Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia, 2001
333.72 BER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Masyhud Ali
Jakarta: Gramedia , 1999
332.1 MAS c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the classic problems facing fisheries resources in the high seas is the old dictum "freedom of the seas", whereby global fisheries resources are considered free to all States. However the application of this freedom has become increasingly dangerous as the exhaustible nature of fish stocks has been realised. In 2011, the United Nations Food and Agriculture Organisation (FAO) reported that only 15% of global marine fish stocks were estimated to be underexploited and moderately exploited. In this challenging situation, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) appeared as a mechanism through which States that could cooperate in the interest of conserving and managing marine living resources. As an archipelagic State, Indonesia has been joint to some of RFMO. How such RFMOs can lead by their international authorities in managing quotas allocation to all member countries and whether the implication from the existence of Indonesia through its membership are main points of this article."
ILMUHUKUM 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef
"Pariwisata saat ini telah menjadi industri yang penting di dunia. Industri pariwisata dunia tersebut mampu mempekerjakan 127 juta pekerja dari sekitar 600 juta wisatawan yang melakukan perjalanan wisata pada tahun 1993. Kalimantan Barat yang merupakan propinsi terbesar ke-4 di Indonesia dengan luas 146.807 km2, merupakan suatu destinasi pariwisata yang cukup menarik bagi wisatawan dunia umumnya.
Dengan diarahkannya Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) sebagai prioritas untuk dikembangkan dalam bentuk wisata alam (ekowisata), memberi konsekuensi pada pengelolaan yang terpadu dan terencana pada kedua kawasan tersebut. TNBK dengan luas 800.000 hektar yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan berbatasan dengan wilayah Sarawak, Malaysia sangat memberikan harapan dalam usaha menjaring pasar internasional; di mana Malaysia merupakan salah satu kantong pariwisata mancanegara terbesar di Asia Tenggara. Usaha pemanfaatan kawasan konservasi melalui pengembangan ekowisata menjadi sangat penting dan strategis di samping usaha-usaha penanggulangan kegiatan penebangan dan perburuan yang tidak terkendali di kawasan TNBK. Kawasan ini juga memiliki fungsi strategis lain seperti fungsi hidro-orologis sebagai daerah tangkapan air di perhuluan Sungai Kapuas.
TNBK belum dikenal dan belum banyak dikunjungi oleh wisatawan sebagai daerah tujuan wisata (DTW). Kurangnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke taman nasional ini, antara lain disebabkan masih minimnya sarana dan prasarana transportasi, restorasi, dan akomodasi maupun masih kurangnya promosi ke luar tentang obyek-obyek wisata yang ada di kawasan TNBK. Untuk berhasilnya pengembangan TNBK menjadi daerah tujuan wisata, tidak cukup hanya dengan mengembangkan potensi alam dengan menawarkan atraksi-atraksi yang menarik; tetapi dengan memperhatikan faktor utama lainnya, yaitu faktor aksesibililas dan amanitas. Faktor aksesibilitas (kemudahan untuk dicapai) sangat dipengaruhi oleh dekatnya jarak, atau tersedianya transportasi ke tempat itu secara teratur, sering, murah, nyaman, dan aman. Faktor amanitas sangat dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas-fasilitas seperti tempat penginapan, rumah makan (restoran), tempat hiburan, transport lokal yang memungkinkan wisatawan berpergian ke tempat itu serta alat-alat komunikasi lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi sarana dan prasarana transportasi, akomodasi, dan restorasi dengan upaya pengelolaan ekowisata. Dengan mengetahui hubungan dimaksud maka akan sangat bermanfaat bagi perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan ekowisata di TNBK.
Dalam penelitian ini, dikemukakan hipotesis yaitu:
Kondisi sarana dan prasarana akan mempengaruhi minat untuk berkunjung ke obyek wisata alam.
Metode (cara) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ekspos Fakto (expost facto research) dan survai. Pengumpulan data dengan pengamatan langsung di lapangan, wawancara, kuesioner, serta dari pihak yang terkait dengan wilayah penelitian di kecamatan Embaloh Hulu, Embaloh Hilir, Kedamin, dan Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu.
