Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Aryanto
"Prasasti sebagai sumber sejarah kuna mempunyai kualitas yang tinggi, dan merupakan sumber yang dapat dipercaya, karena apabila diteliti dengan seksama isinya dapat memberikan gambaran yang amat menarik tentang struktur kerajaan, birokrasi, kemasyarakatan, perekonomian, agama, kepercayaan, dan adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia Kuna. Sejumlah besar prasasti banyak yang belum diteliti secara tuntas. Sebagian besar prasasti diterbitkan dalam bentuk alih aksaranya raja, itu pun tidak seluruhnya lengkap. Beberapa diantaranya dilengkapi dengan terjemahan, namun telaah atas isinya belum banyak dilakukan. Prasasti Munggut telah lama ditemukan dan muncul pertama kali dalam satu laporan yang terbit pada tahun 1887, namun hingga saat ini belum ada yang membahasnya secara khusus dan tuntas. Sehubungan dengan hal tersebut maka suatu kajian awal terhadap prasasti merupakan tema dalam skripsi ini. Mengingat pentingnya prasasti sebagai salah satu sumber sejarah kuna dan sekaligus berfungsi sebagai historiografi, maka harus dilakukan telaah terhadap isi prasasti Munggut, yaitu mencoba mengetahui latar belakang sebab-sebab dikeluarkannya prasasti Munggut oleh raja Airlangga, dan juga mencoba memberikan gambaran aspek-aspek kehidupan masyarakat pendukungnya saat prasasti Munggut ini dikeluarkan. Tetapi yang lebih penting pada awal penelitian skripsi ini adalah memecahkan persoalan pertanggalan yang dibaca secara berbeda-beda oleh beberapa sarjana. Apakah prasasti Munggut ini dikeluarkan tahun 944 S atau 955 S. selain itu ada hal yang menarik di dalam prasasti Munggut ini, yaitu penyebutan tanda rakryan ri pakirakiran makabehan sebagai golongan pejabat. Penyebutan itu tidaklah umum pada masa Airlangga, dan diketahui pula bahwa belum ada prasasti Airlangga lainnya yang telah diterbitkan hasil penelitiannya menyebutkan istilah tersebut. Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam skripsi ini menyatakan bahwa prasasti Munggut memiliki angka tahun 944 S. hal ini didasarkan pada hasil pengajian terhadap fisik prasasti dan isi prasasti, yang lazim disebut dengan kritik ekstern dan intern, suatu bagian dari urutan metode penelilian yang biasa digunakan dalam ilmu sejarah, Sedangkan masalah penyebutan istilah tanda rakryan ri pakirakiran yang disebut dalam prasasti Munggut kemungkinannya merupakan bentuk istilah baru yang belum umum digunakan pada masa Airlanngga, terutama prasasti-prasastinya. kemungkinan lain muncul dari penyebutan istilah tanda ri pakirakiran tersebut, yaitu bahwa istilah itu telah dipergunakan terlebih dahulu oleh masyarakat Bali Kuna yang merupakan tanah asal kelahiran Airlangga untuk kemudian dibawa dan diperkenalkan oleh Airlangga ke tanah Jawa, khususnya Mataram Kuna pada masa pemerintahannya. Hal ini didapatkan melalui perbandingan terhadap prasasti-prasasti dari masa Bali Kuna. Namun hal ini masih perlu banyak diteliti kembali, karena masih diperlukan banyak waktu untuk dapat membuktikan apakah ada prasasti lain dari masa Airlangga yang juga menyebutkan istilah tanda rakryan ri pakirakiran. Masalah itu nantinya akan menimbulkan satu masalah baru yang menunggu waktu untuk pembahasan lebih lanjut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggut, Wenseslaus
Jakarta Institut Studi Arus Informasi 1998,
303.38 Man k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ambarwati Kusumadewi
"Sebagai seorang mahrjadhirja dari sebuah kerajaan besar di Sumatra Barat, Adityawarman mengundang ketakjuban para ahli sejarah Indonesia kuno. Selama sekitar 27 tahun berkuasa (1347-1374 Masehi) Adityawarman telah menerbitkan kurang lebih dari 13 buah prasasti yang tersebar di kabupaten Tanah Datar, Dharmasraya dan Pasaman. Prasasti-prasasti ini menarik perhatian karena menggunakan aksara dan bahasa yang berbeda-beda serta isi prasasti yang beragam.

