Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Junus Satrio Atmodjo
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan monografi yang khusus membicarakan bangunan punden berundak di Gunung Penanggungan, suatu jenis bangunan kuna keagamaan Hindu yang bukan termasuk 'candi' dan biasanya hanya didirikan pada daerah sekitar gunung. Keaneka ragaman bentuk arsitektur dan penggarapan punden merupakan perhatian utama dalam skripsi ini, termasuk usaha mencari latar belakang dari alasan pendirian bangunan ini secara keagamaan maupun arsitektur.Metode yang dipakai adalah metode perban_dingan analitis. Melalui metode ini semua bangunan contoh penelitian diperbandingkan satu dan lainnya untuk mendapatkaa ciri umum dasar bentuk arsitektur yang berlaku bagi seluruh punden Situs Penanggungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua punden situs ini dibuat berdasarkan satu pola yang sama; yaitu selalu membagi badan bangunan menjadi tiga bagian terpisah. Yang oleh penulis disebut sebagai tanggul bawah, bangunan induk, dan tiga altar utama. Juga terbukti bahwa tidak ada dua atau lebih punden situs yang bentuknya mirip sama, se_tiap punden memiliki varisi bentuk dan pe_ngerjaan yang berbeda. Selain itu pemilihan arsitektur punden sendiri.yang berteras memperlihatkan adanya hubungan dekat antara praktek-praktek pemujaan arwah nenek moyang sebagai tradisi keagamaan Indonesia asli dengan unsur-unsur agama Hindu dalam-bentuk perpaduan .Secara keseluruhan disimpulkan bahwa ba_ngunan punden berundak Gunung Penanggungan adalah hasil perpaduan antara unsur budaya Indonesia asli dengan agama Hindu dalam u_jud baru yang mewakili keduanya.Yaitu bagunan berteras yang membawa corak Hindu."
1986
S11753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nugroho
"Penelitian ini mengenai bangunan berundak Situs Gunung Gentong yang terletak di Gunung Subang, Desa Legokherang Kecamatan Cilebak, Kuningan, Jawa Barat. Situs Gunung Gentong merupakan bangunan berundak dengan 6 teras dengan temuan berupa gentong, menhir, batu temugelang, batu lumpang, monolit, dan batu tegak. Bentuk bangunan berundak Situs Gunung Gentong belum diketahui. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk bangunan berundak Situs Gunung Gentong, apakah berbentuk anak tangga atau kah berbentuk piramida, dan atau kah berbentuk pola baru yang belum ditemukan sebelumya. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah deskripsi bangunan dan temuan yang terdapat di bangunan berundak Situs Gunung Gentong, data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis bentuk, setelah itu dilakukan perbandingan antara Situs Gunung Gentong dengan konsep dan teori mengenai punden berundak megalitik yang telah diungkapkan oleh para ahli arkeologi. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa bangunan berundak Situs Gunun Gentong merupakan bangunan megalitik yaitu punden berundak dan temuan yang terdapat di dalamnya adalah gentong, menhir, batu temugelang, batu lumpang, monolit, dan batu tegak. Situs Gunung Gentong memiliki bentuk anak tangga dan menjadi situs perantara di kawasan Gunung Subang. Dilihat dari bentuk bangunan dan temuan yang terdapat di punden berundak Situs Gunung Gentong ada kemungkinan bangunan ini digunakan untuk pemujaan.

This research on the building site of Mount Gentong terraces located on Mount Subang, Village District Legokherang Cilebak, Kuningan, West Java. Mount Gentong a building site with 6 terraces with the findings of the barrel, menhirs, stone enclosure, mortar stones, monoliths, and the upright stone. Shape of the building site of Mount Gentong is unknown. Problems in this study is how the shape of the building terraces of Mount Gentong Site, whether stair shaped or pyramid shaped, or whether new shape patterns that have not been found previously. The steps in this research is a description of buildings and the findings contained in the Site of Mount Gentong building terraces, the data are then analyzed using analysis of form, after it carried out the comparison between the site of Mount Gentong with concepts and theories about punden megalithic terraces that has been expressed by the archaeologist. The results of this study indicate that the building site of Mount Gentong terraces are the megalithic buildings which is punden terraces and the findings contained therein are the keg, menhirs, stone enclosure, mortar stones, monoliths, and the upright stones. The site Mount Gentong has the shape stairs and into the site an intermediary in the region of Mount Subang. Judging from the shape of the building and the findings contained in the Site of Mount Gentong punden terraces there is a possibility the building used for worship."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S88
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendhycas Bambang P.