Dari analisis dan bahasan, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
1. Jumlah tamu hotel, dipengaruhi langsung oleh layanan angkutan darat, dan layanan energi listrik; tingkat hunian hotel, dipengaruhi langsung oleh layanan energi listrik, layanan angkutan darat, dan layanan pasar; sedangkan jumlah wisatawan, dipengaruhi langsung oleh layanan telepon, layanan pasar, layanan pos, layanan energi listrik, dan layanan angkutan darat.
2. 88,90% dari minat untuk berkunjung ke kawasan tujuan wisata alam ditentukan oleh kondisi sarana dan prasarana; sedangkan 11,1% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain.
3. 57% dari responden menyatakan bahwa perjalanan yang dilakukan kurang nyaman, 29% menyatakan tidak nyaman sama sekali, dan 14% menyatakan cukup nyaman.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
(1) Layanan sarana dan prasarana berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap tingkat hunian hotel, jumlah tamu hotel, dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata alam.
(2) Kondisi sarana dan prasarana sangat berpengaruh terhadap minat untuk berkunjung ke obyek wisata alam.
(3) Ketersediaan dan layanan sarana dan prasarana, belum mampu memberikan kenyamanan, keamanan, dan hiburan bagi wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata alam di TNBK.
Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlu perbaikan terhadap pengelolaan kepariwisataan di propinsi Kalimantan Barat dan TNBK khususnya, terutama dalam penyediaan fasilitas-fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan para wisatawan serta menejemen pengelolaan dan sumberdaya manusianya.
2. Perlu adanya kesamaan persepsi mengenai taman nasional, yang dibentuk melalui koordinasi antara pihak-pihak yang terkait.

Presently tourism has become significant industry in the world. World tourism industry is able to employ 127 millions workers from approximately 600 millions tourist taking tour travel in 1993. West Kalimantan is the fourth biggest province in Indonesia with an area of 146.807 km2, and is an attractive tourism destination for tourists from all over the world.
As Betung Kerihun National Park (BKNP) and Danau Sentarum National Park (DSNP) are prioritied to be developed in to ecotourism, this means we need to pay attention to on integrated and well-planned of both areas.
BKNP covers on area of 800.000 hectares; it has a high biological diversity and is the borderland with Serawak region, Malaysia, this fact gives high hope in the effort to embrace international market; of which Malaysia represents one of the biggest international tourism destination in South East Asia. Utilization of conservation area through the development of ecotourism become a very important and strategic effort besides other efforts to prevent illegal logging activities and uncontrolled hunting in BKNP area. This area also has strategic function such as hydro-orological functional to serve as water catchment area in the upper streem of Kapuas river.
BKNP has not been widely known and visited by tourists as tourism destination. Limited number of tourists visiting this national park are duelto, among other things inadequate suprastructure and infrastructure of transportation, restoration, and accommodation as well as lack of promotion to abroad regarding tourist objects available in BKNP area. To successfully develop BKNP to become tourism destination, it is not enough only by developing natural potential and offering interesting attractives; however it needs to give attention to the main factors, namely accessibility and amenity. Accessibility factor is greatly affected by proximity or availability of regular, frequent, inexpensive, comfortable and safe means of transportation.
Amenity factor is greatly affected by availability of facilities such as lodging, restaurant, amusement center, local transport that enable tourist to travel to that place as well as other communication means.
This research is aimed at identifying correlations between the conditions of transportation suprastructure and infrastructure, accommodation, and restoration, and ecotourism management. By identifying the said correlations, it will be very useful for the planning and development of the suprastructure and infrastructure supporting ecotourism management at BKNP.
Hypothesis is proposed in this research, namely:
The condition of suprastructure and infrastructure will affect people's interests to visit the natural tourism objects.
The method used in this research is expost facto research and survey, Data collection is done by having direct observation to the field, interview, questionnaire, and from the fourth party related to the research area in Embaloh Hulu, Embaloh Hilir, Kedamin, and Putussibau sub-districts, Kapuas Hulu Regency.
Following is the result obstained from analysis:
1. Total hotel guests, it is directly affected by land transport service and electricity service; hotel occupancy rate, it is directly affected by electricity service, land transport service, and market service; where's number of tourists, it is directly affected by telephone service, market service, post service, electricity service, and land transport service.
2. 88,90% of interest to visit tourism object is determined by suprastructure and infrastructure condition; the remaining 11,10% is determined by other factors.
