Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Solihat
"Di Museum Nasional Jakarta, terdapat dua buah naskah, Srifa' al-Qulub (SQ), yang masing-masiag, berkode ML. 115B dan ML. 339B. Kedua naskah ini telah saya perbandingkan dengan mengikutsertakan sebuah naskah SQ berbentuk facsimile' dalan BKI 104. Hasil yang diperoleh dari perbandingan tersebut menunjukkan bahwa ML. 115B dianggap sebagai naskah yang lebih baik bila dibandingkan dengan dua naskah lainnya. Oleh karena itu, ML. 115B inilah yang saya pilih sebagai naskah suntingan dalam skripsi ini. Kitab SQ ini merupakan salah satu karangan Nuruddin Ar-Raniri yang ringkas dan pendek. Isinya tentang pengetahuam tasawuf. Di dalamnya dijelaskan pengertian kalimat syahadat, kalimat tayyibat_, masalah mukasyafat atau makrifat, dan masalah. berzikir. Dilihat dari segi bahasa yang dipergunakan, pengaruh bahasa Arab tampak jelas dalam bahasa Melayu yang diperguna_kan dalam teks SQ. Pengaruh tersebut dapat dilihat dalam pemakaian kosa kata, ungkapaa, morfologi, dan sintaksis. Menurut pengarangnya, kitab SQ ini ditulis sebagai reaksi bantahan terhadag faham wujudiyyat. Yang, dimaksud faham wujudiyyat di sini ialah faham sufi yang dianut oleh kelompok Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani. Faham ini dianggap menyesatkan oleh Nuruddin karena telah menyalahtafsirkan pengertian kalimat la ilaha illa l-lahu. Perbedaan mendasar antara faham wujudiyyat dengan Nuruddin ialah dalam.soal hubungan Tuhan dengan makhluk-Nya. Kaum wujudiyyat berpendapat, bahwa Tuhan dan makhluk.-Nya merupakan satu wujud (wahdat al-wujud), dalam arti Tuhan terkandung dalam diri makhluk. Oleh karenanya, menurut faham ini seorang sufi dalam,penghayatan transendentalaya dapat menyatu dengan Tuhan (ittihad).Nuruddin menolak faham wujudiyyat tersebut. Menurutnya, wujud Tuhan itu berbeda dengan mujud makhluk. Wujud Tuhan itu wujud Hakiki atau wujud yang sebenar-benarnya, sedang_kan wujud makhluk adalah.wujud ma'jazi atau wujud _bayangan_. Oleh karena itu, menurut Nuruddin, seorang sufi dalam penghayatan transeadentalnya hanya sampai pada batas mukasyafat yakni batas 'penyaksian' bahwa tidak ada yang.dilihatnya ke-cuali Allah. Pengertian mukasyafat ini jelas berbeda dengan ittihad, yakni perasaan menyatunya diri dengan Tuhan. Syifa al-Quluh artinya 'Obat Penentram Hati'. Secara tersirat Nuruddin bermaksud ingin meneatramkan suasana kego_yahan iman dan kesesatan umat. Ia mengajaknya untuk kembali ke ajaran tasawuf yang 'benar' menurut pandangannya."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Riris Kusumawati
"Naskah Hikajat Seri Rama, halaman1 - halaman 10 telah kami tinjau setjara sederhana. Kami tak dapat berbuat banjak atau meneliti lebih mendalam, bahkan mengkritik, karena kemampuan kami jang amat terbatas. Dalam halaman permulaan naskah, dikatakan bahwa isi hikajat Seri Rama ini tidak patut dipertjajai oleh orang Islam, hanja sadja boleh diambil sebagai nasehat. Darisana dapat kami ketahui bahwa hikajat ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh agama Islam..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1972
S11274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Hartati Budhiman
"ABSTRAK
