Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Punto Hendro G.
Semarang: Bendera, 2000
640 HEN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Punto Hendro G.
"ABSTRAK
Tesis ini akan membicarakan mengenai kegiatan industri tenun ikat sebagai suatu bentuk adaptasi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Troso. Karena itu apa yang dibahas dalam tesis ini merupakan sebuah upaya dalam rangka mempelajari untuk dapat memahami latar belakang, proses-proses yang terjadi serta seluk beluk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Troso tersebut. Faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan fisik maupun sosialnya merupakan faktor yang mempengaruhi proses tumbuh dan bertahannya industri ini di desa Troso, di samping faktor internal yang bersumber dari sistem hubungan sosial yang berlaku di desa cukup penting peranannya. Semua merupakan bagian yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Adaptasi ekonomi dapat dipandang sebagai suatu upaya masyarakat dalam rangka mengembangkan dan mempertahankan sistem perekonomiannya. Melalui kegiatan bertenun ikat tersebut, adaptasi ekonomi yang dilakukan masyarakat Troso dapat dipandang sebagai upaya yang dilakukan masyarakat Troso dalam rangka mengembangkan dan mempertahankan kegiatan ini sebagai bentuk mata pencahariannya. Berbagai faktor telah menyebabkan tumbuh kembangnya kegiatan ini di desa Troso. Namun upaya masyarakat tersebut kini semakin terlihat dengan semakin terikatnya kegiatan ini dengan situasi pasar yang lebih luas. Hal ini menandai keterbukaan masyarakat yang lebih besar terhadap situasi perdagangan bebas, artinya bahwa masuknya unsur-unsur eksternal tersebut telah mewarnai sistem perekonomiannya menjadi semakin kompleks. Pada dasarnya sistem perekonomian masyarakat di pedesaan senantiasa akan terkait dengan sistem hubungan sosial yang berlaku, artinya ruang geraknya akan dibatasi oleh unsur internal tersebut. Karena itu keputusan-keputusan masyarakat menyesuaikan diri terhadap faktor eksternal dapat dipandang sebagai suatu bentuk mekanisme perubahan. Dalam hal ini unsur-unsur internalnya tidak dapat sepenuhnya terlepas, namun diwarnai oleh unsur-unsur eksternal telah menyebabkan munculnya bentuk sistem perekonomian yang semakin kompleks."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daud D. Talo
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di desa Limaggu kecamatan Sawu Timur, Kabupaten Kupang -- Nusa Tenggara Timur (NTT). Fokus perhatiannya adalah tentang pergeseran kebudayaan orang Sawu pada fungsi kain tenun ikatnya.
Kain tenun ikat orang Sawu, dibuat oleh masyarakat setempat dengan memakai bahan baku dan teknologi yang mereka ciptakan sendiri. Bahan baku yang mereka gunakan adalah kapas dan zat pewarna, yakni terbuat dari akar mengkudu dan nila, yang mereka tanam di kebun dan/atau di pekarangan rumah. Bahan baku itu diolah melalui proses yang panjang, yakni mulai dari pemau wangngu, kui wangngu, mengeri wanggu, kepali wangngu, wuhu wangngu, poro wangngu, menyaru wangngu, lore wangngu, kedia wangngu, mane wangngu, tali wangngu, pallo wangngu, dan akhirnya sampai kepada menanu, sehingga terbentuklah kain tenun ikat yang siap mereka gunakan. Tenaga kerja yang terlibat dalam proses pembuatan kain tenun ikat adalah tenaga wanita. Pada tahap-tahap tertentu dalam proses pembuatan kain itu dikenal adanya spesialisasi kerja. Hal ini tampak pada tahap mane wangngu, tali wangngu, pallo wangngu, dan menanu. Hal ini tidak saja karena jenis-jenis pekerjaan itu memerlukan ketrampilan yang khusus, tetapi juga berlandaskan kepada kepercayaan tertentu sehingga tidak sembarang orang bisa melakukannya. Keterampilan membuat tenun ikat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, lewat sosialisasi primer pada lingkungan keluarga.
