Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Sejak kelahirannya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada upaya terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang teratur dan beradab. Hakikat ini bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya ayat Al-Qur’an yang membicarakan kehidupan sosial-politik, tetapi juga ditunjukkan melalui praktik kehidupan masyarakat Muslim awal di Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat Al-Qur'an dan praktik kehidupan komunitas Muslim di Madinah tersebut telah menginspirasi para tokoh Islam untuk menggali pemikiran politik Islam, yaitu suatu politik yang bertujuan menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera melalui pengelolaan kehidupan sosial politik, ekonomi, hukum, pendidikan, dan sebagainya. Buku ini membicarakan pemikiran politik Islam. Terdiri dari beberapa bab, buku ini dibuka dengan pembahasan tentang pendekatan dan dasar politik Islam. Berikutnya, pembahasan tentang gerakan sosial keagamaan dan politik era Makkah dan orientasi politik era Madinah. Selanjutnya, dibahas dinamika politik era empat Khulafa al-Rasyidin dan kebijakan politik empat Khulafa al-Rasyidin. Kemudian dibahas pemikiran politik Ibnu Abi Rabi’, pemikiran politik Al-Farabi dan pemikiran politik Al-Mawardi. Setelah itu, dibahas tentang pemikiran politik Al-Ghazali, pemikiran politik Ibnu Taimiyah dan pemikiran politik Ibnu Khaldun. Buku ini dapat dibaca oleh para mahasiswa-mahasiswi dari perguruan tinggi di Indonesia, terutama yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Selain itu, buku ini dapat dibaca pula oleh para akademisi, praktisi, atau mereka yang berminat mengetahui dan mendalami pemikiran politik Islam."

"Abdurrahman Wahid adalah figur yang menarik dan pemikirannya tentang hubungan Islam dan negara yang disertai argumen-argumen dan praksis yang sering kontroversial, telah menjadi salah satu arus besar dalam khasanah intelektual dan perpolitikan kontemporer di Indonesia. Dalam hal ini, selain mempunyai implikasi secara normatif-substansial, Abdurrahman Wahid secara empirik-prosedural memainkan peran yang lebih besar dan berimplikasi luas dalam realitas politik. Hal ini dikarenakan Abdurrahman Wahid dalam aktivitasnya lebih kuat warna politiknya daripada warna akademisnya. Hal ini kemudian yang menyulitkannya untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang guru bangsa, yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kelompok kepentingan.Penelitian yang dititikberatkan pada library research ini dimaksudkan untuk memetakan, menggambarkan dan menganalisis penolakan Abdurrahman Wahid terhadap negara Islam di Indonesia. Dari pemetaan ditemukan bahwa penolakan Abdurrahman Wahid tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam satu pemahaman, 'secara normatif-substansial atau secara empirik-prosedural; karena pemikiran Abdurrahman Wahid secara normatif dan empirik, ditemukan butir-butir pemikirannya yang berkelindan satu sama lain.Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk finalitas negara bangsa di Indonesia, dan masyarakat Indonesia demokratis yang dicita-citakannya; adalah wujud dari penolakannya terhadap gagasan masyarakat atau negara Islam di Indonesia dari kalangan Islam modernis.Walaupun secara umum, praktek politik Abdurrahman Wahid liberal dan sekuler, tetapi gagasannya tentang negara berakar dan dielaborasi dari keyakinan Abdurrahman Wahid terhadap Islam, baik Islam sebagai nilai-nilai ajaran maupun Islam sejarah. Sikap Abdurrahman Wahid yang moderat, inklusif, dan eklektis pada dasarnya adalah pengaruh ke-NU-annya yang sangat diwarnai oleh tradisi Sunni."