Naskah Ml. 192 belum pernah digarap dan memiliki beberapa keunikan, sebab mengandung motif-motif yang sesuai dengan pelipur lara. Kecuali itu, memuat nama tokoh Harun ar-Rasyid dan Abu Nawas, serta beberapa _pantun_ Arab. Penelitian bertujuan untuk (a) menentukan apakah Ml. 192 merupakan naskah satu-satunya dari HHD, (b) mencari jawaban apakah hikayat ini termasuk pelipur lara atau tidak, dan (c) memcoba menetapkan kedudukan HHD dalam sastra Melayu. Metode yang digunakan adalah metode edisi biasa untuk alih aksara. Penulisan alih aksara disesuaikan dengan EYD. Beberapa perkecualian dilakukan untuk mendekati naskah asli. Tinjauan filologis menentukan, bahwa dari 26 katalogus naskah Melayu, 3 di antaranya menyebutkan adanya HHD di satu tempat, yaitu Museum Nasional. HHD memuat beberapa _pantun_ Arab dan kata-kata yang menunjukkan rona keislaman. Tinjauan histories membahas motif; pengaruh, dan rona keislaman yang terdapat dalam HHD. Pembahasan yang dikaitkan dengan teori tentang sastra hikayat dan pelipur lara dapat menentukan kedudukan HHD dalam khasanah sastra Melayu. Kesimpulan penelitian ini adalah, HHD merupakan codex unicus. Kecuali itu HHD tidak termasuk ke dalam pelipur lara, tetapi termasuk genre sastra hikayat yang berasal dari Arab/Parsi. _Pantun_ Arab yang terdapat di dalam hikayat ini menarik untuk dikaji oleh mereka yang berminay menyelidiki sastra Arab. Nama tokoh Harun ar-Rasyid dan Abu Nawas dapat didjadikan bahan penyelidikan hikayat lain yang memiliki latar yang sama, dikaitkan dengan ada tidaknya maksud tertentu dari penulisan hikayat ini. Daftar pustaka: 48 buku/artikel (1736_1984).

"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S11168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Riowati Aziz
"Naskah Samratu I-muhimmati yang bernomor W. 18 penulis peroleh dari Perpustakaan Museum Pusat Jakarta (Indonesia). Dalam kesusastraan Melayu Lama naskah ini termasuk kelompok sastra keagamaan, yang dimaksud dengan sastra keagamaan adalah jenis sastra yang bersumber pada agama atau yang berhubungan dengan agama. Arti judul naskah dapat di jelaskan sebagai berikut : Samratu berasal dari kata samarun yang berarti buah (M. Junus, 1974:82), muhimmati berasal dari kata muhim_mun yang berarti yang perlu atau yang penting (M. Junus 1974:485). Jadi Samratu I-muhimrnati berarti buah terpenting.
Tentang naskah Samratu I-muhimmati disebutkan dalam Catalogus der Maleische Handscriften pada halaman 380 no DLXIV, Malay Manuscripts pada halaman 71 dan katalogus Koleksi Naskah Melayu halaman 262, masing-masing buku tersebut mendaftarkan sebuah naskah dengan judul Samratu I-muthimmati. Namun di samping itu ternyata terdapat juga sebuah karangan yang berjudul Samratu I-muhimmati dalam bentuk cetakan. Menurut keterangan yang penulis peroleh, asal nas_kah adalah Lingga (Riau) dan naskah di tulis oleh Raja Ali Haji. Raja Ali Haji yang hidup pada awal abad XIX, adalah seorang penulis besar yang telah menuliskan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S10777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrial
"Skripsi ini membicarakan enam masalah tasawuf yaitu Simbolik Huruf, Pembagian Hati, Pembagian Alam, Ajaran Martabat Tujuh, Nur Muhammad, dan Masalah Fana. Pengarang kitab ini adalah seorang ulama besar dari Aceh yang terkenal kealiman dan keluasan ilmunya. la hidup pada abad ke-18 dan merupakan satu dari empat besar' ulama Aceh yang turut mewarnai kehidupan tasawuf di Indonesia. Mereka itu adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniry, dan Abdul Rauf Singkel.
Kitab karangan beliau ini terdiri dari sebelas halaman, terbundel bersama-sama karyanya yang lain dengan nomor Ml. 336 dan. Ml. 343. ...sendiri bernomor MI.336G, berasal dari bundel Ml. 336. Teks inilah yang digunakan penulis sebagai bahan tinjauan dan suntingan. Naskah tadi tersimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta. Tempat itulah satu-satunya penyimpan naskah tersebut.
Tujuan dari penguntingan dan tinjauan ini adalah untuk mengetahui isi yang terkandung di dalamnya, di samping sebagai salah satu upaya penyelamatan naskah lama agar tidak punah oleh waktu. Seperti kita ketahui bersama, naskah-naskah tersebut merupakan peninggalan sekaligus sumber untuk mengetahui pola kebudayaan serta pemikiran masa lalu.