hubungan ini motif ai ledo dan motif ai wokelakku berhubungan dengan kelompok wanita, sedangkan motif higi wo happi dan motif higi wo kekama baba berhungan dengan kelompok laki-laki. Selanjutnya motif ai ledo berkaitan dengan kelompok wanita yang berasal dari hubi iki dan motif ai wo kelakku berkaitan dengan kelompok wanita yang berasal dari hubi ae. Begitu pula motif higi wo hapi untuk kelompok laki-laki yang berasal dari hubi iki, dan motif higi wo kekama baba untuk laki-laki yang berasal dari kelompok hubi a e. Keseluruhan motif asli pada hakekatnya bersumber dari dasar yang sama, yakni rahim yang kemudian distilir sehingga melahirkan keragaman bentuk luar. Pemanfaatan rahim sebagai motif adalah lambang.kesuburan, keselamatan, kehidupan, kesehatan, dan kebahagiaan. Kain tenun ikat itu tidak saja digunakan untuk pakaian sehari-hari tetapi digunakan pula sebagai perlengkapan ritual daur hidup seperti upacara lakku ru kalli, upacara metana anti, upacara daba, upacara peloko nga'a dan upacara made yang terdiri dari dua tahap, yakni upacara pedana do made dan upacara pemau do made. Di samping itu, kain tenun ikat juga digunakan dalam upacara-uapacara yang lain, seperti upacara peiu manu dan upacara pasca panen. Pemakaian kain tenun ikat pada upacara-upacara tersebut harus sesuai dengan hubu seseorang. Pengembangan NTT sebagai salah satu daerah tujuan wisata, maka kain tenun ikat Sawu mengalami perubahan fungsi yakni berfungsi pula sebagai bahan cenderamata. Proses pembuatannyapun diperbaharui yakni dengan memanfatkan hasil teknologi moderen. Kain tenun ikat yang dipakai sebagai cenderamata tidak semata-mata dalam bentuk kain, tetapi diolah lebih lanjut dalam bentuk dompet, tas, sepatu, baju, dll. Motifnyapun bertambah kaya, yakni dengan mengambil dari binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan masyarakat setempat tidak hanya berperan sebagai penenun tetapi ikut juga terlibat dalam kegiatan pariwisata, yakni sebagai penjual barang cenderamata. Masyarakat setempat menerima perubahan ini tidak saja karena mereka memperoleh keuntungan ekonomis, tetapi juga karena kegiatan pariwisata berkaitan langsung atau memperkuat ketrampilan yang mereka miliki."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Mariani Rahayu
"ABSTRAK
Kayau (headhunting) merupakan skrip budaya yang bersumber dari arketipe budaya masyakat Dayak di Kalimantan yang telah ditinggalkan sejak Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894. Mulai saat itu, kayau dalam arti perburuan kepala manusia tidak lagi dipraktekkan. Berdasarkan kesepakatan yang diambil, hakayau (saling potong kepala), habunu (saling membunuh), dan hajipen (saling memperbudak) dihentikan. Penyelesaian konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat dilakukan dengan mengacu pada hukum adat dan hukum negara.
Setelah lebih dari 100 tahun praktek kayau tidak lagi diajarkan dari generasi ke generasi, pada tragedi nasional kerusuhan Sampit tahun 2001, praktek kayau bangkit kembali. Fenomena ini menjadi penting untuk dikaji, karena praktek kayau yang mengandung ide jahat (evil), dalam konteks budaya masa kini termasuk ke dalam perilaku di luar batas kemanusiaan, dilakukan oleh mereka yang sehari-hari adalah masyarakat kebanyakan (ordinary people). Mereka bukan pelaku kejahatan atau tindak kriminal, dan tidak pernah melakukan pembunuhan dan cenderung tergolong orang baik (good people).
