Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
F.X. Dimas Adityo
"Kompleks Keraton Yogyakarta, adalah merupakan salah satu dari data arkeologi dari masa Kerajaan Islam yang keadaannya relatif masih utuh sampai dengan saat ini. Seper_ti halnya Keraton-keraton lainnya yang juga peninggalan dari masa Kerajaan Islam, sejarah pendiriannya juga tak lepas dari pengaruh pemerintahan kolonial, dalam hal ini adalah Belanda. Pengaruh tersebut adalah akibat dari adanya teka_nan-tekanan politik Pemerintah kolonial terhadap Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, seperti halnya yang terjadi pada Kasultanan Yogyakarta. Menurut sumber sejarah yang cukup representatif sebagai sumber sejarah asli Keraton Yogyakarta yaitu Babad Ngayogyakarta, telah menunjukkan adanya suatu pengaruh kehidupan pemerintahan kolonial Belanda, di dalam kehidupan sosial maupun seni-budaya Keraton Yogyakarta. Masuknya budaya barat seperti pesta-pesta, minum-minuman keras dan hiburan musik-musik barat, adalah sudah merupakan bagian dari suatu upacara protokoler penyambutan tamu-tamu barat dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda yang berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Hal tersebut, menurut Babad Ngayogya_karta terutama ditunjukkan pada masa pemerintahan Sultan HamengkuBuwono ke-V sampai dengan pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII. Akibat adanya tekanan politik pemerin_tah kolonial terhadap Kasultanan Yogyakarta tersebut, menga_kibatkan Kasultanan Yogyakarta harus selalu menjaga hubungan baik dengan pihak Belanda. Oleh sebab itu, penyelenggaraan suatu upacara protokoler dalam setiap menjamu tamu-tamu Belanda di Keraton Yogyakarta pada saat itu merupakan kebu_tuhan. Kebutuhan-kebutuhan untuk terselenggaranya suatu upacara protokoler tidak hanya dalam penyediaan pesta dan hiburan-hiburan bergaya barat raja, tetapi juga diperlu_kannya beberapa bangunan untuk melengkapi jalannya upacara protokoler tersebut. Bangunan-bangunan tersebut, antara lain Bangsal Marais untuk tempat perjamuan makan dan minum, Ged_hong Gangsa untuk tempat memainkan Gamelan, Gedhong sarang_baya untuk tempat menyediakan minum-minuman keras, Gedhoug Patehan untuk tempat membuat minuman teh, Bangsal Kothak untuk tempat wayang orang, dan Bangsal Mandalasana sebagai tempat pertunjukan musik-musik barat. Bangunan-bangunan tersebut didirikan untuk melengkapi bangunan inti atau utama dalam suatu jalannya upacara protokoler, yaitu bangunan Bangsal Kencana sebagai Singgasana Sultan dan tempat duduk para tamu. Bangunan keperluan upacara protokoler tersebut sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII, dan hanya beberapa yang sudah ada sejak masa sebelumnya. Bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan HB-VIII tersebut, diantaranya adalah Bangsal Mandalasana, sebagai bangunan untuk tempat pertunju_kan musik-musik barat di Keraton Yogyakarta. Bangunan Bang-sal Mandalasana ini memiliki beberapa kekhususan dan keisti_mewaan, karena bentuknya yang bukan merupakan bentuk bangu_nan tradisional Jawa, dan ornamen utamanya yang bergambar alat-alat musik barat yang menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertunjukan musik barat. Hal-hal mengenai arsitektur, ragam hias, dan terutama fungsi serta kaitannya terhadap aspek-aspek politik, dan sosial-budaya Keraton Yogyakarta inilah yang akan dibahas dalam suatu hasil penelitian dalam karya tulis ini."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirissa Ramadhani
"Skripsi ini membahas tentang candrasengkala yang terdapat di keraton Yogyakarta. Candrasengkala bukan sekedar rangkaian kata-kata yang bermakna harfiah, tetapi merupakan pembahasaan dari suatu konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mencari ide gagasan yang terdapat pada candrasengkala di keraton Yogyakarta. Dengan menggunakan Teori Semantik, Analisis Komponen, Teori Pragmatik dan Unsur-unsur Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, candasengkala dalam keraton Yogyakarta merupakan sau kesatuan konsep tentang keraton.
