Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
Jakarta: Pengadilan Negeri, 1974
346.048 LOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
Jakarta: [Publisher not identified], 1974
347.02 LOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
"Buku ini menjelaskan segala hal tentang merek, misalnya hak atas merek, bentuk-bentuk merek, pelanggaran merek. Dilengkapi dengan Undang-undang merek tahun 1961 jurisprudensi merek."
Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta, 1974
K 346.048 LOE s
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2004
347.04 LAP (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kurnia Zakaria
"Masyarakat melihat ada kejahatan di dalam kejahatan di mana aparat penegak hukum bekerja tidak profesional dan lebih banyak mencari keuntungan dari permasalahan hukum orang lain. Jual beli perkara sudah menjadi kebiasaan dan sulit dihindari apalagi bisa diberantas. Maka penulis melihat ketidak pastian hukum dan ketidakadilan ingin berbuat sesuatu baik secara tindakan nyata maupun dari segi ilmiah.
Penulis menggambarkan secara umum apa peranan dan fungsi pengacara lain menjelaskan tentang Mafia Peradilan yang terjadi di PN Jakarta Selatan. Pertanyaan penelitian apakah mungkin pengacara dalam menjalankan tugasnya membela kepentingan klien pada proses pemeriksaan peradilan harus selalu melakukan Mafia Peradilan.
Dalam penelitian dipakai studi kasus empati dengan metode pertanyaan tidak berstruktur dengan klien, para terdakwa/tersangka berserta keluarganya, rekan-rekan sesama pengacara, rekan-rekan sesama aparat penegak hukum baik para hakim, para jaksa, para polisi maupun petugas pengawalan tahanan kejaksaan, staff/karyawan pengadilan dan petugas lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan, rekan para wartawan serta para kalangan akademisi, pengamat hukum dan masyarakat awam yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tapi karena Kode Etik pengacara maupun sebagai peneliti informasi narasumber dan informan yang diberikan tidak bisa diungkapkan, tapi kebenaran info dapat dipertanggung jawabkan.
Penemuan penelitian yang dimaksud Mafia Peradilan pada intinya adalah persekongkolan antara sesama aparat penegak hukum yang menguntungkan pihak-pihak pencari keadilan (penggugat/terdakwa kontra tergugat/korban) yang putusan hukumnya sangat merugikan masyarakat dan menusuk rasa keadilan. Ternyata Mafia Peradilan tidak hanya dilakukan dengan uang semata, tapi mengancam, mengintimidasi, melanggar hukum acara pidana/perdata secara sengaja, negoisasi/perundingan maupun memberi fasilitas tertentu, koneksi, memo, intervensi, pendekatan hubungan baik individual serta pengerahan massa pendukung Sehingga jawaban permasalahan Mafia Peradilan tidak bisa diberantas karena kendala utamanya sulitnya mencari alat bukti, tidak adanya pengakuan korban maupun pelaku, budaya birokrasi, adat ketimuran, perilaku bekerja asalkan mendapatkan bayaran (bukan gaji yang telah ditetapkan Pemerintah), masih adanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta ketidakadaan sanksi yang keras bagi pelaku yaitu sanksi pidana hukuman penjara yang lama (mengenal atas minimalisasi hukuman), sanksi perdata mengganti kerugian beserta bunga dan dendanya, sanksi administrasi penurunan jenjang karir maupun pemecatan, sanksi sosial seperti pemberian labbeling atau kerja paksa sosial, sanksi adat pengusiran maupun penyelenggaraan upacara adat, dan sanksi agama seperti dilakukan acara taubat maupun memberikan Zakat Infak Shadagah (ZIS).
Studi kasus ini juga memberikan gambaran sepak terjang pengacara yang ingin cepat terkenal dan kaya sehingga tidak ragu lagi melakukan praktek Mafia Peradilan dan juga memakai pola peniruan kinerja pengacara/advokat yang sudah senior. Kinerja para pengacara dalam membela kepentingan klien secara sengaja telah melanggar hukum maupun menafsirkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan demi kepentingan opini publik dan menjadi baik. Dianjurkan peranan Dewan Kehormatan Organisasi Profesi Pengacara ditingkatkan da diberdayakan sehingga malpraktek hukum pengacara dapat dikurangi. Harapan selanjutnya hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan ikut penciptakan peradilan yang bersih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudin
"Penelitian ini bertujuan melihat hubungan dan pengaruh perencanaan karir dengan motivasi kerja hakim Pengadilan Negeri Klas IA Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Klas IB Sukabumi dan Pengadilan Negeri Klas II Subang. Populasi penelitian adalah hakim yang bertugas di pengadilan negeri klas IA Jakarta Pusat sebanyak 23 orang, Pengadilan Negeri IB Sukabumi sebanyak 7 orang dan Pengadilan Negeri klas II Subang sebanyak 9 orang, jadi jumlah seluruhnya adalah 23 orang. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel populasi yang artinya jumlah sampel sama dengan jumlah populasi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan atau metode survey. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah angket 1 kuesioner yang ditujukan kepada hakim. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data hubungan dan pengaruh perencanaan karir dengan motivasi kerja hakim pada Pengadilan Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Sukabumi dan Pengadilan Negeri Subang. Jawaban atas kuesioner yang disebarkan dianalisis untuk melihat deskripsi data karakteristik responden, deskripsi data statistik butir/item variabel perencanaan karir dan variabel motivasi kerja dan juga untuk melihat hubungan serta pengaruh perencanaan karir dengan motivasi kerja.