Bagaimana proses yang terjadi sehingga sebuah skrip budaya yang sudah tidak digunakan lebih dari dua generasi dapat bangkit kembali dan dilakukan oleh para pelaku dari generasi yang berbeda, yang tidak pernah melakukan kayau sebelumnya, menjadi pertanyaan yang mendasari penelitian ini. Untuk memahami gejala yang terjadi, penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Tesis yang diajukan adalah, dalam situasi konflik, di saat identitas kolektif dan kolektif emosi lokal diaktivasi, maka sebuah arketipe budaya yang mengandung ide jahat, yang telah ―tidur‖ (dormant) lebih dari satu abad, dapat bangkit kembali, dan membatasi pilihan alternatif tindakan dalam pemecahan masalah. Meskipun tidak dipraktekkan lagi, skrip budaya kayau yang bersumber dari arketipe budaya, masih tersimpan dalam ketidaksadaran kolektif. Skrip budaya tersebut dapat diaktivasi kembali pada situasi tertentu. Diduga, sebuah proses narasi dalam reproduksi serial masih terus terjadi dari generasi ke generasi. Tampaknya, kayau adalah sebuah ekspresi budaya kehormatan untuk manyalamat utus yang perlu menemukan bentuk alternatif pengekspresian positif pada masa sekarang ini.

ABSTRACT
Kayau (headhunting) is a cultural script that based on cultural archetype Dayak society in Kalimantan or known as Borneo island in Indonesia that no more conducted since ?Rapat Damai Tumbang Anoi? (the peace agreement Tumbang Anoi) in the year 1894. To commit the agreement, the tribe‟s activities such as hakayau (headhunting), habunu (killing each other), and hajipen (slavery) have been stopped. Conflict resolution in the society is nowadays solved based on ?Adat Law‟or State Law.
Over one hundred years mengayau has been left and not being taught to the next generation, but in the ethnic conflict called as national tragedy in Sampit in 2001, mengayau tradition has emerged. It is interesting to study this phenomenon because mengayau activity includes the idea of evil and in the modern cultural context mengayau activity is categorized as extraordinary evil behavior, and conducted by ordinary man or good people in their daily life.
It is interesting to study how the process of a dormant cultural script that have been run over the two generations can be achieved by people from different cohort and they have never been taught mengayau before. The study is conducted using qualitative and quantitative approaches to understand the phenomenon. Thesis statement being developed is in a conflict situation which is the collective identity and collective indigenous emotion are being activated a dormant cultural script or cultural archetype over one hundred years is emerged and ignoring the concept of good and evil in individual decision making process.
Although mengayau activity has been deactivated over one hundred years, the mengayau cultural script that based on cultural archetype is still kept as collective unconsciousness and can be activated in a certain situation. A narrative process in the term of serial reproduction is running over generations simultaneously. It is hypothesized that mengayau is a kind of culture of honor named ?manyalamat utus‟ that should be expressed in positive behaviour in modern life.
"
2016
D2171
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Participation to preserve, care and positive behavior in accordance with the insight wisdom in managing the real envirinment is closely rooted in the tradition of women. This study aims to determine the potential of women ..."
305 JP 20 (3) 2015
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Perempuan untuk melestarikan, peduli dan berperilaku positif sesuai dengan wawasan kearifan dalam mengelola lingkungan sesungguhnya berakar dan lekat tradisi perempuan. penetilian ini betujuan untuk mengetahui potensi perempuan dalam mengahadapi bencana alam dan mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan perempuan guna mengurangi kerentanan terhadap bencana alam di Desa Rahtawu, Kabupaten Kudu. Beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain : pertama, terdapat upaya-upaya untuk melakukan mitigasi bencana walaupun bentuknya masih bersifat individual. Kedua, terdeteksinya perilau ibu-ibu di Desa Rahtawu untuk menguatkan korban bencana dan masih adanya sikap bergotong royong dalam menghadapi bencana alam bentuk memasak."
302 JP 20:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Windi Ulfiatun Nasikha
"Sejauh saya melihat tenun ikat hanya dianggap sebatas sebuah simbol mati yang tidak memiliki kekuatan pada konteks kehidupan, seolah-olah corak motif tenun ikat memang berjalan sebagaimana mestinya. Lebih daripada itu, tenun ikat di Desa Nggela, kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende justru menunjukkan sisi dinamika yang berusaha mempertahankan keragaman tenun di masa kini. Melalui kacamata antropologi seni, terdapat peran agensi yang masing-masing memiliki kekuatan sekaligus mengalami dinamika untuk menjaga keberlangsungan ragam tenun di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende - Lio Selatan pada masa kini. Tulisan ini akan mengulik bagaimana para penenun, material, objek tenun, dan penikmat berusaha membangun dan mengakomodasi setiap peran untuk menentukan sebuah keputusan keberlangsungan ragam tenun saat ini.