3. 57% of respondents say they have uncomfortable travel, 29% say they have very uncomfortable travel, and 14% say they have fairly compfortable travel.
From the research findings/results it can be concluded as follows:
1. Suprastructure and infrastructure services instantaneously and directly influence the degree of hotel occupancy rates, the number of hotel guests, as well as the number of tourists who visit the natural tourism object.
2. Conditions of suprastructure and infrastructure greatly affect people's interest to visit the natural tourism object.
3. The available suprastructure and infrastructure and its services, has not yet to provide convenience, safety, and attraction to tourist visiting the natural tourism object at BKNP.
For that purpose, it is suggested the followings:
1. Improvement of tourist management is necessary in West Kalimantan Province and in particular the BKNP, especially in providing facilities that can meet the need of tourist as well as the management of tourism and human resources.
2. It is necessary to have a similar perception regarding the national parks, which is shaped through an interrelated coordination among the concerned agencies.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Irfan Hidayat
Bandung: Mizan Media Utama, 2005
899.221 MOC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
823 CHR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Mulabasa
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titien Suryanti
"Specific purposes of this research are to know suitable area spatial distribution of Javan Gibbon habitat at Mountain Halimun National Park (MHNP), to know vegetation structure and composition on Javan Gibbon habitat, to know disturbance happened on Javan Gibbon habitat, and making a planning model of Javan Gibbon habitat conservation area at MHNP."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D1252
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagyo
"Sumatra merupakan habitat bagi tujuh spesies Felidae. Ancaman utama terhadap Felidae di Sumatra adalah hilangnya habitat dan perburuan liar. Data ekologi dan dukungan masyarakat sekitar merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan konservasi Felidae di dalam kawasan konservasi. Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data ekologi dan mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Data ekologi meliputi keanekaragaman spesies, kelimpahan relatif, distribusi, pola aktivitas, dan interaksi dikumpulkan dengan memasang perangkap kamera pada area seluas 480 km2 yang dibagi dalam tiga blok sampling. Untuk mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae, dilakukan wawancara terstruktur terhadap 395 responden yang tinggal di 19 desa sekitar taman nasional. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman spesies Felidae di TNWK lebih rendah dibandingkan dengan survei sebelumnya. Hanya empat spesies Felidae yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorota) dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis). Dua spesies Felidae lainnya yaitu kucing emas (Pardofelis temincki) dan kucing dampak (Prionailurus planiceps) tidak ditemukan. Ekologi keempat spesies Felidae di taman nasional ini secara umum serupa dengan literatur dan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Sumatra. Meskipun pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Felidae tergolong rendah, namun mereka memiliki persepsi dan sikap yang positif terhadap konservasi Felidae. Data ekologi hasil penelitian ini merupakan masukan yang penting dalam pengelolaan Felidae di TNWK terutama dalam aspek perlindungan, monitoring, dan restorasi habitat. Agar dukungan masyarakat sekitar terhadap konservasi Felidae semakin baik, perlu upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Feliade melalui pendidikan konservasi, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan karakteristik sosial, demografi, dan pengalaman interaksi mereka dengan taman nasional.