As a great king of a great Malayu Kingdom in West Sumatra, Adityawarman emerged a feeling of amazement and adimiration from the ancient Indonesia historians. During 27 years of his authority (1347-1374 AD), Adityawarman had published 13 inscriptions which spread ini the regencies of Tanah datar, Dharmasraya and Pasaman. These inscriptions were draw much attentions because were written in different characters and languages."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T41419
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sjalabi
Djakarta: Djajamurni, 1964
291 SJA pt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yessy Meilanie Abast
"Prasasti merupakan salah satu hasil kebudayaan manusia masa lampau, berupa tulisan kuna yang dipahatkan pada suatu benda. Dari prasasti inilah kita memperoleh infomasi tentang struktur kerajaan, struktur birokrasi, struktur kemasyarakatan, struktur perekonomian, agama, kepercayaan dan adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia kuna (Boechari,1977c;22). Prasasti Padlegan II merupakan salah satu prasasti dari masa raja Sarweswwara yang belum diteliti lebih dalam. Dalam ROC tahun 1908 prasasti Padlegan II diketahui berada di daerah Pinggir Sari, distrik Tulung Agung. Selanjutnya L. Ch. Damais dalam EEI IV, melakukan pembacaan sebanyak lima baris pertama untuk melakukan penghitungan tarikh masehi. Sejarah mengenai masa Kadiri terutama masa raja SarweSwwara masih sangat kurang. Oleh karena itu penelitian terhadap prasasti Padlegan 11 dirasakan sangat perlu untuk memberikan infomasi data historis kepada kita dan lebih banyak lagi data kemasyarakatan, perekonomian dan keagamaan. Penelitian terhadap prasasti hampir sama tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian sejarah. Tahap-tahap kerja yang dilakukan ada empat yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Setelah melalui tahap kritik, dapat diambil kesimpulan bahwa benar prasasti Padlegan II adalah prasasti dari masa Kadiri. Setelah itu dilanjutkan dengan identifikasi tokoh, tempat, waktu, dan peristiwa. Dalam identifikasi tokoh, ditemukan satu jabatan yang disebut Mapanji Ingitajna yaitu suatu jabatan yang mengerti tanda-tanda. Jabatan ini tidak ditemukan pada prasasti-prasasti Kadiri lainnya, tetapi ditemukan pada prasasti Singhasari. la disebut sebagai naya widingitajna yaitu suatu jabatan yang ahli dalam politik dan bijaksana akan isyarat (Sedyawati,1985a;328).Kemudian dalam identifikasi tempat, ditemukan satu kata yang sering muncul pada daftar nama-nama pejabat yang menerima anugerah raja. Kata itu ialah pagemangala. Kata pagemangala tidak diketahui artinya dalam bahasa Indonesia dan tidak ditemukan pula dalam prasasti-prasasti Kadiri lainnya. Dalam mengidentifikasi peristiwa diketahui bahwa prasasti Padlegan II merupakan prasasti yang dikeluarkan dalam rangka pemberian anugerah pamuwuh (anugerah tambahan). Hal itu ditunjukkan dengan adanya prasasti lain dari masa raja Bameswara yaitu prasasti Padlegan I (1038 S). Dalam prasasti Padlegan I menyebutkan nama-nama daerah sama dengan prasasti Padlegan II (1081 S)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartanto
