Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Studi ini membahas tentang bagaimana pengaruh dari work context yang terdiri dari etika perusahaan dan kreativitas kelompok terhadap kepuasan kerja dan turnover intention. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode single cross-sectional. Dengan menggunakan self-report questionnaire, informasi dikumpulkan dari 135 responden yang bekerja pada perusahaan bank di wilayah Jabodetabek. Hasilnya mengindikasikan bahwa work context dan turnover intention tidak memiliki hubungan yang signifikan. Ditemukan bahwa work context berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Namun, kepuasan kerja ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap turnover intention. Perusahaan perbankan di Jabodetabek harus memastikan bahwa karyawan sadar akan pentingnya etika, dan berani mendorong karyawan untuk bekerja secara kreatif agar kepuasan kerja meningkat.

---

This study discusses about how the work context consisting of corporate ethics and group creativity affecting on job satisfaction and turnover intention. This is a quantitative research using single cross sectional method. By using self report questionnaire, information was collected from 135 respondents working in bank companies in Jabodetabek area.

The results indicate that work context and turnover intention do not have a significant relationship. It was found that work context was positively related to job satisfaction. However, job satisfaction did not have a significant relationship to turnover intention. Banking companies in Jabodetabek must ensure that employees are aware of the importance of ethics, and be able to encourage employees to work creatively in order to increase job satisfaction."

"Sejak peralihan minat pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri pada tahun 1955, pekerjaan sebagai sarariman mulai menjadi pilihan untuk banyak masyarakat Jepang karena paradigma yang berkembang dalam masyarakat Jepang waktu itu adalah bekerja sebagai sarariman memberikan jaminan terhadap kesejahteraan di masa depan, kestabilan, dan keamanan kerja dari pemecatan. Paradigma yang berkembang tersebut adalah hasil dari penerapan sistem manajemen perusahaan Jepang. Namun seiring jatuhnya bubble economy pada awal tahun 1990-an, budaya korporasi di perusahaan Jepang mulai berubah karena adanya pergeseran dalam penerapan sistem manajemen perusahaan Jepang yang mulai mengadaptasi gaya manajemen perusahaan Barat. Ditambah dengan berubahnya kualitas hidup masyarakat Jepang, kedua hal tersebut melatarbelakangi bergesernya paradigma yang berkembang di masyarakat Jepang mengenai sarariman. Pergeseran paradigma tersebut walaupun tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk menjadi sarariman, namun secara tidak langsung menimbulkan pengaruh dalam hal minat kerja yang semakin bervariasi, berubahnya motivasi dan etas kerja, serta mempengaruhi cara pandang kaum muda Jepang terhadap masa depan."

"Peningkatan peranan lembaga-lembaga hukum dan berbagai institusi yang terkait dengannya amat diperlukan dalam menyongsong datangnya era perdagangan bebas. Namun peningkatan peranan lembaga-lembaga hukum tersebut tidak akan ada artinya apabila para penguasa tidak menciptakan budaya menghormati hukum. Sebagaimana disinyalir oleh Prof. Daniel S. Lev pada bagian awal tulisan ini, hukum tertulis yang berlaku akan kurang berdaya paksa apabila dibandingkan dengan kekuasaan istana dan pemerintahan aristokrat. Semoga kondisi yang pernah terjadi di Eropa pada abad pertengahan tersebut tidak terjadi di negara kita. Transparansi birokrasi, partisipasi masyarakat, dan pemberdayaan lembaga-lembaga hukum untuk melaksanakan fungsi kontrolnya menjauhkan kita dari kondisi di Eropa pada abad pertengahn tersebut."