"Bangunan-Bangunan Punden Berundak Di Situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit Abad 15-6 Masehi: Tinjauan Arsitektur. 368 halaman, 35 gambar, 13 tabel, 8 peta, 4 sketsa, 54 foto, 70 acuan (1845 - 1993). Beberapa laporan penelitian dari tahun 1845 - 1993 menjelaskan tentang penemuan beberapa kepurbakalaan di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit maupun daerah di sekitarnya. Sebagian besar kepurbakalaan tersebut adalah berupa bangunan punden berundak, yang lazimnya dijumpai di banyak situs gunung di Jawa Timur. Laporan-laporan tersebut merupakan dasar utama di dalam melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan di lapangan. Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah mengungkapkan pola bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit dalam tinjauan arsitektur.
Di dalam analisa pembahasan arsitektur bangunan punden berundak ini selain melakukan komparasi terhadap situs sejenis, terutama situs Gunung Penanggungan, juga berdasarkan atas pengamatan lingkungan secara geografis, geomorfologis maupun geologisnya. Untuk itu tidak terlepas akan peranan beberapa peta yang berhubungan, baik peta topografi maupun peta geologi situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit.
Dari inskripsi yang dijumpai, diperkirakan situs ini berasal dari abad ke-15--6 Masehi. Atas perbandingan dengan data serupa dan masa yang sama di situs Gunung Penanggungan, maka pola arsitektur yang tampak pada sebagian besar bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuna dan Gunung Ringgit terdiri atas pola halaman, bangunan induk serta altar. Pola arsitektur tersebut terungkap selain atas jenis bahan batuan yang digunakan pada sebagian besar konstruksi bangunan punden berundak maupun pada sebagian besar area adalah berupa jenis pirokiastika, .iuga atas' dasar asumsi perhitungan Hukum mekanika yang diterapkan.
Berdasarkan atas analisa pets geologi, ternyata jenis batuan piroklastika banyak dijumpai di situs Gunung Arjuno dibandingkan di Gunung Ringgit. Namun meskipun demikian masih dijumpai sebuah bangunan punden berundak di situs Gunung Ringgit yang diperkirakan menggunakan jenis batuan pirokiastika pada konstruksi bangunan induknya. Berdasarkan atas pengamatan peta topografi, terutama atas kemiringan lereng gunungnya dan beberapa penelitian geomorfologi atas perkirakan persebaran daerah permukiman, maka sebagian besar kepurbakalaan di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit tersebar di lereng sebelah timur.
Berdasarkan atas data di lapangan, terdapat dua jenis bangunan induk, yaitu berdasarkan atas kemiringan lereng dan bangunan induk yang menyerupai bangunan piramid terpenggal di bagian puncaknya. Namun dari kedua jenis bangunan induk tersebut hal yang tetap dipertahankan adalah bentuk teras undakan. Beberapa peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa teras undakan pada bangunan berundak merupakan bagian dari prosesi keagamaan yang pernah dilakukan. Namun dalam penelit.ian ini belum mengungkapkan keagamaan yang berkembang terut.ama yang berhubungan dengan kehadiran bangunan-bangunan punden berundak di situs Gunung Arjuno dan Gunung Ringgit pada abaci 15-6 Masehi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nusi Lisabilla Estudiantin
"Pura-pura kuno yang menjadi objek dalam kajian ini adalah pura-pura yang yang memiliki tapak (pondasi) kuna dan diperkirakan dibangun pada abad 8 hingga 18 Masehi, yang dibagi .menjadi Bali masa PraMajapahit (8-13 Masehi), Bali masa Majapahit (14-15 Masehi dan Bali PascaMajapahit (16-18 Masehi). Permasalahan yang dihadapi dalam kajian ini adalah bahwa pura di Bali, khususnya pura kuna yang menjadi objek kajian ternyata tidak semuanya terdiri dari tiga halaman, karena ada pura yang hanya terdiri dari dua halaman dan ada pulayang terdiri dari empat halaman.
Kajian ini menggunakan metode komparatif dalam upaya menjawab permasalahan yang dihadapi. Pura-pura kuno yang menjadi objek kajian diperbandingkan dengan kompleks percandian Panataran dan punden berundak di Crunung Penanggungan yang diwakili oleh bangunan Candi Carik (Kep. I) dan Candi. Kendalisodo:(Kep. LXV).
