Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Suryanti Adisoemarta
"Arsitektur bangunan dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain. Sebab arsitektur tidak dapat terlepas dari konteks manusia dan manusia membangun bangunan untuk melaksanakan aktivitasnya. Penelitian ini terbatas pada dua bangunan yaitu gedung Mahkamah Agung dan Gedung Balai Seni RUpa. Meskipun gedung mahkamah Agung dan gedung Balai Seni Rupa sama-ama merupakan bangunan peradilan sama-sama bergaya Neo-Klasik, ternyata memiliki beberapa perbedaan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui pola tata ruang dan unsur yang menjadikan indikator bangunan peradilan. (2) pemberikan penilaian terhadap gaya seni yang diserap antara kedua bangunan tersebut. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah: (a) pengumpulan data, (b) pengolah data dan (c) interpretasi data. Pendekatan yang digunakan dalam tahap pengolahan data adalah analogi dan arkeologi keruangan. Adapun tahap arkeologi keruangan yang digunakan terbatas pada tahap mikro dan semi-mikro. Tujuan dilakukan analogi untuk memberikan penilaian gaya seni dan untuk mengetahui unsur yang dapat dijadikan indikator banguna peradilan. Tujuan dilakukan arkeologi keruangan, dalam tahap mikro untuk mengetahui masing-masing bangunan secara mendalam sedangkan dalam tahap semi-mikro untuk menjelaskan keberadaan, persamaan, perbedaan dan hubungan antara kedua bangunan tersebut. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah: (1) Gedung Mahkamah Agung menyerap gaya seni Neo-Klasik Romawi dengan dipengaruhi oleh berbagai ragam seni lainnya. Sedangkan gedung Balai Seni Rupa murni menyerap gaya seni Neo-Klasik Yunani. (2) Untuk disebut sebagai bangunan peradilan harus memiliki sebuah ruang utama yang berukuran besar dan berapa di tengah bangunan dan ruang utama tersebut dikelilingi oleh ruang-ruang lain yang berukuran lebih kecil. Fungsi ruang utama sebagai ruang peradilan utama sedangkan fungsi ruang-ruang keliling sebagai kantor administratif yang menunjang kegiatan peradilan. (3) Perbedaan yang terdapat pada kedua bangunan tersebut dipengaruhi pula oleh perbedaan tingkat peradilan (karena kedua bangunan berfungsi sebagai bangunan peradilan), keadaan ekonomi dan situasi politik pada masa itu. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rifqi Febri Hertianto
"Arsitektur Neo Klasik bangkit pada abad ke-18 sebagai gaya arsitektur yang mencoba untuk kembali menuju gaya Arsitektur Klasik yang murni, dengan interpretasi dari arsitek dan menyesuaikan kondisi lingkungan, daerah, fungsi dan tujuan wilayah terbangun. Meskipun Arsitektur Neo Klasik tersebar dan masuk ke Indonesia, setiap aturan atau sistem dari gaya ini tetap berlaku. Menyebarnya gaya arsitektur ini dibawa oleh Pemerintahan Perancis dalam Perang Napoleon saat Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda. Pengaruh dari hal tersebut yaitu masuknya bangunan bergaya Empire Style dan Neo Klasik yang dibawa oleh Perancis. Bangunan tersebut dibangun di sekitar Weltevreden yang saat itu menjadi pusat kota Batavia yang baru. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis aturan atau sistem yang digunakan dalam bangunan tersebut, dan menganalisis ciri-ciri yang terbentuk sebagai ciri bangunan bergaya Arsitektur Neo-klasik di Batavia. Bangunan yang akan diteliti meliputi Gedung A.A. Maramis, Gedung Kesenian Jakarta, dan Gereja All Saints Anglican. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah komparatif dan studi kasus. Hasil dari temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah setiap bangunan yang dianalisis memiliki perbedaan yang menyesuaikan dengan fungsi dan tujuan yang ingin dicapai oleh Arsitek, tetapi setiap bangunan tetap mengikuti aturan Arsitektur Klasik sehingga termasuk Arsitektur Neo-klasik.

