Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113012 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoserizal Achmaddin
"Arkeologi adalah ilmu yang bertujuan mengungkapkan masa lampau manusia melalui artefak atau benda hasil buatan manusia. Fokus studinya adalah artefak,2 akan tetapi di dalam usaha merekonstruksi masa lampau manusia itu jangkauan studinya lebih luas lagi. Perhatian studi adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan artefak atau arti seluasnya: segala aspek kehidupan dan lingkungan manusia masa lampau (Binford 1971: 158; 1972: 8G-81). Aspek-aspek masa lampau manusia meliputi aspek material dan spiritual. Aspek spiritual ini dapat di_pahami melalui studi yang mendalam terhadap aspek materialnya, yaitu berupa kesimpulan tentang aspek ma_terial yang meliputi aspek biologis manusia, lingkungan alam, sarana serta sumber kehidupan dan kehidupan jasmaniah. Dari data ilmiah dapat dicari petunjuk-pe_tunjuk ke arah rekonstruksi aspek rohaniah seperti kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (Soejono 1981:1-3). Perekaman dan penyajian data yang seyogyanya menghasilkan pemahaman akan riwayat serta masa lampau bangsa, pada hakikatnya merupakan tugas utama arkeologi. Tujuannya ialah membangkitkan kesadaran masyarakat akan suatu masa lampau yang pernah dilalui. Baik buruknya, dinamis statisnya, dan tinggi rendahnya derajat masa lampau itu dapat dinilai dan dipahami oleh generasi sekarang melalui penyajian yang tepat (Soejo_no 1981:1-3). Hal ini yang menjadi salah satu latar belakang dalam pemilihan topik mengenai peti kubur batu, karena peti kubur batu megalitik merupakan salah satu aspek material, artefak hasil kebudayaan dari ma_sa lampau. Salah satu masalah di dalam arkeologi adalah usaha untuk mencoba mengerti berbagai fungsi artefak. Ciri-ciri teknologis, konteks serta asosiasi4 berbagai temuan, seringkali belum dapat menjelaskan penger_tian tentang fungsinya di ruasa lalu, karena satu artefak tidak harus ditafsirkan mempunyai satu fungsi, ini pun berlaku terhadap sisa-sisa bangunan atau monumen megalitik. Sampai sejauh ini monumen-monumen megalitik sering kali dikaitkan pada ritus atau kultus kepada leluhur. Istilah megalitik sering diartikan mengandung suatu pengertian tentang dihasilkannya bangunan dari batu. Latar-belakang timbulnya kebudayaan ini berakar pada tradisi animistis atau berpangkal kepada pemujaan aural leluhur. Oleh karena itu bentuk materinya menghasilkan sejumlah anasir bangunan dan benda kebudayaan yang erat hubungannya dengan pemujaan arwah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L.R. Retno Susanti
"Peninggalan tradisi megalitik tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, yaitu antara lain di daera.h Nias, Batak, Sumatera Barat, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Peninggalan-peninggalan megalitik ditemukan dalam berbagai bentuk dan variasi yang sesuai dengan lingkungan setempat. Hasil karya pendukung tradisi megalitik memperlihatkan berbagai bentuk seperti yang dipergunakan untuk tempat (wadah) pemujaan, antara lain yaitu menhir, area megalitik, dolmen, bangunan berundak, dan tahta batu. Sedangkan bentuk-bentuk tempat (wadah) penguburan seperti kalamba, peti kubur batu, sarkofagus, dan waruga.
Peninggalan megalitik baik yang berasal dari masa prasejarah maupun megalitik yang masih berlanjut mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda, namun perbedaan ciri-ciri peninggalan megalitik tidak berarti menunjukkan perikehidupan dan alas pikiran yang berbeda. Peninggalan-peninggalan tradisi megalitik pada umumnya berorientasi pada kultus nenek moyang (ancestor-worship). Hal itu ditandai dengan adanya pemujaan terhadap arwah nenek moyang yang dianggap hidup terus di dunia arwah (Sukendar 1981/198?:79--63).