As far as I can see, the ikat weaving is only considered limited as a symbol of stagnation ithout any power in the context of life, as if the ikat weaving patterns simply exist as they should. However, the ikat weaving in Nggela Village, Wolojita District, Ende Regency, actually demonstrates a dynamic aspect that strives to preserve the diversity of weaving in the present time. Through the lens of art anthropology, there is an agency role that possesses power while also experiencing dynamics to sustain the variety of weaving in Nggela Village, Wolojita District, Ende Regency- Lio Selatan today. This article will delve into how the weavers, materials, weaving objects, and appreciators strive to build and accommodate each role in determining the decision for the sustainability of weaving varieties at present."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Satriansyah
"Tesis ini meneliti tentang profil pengrajin kain tenun adat Sambas dan upaya peningkatan peran koperasi dalam pemberdayaan pengrajin. Perhatian terhadap pengrajin ini sangat penting dilakukan karena sejak awal keberadaannya hingga sekarang ini belum mengalami perkembangan yang berarti, dan terlebih lagi belakangan ini keadaannya sangat memperhatikan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: mengidentifikasi lebih lanjut dan mendalam berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kain tenun adat Sambas, dan mencoba memberikan solusi melalui peningkatan peran koperasi dan institusi lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini kombinasi antara metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Metode kuantitatif hanya disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya diberikan analisis deskriptif yang akan dikaitkan pula dengan temuan dari penelitian lain yang sejenis. Adapun penelitian ini dilakukan di desa Tumok Manggis Kabupaten Sambas, dengan jumlah responden sebanyak 32 orang pengrajin.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan dengan didukung data primer dan sekunder, maka penulis menarik beberapa kesimpulan. Pertama, permasalahan-permasalahan yang dihadapi pengrajin antara lain: sulit dalam mendapatkan modal, sulit dalam mendapatkan bahan baku, sulit dalam memasarkan, dan pembinaan yang diberikan masih kurang. Kedua, Pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan pemberdayaan pengrajin, di dalam melakukan pemberdayaan tersebut harus ada yang memberi kemampuan atau keberdayaan dalam hal ini yang paling tepat adalah Koperasi, BUMN dan Pemerintah. Namun selama ini peran dari institusi tersebut masih kurang. Terutama Koptenas atau koperasi tenun adat Sambas sebagai wadah yang dimiliki pengrajin kain tenun adat Sambas sampai saat ini perannya sangat dirasakan kurang. Berdasarkan hasil temuan di lapangan ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain : Sumber daya manusia pengurus masih rendah, pendelegasian tugas antara ketua terhadap bawahan terlalu berlebihan, kurang keseriusan pengurus dalam pengelolaan koperasi.
Untuk itu perlu keseriusan pihak terkait untuk membantu membenahi Koptenas agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan pengrajin sebab dengan berfungsinya koperasi tentu akan berdampak terhadap pencapaian proses pemberdayaan pengrajin, terutama dalam hal pinjaman modal, penyediaan bahan baku dan membantu dalam memasarkan. Begitu halnya dengan peran BUMN juga harus ditingkatkan terutama dalam hal pinjaman modal, hendaknya pinjaman modal ini dapat merata keseluruh pengrajin, sebab dengan banyaknya modal yang dimiliki pengrajin akan berpengaruh juga dalam proses pemberdayaan pengrajin. Peran pemerintah juga masih dirasakan kurang terutama dalam hal pembinaan untuk meningkatkan sumberdaya pengrajin, dan peningkatan hasil produksi. Kendala alokasi dana yang masih kurang yang dihadapi pemerintah dalam memajukan usaha industri kecil di Kabupaten Sambas semoga secepatnya mendapatkan jalan keluarnya karena dengan alokasi dana yang besar akan memudahkan pihak terkait dalam hal ini Sub Dinas Perindustrian untuk melakukan proses pemberdayaan pengrajin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Malaysia: Perbadanan Kemajuan Kraftangan Malaysia, 2010
677.028 242 MAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>