This study focused on Candrasengkala which be found in Yogyakarta?s palace. Candrasengkala is not just a couple of series which have denotation meaning, but it also discussed from a concept. The aim of this study is to find the ideas of Candrasengkala in Yogyakarta?s palace. The study is applied descriptive analytical methods by using the Semantic, Pragmatics theory, Component Analysis and substances of cultures by Koenjaraningrat. The result of the study is Candrasengkala in Yogyakarta?s palace is a group of concept about the Palace it self."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11371
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I.W. Pantja Sunjata
Jakarta: Djambatan, 1992
899.22 PAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I.W. Pantja Sunjata
Jakarta: Djambatan, 1992
899.22 PAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I.W. Pantja Sunjata
Jakarta: Djambatan, 1992
899.22 PAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mouna Pratika Mulia
"Tugas akhir ini mengkaji peran sekolah gubernemen dalam proses modernisasi birokrasi di Keraton Yogyakarta pada masa Sultan Hamengku Buwono VII. Sekolah-sekolah gubernemen yang berdiri lebih awal dari diberlakukannya politik etis di Hindia Belanda menjadi titik awal modernisasi kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta. Lulusan sekolah ini memiliki sertifikat kelulusan yang dijadikan syarat untuk menduduki jabatan birokrasi Keraton Yogyakarta. Penelitian sebelumnya berfokus pada aspek pendidikan sehingga pendekatannya mengarah ke sejarah pendidikan. Penelitian ini berfokus pada peran sekolah gubernemen dalam modernisasi birokrasi di Keraton Yogyakarta dengan tujuan melihat perubahan dalam birokrasi Keraton Yogyakarta setelah berdirinya sekolah gubernemen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ini diperoleh hasil bahwa sekolah gubernemen yang didirikan pada masa Hamengku Buwono VII menjadi tonggak awal modernisasi birokrasi Keraton Yogyakarta melalui perubahan mobilitas vertikal dari sistem mobilitas tradisional menjadi modern.

This final project examines the role of government schools in the process of modernizing the bureaucracy in the Yogyakarta Palace during the reign of Sultan Hamengku Buwono VII. The government schools that were established earlier than the implementation of ethical politics in the Dutch East Indies became the starting point for the modernization of social and political life in Yogyakarta. Graduates of this school have a graduation certificate which is used as a requirement to occupy the Yogyakarta Palace bureaucracy. Previous research has focused on the educational aspect so that the approach leads to the history of education. This study focuses on the role of the government school in the modernization of the bureaucracy in the Yogyakarta Palace with the aim of seeing changes in the Yogyakarta Palace bureaucracy after the establishment of the governor school. The method used in this study is the historical method with four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. Based on the research conducted, it was found that the gubernatorial school which was founded during the Hamengku Buwono VII period became the initial milestone in the modernization of the Yogyakarta Palace bureaucracy through changes in vertical mobility from traditional to modern mobility systems."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Iroh Siti Zahroh
"Di Asia Tenggara sejak masa pra-Islam telah dikenal kepercayaan mengenai kesejajaran makrokosmos dengan mikrokos_mos, antara jagat raya dengan dunia manusia (Geldern 1972:1). Akibat kepercayaan itu, masyarakat selalu menjaga keselarasan makrokosmos dengan makrokosmos, antara jagat raya dengan dunia manusia. Penjagaan ini disebabkan oleh keinginan manusia supaya keadaan dunia selalu tenteram.
Pada masa pra-Islam satu pusat kota, keraton, dan raja dianggap sebagai salah satu hubungan dari kesejajaran makrokosmos dengan mikrokosmos. Masyarakatnya rnenganggap bahwa pusat kota, keraton, dan raja selain dianggap sebagai pusat politik, sosial, ekonomi, keagamaan dan budaya juga dianggap sebagai pusat magis. Hal seperti ini pada masa Islam masuk dan berkembang, di Jawa pemikiran seperti ini masih ada walau pun samar-samar (Tjandrasasmita 1981/1982:236).