Peninggalan megalitik di Sulawesi Tengah berbeda dengan peninggalan megalitik di Flores atau Timor, atau di Lampung. Peninggalan tradisi megalitik di Lampung berbentuk dolmen dan kadang-kadang ditemukan berbentuk menhir. Di daerah Sulawesi Tengah temuan yang menonjol berbentuk kubur batu yang disebut kalamba. Bersamaan dengan kubur-kubur batu kalamba ditemukan pula area-area menhir, yang biasanya berbentuk silindrik dan pada bagian atasnya terdapat pahatan bergambar muka manusia dengan anggota badan yang digambarkan sangat sederhana dalam bentuk go'resan-goresan atau pahatan. Penemuan monumen megalitik di daerah Wonosari (Gunung Kidul) berupa kubur peti batu, yang biasanya ditemukan bersama-sama dengan area menhir atau menhir. Peninggalan megalitik di dataran tinggi Pasemah memiliki bentuk khas berupa area megalitik bercorak dinamis. Selain area megalitik ditemukan pula bangunan berundak, lesung batu, lumpang batu, kubur peti batu, palung batu, dolmen, menhir polos dan berukir, dan kubur bilik batu. Tinggihari yang terletak di daerah perbukitan merupakan salah satu situs yang terdapat di daerah Pasemah. Peninggalan yang berada di Tinggihari cukup beraneka ragam antara lain berbentuk area megalitik (manusia dan binatang), menhir berukir dan poles, batu berlubang, lumpang batu, batu datar, dan batu pipisan."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dedy Sulaiman
"Ciri khas dalam tradisi megaiitik adalah upacara yang menyolok pada waktu penguburan. terutama bagi mereka yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Bagi masyarakat seperti ini satu kematian tidak membawa perubahan esensial dalam status, kondisi ataupun sifatnya. Kematian membawa jasad dan jiwanya ikut pulang ke tanah yang dianggap asal. Sebagai wujud budaya matcri, wadah kubur merupakan indikator sistem religi khususnya pada tradisi Megalitik. Penelitian ini membahas persebaran dan orientasi situs kubur di Pulau Samosir. Untuk menjawab penelitian ini maka digunakan pendekatan determinasi lingkungan. Pendekatan ini melihat hubungan antara situs dengan situs serta hubungan antara situs dengan kajian penelitian terhadap situs kubur di Pulau Samosir ini tidak difokuskan pada morfologi wadah kubur, melainkan lebih memperhatikan lingkungan alam di sekitar Pulau Samosir dan variabel-variabel yang mempengaruhi persebaran wadah kubur tersebut.. Variabel-variabel sumber daya alam yang digunakan yaitu ketinggian, kelerengan, tanah, batuan, kemampuan tanah, air dan mata air, dan sungai. Variabel alam tersebut telah menyebabkan derajat persebaran situs megalitik mengelompok di pinggiran Pulau Samosir yaitu di sebelah timur laut dan barat laut. Dilihat dari orientasinya bahwa sebagian besar wadah kubur di Pulau Samosir menghadap ke tempat tinggi di tengah Pulau Samosir (ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut). Dengan uraian di alas dapat dikatakan bahwa penempatan situ-situs di Pulau Samosir tidak dilakukan dengan sembarangan. Penempatan situs tersebut mempertimbangkan, dan memanfaatkan sumber Jaya alam yang tersedia di Pulau Samosir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia pada masa megalitik di Pulau Samosir bersifat pasif dalann memanfaatkan alam. Mereka hanya memanfaatkan sumber daya alam yang sudah tersedia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Reko Tjatur B.
