Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9003 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Osborne, David
Jakarta: PPM, 2000
350 OSB m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Governance implementation at central and local government, role of bureaucracy determines much the success of various development activities and programs. In fact governance bureaucracy hasn't been effective yet to make governance figure that is able to progress and increase community's standard of living. Furthermore, bureaucracy is concentrated to meaningfulness implementation on internal role of governance . As a consequence, service role to community conducted by governance bureaucracy isn't effective yet. A fundamental issue of governance governance isn't effective yet in case of service to community is not bureaucracy system that has been developing more considered as the most important to spell out the patterns of hierarchical , procedural and centralized power. To realize local governance bureaucracy who serve community needs reformation agenda on local governance to reform pattern of power that serves, reformation on bureaucracy system, hierarchical and procedural perofrmance and governance bureaucracy performance."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2021
302.35 REF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syafuan Rozi Soebhan
"Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami keadaan bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi birokrasi. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai lapis tengah dan aktor public services yang netral dan adil, kenyataannya dalam beberapa kasus birokrasi malah menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi. Bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik dan melakukan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara untuk kepentingan "partai tertentu".
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa, bagaimana dan mengapa muncul gerakan yang menginginkan birokrasi di Indonesia menuju birokrasi yang netral dari afiliasi politik. Untuk itu data dikumpulkan lewat analisis dokumen berbagai media yang sudah beredar di masyarakat yang merekam aktivitas dan pendapat pelaku-pelaku gerakan tersebut. Kemudian dilakukan langkah deduksi yaitu menarik penalaran tema permasalahan dari umum ke khusus, berupa analisa terhadap perubahan paradigma dan reposisi birokrasi, serta memikirkan beberapa indikator yang bisa dipergunakan dalam membangun kondisi netralitas politik birokrasi.
Kerangka pemikiran yang melandasi tesis ini antara lain dari pemikiran legal rasional Max Weber, bureaumania Baron de Grimm, bureaucratic polity Karl D. Jackson, kepolitikan birokrasi Harold Crouch, korporatisme negara Dwight Y. King dan Manuel Kaiseipo, mobilisasi birokrasi William D. Lidlle, krisis partisipasi politik Myron Weiner, ketidakpuasan birokrasi akibat berpolitik dari Hans Antlov dan Cederroth, serta reinventing Government dan David Osborn dan Ted Gaebler.
Ada beragam bentuk gerakan netralitas politik birokrasi antara tahun 1998-1999 yang menentang politisasi birokrasi. Ada yang moderat menyatakan unitnya keluar dan KORPRI, menyatakan unitnya tidak berafiliasi dengan Golkar, ada yang menginginkan perubahan posisi birokrasi di lingkungan eksekutif dan di legislatif, Ada pernyataan kritis dari tokoh oposisi yang ingin pembubaran organisasi birokrasi (KORPRI), ada pernyataan bersikap netral dan objektif dari lembaga ilmiah non departemen. Solusi dari gerakan ini adalah pentingnya untuk membuat kebijakan dan sanksi yang mengharuskan PNS bertindak netral, disebabkan Partai Golkar dan partai yang lain akan terus berupaya untuk menggunakan jalur birokrasi untuk kemenangannya dalam pemilihan umum.
Temuan tesis ini antara lain kasus-kasus keterlibatan birokrasi di sejumlah daerah dalam pemilihan umum 1999 menunjukkan gerakan netralitas birokrasi belum mampu meminimalkan tingkat keikutsertean birokrasi dalam aktifitas mendukung partai politik tertentu. Dari 27 daerah pemilihan, hanya ada 2 daerah pemilihan yang birokrasi bertindak relatif netral. Hal ini menjadi semacam indikasi bahwa masih berlangsungnya secara terus-menerus keadaan politisasi birokrasi di Indonesia, seperti yang diramalkan teori korporatisme negara. Birokrasi di awal era reformasi masih seperti yang dulu. Keadaan Cita-cita gerakan netralitas politik birokrasi belum menjadi kenyataan pada tahun pertama reformasi di Indonesia.
Agaknya berlaku seperti apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik birokrasi di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan pegawai negeri itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Ismanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi proses restrukturisasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam kaitannya dengan pengembangan Good Governance di tingkat lokal khususnya dilihat dari aspek kompetensi administrasi, transparansi dan efisiensi dari Birokrasi Pemerintah Daerah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
Disimpulkan bahwa restrukturisasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ternyata belum mengarah pada pengembangan good governance, karena hanya dalam proses restrukturisasi birokrasi dan aspek kompetensi lembaga saja yang sudah mengarah kepada Good Governance, untuk kompetensi personil, transparansi dan efisiensi ternyata belum terakomodasi.

The research aims to know and to evaluate the bureaucratic restructuring process carried out by the Government of Tangerang Regency in relation to the development of Good Governance in local level, particularly viewed from the aspects of administrative competence, transparency and efficiency of the Local Government Bureaucracy.
The method used in this study is a descriptive analysis, which collects information about the status of existing symptoms, the symptoms according to what the circumstances when the study was conducted.