Neoclassical Architecture arise in the 18th century as an architectural style that tried to return to the purest Classical Architecture style, with the interpretation by the architects and adapting to environmental conditions, regions, functions and objectives of the built regions. Although Neoclassical Architecture spread and entered Indonesia, every rule or order of this style still applies. The spread of this architectural style was brought about by France Government in the Napoleonic Wars when Indonesia was still in the Dutch colonial period. The influence of this is the entry of the Empire Style and Neoclassical buildings brought by France. The building was built around Weltevreden which was then the center of the new city of Batavia. This study aims to find out and analyze the rules or order used in the building, and analyze the characteristics formed as a feature of the Neoclassical architecture in Batavia. The buildings to be studied include the A.A. Maramis building, Jakarta Arts Building, and All Saints Anglican Church. The method used in this study is comparative history and case studies. The results of the findings obtained from this study are that each building analyzed has a difference that correspond to the functions and objectives to be achieved by the Architect, but each building still tyfollows the rules of Classical Architecture so that it includes Neoclassical Architecture."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Kartika Sanur
"ABSTRAK
Penelitian terhadap bangunan Toko Merah yang terletak di Jalan Kali Besar Barat No. 11 Jakarta Barat telah dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan gaya arsitektur yang diterapkan pada bangunan ini dan selanjutnya untuk mengetahui apabila ada unsur-unsur budaya lain yang turut diterapkan pada bangunan ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang bertojuaii untuk mengampulkan sumber-sumber kepustakaan yang dapat menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Selain itu juga digunakan studi lapangan (pengamatan langsung) dengan cara melakukan pengamatan dan perekaman yang terinci pada unsur-unsur bangunan Toko Merah. Selanjutnya pada tahap pengolahan data, dilakukan analisis komparatif dengan gedung Arsip Nasional dan sumber-sumber pustaka dalam hal kesamaan bentuk dan kesamaan ragam hias. Sebagai tahap akhir penelitian ini yaitu tahap penafsiran data. Pada tahap ini diperoleh asumsi bahwa bangunan Toko Merah dipengaruhi oleh gaya bangunan Barok yang banyak menampilkan hiasan berupa untaian daun, bunga, penggambaran tokoh dan warna-warria yang digunakan kebanyakan merah, emas dan hitam. Selanjutnya dapat diketahui bahwa selain pengaruh budaya Eropa, bangunan Toko Herah ini juga dipengaruhi oleh unsur budaya tradisional yang tampak pada hiasan kisi-_kisi pipih pada balustrade. Hiasan ini biasa terdapat di rumah-rumah Melayu.

"
1995
S11816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi Hagani
"ABSTRAK
Dalam penyebaran kebudayaan kadang terjadi sebuah proses percampuran kebudayaan. Proses ini diteliti lewat peninggalan kebudayaan, berupa bangunan kolonial tipe landhuis yang ada di Jakarta.
Ketika orang Belanda datang dan menjadi penguasa di Jakarta, mereka membawa kebudayaan negara asalnya, salah satunya adalah bangunan landhuis.
Landhuis sebagai sebuah bangunan yang pertama kali berkem_bang di Eropa pada jaman renaissance, merupakan sebuah bangunan yang didirikan di luar kota untuk tujuan kenyamanan.
Namun dalam kenyataannya landhuis yang ada di Jakarta men_galami proses percampuran unsur kebudayaan, hal ini pernah dinya_takan oleh Van de Wall dalam beberapa tulisannya.
Pada penelitian ini dipilih landhuis dari abad ke-18 M sebagai obyek penelitian, karena pada masa itu adalah masa kemak_rnuran hingga kebangkrutan kongsi dagang Belanda (VOC) yang ada di Jakarta.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah landhuis Gunung Sari, Reinier de Klerk, Cililitan Besar, Cimanggis dan Yapan. Dengan membahas keberadaan unsur bangunan tradisional Jakarta (Betawi) dan unsur bangunan Eropanya.
Variabel yang diamati adalah denah, bentuk atap, bahan atap, dak atap, pintu, jendela, tiang, pilar, pilaster dan ragam hias ornamental.