"ABSTRAK
Analisis yang memperhatikan situs sebagai satuan ruang penelitian pada tingkat meso telah kerapkali dilakukan dengan berbagai cara dan tujuan. Penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisis situs guna mengetahui keteraturan-keteraturan dari temuan dalam situs. Hal tersebut dikaji dengan cara memperhatikan faktor-faktor bentuk dan ukuran batuan, jarak antar batu, dan denah tata letak batu. Kali ini analisis situs tersebut diterapkan pada situs masa megalitik di Desa Belumai, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Di dalam situs Belumai yang diteliti tersebut terdapat 103 batu, yang terdiri atas 2 lumpang batu, 1 batu gajah, 1 batu datar, dan 99 batu tegak. Situs ini dipilih dari sejumlah situs di daerah Pasemah karena banyaknya jumlah batuan, terutama batu tegaknya, dan terkonsentrasinya temuan tersebut pada satu lahan datar, sementara daerah sekitarnya berlembah dan berbukit-bukit. Data penelitian dikumpulkan melalui survei lapangan, dengan cara mengukur masing-masing batu serta jarak antar batunya, sedang analisisnya menggunakan analisis pola titik (point pattern analysis). Setelah keletakan ruangnya dalam situs dipetakan, barulah dapat diungkap adanya himpunan batuan. Setiap himpunan tersebut disebut dengan Kelompok, yang terbagi atas Kelompok Utama, Kelompok Kedua, dan Kelompok Lain-lain. Setiap Kelompok tersebut diberi kode 3 angka, sehingga dapat mewakili tata letak batuannya. Angka-angka hasil pengukuran di atas kemudian divisualisasikan dalam bentuk gambar grafik garis, di mana masing-masing Kelompok batuan membentuk pola garis yang tertentu pula. Semakin sejajar grafik garisnya dengan sumbu horisontal maka semakin tampak keteraturan-keteraturannya. Dari bukti-bukti keteraturan tersebutlah dapat diperkirakan adanya norma budaya masyarakat masa megalitik di situs Belumai.

"
1996
S11883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Manachim
"Tradisi megalitik seringkali dicirikan oleh bangunan atau artefak batu yang berukuran besar, yang sesuai dengan namanya. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa megalitik diartikan sebagai kebudayaan batu besar adalah kurang tepat, karena obyek-obyek dari bahan batu yang kecilpun harus dimasukkan ke dalam kelompok ini asal saja batu-batu tersebut jelas diperuntukkan bagi pemujaan arwah nenek moyang (Wagner, 1962:72). Tradisi pendirian bangunan megalitik berfungsi sebagai sarana untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Santoso
"Bangunan megalitik dibangun atas dasar kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan akan hal ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk megalitik. Pada beberapa punden berundak, kepercayaan ini dapat dibuktikan dengan adanya altar dengan orientasi ke tempat yang lebih tinggi atau penempatan menhir sebagai perwujudan roh nenek moyang. Keumuman yang ada di teras-teras punden berundak adalah ditemukannya menhir yang ditempatkan pada teras utama. Permasalahan penelitian dalam kaitannya dengan hal ini adalah batu lumpang di situs Pasir Lulumpang memiliki keunikan dengan ditempatkan pada teras teratas punden berundak. Tentunya dengan kondisi yang demikian, batu lumpang punden berundak situs Pasir Lulumpang memiliki kekhasan dalam hal organisasi ruang yang ada. Adanya upaya untuk mencari jawaban dengan analogi etnografi tentu saja menjadi alternatif bagi peneliti sebagai sumber interpretan yang juga menjadi bantuan analisis dengan permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas. Adanya penempatan batu lumpang di teras teratas setidaknya menunjukkan bahwa ada yang dibedakan dalam hal penempatannya jika dibandingkan dengan fenomena di punden berundak lainnya. Di sini demikian nyata adanya fenomena pertandaan. Dengan kenyataan tentang permasalahan penelitian di atas maka adanya batu lumpang di puncak punden berundak ini menimbulkan berbagai pertanyaan, yaitu:Komponen-komponen apa saja yang termasuk dalam fenomena pertandaan pada punden berundak?, Apakah yang menjadi ground dalam pertandaan? Termasuk qualisign, sinsign, atau legisign? Apakah yang termasuk dalam ikon, indeks, dan simbol dalam hubungan antara tanda dengan referent-nya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Depdiknas, 1999/2000
919.598 MEG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>