It was concluded that the restructuring of the bureaucracy that implemented by the local government has yet to lead to the development of good governance, as it is only in the process of restructuring the bureaucracy and aspects of competence of the institutions are already leading to good governance, for personnel competence, transparency and efficiency had not yet accommodated."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"this article describes basic policies, planning and implementation strategy of bureaucracy reform in Civil Service Agency (BKN). The focus on the aspects, are institution, business process and human resources management, give massages that BKN as government institution that has responsibility in civil service management in Indonesia, has changed and try to improve in order to be better than before."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahus Surur
"Salah satu persoalan yang menghinggapi negara-bangsa Indonesia hingga saat ini adalah sulitnya untuk mempercepat upaya reformasi birokrasi, suatu kata kunci yang diyakini sebagai gerbang utama pembesutan kesejahteraan dan ?kemajuan? masyarakat. Pendekatan sistem yang menghendaki keteraturan dalam memandang persoalan yang satu ini bukan hanya kurang memadai, melainkan juga kerap terpeleset ketika yang muncul dan beredar di wilayah publik justru ketidakteraturan-ketidakteraturan. Aparatur birokrasi yang sedari awal diharapkan menjadi entitas mumpuni pelayan publik justru berbalik arah menjadi sosok yang tidak sepenuhnya tepat seperti yang diimajinasi masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang menjaja birokrasi sebagai ruang pertarungan memperebutkan sumberdaya/modal, dan dengan sumberdaya/modal itu melakukan praktik yang meneguhkan otoritas mereka untuk menguasai pihak lain.
Kajian ini ingin beringsut dari telaah birokrasi sebagai sistem keteraturan ke arah praktik sosial para aparaturnya yang sangat menentukan wajah dan potret birokrasi itu sendiri. Dengan menggamit perspektif teoretik tentang kemampuan agent mengarungi samudera struktur, kajian ini memperlihatkan adanya jalin-jemalin antara agent dan struktur sebagai proses timbal-balik yang menampakkan sisi-sisi khas dari wajah birokrasi di Indonesia. Proses-proses itu menunjukkan adanya kemampuan berstrategi para aparatur (agent) untuk meneguhkan, merespon, atau melampaui struktur yang ada.

One of the main problem of Indonesian nation state is the difficulty to accelerate and speed up bureaucracy reform, a keyword to raise prosperities and developments of the people. The system method to create regularities precisely enlarges irregularities among public life. The bureaucracy apparatus who was expected as excellent public servant changed into the vague entities and become strangers among the people imagination. Most of them make bureaucracy as a contestation field to reach and raise the resources/modals then use it to strengthen their domination on the other.
This study shifts from system approach to social practices of the apparatus in term of their capacities to determine the face of bureaucracy. Regarding with referring to the conception of agent power in relation to structure, this study shows the thick relation between agent and structure as duality processes and indicates the uniques of Indonesian bureaucracy. These processes show the capacities of agents strategies to strengthen and respond the structures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T29821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Willy Eka Pramana
"Bentuk birokrasi Indonesia yang cenderung hierarkis, kaku, serta lamban dalam merespon kebutuhan masyarakat menjadi alasan utama dikeluarkannya kebijakan penyederhanaan birokrasi. Penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional adalah salah satu bagian proses penyederhanaan birokrasi sesuai dengan Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia tahun 2010-2025 yang kemudian secara spesifik dijabarkan dalam Roadmap Reformasi Birokrasi tahun 2020-2024. Implementasi penyetaraan jabatan di lingkup pemerintahan daerah dalam prakteknya banyak menemui tantangan dan masalah yang beragam, termasuk di Pemerintahan daerah kabupaten Ogan Komering Ilir. Adapun permasalahan yang diangkat berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi melalui penghapusan eselon III dan eselon IV di lingkungan pemerintahan daerah dan pelaksanaan penyetaraan jabatan di kabupaten Ogan Komering Ilir dikaji dalam perspektif adminitrasi publik dan teori Neo-Weberian State. Metode analisis menggunakan pendekatan doktrinal dengan didukung data wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada prinsipnya penyetaraan jabatan merupakan sebuah kongkretisasi dari paradigma baru hukum administrasi publik dan memiliki korelasi yang sesuai dengan teori Neo Weberian State dari Pollit dan Bouckheart. Akan tetapi terdapat kompleksitas dalam pelaksanaannya ditingkat pemerintahan daerah berkaitan dengan tantangan terkait kualifikasi dan kecocokan jabatan, perubahan budaya organisasi dan resistensi terhadap perubahan. Penyetaraan Jabatan di pemerintahan daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir dalam pelaksanaanya ditemui beberapa kendala. Pertama, sulitnya menemukan nama jabatan fungsional yang sesuai dengan tugas dan fungsi jabatan yang diduduki ataupun latar belakang Pendidikan yang dimilki. Kedua, motivasi pejabat hasil penyetaraan yang masih rendah berkaitan dengan pemahaman mengenai tugas dan fungsi sebagai pejabat fungsional seutuhnya, terlebih pejabat fungsional hasil penyetaraan masih menjalankan tugas koordinasi selayaknya pejabat administrasi sebelumnya. Ketiga, rendahnya informasi yang tersedia mengenai peningkatan kompetensi pejabat fungsional di lingkungan pemerintahan daerah.