"Prasasti merupakan salah satu sumber sejarah kuno Indonesia yang menpunyai kualitas yang tinggi. Tidak dapat dipungkiri lagi sehingga J.G. de Casparis menyebutnya prasasti sebagai tulang punggung sejarah kuno Indonesia. Jumlah prasasti yang telah ditemukan di Indonesia diperkirakan mencapai ribuan, tapi pada kenyataannya sejarah kuno Indonesia masih banyak masa-masa yang tidak diketahui dengan pasti.O1eh karena itu penelitian terhadap prasasti tidak hanya memusatkan perhatian pada prasasti-prasasti yang belum diterbitkan, tetapi juga meneliti kembali prasasti-prasasti yang baru terbit dalam bentuk alih aksara sementara. kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa modern, sekaligus menelaah isinya. Dengan demikian data yang terkandung di dalam prasasti tersebut dapat digunakan sebagai sumber sejarah kuno Indonesia. Prasasti Malenga merupakan prasasti peninggalan dari masa Garasakan yang dikeluarkan pada tahun 974 S/ 1052 M) dan di salin kembali (ditulad) pada tahun 1258 S/ 1336 M. Prasasti ini terdiri dari 7 lempeng tembaga dan sekarang di simpan di Musium Nasional Jakarta dengan nomer inventaris E-81. Prasasti itu berisikan tentang penetapan sima desa Halenga oleh Hapanji Garasakan karena penduduk desa Halenga telah membantu Garasakan melawan Haji Lingga Jaya. Prasasti Malenga mempunyai huruf yang buruk, oleh karena itu pembuatan alih aksara serta membuat catatan pada alih aksara prasasti Malenga itu diharapkan dapat memberikan koreksi kesalahan penulisan oleh citralekha. Karena kesalahan dalam pembacaan dapat mengakibatkan salah penafsiran dan kesalahan dalam penafsiran dapat mengakibatkan ketidak tepatan dalau menguraikan peristiwa sejarah .yang terjadi. Diharapkan prasasti tersebut dijadikan data sejarah panting, guna mengisi masa-masa yang masih kosong."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masintan Karo Sekali
"Pemahaman terhadap perjalanan sejarah Indonesia Kuna dapat dilakukan dengan menelaah beberapa sumber data. Sumber data yang mempunyai kualitas tinggi dan dapat dipercaya adalah prasasti. Berbagai macam data dapat ditemukan dalam prasasti. Boleh dikatakan hampir semua aspek kehidupan dewasa ini, dapat ditemukan di dalamnya. Dengan ilmu bantu dan kemampuan analisis yang memadai maka kita dapat berbicara banyak berdasarkan data yang terdapat dalam prasasti. Tetapi pada kenyataannya masih banyak prasasti yang belum diteliti secara intensif. Sebagian besar prasasti diterbitkan dalam bentuk alih aksaranya saja, itupun tidak seluruhnya lengkap. Prasasti Galungun merupakan salah satu prasasti yang belum diteliti. Keberadaan prasasti ini pertama kali dilaporkan secara tertulis oleh Brandes dalam NBG tahun 1888. Laporan tersebut juga hanya sebatas angka tahun dan nama raja yang disebutkan dalam prasasti. L. Ch. Damais dalarn EEl IV hanya menyajikan alih aksara dari 4 bans pertama. Padahal keterangan sejarah mengenai masa Kadiri, terutama Kadiri akhir masih sangat terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut maka dirasakan perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap prasasti ini, yaitu mencaba rnengetahui isi dan latar sejarah sebab-sebab dikeluarkannya prasasti Galungun. Dalam hal ini digunakan data-data penunjang berupa prasasti sejaman dan naskah sastra yang berhubungan dengan masa Kadiri akhir. Penelitian ini menyangkut isi prasasti, yaitu pertulisan yang memberi keterangan tentang berbagai peri kehidupan masyarakat masa lalu. Oleh karena itu metode yang digunakan adalah metode penelitian sebagaimana yang diberlakukan terhadap data sejarah. Adapun tahapan kerja yang dilakukan meliputi:tahap heuristik, kritik teks, interpretasi dan historiografi. Sebuah lambang yang terpahat timbul di sisi depan prasasti merupakan sesuatu yang penting, karena lambang tersebut merupakan lanchana raja Krtajaya yaitu berupa Srnga atau tanduk. Adapun tanduk adalah lambang kekuatan dan kesuburan. Prasasti Galungun berisi tentang peneguhan sima. Sebelumnya telah pemah diturunkan anugrah sima oleh seorang yang disebut haji Panjalu. Siapa tepatnya yang disebut haji Panjalu ini tidak diketahui, tetapi yang pasti dia adalah seorang penguasa atau raja yang pemah memerintah. Duwan di Galurngui kemudian datang bersembah kepada raja yang sedang memerintah untuk memindahkan anugrah tersebut yang sebelumnya ditulis di atas ripta ke tugu batu. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk lebih melegitimasikan anugrah tersebut, selain tentu saja supaya lebih tahun lama. Raja kemudian mengabulkan dan menambah anugrah itu dengan hak-hak istimewa. Berlakunya denda disamping kutukan bagi pelanggar ketentuan, menunjukkan adanya hukum yang makin jelas dan pengaturan serta pengawasan yang makin ketat dari pemerintahan pusat pada masa Kadiri. Berdasarkan kritik ekstern dan intern yang dilakukan terhadap prasasti ini, dapat dipastikan bahwa prasasti ini adalah sesuai dengan angka tahun yang tertera di dalamnya dan bukan prasasti tinulad."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11928
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoiriyah
"Krtanagara dikenal sebagai raja Singhasari terakhir. Berita tertulis yang selama ini memuat namanya agak panjang lebar adalah Kakawin Nagarakrtagama dan Kitab Pararaton. Diantara raja-raja yang memerintah di Sinhasari, Krtanagara adalah raja yang paling banyak mengeluarkan prasasti. Sekalipun demikian, keterangan yang diperoleh, belum dapat mengungkap secara lengkap tentang kejadian di masa pemerintahannya. Prasasti Rameswarapura yang dibahas di sini mempunyai beberapa keistimewaan bila dibanding dengan prasasti Krtanagara yang lain. Keistimewaannya antara lain, Prasasti Rameswarapura berangka tahun sama dengan salah satu berita yang ada dalam Kakawin Nagarakrtagama dan Pararaton, yaitu yang menyebutkan bahwa pada tahun 1197 Saka, Krtanagara melakukan ekspedisi ke Malayu. Selain itu, prasasti ini prasasti satu-satunya pasa masa Krtanagara yang memuat rincian pemberian pasok pagoh kepada raja dan pejabat-pejabatnya. Pejabat-pejabat yang menerima hadiah, antara lain Bhatara Sri Narasinhamurti. Nama tokoh ini ada dalam Kitab Pararaton, sebagai pendamping Wisnuwarddhana dalam memerintah negara. Dia juga dikatakan meninggal pada tahun yang sama dengan Wisnuwarddhana yaitu tahun 1190 S (1268 M). Dengan ditemukannya prasasti ini, berarti dapat memberikan data baru bahwa tokoh Bhatara Sri Narashihamurtti sampai tahun 1197 S masih hidup. Selain itu dalam pasok pagoh disebut juga tokoh Mapanji Anragani. Tokoh ini juga disebut dalam Pararaton sebagai patih Krtanagara yang meninggal bersama_-sama dengan Krtanagara pada saat terjadi serangan dari Jayakatwang. Dengan demikian, berdasarkan Prasasti Rameswarapura dapat diketahui bahwa tokoh ini benar-benar pernah hidup pada masa Krtanagara. Prasasti Rameswarapura juga menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinana siapakan leluhur Krtanagara yang didharmakan di Rameswarapura. Karena kurangnya data yang diperlukan, sehingga pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan pasti. Semoga dengan ditemukan data yang lebih lengkap di kemudian hari, pertanyaan itu dapat terjawab, sehingga dapat memberikan data baru bagi penulisan sejarah kuna Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ambarwati Kusumadewi
"Dalam sejarah Indonesia Kuna ada satu periode yang belum lengkap gambarannya, yaitu yang biasa disebut jaman Kadiri. Jaman ini dimulai sejak Airlangga membagi dua kerajaannya menjadi kerajaan Janggala di sebelah utara dan kerajaan Pangjalu di sebelah selatan. Prasasti Garaman yang dikeluarkan oleh Mapanji Garasakan dari kerajaan Janggala ditemukan pada bulan Mei 1985. Prasasti yang berangka tahun 975 8aka (1053 Masehi) berisi anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk desa Garaman atas bantuan mereka ketika raja melawan Haji Pangjalu, musuh dan kakaknya sendiri. Prasasti ini secara jelas mendukung keberadaan kerajaan Janggala dan Pangjalu yang semula