"
1995
S12056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Prabowo Witanto
"Bangunan Toko Kompak Pasar Baru merupakan salah satu dari sekian banyak bangunan bergaya arsitektur rumah-toko Cina di Jakarta. Tidak seperti bangunan-bangunan sejenis lainnya, Toko Kompak memiliki beberapa keistimewaan, antara lain bahwa bangunan ini didirikan oleh Mayor Tio Tek Ho, seorang Mayor Cina, yang kemudian menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat tinggalnya. Keistimewaan lain adalah bangunan ini memiliki berbagai jenis ragam hias yang mencerminkan kepercayaan masyarakat Cina dan keteraturan denah bangunan yang masih mengikuti aturan Feng-Shui, kemudian adanya void atau atrium dan lubang pencahayaan atau rooflight di ruang utama.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penempatan ragam hias pada bangunan ini mengikuti pola tertentu dan hal tersebut kemudian menjadi patokan untuk merekonstruksi letak titik pusat dan titik sirkulasi bagian-bagian bangunan tersebut, sehingga dapat diperkirakan bahwa ruang utama pada bangunan utama dan ruang tengah pada bangunan belakang menjadi titik pusat-titik sirkulasi bangunan Toko Kompak.
Hampir seluruh bagian bangunan ini memperlihatkan pengaruh arsitektur dan ragam hias Cina yang kuat. Selain itu, adanya unsur-unsur Eropa pada bangunan tersebut menunjukkan adanya perpaduan unsur Cina dengan Eropa, dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bangunan Toko Kompak merupakan bangunan bergaya arsitektur Cina dengan perpaduan unsur-unsur Eropa yang terdapat pada beberapa bagiannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Safari
"Seni hias merupakan bagian dari seni rupa. Pada umumnya seni hias tidak berdiri sendiri, melainkan bagian integral atau pelengkap dari benda lain. Meskipun demikian, seni bias menghasilkan hiasan atau ornamen yang dapat menjadi petunjuk alas fungsi dari suatu benda. Seni bias juga disebut dengan lstllah ornamen. di many kata hias adalah sesuatu untuk menambah nilai indah. Wujud dari keindahan tersebut dapat berupa rangkaian ornamen atau motif hias. Dalam peninggalan arkeologi, bentuk-bentuk motif bias terdapat pada berbagai artefak, misalnya pennukaan struktur bangunan seperti pada tiang-tiang, pintu, dinding, langit-langit, dan atap bangunan. Tampaknva suatu motif bias tidak begitu saja digunakan pada suatu benda, tetapi jauh dari itu motif hias tersebut digunakan mempunyai maksud tertentu. Motif hias atau ornamen pada suatu artefak juga mempunyai arti penting yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian dalam studi arkeologi khususnya sejarah kesenian. Oleh sebab itu penelitian terhadap motif hias atau ornamentasi sangat perlu di lakukan, karena masih banyak informasi di dalamnya yang belurn digali seeara mendalam. Dengan semakin banyaknya penelitian terhadap artefak seni yang salah satunya adalah motif hias atau ornamen pada bangunan dapat memperkava informasi menenai data artefak seni dalam dunia arkeologi. Penggunaan motif hias pada bangunan merupakan suatu hal yang umum, begitu pula pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina, khususnya bangunan klenteng. Motif hias atau ornamen yang terdapat pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina mencerminkan filosofi kehidupan dari masyarakat Cina itu sendiri. Selain itu karena tradisi dan kebudayaan masyarakat