The hierarchical, rigid, and slow-responsive nature of Indonesia's bureaucracy serves as the primary rationale for the issuance of bureaucracy simplification policies. The alignment of administrative positions into functional roles constitutes a pivotal facet of the bureaucratic streamlining process in accordance with the Grand Design of the Indonesian Bureaucratic Reform spanning from 2010 to 2025, subsequently detailed in the Bureaucratic Reform Roadmap for the years 2020-2024. The practical implementation of position alignment within local government entities encounters diverse challenges and issues, notably in the Ogan Komering Ilir Regency. The issues addressed pertain to the execution of bureaucratic simplification policies through the elimination of echelons III and IV in the local government structure and the execution of position alignment in the Ogan Komering Ilir Regency, scrutinized from the perspectives of public administration and Neo-Weberian State theory. The research methodology employed is doctrinal research, complemented by interview data. The findings of this study indicate that, fundamentally, position alignment embodies a concretization of the new paradigm in public administrative law and correlates appropriately with the Neo-Weberian State theory propounded by Pollit and Bouckaert. Nevertheless, complexities arise in its implementation at the local government level, particularly concerning challenges related to job qualifications and appropriateness, organizational cultural shifts, and resistance to change. The execution of position alignment in the Ogan Komering Ilir Regency encounters several impediments. Firstly, the difficulty in identifying functional position titles commensurate with the duties and functions of the occupied positions or the educational background of the incumbents. Secondly, the low motivation of officials resulting from position alignment, rooted in a limited understanding of the duties and functions as full-fledged functional officers, especially when these officials continue to perform coordination duties akin to their previous administrative roles. Thirdly, the scarcity of information available regarding the enhancement of competencies for functional officers within the local government milieu."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dora
"ABSTRAK
Reformasi Birokrasi memiliki peran penting dalam mendukung pelaksanaan
pembangunan nasional bidang kesehatan. Evaluasi menuju Wilayah Bebas
Korupsi /Wilayah Birokrasi Bersih Melayani dilakukan secara penilaian mandiri
oleh Tim Penilai Internal di tingkat Kementerian Kesehatan, yang selanjutnya
akan dilakukan oleh Tim Penilai Nasional dari Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara hasil evaluasi yang dilakukan oleh TPI dengan TPN. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui efektivitas Penilaian mandiri dalam evaluasi
Wilayah Bebas Korupsi / Wilayah Birokrasi Bersih Melayani yang dilakukan
Inspektorat Jenderal untuk mempercepat Reformasi Birokrasi. Penelitian
merupakan studi deskriptif dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa regulasi belum lengkap, komunikasi pelaksanaan evaluasi
sudah jelas, pemimpin belum memahami sepenuhnya mengenai WBK/WBBM,
masih terdapat benturan kepentingan, terdapat perbedaan karakteristik satuan
kerja, masih terdapat perbedaan motivasi, persepsi dan kemampuan sumber daya
manusia menjadi faktor yang berpengaruh dalam efektifitas pelaksanaan evaluasi
menuju WBK/WBBM di Kementerian Kesehatan. Pelaksanaan penilaian mandiri
evaluasi menuju WBK/WBBM di Kementerian Kesehatan belum efektif sehingga
memerlukan evaluasi dan perbaikan lebih lanjut.

ABSTRACT
Implementation of Bureaucratic Reform has an important role in supporting the
implementation of national development in the field of health. Evaluation to Free
of Corruption Area/Clean and Serve Bureaucratic Area was conducted through
self assessment by Internal Assessment Team (IAT) at Ministry of Health level,
which will be futher evaluate by National Assessment Team (NAT) from Ministry
of Empowerment of State Apparatus and Bureaucracy Reform. There is a
significant difference between the evaluation results conducted by IAT and NAT.
The purpose of this study is to determine the effectiveness of Self Assessment of
Free of Corruption Area/Clean and Serve Bureaucratic Area Evaluation conducted
by Itjen Kemenkes in achieving Bureaucracy Reform in the Ministry of Health.
This research is a descriptive study with qualitative analysis method. The study
was conducted in May-June 2017, located in DKI Jakarta area. The result of the
research stated that the regulation is not yet complete, the communication of the
evaluation implementation clear, the leader has not fully understand about WBK/WBBM,
there is still conflict of interest, there are differences of work unit
characteristic, there is still difference of motivation, perception and human
resource competence become a factors that influence effectiveness of the
evaluation towards WBK/WBBM in the Ministry of Health. Self Assessment
implementation towards WBK/WBBM evaluation in Ministry of Health have
not effective so require evaluation and further improvement."
2017
T47807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>