Akal halnya tasawuf, sisi lain dari ajaran Islam ini perlu mendapat perhatian karena sejarah membuktikan bagian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat Islam yang sumbangannya tidak kecil bagi agama itu sendiri di Indonesia. Terlebih lagi, persoalan tersebut diangkat dari karya seorang besar dan alim seperti Abdul Rauf Singkel dengan gelar yang diberikan masyarakat Aceh kepadanya: Tengku Syiah Kuala. Tentunya, telaah atas persoalan di atas dapat berguna."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asandhimitra
"ABSTRAK
Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar penulis sangat suka mendengarkan dan membaca dongeng yang berasal dart berbagai daerah di Indonesia. Dongeng ialah cerita (terutama tentang kejadian zarnan dulu yang aneh-aneh atau cerita yang tak terjadi benar) (Poerwadarrninta, 197u:257). Kesukaan penulis membaca dongeng ini berlanjut menjadi kecenderungan untuk mempelajari dongeng ketika penulis akan memiliri naskah untuk bahan skripsi bidang kesusastraan lama. Pada Katalogus Nasicah Relayu Museum Pusat 1972 penulis membaca ringkasan cerita suatu hikayat bernama Hikayat Raja Damsyik (-iRD). Kata Hikayat diturunkan dari kata Arab hikayat, yang artinya 'cerita, ktsah, dongeng' (Nava, 1951:136--7), berasal dari bentuk kata kerja baka, yang artinya 'menceritakan, mengatakan sesuatu kepada orang lain' (Baried et. al., 1979:7). Penulis tertarik untuk membaca }HRD secara keseluruhan dan kemudian menelitinya. Naskah HRD tidak tersebut di dalam kedua buku Sejarah kesusastraan Melayu Klasik terkenal yang disusun oleh Liaw Yuck Fang 1975 dan a History of Classical Malay Literature oleh Winstedt 1909, sedangkan dalam buku Perintis Sastera
"
1984
S10737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumo Trinurwani
"Skripsi ini bertujuan meninjau hubungan judul dan isi_ cerita yang berjudul Hikayat Langlang Buana. Masalah utama yang dihadapi oleh penulis adalah mem_pertanyakan mengapa judul hikayat ini memakai nama tokoh yang tidak banyak kehadirannya dalam rangkaian peristiwa. Untuk keperluan itu penulis meneliti alur dan tokoh untuk melihat apakah sebabnya Langlang Buana namanya dipakai se_bagai judul hikayat yang merupakan obyek penulisan skripsi ini. Penelitian alur dan tokoh Hikayat Langlang Buana ini berdasarkan teori alur dari Saad (1967: 120) dan teori tokoh dari Friedman (1975: 80). Setelah meneliti alur dan tokoh hikayat ini, Langlang Buana ternyata bukan merupakan tokoh utama. Nama tokoh ini dipakai sebagai judul hikayat ini bukan karena ia berperan sebagai tokoh utama, tetapi nama itu diambil secara mengacak saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S11185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendaru
"Penelitian naskah Hikayat Indranata yang ada di Per_pustakaan Nasional di Jakarta. Dari enam naskah yang diteliti, maka diketahui bahwa naskah yang tertua adalah naskah- naskah bernomor Ml. 3 yang berangka tahun 1859. Adapun naskah yang paling muda adalah naskah bernomor M1. 517 yang disalin pada tahun 1908. Dari hasil perbandingan atas enam naskah Hikayat Indra_nata diketahui bahwa perbedaan yang muncul hanya sebatas varian. Dari perbedaan peristiwa yang muncul, akan didapat_kan dua kelompok naskah yang berbeda. Kelompok pertama adalah naskah D daan F, sedangkan kelompok kedua adalah naskah A dan S. Hikayat Indranata dalam konteks kesusastraan Melayu lama dapat diklasifikasikan sebagai hikayat zaman peralihan. Hal ini berdasarkan ciri-ciri sastra masa peralihan yang ada dalam hikayat ini. Tinjauan atas tokoh utama, latar, dan alur memperkuat pendapat di atas bahwa hikayat ini memang masuk zaman peralihan dari masa Hindu ke Islam. Penelitian naskah Hikayat Indranata juga mencakup analisis struktur yang terdiri atas tokoh, latar, alur, dan tema. Kedudukan Indranata sebagai tokoh utama didukung oleh elemen