merupakan satu kerajaan di bawah pemerintahan Airlangga. Juga memberitahu bahwa antara raja Janggala dan raja Pangjalu ada hubungan kekeluargaan yaitu kakak beradik, dimana Mapanji Garasakan adalah anak laki--laki tertua Airlangga dan adik Sanggramawijaya, putri tertua Airlangga. Keduanya lahir dari permaisuri. Sedangkan Haji Pangjalu adalah anak Samarawijaya dan tutu Dharmmawangsa Teguh. Karena kedua anak laki-laki ini merasa berhak atas tahta kerajaan, maka Airlangga terpaksa membagi dua kerajaannya agar tidak ada usaha perebutan tahta. Pembagian ini terjadi pada tahun 974 Saka. Tetapi peperangan antara dua raja ini tidak terelakkan. Pada tahun itu pula terjadi peperangan antara kedua raja tersebut. Prasasti Garaman rupanya juga memperingati pecahnya perang antara Mapanji Garasakan dari Janggala dengan Haji Pangjalu dari Pangjalu."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S12003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Setyorini
"ABSTRAK
Mpu Sindok memerintah Kerajaan Mataramm Kuna selama 20 tahun dan telah mengeluarkan 27 buah prasasti yang 26 di antaranya berisi penetapan sina. Kekuasaannya di dukung oleh para pembantunya baik dari galangan sipil maupun keagamaan yang mengatur jalannya pemerin tahan mulai dari tingkat pusat hingga wanua.
Di tingkat pusat diisi oleh para rakai tertinggi yang biasa_nya putra-putri raja atau kerabat dekat kerajaan lainnya. Misalnya Pu Sahasra yang merupakan ipar Sindok. Juga para sangat yang ber_peran dalam upacara keagamaan, peradilan dan menjadi penasihat raja.
Di tingkat watak adalah para pejabat yang memperoleh kedudu_kannya secara turun-temurun seperti Rakryan Bawang, atau mereka yang ditunjuk oleh raja. Untuk kategori kedua ini tidak ditemukan dalam prasasti-prasasti Sindok. Mereka mempunyai bawahan seperti parujar, citralekha, pangurang, patih, wahuta, juru dan tuhan yang menjalankan upacara penetapan sima. Tugas mereka adalah mengel0la daerah watak dengan Cara mengelola uang hasil pajak yang diambil dari wanua-wanua dalam wilayah kekuasaannya dan mengkoordinir pejabat-pejabat desa sesuai dengan jabatannya.
Di tingkat wanua pejabat pengurus desa disesuaikan dengan keadasn desa tersebut. Hasilnya adanya hutan, sawah, dan sungai maka diperlukan tuhalas, hulu air dan hulu wwatan. Sedagkan pejabat keagamaan tidak terlihat jelas sebagaimana di tingkat pusat dan watak. Mungkin wariga (pencari hari dan bulan baik) dapat dimasuk_kan ke dalam kelompok ini.
Adanya hirarki demikian menyebabkan timbulnya golongan_golongan dalam masyarakat yang dibagi dalam beberapa kategori yaitu: (1) penggunaan nama, contohnya bahasa Sanskerta dipakai oleh golongan barngsawan; (2) kata. sandang, kata S'ri, Dyah dan Pu dipakai oleh golongan bangsawan, Dang atau Dapunta untuk golongan agama, Sang dapat dipakai oleh golongan agama atau rakyat biasa, sedangkan Si digunakan oleh rakyat kebanyakan; (3) pasak-pasak, makin tinggi kedudukan seseorang makin baik hadiah yang ia terima.Sistem kasta pun telah dikenal namun tidak diterapkan secara ketat karena masya_rakat lebih mementingkan kedudukan seseorang berdasarkan usia.
Birokrasi berjalan dari atas ke bawah misalnya turunnya perintah raja atau dari bawah ke atas seperti adanya rakai yang memohan langsung kepada raja untuk menetapkan sima.
Sebagai pendiri dinasti dan kerajaan baru Sindok memerlukan dukungan dari orang-orang yang telah dikenalnya dan diketahui loyalitasnya. Oleh sebab itu ada banyak pejabat yang berasal dari pemerintahan raja sebelumnya. Tentu saja ada beberapa perubahan misalnya tidak dijumpainya lagi jabatan rakai ragarwsi dan kedudu_kan rakai wka yang sama dengan rakai halu.

"
1995
S11800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>