Sebelum dilakukan analisis, instrumen yang akan digunakan diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari hasil uji validitas instrumen didapat bahwa 1 butir pada variabel perencanaan karir tidak valid yaitu butir 12 dan I butir variabel motivasi kerja tidak valid yaitu butir 16. Kedua butir tersebut kemudian dikeluarkan dari analisis penelitian selanjutnya. Dari hasil uji reabilitas variabel perencanaan karir didapat nilai alpha sebesar 0,8633. yang artinya butir-butir pemyataan untuk variabel perencanaan karir adalah reliabel. Sedangkan nilai alpha butir-butir pemyataan untuk variabel motivasi kerja adalah 0,8659 yang artinya butir-butir pertanyaan-pernyataan untuk variabel motivasi kerja adalah Reliabel.
Data yang dihimpun adalah data ordinal dengan menggunakan skala likert, karenanya pengolahan analisis korelasi menggunakan statistik non parametrik dengan metode Spearman Rank (spearman rho). Dari basil analisis didapat hubungan antara variabel perencanaan karir dengan motivasi kerja pada tingkat kepercayaan 99 % mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,648. Koefisien korelasi tersebut bernilai positif yang berarti. bahwa hubungan antara perencanaan karir dengan motivasi kerja hakim pada tingkat kepercayaan 99 % adalah positif dengan tingkat hubungan kuat. Dari koefisien korelasi tersebut didapat koefisien determinasi adalah sebesar 0,42 berarti kontribusi pengaruh perencanaan karir terhadap motivasi kerja hakim adalah sebesar 42% sisanya sebesar 58 % motivasi kerja dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Hasil analisis terhadap butir-butir variabel motivasi didapat tingkat motivasi pada Pengadilan Negeri Subang lebih baik dan Pengadilan Negeri Sukabumi, tetapi tingkat motivasi Pengadilan Negeri Sukabumi lebih baik dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil analisis butir 5 didapat bahwa kesesuaian perencanaan karir individu dengan perencanaan karir organisasi masih belum seperti yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Milawati Asshagab
"Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek dalam dunia perdagangan atau jasa memegang peranan penting untuk mencegah adanya perbuatan curang atau persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam era perdagangan global saat ini. Atas dasar itulah, merek sebagai salah satu hasil karya manusia harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Untuk mendapatkan perlindungan tersebut, maka suatu merek harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada dasarnya, untuk dapat memperoleh sertifikat merek, suatu merek harus melalui beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan formalitas hingga pemeriksaan substantif. Pada tahap itulah dilakukan penilaian apakah merek tersebut tergolong sebagai merek yang dapat didaftar atau harus ditolak oleh Ditjen HKI. Penilaian tersebut memang sangat bersifat subyektif, sehingga sering kali terdapat merek yang lolos pemeriksaan pada Ditjen HKI dan telah terdaftar, namun ada pihak lainnya yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap suatu merek tidaklah bersifat mutlak. Apabila terdapat pihak yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya, maka ia dapat mengajukan gugatan pembatalan merek ke pengadilan niaga dengan alasan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek dalam mendaftarkan mereknya. Pengadilan memeriksa adanya itikad tidak baik tersebut dari adanya persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam merek milik pemohon dengan merek terkenal atau merek orang lain yang telah terdaftar terlebih dahulu. Untuk itu, tidak ada cara lain selain memperbandingkan kedua merek yang bersangkutan. Adapun hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata, dengan masa sidang paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim pengadilan niaga dan Mahkamah Agung dalam memeriksa kasus-kasus gugatan pembatalan merek, terutama dalam mengartikan persamaan pada pokoknya sebagai indikator itikad tidak baik dalam pendaftaran suatu merek. Jadi, disarankan untuk meminimalisasi perbedaan di antara para hakim maupun pemeriksa merek di Ditjen HKI dan agar majelis hakim mempunyai satu pandangan, pengertian, dan persepsi yang sama dalam memutuskan perkara yang sama, maka perlu dibuatkan pedoman yang baku oleh instansi berwenang, Ditjen HKI, mengenai batasan yang jelas tentang itikad tidak baik, persamaan pada pokoknya, dan merek terkenal.

Law No. 15 of 2001 about Trademark stated that the Trademark in the world of commerce or service plays an important role to prevent any fraudulent or unfair business competition, especially in this era of global trade today. For this reason, the trademark as one of the work of man must have adequate legal protection. To obtain such protection, then a trademark must be registered prior to the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG). Basically, in order to obtain a certificate trademark, a trademark must go through several stages of inspection, from examination of formalities to examination of substantive. At that stage performed an assessment of whether the trademark is considered as a trademark that can be listed or be rejected by the Directorate General of Intellectual Property Rights. These assessments are highly subjective, so often times there are trademark that pass inspection at the Directorate General of IPR and has been registered, but there are others who feel the trademark has in common with the essence of his trademark. Therefore, the protection of a trademark is not an absolute one. If there are those who may have a common trademark in principle with his own trademark, then they can file suit in court cancellation commercial trademark on the grounds of bad faith from the owner to register the tardemark in its trademarks. The court did not examine whether the faith of the equation is essentially contained in the applicant's mark with a famous trademark or another trademark that has been registered beforehand. For that, there is no other way than to compare the two trademarks in question. The procedural law which is civil procedural law, a trial period not exceeding 60 (sixty) days after the lawsuit filed. Of research has been conducted, obtained results that the judges' verdict inconsistency commercial courts and the Supreme Court in examining the cases of cancellation lawsuit trademarks, especially the meaning of equality in principle as an indicator of bad faith in registration of a mark. Thus, it is recommended to minimize the differences between the judges and inspectors of the trademark in Directorate General of IPR and that the judges had a vision, understanding, and the same perception in deciding the same case, the guidelines need to be made a standard by the relevant authorities, the Directorate General of IPR, the clear limits of faith is not good, equality in essence, and brands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
S.M. Amin
Jakarta: J.B. Wolters, 1957
347.02 AMI h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>