yang pantas untuk seorang tokoh wira, misalnya, kesaktian dan watak yang mulia. Alur hikayat ini jika di-deskripsikan berupa biografi, yang mengisahkan kehidupan seorang, tokoh. Bentuk alur biografi ini terjalin dalam struktur unit-unit yang saling berhubungan. Latar waktu menjelaskan waktu dari berbagai peristiwa yang dialami oleh tokoh. Adapun latar (ruang) hikayat ini banyak menampilkan lingkungan istana. Tema yang muncul dari Hikayat Indranata adalah tema kepahlawanan. Jika tema ini dikaitkan dengan unsur tokoh, latar, dan alur, maka struktur Hikayat Indranata tampil secara utuh sebagai teks naratif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robianto
"Karya sastra lama yang masih berbentuk naskah harus segera diselamatkan, karena bahannya tidak tahan waktu dan iklim tropis. Karya sastra ini juga perlu diketahui dan di_perkenalkan kepada masyarakat, karena banyak menyimpan nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dan diterapkan kepada masyarakat sekarang. Syair pelanduk jenaka adalah sebuah syair yang digubah dari sebuah hikayat yang bernama Hikayat pelanduk jenaka. Setelah diteliti melalui jumlah dan susunan cerita, serta diksinya, dapat disimpulkan bahwa Syair Pelanduk Jenaka ini digubah dari Hikajat Pelandoek Djinaka of de Reinaert de vos der Maleiers voor pers bewerk yang diterbitkan Klinkert pads tahun 1885. Syair Pelanduk Jenaka adalah sebuah cerita binatang yang berbentuk syair. Sebagian orang masih beranggapan bahwa cerita binatang hanya merupakan cerita pengisi waktu dan pengantar tidur saja. Untuk menghapuskan anggapan yang salah itu, dalam penelitian ini dikaji aspek simbolisme dan isi cerita tersebut agar terlihat maksud dan tujuan, serta maknanya yang dalam bagi pembaca. Tokoh-tokoh dalam cerita Syair Pelanduk Jenaka adalah binatang-binatang. Binatang-binatang tersebut melambangkan manusia, misalnya pelanduk (Kancil) melambangkan rakyat kecil yang cerdik yang dapat hidup tanpa mendapat belas kasihan raja. Karena syair ini ditulis dalam bentuk perlambangan, maka syair ini disebut syair simbolik. Tema Syair Pelanduk Jenaka adalah kesadaran akan adanya kekuatan batin dibalik kelemahan fisik; kecerdikan. Amanatnya berupa pesan-pesan atau ajaran-ajaran moral, yaitu;(a) Rakyat kecil pun dapat berbuat separti raja asal mereka mempergunakan akal mereka. (b)Raja tidak bisa mengendalikan rakyatnya hanya dengan me_ngandalkan kekuatan dan kebesaran namanya saja. (c) Jangan memfitnah, menghasut, mengadu domba, dan menganiaya, (d) Masyarakat harus kritis terhadap keadaan yang sedang ter_jadi. Karena Syair Pelanduk Jenaka ini mengandung ajaran-ajaran yang mendidik, maka syair ini disebut syair simbolik didaktik. Syair pelanduk Jenaka berhasil sebagai karya sastra sim_bolik didaktik karena telah memenuhi persyaratan, baik dari segi pemilihan bahan dan cara penyajiannya, maupun tujuan yang hendak dicapai pengarangnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikmah Sunardjo
"Dari penelitian yang sudah dilakukan dalam bab-bab sebelumnya, dapatlah ditarik kesimpulan mengenai Hikayat Maharaja Garebag Jagat sebagai berikut: Naskah Hikayat Maharaja Garebag Jagat ini hanya ada satu di dunia, dan berasal dari Taman Bacaan Rakyat di Batavia. Berdasarkan kolofonnya, usia naskah ini masih muda, karena ditulis akhir abad ke sembilan belas. Melihat isi ceritanya, naskah ini ditulis setelah adanya proses pengindonesiaan Mahabhargta, sehingga seolah-olah sudah menjadi milik bangaa Indonesia. Apalagi dengan adanya unsur panakawan, yang merupakan ciri khas Indonesia, karena unsur panakawan ini tidak terdapat di dalam Mahabharata. Ditulis dengan huruf Arab-Melayu dalam bahasa Melayu dialek Betawi, yang juga banyak dipengaruhi bahasa daerah Jawa dan Sunda_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S10880
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>