Sumatra is home to at least six species of wild felids. Habitat loss and poaching are the main threat to the wild felids in Sumatra. Management strategy based on solid information and local community support are important factors for the success of wild felids conservation. The purposes of this study are to collect ecological data and to reveal local communities support for wild felids conservation in the Way Kambas National Park (WKNP). Ecological data were collected by placing camera traps in an area of 480 km square which is divided into three blocks of sampling. Data of local communities support to wild felids conservation were collected using structured interviews to 395 respondents living in 19 villages around the park. The results showed that wild felids species diversity in this stydy is lower compared to those of previous surveys. Only four wild felids were found in this study i.e., sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae), clouded leopard (Neofelis diardi), marbled cat (Pardofelis marmorota) and leopard cat (Prionailurus bengalensis). Two other species i.e., golden cat (Pardofelis temincki) and flat-headed cat (Prionailurus planiceps) were not found. In general, ecology of the four species of wild felids in this park is in accordance with literature and several earlier studies in Sumatra. Despite the low level of local communitie’s knowledge both on the parks and wild felids, their perception and attitude towards wild felids conservation are positive. Ecological information resulted from this study serve as important input to develop the wild felids management plan especially in terms of species protection, monitoring and habitat restoration. To ehance the local community support toward wild felids conservation, it is essential to improve the level of local community knowledge towards national parks and wild felids conservation through conservation education, socialization, and community empowerment by considering social and demographic characteristics of the local people, including their experience in interacting with the park."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindangen, Simon Albert
"Taman Nasional Dumoga Bone dengan luas wilayah 325.000 hektar meliputi Cagar Alam Bulawa 75.200 hektar, Suaka Margasatwa Bone 110.000 hektar, dan Hutan Lindung 46.300 hektar. Sesuai dengan masalah yang dihadapi, maka obyek penelitian hanya dibatasi pada Suaka Margasatwa Dumoga, yang pada tahun 1983 telah mengalami kerusakan hutan seluas kira-kira 20.000 hektar. Kegiatan-kegiatan sebagian petani di Desa-desa Kecamatan Dumoga yang berada di sekitar Taman Nasional dalam bentuk peladangan liar, pemukiman liar, pengambilan berbagai hasil hutan serta penangkapan binatang-binatang langka yang dilindungi, telah menyebabkan kerusakan sebagian hutan di wilayah Suaka Margasatwa Dumoga, dalam kawasan Taman Nasional-Dumoga Bone.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor sosial dan ekonomi apa dari penduduk di sekitar wilayah yang menghambat pengelolaan Taman Nasional.
Tujuan dan kegunaan penelitian ini yaitu mengidentifikasi data dan informasi mengenai faktor-faktor sosial dan ekonomi penduduk di sekitar wilayah yang menghambat pengelolaan Taman Nasional, menguji hipotesis, sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dan pengelola Taman Nasional, dan diharapkan juga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu lingkungan, serta bagi penelitian lebih lanjut.
Penelitian ini telah dilaksanakan melalui pengamatan dan survai dengan menggunakan kuesioner, wawancara dengan para petani respondent pemerintah daerah, serta instansi-instansi yang bersangkutan di Tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan tingkat Pusat.
Sesuai dengan hipotesis pertama, ternyata bahwa rendahnya pendidikan petani memberi pengaruh negatif (menghambat) terhadap pengelolaan Taman Nasional. Dalam kenyataannya, tingkat pendidikan yang lebih rendah menyebabkan kerusakan hutan yang lebih besar, dan sebaliknya, tingkat pendidikan yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan hutan dengan intensitas yang lebih kecil (tabel 15, halaman 99). Selanjutnya dibuktikan pula bahwa hasil analisis mendukung hipotesis yang kedua yaitu rendahnya pendapatan petani, memberi pengaruh negatif (menghambat) terhadap pengelolaan Taman Nasional. Sebagaimana halnya dengan variabel pendidikan terhadap variabel kerusakan hutan, ternyata tingkat pendapatan berbanding terbalik dengan tingkat kerusakan hutan, yaitu pendapatan yang lebih rendah menyebabkan kerusakan hutan dengan intensitas yang lebih besar, dan sebaliknya, pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan hutan yang lebih kecil.
Dalam penelitian juga dijumpai bahwa selain faktor pendidikan dan pendapatan petani yang rendah sebagai faktor dominan, ternyata faktor-faktor pertambahan penduduk, peraturan perundangan, pemilikan tanah dan lapangan kerja juga telah turut menyebabkan hambatan bagi usaha perlindungan hutan di wilayah Suaka Margasatwa Dumoga, sebagai salah satu aspek pengelolaan Taman Nasional Dumoga Bone.
Sebagai kelengkapan laporan ini maka melalui pengamatan di Desa Huluduotamo, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Gorontalo, ternyata di Suaka Margasatwa Bone juga dihadapi masalah kerusakan hutan seluas kira-kira 2000 hektar dari luas keseluruhan yaitu 110.000 hektar.
Untuk mengatasi masalah kerusakan hutan di Taman Nasional ini perlu diusahakan peningkatan pengertian petani mengenai bidang lingkungan hidup, antara lain yang meliputi pengenalan tentang arti, tujuan dan manfaat dari Suaka Margasatwa dan Taman Nasional secara keseluruhan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, serta usaha peningkatan kesejahteraan petani di sekitar Taman Nasional Dumoga Bone."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1985
T3440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>