. Berdasarkan hasil analisa terhadap ragam hias pada bangunan-bangunan kuna Islam di Cirebon, maka dapat dijumpai keberadaan lima jenis ragam hias, yaitu flora, fauna, geometris, alam, dan kaligrafi. Selain itu terdapat pola penempatan motif ragam hias pada bangunan kuna Islam berdasarkan ruang sakral dan profannya. Motif hias pada ruang sakral adalah flora, geometri, alam, dan kaligrafi, sedangkan motif fauna tidak dijumpai. Sementara pada ruang profan semua motif tersebut di atas dijumpai, termasuk fauna.
This study discusses the pattern of placing decorative ornaments in ancient Islamic buildings in Cirebon, namely the Kasepuhan Palace, Kanoman Palace, Sang Ciptarasa Mosque, Merah Panjunan Mosque, Sunyaragi Cave Park, and the Tomb of the Sunan Gunung Jati Graveyard Complex. In addition, identification and classification of ornamental motifs in the buildings are also carried out. Studies of various Islamic decoration in Cirebon have been carried out by previous researchers. However, studies of ornamental variations in Cirebon using the sacred and profane space approaches have not been done by previous researchers. Therefore, this study will focus on the pattern of placement of decoration in the sacred and profane spaces in Cirebon.
The method used in this research is the archeological method with a focus on comparative studies and identification of motifs and classification of decoration. Based on the analysis of ornamental variations in Islamic ancient buildings in Cirebon, it can be found the existence of five types of ornamental diversity, namely flora, fauna, geometric, natural, and calligraphy. In addition, there are patterns in the placement of decorative motifs in Islamic ancient buildings based on sacred and profane spaces. Decorative motifs in sacred spaces are flora, geometry, nature, and calligraphy, while fauna motifs are not found. While in the profane space all the above mentioned motifs are found, including fauna."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Asih Putrina Taim
"Salah satu bentuk permukiman di tepi sungai adalah yang terdapat di kota Palembang Sumatera Selatan. Palembang merupakan salah satu permukiman tepi sungai yang memiliki sejarah panjang dan lama di Indonesia. Seperti permukiman tadisional yang lainnya di Sumatera, sungai merupakan faktor yang cukup vital dalam berkembangnya suatu pemukiman. Berdasarkan sejarah dan hasil temuan arkeologis, bukti-bukti tentang adanya kegiatan bermukim di wilayah ini telah ada sejak abad ke 6 masehi ( Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,1994).
Pada masa kesultanan hingga kolonial dan masa kemerdekaan, permukiman penduduk di kota Palembang berkembang dan terpusat di tepi sungai Musi terutama di tepi bagian utara. Pada masa kesultanan terdapat peraturan yang mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan lahan. Oleh karena Palembang terletak di dataran rendah yang berawa-rawa dan dialiri oleh banyak anak sungai sehingga hanya pada bagian - bagian tertentu terdapat tanah-tanah tinggi dan padat, maka pembagian lahan serta letak permukiman pun di atur berdasarkan status sosial dan mata pencaharian masyarakat masa itu ( Sevenhoven, 1971). Pada masa berkembangan hingga kini warisan masa lalu pun masih diterapkan oleh para pemukim di kota Palembang, namun karena makin bertambahnya penduduk dan makin kompleksnya hubungan sosial yang ada serta berubahnya kondisi lingkungan, menimbulkan masalah baru bagi masyarakat di kota ini untuk beriteraksi baik antar masyarakat maupun dengan lingkungan mereka.
Kondisi wilayah permukiman tepi sungai yang dahulunya telah ditata rapi pada masa kesultanan kini telah menjadi suatu kawasan padat dan tidak teratur serta terkenal cukup rawan baik sosial, budaya, dan lingkungan. Derasnya arus urbanisasi dari berbagai daerah di sekitar kota Palembang, dengan berbagai latar belakang kebudayaannya, dan tidak jelasnya peraturan yang ada sekarang membuat permukiman di tepi sungai menjadi semakin padat dan tak teratur, sedangkan warga sendiri selanjutnya tidak membuat aturan dalam penerapan tata ruang dalam pemukiman.
Penelitian dilakukan di dua Kecamatan , masing-masing terletak di sisi tepian sungai yang berbeda (berseberangan) yaitu Kecamatan Ulu Barat II dan Seberang Ulu I. Dari hasil penelitian ini diketahui ternyata bukan raja urbanisasi yang membuat padat dan kumuh permukiman di tepi sungai, tetapi juga kebiasaan dan kecenderungan penduduk setempat untuk tinggal dekat dengan sanak keluarga dan memanfaatkan ruang yang ada untuk tempat tinggal anak-anak mereka yang telah menikah atau untuk di sewakan kepada para pendatang, meskipun seringkali kondisi fisik lingkungan dan tempat tersebut sudah sangat tidak layak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus David
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk dan gaya bangunan pada masa kolonial Belanda pada awal abad 20. Obyek penelitian ini adalah Bangunan Balaikota yang berada di Jalan Silingwangi no 84 Cirebon yang dibangun pada tahun 1927..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11545
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
"Tata ruang adalah khas pada setiap kelompok masyarakat. Konsep tata ruang suatu masyarakat banyak ditentukan oleh sistem budayanya yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tata ruang suatu masyarakat sering kali juga merupakan simbolisasi dari kenyataan slam dan sosial-budaya masyarakat tersebut.