Salah satu bentuk nyata dari pemikiran ini yaitu pusat kota, keraton, Sering di kelilingi termbok, parit , atau kedua_rya. Fungsi pertama tembok dan parit tersebut untuk menjaga segala serangan dari luar. Fungsi kedua yaitu sebagai tanda batas antara daerah sakral dan profan."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S11772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Haryu Arlia
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Utami
"Pada bangunan-bangunan kuna yang mempunyai halaman serta pager berlapis-lapis biasanya akan ditemukan gapura atau pintu gerbang yang berfungsi sebagai pintu masuk maupun pintu penghubung antar halamannya. Bangunan-bangunan tersebut pada umumnya memakai gapura candi bentar sebagai pintu gerbang pertama kemudian untuk rnemaauki_ halaman kedua dan seterusnya digunakan gapura bentuk paduraksa. Penelitian gapura-gapura yang terdapat pada kompleks bangunan kraton Yogyakarta bertujuan untuk rnengetahui adanya hubungan antara bentuk gapura dengan bangunan_bangunan di sekitarnya, bagaimana bentuk hubungan tersebut serta untuk mengetahui hubungan antara bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks kraton. Adapun metode penelitian yang digunakan meliputi tahap pengumpulan data, pengolahan data dan tahap eksplanasi. Pertama-tama, dilakukan pengumpulan data kepustakaan kemudian ke-16 gapura kraton dicatat, diukur dan dipotret. Pada tahap pengalahan data dilakukan pemilahan-pemilahan bentuk serta ragam hias gapura kemudian dicari hubungan antara gapura dengan bangunan di sekitarnya. Pada tahap eksplanasi diadakan tinjauan bentuk, keletakan dan tinjauan kronologi gapura kraton. Hubungan antara gapura dengan bangunan-bangunan di sekitarnya terlihat pada persamaan penggunaan nama, bentuk asap tradisional rumah Jawa, ragam hias serta adanya penyelarasan bentuk serta ukuran antara gapura dengan pagar dan bangunan di dalamnya. Penerusan tradisi seni bangunan Hindu pada gapura-_gapura kompleks kraton Yogyakarta ternyata hanya terlihat pada bentuk gapuranya saja, yaitu dengan dikenalnya gapura candi bentar dan gapura paduraksa. Sedangkan pengaruh tradisi tentang bentuk dan ketetakan sudah tidak terlihat lagi karena gapura A dan gapura M yang merupakan pintu masuk pertama dari arah utara dan selatan memiliki bentuk paduraksa. Tata letak gapura tersebut mungkin terjadi akibat dari perkembangan jaman"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judi Wahjudin
"ABSTRAK
Keraton Kasepuhan merupakan keraton tertua yang terdapat di Cirebon, dan dari sudut disiplin ilmu Arkeologi merupakan data yang penting untuk mengetahui aktivitas dan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud seni keraton yang masih dapat diamati ialah artefak yang berupa ukiran-ukiran kayu. Penelitian ini hanya dibatasi pada ukiran-ukiran kayu di Keraton Kasepuhan. Ukiran-ukiran yang dijadikan obyek kajian dalam penetian ini terdapat pada komponen-komponen bangunan berupa irik, tiang dan pintu. Berdasarkan kualitas, kuantitas dan variasi ukirannya, hanya ukiran-ukiran yang terdapat pada 16 bangunan di kompleks Keraton Kasepuhan yang dijadikan obyek kajian. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penggambaran motif hias pada seni ukir kayu di Keraton Kasepuhan, serta hubungannya dengan keletakan dan kegunaannya. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah melalui (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, dan (c) penafsiran data. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah ditemukan 5 bentuk motif hias , yaitu: motif tumbuhan, motif binatang, motif geometri, motif figuratif dan motif alam. Struktur keleta_kan motif-motif tersebut pada tiang dan irik terlihat mempunyai keteraturan dan bersifat simetris, sedangkan struktur keletakan pada pintu terlihat lebih rumit dan penuh. Secara umum, motif-motif hias yang diukirkan berfungsi estetis, tetapi berdasarkan keletakannya pada setiap bangunan dan hubungannya dengan keletakan bangunan-bangunan tersebut pada setiap halaman, diduga mempunyai fungsi yang bersifat simbolis atau menjadi indiaktor status sosial dan fungsi dari bangunan_-bangunannya. Hal ini terlihat dari kualitas tekstur, variasi, jenis ukiran, warna dan komposisinya. Semakin penting fungsi bangunannya, maka semakin tinggi kualitas seni ukirnya. Hasil akhir dari peneltian ini telah memperlihatkan bahwa seni ukir kayu di Keraton Kasepuhan ternyata karya seni yang mempunyai arti yang bermakna budaya, memperlihatkan gaya, mempunyai medium yang merangsang pancaindera dan memerlukan kemahiran khusus (Anderson, 1989:6-27). Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan.

"
1996
S11867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>