Cilia yang telah begitu berakar selama ribuan tahun. Oleh karena itu tidak heran jika filosofis Cina sangat mempengaruhi segala macam kehidupan masyarakat Cina, termasuk kebudayaan fisik seperti halnya bangunan yang mereka buat. Motif hias yang sering digunakan pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina, antara lain motif flora, fauna, geometris, benda-benda, alana, dan tokoh. Motif hias tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi dari ideologi masyarakat Cina, yang dilatar belakangi oleh filsafat Cina. Salah satu ciri bangunan peninggalan masyarakat Cina di Jakarta adalah bangunan klenteng. Di Jakarta banyak terdapat bangunan klenteng, bangunan-bangunan klenteng tersebut ada yang dibangun dari abad 17 M hingga sampai pada masa sekarang ini. Bangunan klenteng umumnya mempunyai unsur tradisional budaya Cina yang lebih kental dibandingkan dengan bangunan-bangunan bergaya arsitektur Cina lainnya. Bangunan klenteng kaya akan motif hias dan motif hias yang terdapat pada bangunan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori utama yaitu motif hewan, tanaman, kejadian alam, geometri, dan tokoh. Ornamentasi yang diterapkan pada motif hias tersebut, secara garis besar mempunyai dua fungsi, yaitu; fungsi estetis adalah fungsi ornamentasi yang sifatnya pasif yang biasanya digunakan pada benda-benda yang tidak berfungsi konstruktif, dan fungsi simbolis adalah ornamentasi yang di samping sebagai hiasan juga mempunyai makna simbolik. Klenteng merupakan bangunan ibadah orang-orang Cina yang sangat menarik untuk diteliti. Selain bentuknya, ornamen-ornamen yang terdapat pada bangunan klenteng memiliki keunikan atau kekhasan tersendiri. Dari ornamen-ornamen tersebut dapat mengungkapkan tentang seni penggunaan ornamen dalam budaya arsitektur masyarakat Cina."
2000
S11412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Chandra Bestari
"Gereja Santo Yoseph Matraman merupakan salah satu gereja yang dibangun pada awal abad ke-20 oleh F.J.L. Ghijsel yang memiliki beberapa keunikan, terutama di bagian fasad dan menaranya. Sebagai salah satu fitur arkeologi, Gereja Santo Yoseph dapat memberikan informasi penting terutama terkait gaya bangunan yang berkembang di Jakarta pada awal abad ke-20. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gaya bangunan Gereja Santo Yoseph Matraman dengan mengkaji bentuk dan gaya bangunan gereja tersebut melalui tahap observasi, pengolahan data, dan interpretasi. Dalam menganalisis gaya bangunan digunakan metode analisis bentuk (formal analysis), analisis gaya (stylistic analysis), dan analisis komparatif (comparative analysis). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bangunan Gereja Santo Yoseph Matraman menerapkan empat gaya yang berkembang di awal abad ke-20, yaitu Art Nouveau, Art Deco, Indis, dan Arts and Crafts. Perpaduan gaya ini menjadikan Gereja Santo Yoseph memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bangunan kolonial yang sejaman dengan gereja tersebut, karena pada umumnya bangunan-bangunan lain hanya menerapkan satu gaya bangunan yang sedang populer pada masanya, sementara Gereja Santo Yoseph memadukan empat gaya yang berbeda pada satu bangunan. Hal ini menjadikan Gereja Santo Yoseph memiliki nilai penting secara arkeologis, historis, dan arsitektural dalam perkembangan gaya bangunan awal abad ke-20 di Indonesia.