Tata ruang penting dalam pembangunan terutama terkait dengan pembangunan pemukiman dan perwilayahan. Karena pada setiap masyarakat memiliki konsep tertentu tentang tata ruang. Dengan mengerti secara mendalam adat-istiadat tentang keruangan suatu masyarakat, niscaya program pembangunan yang berhubungan dengan pemukiman dan perwilayahan tidak bertentangan dengan pandangan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
Dipilihnya Baduy sebagai obyek kajian ini karena: (I) merupakan salah satu kelompok masyarakat di Jawa Barat, yang khas dan unik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya, (2) masyarakat Baduy dianggap sebagai salah satu kelompok masyarakat di Jawa Barat yang masih memegang teguh adat istiadat leluhur, (3) masyarakat ini sebenarnya telah dikepung oleh modernisasi, namun sampai saat ini masih mampu menjaga adat istiadat mereka, dan (4) kajian tentang tata ruang masyarakat Baduy ini secara khusus belum banyak dilakukan.
Khusus mengenai kekhasan dan keunikan masyarakat Baduy ini secara nyata dapat dilihat pada rumah atau bangunan dan penataannya dalam suatu kampung. Di Baduy Dalam khususnya, rumah di mana-mana bentuk dan orientasinya sama. Penataan rumah dan bangunan-bangunan lainnya juga menunjukkan kesamaan antara satu kampung dengan kampung lainnya. Selain itu, gambaran penataan tersebut tercermin pula dalam penataan kawasan Baduy. Berdasarkan hal yang menarik tersebut, permasalahan yang dikaji adalah:
1. konsep apakah yang mendasari penataan ruang tersebut.
2. dengan adanya konsep tertentu dalam penataan ruang tersebut, bagaimanakah pengaruhnya terhadap pola perilaku
3. bagaimana `fungsi dan -makna ruang tersebut dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Baduy.
Penelitian ini pada dasarnya bersifal deskriptif kualitatif-. Untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang masih hanyak mengikuti tradisi leluhur mereka, maka lokasi penelitian utama dilakukan di Baduy Dalam. Sedangkan sehagai pemhandingnya dilakukan pula di Baduy Luar. Data yang dikumpulkan meliputi data primer, herupa (1) DATA FISIK berupa bangunan-bangunan dan .alam lingkungan, dan (2) NON FISIK berupa ideologikal (ide, norma, yang ideal atau yang seharusnya) dan sosial (realitas perilaku masyarakat). Untuk memperoleh data FISIK dilakukan dengan cara observasi dan deskripsi. Sedang NON FISIK dilakukan dengan cara wawancara (ideologikal), serta observasi dan wawancara (sosial). Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan berupa kepustakaan yang berhubungan dengan topik kajian ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penataan ruang Baduy mengacu pada konsep "Baduy sehagai pancer bumi" . Sehubungan dengan itu maka: (1) Baduydianggap sehagai pusat dunia, baik secara FISIK (awal penciptaan bumi dan asal usul manusia yang berpusat di Sasaka Domas), maupun secara MENTAL (pelindung dunia dan segala isinya), (2) Sebagai pusat bumi, Sasaka Domas menjadi orientasi atau arah 'kiblat', baik secara FISIK maupun NON FISIK. Selain itu, fungsi ruang dapat dilihat dalam dua hal, yaitu fungsi dalam hubungannya dengan pola pemanfaatan (ruang pribadi, sosial, sakral, dan profan), dan fungsi dalam kaitannya dengan pola waktu (ruang yang kontinyu, sewaktu-waktu, dan berubah-ubah).
Penataan ruang Baduy juga melahirkan suatu simbolisasi yang terwujud dalam klasifikasi dua, berupa (1) 'dalam-luar' yang memiliki makna teritorial (Baduy Dalam dan Baduy Luar), dan makna tingkat kesucian (Baduy Dalam lebih suci daripada Baduy Luar), (2) 'atas - bawah' yang memiliki makna pembagian dunia menjadi Dunia atas danDunia hawah, serta (3) 'tinggi - rendah' yang mengacu pada makna makna lantai atautempat yang tinggi dan rendah, tinggi dianggap lebih sakral dibanding rendah (pada letak rumah puun, lantai imah, tangtu); dan klasifikasi tiga berupa pembagian ruang menjadi 'atas-tengah- bawah' pada (I) 'buana luhur-buana tengah-buana handap', (2) pembagian rumah secara vertikal atap (dunia atas), badan (dunia tengah) dan kaki/ kolong (dunia hawah), dan (3) pelapisan masyarakat menjadi 'tangtu - panamping - dangka'."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Budihardjo, 1944-2014
Bandung: Alumni, 1997
307.76 EKO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006
729 CEC t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>