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya pura-pura di Bali terdiri dari tiga halaman, yakni jaba (profan), jaba tengah. (setengah profan/setengah sakral). dan jeroan (sakral) serupa dengan konsep bangunan suci masa Majapahit, namun pada saat ini halaman depan atau jaba pada sebagian pura di Bali kini dapat berupa halaman terbuka, jalan raya, lahan pertanian bahkan pemukiman. Keadaan ini dapat saja terjadi karena sangat mungkin disebabkan keterbatasan lahan mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat,.selain itu bagian halaman yang "hilang", yakni jaba memiliki sifat profan sehingga tidak mengganggu keberadaan pura itu sendiri, mengingat bagian paling panting dari pura adalah jeroan yang bersifat suci dan sakral; tempat para umat melakukan pemujaan. Dengan demikian pelaksanaan aturan pembangunan pura bedasarkan konsep Triloka dan Tri Angga tidak lagi bersifat kaku dan disesuaikan dengan keadaan yang ada sekarang, namun tidak mengurangi nilai kesakralan pura itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T12627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Nusawan
"ABSTRAK
Proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala, membuat sifat keterbatasan yang dimiliki data arkeologi menjadi bertambah besar, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keterbatasan ini tentu berakibat pada usaha arkeologi untuk memahami kebudayaan dan masyarakat masa lalu menjadi semakin terbatas pula sehingga menyebabkan para peneliti harus sekaligus mengupayakan pelestarian terhadap data yang ditelitinya. Oleh sebab itu perlu diupayakan untuk mengurangi ancaman terhadap data arkeologi agar keterbatasan tersebut tidak semakin besar. Hal ini juga untuk menjaga kesinambungan penelitian arkeologi selanjutnya. Kerusakan dan pelapukan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yang selanjutnya dikategorikan menjadi faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi keberadaan suatu peninggalan purbakakala, khususnya yang berada di tempat terbuka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Punden berundak Gunung Padang merupakan salah satu peninggalan purbakala yang terletak di tempat terbuka. Kondisi ini juga dipengaruhi lingkungan sekitarnya, tempat punden berundak itu berada. Studi ini dimaksudkan untuk memahami permasalahan yang timbul dalam usaha pelestarian peninggalan-peninggalan sejarah dan purbakala tersebut yang dalam studi ini adalah punden berundak Gunung Padang. oleh sebab itu studi ini bertujuan untuk:
(1) mengetahui jenis-jenis kerusakan dan pelapukan, besar, dan kecenderungannya,
(2) mengetahui beberapa faktor penyebab kerusakan dan pelapukan, terutama faktor lingkungan alam, dan
(3) menunjukkan kemungkinan hubungan antara beberapa jenis kerusakan dengan faktor penyebabnya.
Selanjutnya dalam studi ini dilakukan tahap-tahap penelitian yang terdiri dari (1) pengumpulan data, (2) pengolahan data, serta (3) penyajian dan penjelasan analisis data. Namun sebelumnya telah ditentukan sejumlah variabel datanya yang berdasarkan permasalah dan tujuan penelitian. Selanjutnya pemahaman data kerusakan dan pelapukan dilakukan dengan cara kuantifikasi data-data kualitatif, sehingga dapat meng_gambarkan besar kerusakan/pelapukan yang terjadi serta memungkinkan untuk menarik kesimpulan yang ada.Akhirnya, berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik tiga poin kesimpulan, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya, dan selanjutkan memberi beberapa saran guna kepentingan pelestarian peninggalan-peninggalan masa lalu, khususnya punden berundak Gunung Padang, yang menjadi data utama studi ini.

"
1996
S11605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Abdullah
"Dedy Abdullah. Bangunan Berundak di Jawa Barat : Kajian Aspek Bentuk dan Keletakan (dibawah bimbingan R. Cecep Eka Permana, M.Si.). Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 2000. Penelitian tentang bangunan berundak di Jawa Barat ini dilakukan terhadap 20 bangunan berundak berdasarkan kajian aspek bentuk dan keletakannya. Kajian yang dilakukan terhadap data pada dasarnya adalah pengamatan terhadap unsur-unsur atau variabel bentuk dan variabel keletakan yang merupakan atribut utama. Kajian ini termasuk dalam kajian deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain dengan melakukan klasifikasi taksonorni yang bertujuan membentuk tipe, dan melakukan korelasi yang bertujuan mendapatkan generalisasi tentang bangunan berundak yang terdapat di Jawa Barat. Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa atribut yang paling kuat yang merupakan atribut pembentuk tipe adalah atribut denah halaman. Dan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada 5 tipe utama bangunan berundak dengan jumlah yang berbeda-beda, dan beberapa tipe diantaranya memiliki beberapa lagi sub tipe bangunan berundak. Yang pertama adalah bangunan berundak tipe anak tangga yang terdiri dari 4 sub tipe. Kemudian bangunan berundak tipe piramida yang terdiri dari 3 sub tipe. Selanjutnya bangunan berundak tipe teras berderet yang terdiri dari bangunan berundak saja. Yang keempat adalah bangunan berundak tipe segitiga dan terdiri dari 1 bangunan berundak saja. Dan yang terakhir atau yang kelima adalah bangunan berundak tipe setengah lingkaran yang terdiri dari 4 sub tipe. Mengenai pola keletakan antara bangunan berundak dengan beberapa variabel keletakan yaitu antara lain gunung, sumber air, pemukiman, sawah, ladang, dan hutan adalah sebagai berikut: letak gunung adalah selalu di belakang situs, dimana gunung tersebut menjadi arah hadap dari bangunan berundak. Kemudian letak pemukiman dan sumber air terletak di depan bangunan berundak. Hal ini mungkin disebabkan lokasi yang lebih rendah dan permukaan tanahnya cenderung lebih rata, sehingga diperkirakan akan mempermudah dalam mendapatkan sumber air dan melakukan aktivitas para pendukung budaya bangunan berundak yang bersifat profan. Sedangkan keletakan sawah, ladang, dan hutan dari bangunan berundak tidal: menunjukkan adanya suatu pola tertentu. Sawah, ladang, atau hutan terletak secara acak di sekitar situs bangunan berundak, bisa di depan situs, di samping situs, ataupun di belakang situs"
2000
S11845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryadita Utama
"Sebuah penelitian yang difokuskan untuk mengindenfikasi keperbakalaan Punden Rajarsi dan Curug Ciangsana sebagai bangunan peninggalan tradisi megalitik. Kepurbakalaan ini ada di Desa Sukaresmi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dimana pada kedua lokasi penelitian ditemukan sejumlah monumen batu yang berciri tradisi megalitik..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11411
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sudirman
"Penelitian ini mengenai puden berundak Pasamuan yang terletak di desa Pasir Eurih Kecamatan Ciomas, Bogor. Situs Pasamuan merupakan bangunan dengan 9 teras dengan bentuk dan tinggalan yang memiliki ciri mirip dengan bangunan megalitik. Melihat ciri bangunan tersebut yang serupa dengan bangunan megalitik permasalahan yang hendak diteliti adalah bagaimanakah sebenarnya bentuk dan ciri lengkap Situs Pasamuan serta benda-benda peninggalan yang terdapat di dalamnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya. Langkah-langkah dalam penelitian adalah deskripsi banguan dan temuan yang terdapat di punden berundak Pasamuan, data tersebut kemudian di bandingkan dengan bangunan megalitik yang memeiliki cirri yang sama. Situs yang dijadikan pembandingan adalah punden berundak yang terdapat di Jawa Barat, yaitu punden berundak Gunung Padang, Pangguyungan, Pasir Gantung, dan Pasir Kolecer. Punden berundak tersebut dipilih karena memilki persamaan bentuk dan memiliki pengaruh kepercayaan yang sama yaitu agama Sunda Kuna atau yang dikenal dengan sebutan kabuyutan_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11410
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Dinas Purbakala Republik Indonesia, 1951
930.1 IND p (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Santoso
"Bangunan megalitik dibangun atas dasar kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan akan hal ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk megalitik. Pada beberapa punden berundak, kepercayaan ini dapat dibuktikan dengan adanya altar dengan orientasi ke tempat yang lebih tinggi atau penempatan menhir sebagai perwujudan roh nenek moyang. Keumuman yang ada di teras-teras punden berundak adalah ditemukannya menhir yang ditempatkan pada teras utama. Permasalahan penelitian dalam kaitannya dengan hal ini adalah batu lumpang di situs Pasir Lulumpang memiliki keunikan dengan ditempatkan pada teras teratas punden berundak. Tentunya dengan kondisi yang demikian, batu lumpang punden berundak situs Pasir Lulumpang memiliki kekhasan dalam hal organisasi ruang yang ada. Adanya upaya untuk mencari jawaban dengan analogi etnografi tentu saja menjadi alternatif bagi peneliti sebagai sumber interpretan yang juga menjadi bantuan analisis dengan permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas. Adanya penempatan batu lumpang di teras teratas setidaknya menunjukkan bahwa ada yang dibedakan dalam hal penempatannya jika dibandingkan dengan fenomena di punden berundak lainnya. Di sini demikian nyata adanya fenomena pertandaan. Dengan kenyataan tentang permasalahan penelitian di atas maka adanya batu lumpang di puncak punden berundak ini menimbulkan berbagai pertanyaan, yaitu:Komponen-komponen apa saja yang termasuk dalam fenomena pertandaan pada punden berundak?, Apakah yang menjadi ground dalam pertandaan? Termasuk qualisign, sinsign, atau legisign? Apakah yang termasuk dalam ikon, indeks, dan simbol dalam hubungan antara tanda dengan referent-nya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>