The Church of Saint Joseph is one of the churches that built in the early 20th century by F.J.L. Ghijsels which has some uniqueness, especially in its fa�§ade and tower. As one of the archaeological features, the Church of Saint Joseph could provide important informations, especially related to the building style that developed in Jakarta during the early 20th century. This study seeks to find out more about the building style of the Saint Joseph Church by examining the shape and style of the building through stages of observation, data processing, and interpretation. In analyzing the building style, the methods of form analysis (formal analysis), stylistic analysis, and comparative analysis are used. The result of the study shows that the Saint Joseph Church building applies four styles that were popular and developed in the early 20th century, namely Art Nouveau, Art Deco, Indische, and Art and Craft. This makes the Church of Saint Joseph Matraman unique and different from other churches in Jakarta and Indonesia that were built in the same era. This marks the building styles that were popular in the early 20th century and the combination of styles at that time. Therefore, the Church of Saint Joseph Matraman has a significant archaeological, historical, and architectural values in the development of early 20th century building styles in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meilany
"Meilany, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia FSUI selama dua semester, yaitu dari semester delapan hingga semester sembilan (tahun 1999) menyusun skripsi dengan judul Gaya Bahasa pada Puji-pujian Pembuka Surat Emas Abad ke-19: Suatu Tinjauan Deskiptif_, di bawah bimbingan ibu Nitrasattri Handayani, M.Hum. Topik yang dipilih untuk penelitian ini adalah Gaya Bahasa Pada Puji-pujian Pembuka Surat Emas Abad Ke-19. Hasil penelitian berdasarkan topik tersebut adalah pertama, dilihat dari segi strukturnya, teks puji-pujian dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian awal yang berupa perkataan pembuka, bagian isi yang memuat informasi nama, jabatan, dan alamat si pengirim dan si penerima surat, dan bagian akhir yang berupa perkataan doa keselamatan. Kedua, dari segi analisis kategori leksikal dalam teks puji-pujian terdapat penggunaan partikel, klitika, kata tunggal, kata kompleks (sebagai hasil afiksasi dan reduplikasi), dan kata majemuk Selain itu, dilihat dari kelas katanya, kata kata yang digunakan untuk menyusuu teks puji-pujian dapat dikelompokkan ke dalam sebelas kelas kata, yaitu Verba, Ajektiva, Nomina, Pronomina, Numeralia, Adverbia, Demonstrativa, Preposisi, Konjungsi, dan Kategori Fatis. Ketiga, dari segi kategori sintaksis teks puji-pujian itu minimal disusun atas dua kalimat dan maksimal disusun atas enam kalimat. Terakhir, dilihat dari segi penggunaan skiasan dalam teks puji-pujian terdapat penggunaan gaya bahasa aliterasi, hiperbol, dan gaya bahasa perbandingan (simile)."
2000
S10874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldie Lukman Wijaya
"Indonesia termasuk daerah dengan tingkat risiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia berada di antara empat lempeng tektonik yang aktif yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina, dan lempeng Pasifik. Pada tahun 2011 pemerintah menyusun peraturan perencanaan bangunan tahan gempa yang baru, yaitu SNI 03-1726-2011, untuk menggantikan peraturan sebelumnya SNI 03-1726-2002. Objek pada penelitian ini adalah bangunan tingkat rendah di Jakarta. Struktur dimodelkan secara tiga dimensi dengan menggunakan program ETABS ver. 9.5, dan dengan beban gempa yang diperoleh dari peraturan perencanaan bangunan tahan gempa maka akan diperoleh gaya geser dasar gempa dan simpangan antar lantai bangunan.
Hasil yang diperoleh adalah nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726- 2011 lebih besar 31,65% dibandingkan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726- 1989, dan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726-2011 lebih kecil 21,18% dibandingkan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726-2002. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini hanya berlaku untuk bangunan tingkat rendah dengan struktur beton bertulang yang berada di Jakarta dengan kondisi tanah lunak.

Indonesia is one of the areas with high level of seismic risk. The reason is because Indonesia is located between four active tectonic plates, namely Eurasian plate, Indo-Australian plate, Philippine plate, and the Pacific plate. In 2011, the government of Indonesia formulated SNI 03-1726-2011, the new regulation of earthquake-resistant buildings planning to replace the previous regulation, SNI 03-1726-2002. The object of this research is low-level buildings in Jakarta. The stucture is modeled in 3 dimension by using ETABS ver. 9.5. The model is loaded by earthquake load which is obtained from the regulation of earthquake-resistand buildings. The seismic base shear and the story drift is then obtained by the analysis of ETABS.
The results obtained are the average normalized shear force value of SNI 03-1726-2011 has the greater value of 31.65% compared to the average value of SNI 03-1726-1989 normalized shear force, and the average normalized shear force of SNI 03-1726-2011 is smaller by the value of 21.18% compared to the value of the normalized shear force of SNI 03-1726-2002. The results obtained in this study are only applicable to low-level buildings with reinforced concrete structure located in Jakarta with soft soil conditions.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1062
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>