Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63680 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wilhem, Donald
Jakarta: UI-Press, 1979
301.2 WIL m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Korten, David C.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
303.4 KOR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Korten, David C.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002
303.4 KOR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Setiawan
"Di dalam tesis ini dibahas sejarah terbentuknya identitas ganda Bekasi yang dimulai dari masa prakemerdekaan sampai kemerdekaan dengan batasan tahun 1983. Analisisnya didasarkan pada metodologi strukturis dari Charles Tilly dan teori collective action, juga hermeneutika. Dari analisis dengan penerapan teori tersebut ditemukan bahwa lahirnya identitas ganda Bekasi yang bercirikan kultur budaya tradisional dan modern dan budaya Bekasi yang mendua antara budaya Melayu dan Sunda, antara pendidikan umum dan pendidikan Islam, disebabkan keputusan politik yang memasukkan wilayah administratif Kabupaten Bekasi ke wilayah Jawa Barat setelah adanya desakan dari masyarakat kewedanaan Bekasi serta usaha-usaha yang disengaja oleh pemerintah dalam upaya pelaksanaan pembangunan industrialisasi, juga upaya dari kelompok Islam di daerah Bekasi sebingga lahirlah wajah hudaya Bekasi seperti dewasa ini.

Double Identity of Bekasi: a Tranformation of Traditional Society to Modern SocietyIn this thesis is studied by history forming of double identity of Bekasi started from a period of pre independence until independence with limited to 1983. Its analysis is relied on methodology of structural of Charles Tilly and collective action theory of hermeneutics too. Applied of analysis theory found that delivering birth of double identity of Bekasi which distinguishing cultural and modem and traditional cultural of twinning Bekasi among Malay and Sunda culture, among education of public and education of Islam, caused by decision of politics including Sub-Province administrative territory of Bekasi to West Java region after existence of pressure of society of Bekasi regency and also the effort intended by government in the effort execution of development of industrialization, also strive from Islam group in area of Bekasi so that born cultural face of Bekasi like these days."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
"ABSTRAK
Studi ini merupakan studi tentang kondisi dan situasi di pedesaan Cina yang berubah
total sejak Mao bersama dengan PKC mengambil alih kekuasaan di Cina pada tahun
1949. Namun sebenarnya perubahan sudah terjadi jauh sebelum tahun 1949, yaitu ketika
PKC mulai berdiri pada tahun 1921 dan sejak saat itu konsep-konsep pembangunan
masyarakat sosialis mulai diperkenalkan dan dipraktekkan. Selama sepuluh tahun sejak
tahun 1949 hingga tahun 1959, perubahan tidak hanya terjadi pada tataran sistem politik
dan pemerintahan, namun yang lebih penting lagi adalah perubahan pada sistem sosial
yaitu dengan berubahnya institusi-institusi sosial serta perubahan struktur sosial dan
peran sosial dengan berubahnya mekanisme dalam masyarakat.

Dalam studi ini, untuk menggambarkan terjadinya perubahan sosial sebagai dampak
dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh PKC dimana kebijakan tersebut berakar
dari pikiran-pikiran Mao, digunakan teori sosial Talcott Parsons. Teori sosial Parsons
dalam bukunya The Social System (1951) pada intinya menyebutkan bahwa sistem sosial
sangat bergantung pada sistem budaya. Jika sistem budaya berubah, maka perubahan juga
akan terjadi pada sistem sosial. Perubahan sistem sosial baru akan terjadi jika terjadi
perubahan dalam sistem budaya. Dalam konteks ini maka yang terjadi di pedesaan Cina
pada kurun waktu tersebut adalah sebuah perubahan sosial yang mengikuti perubahan
budaya setelah masuknya paham Mantisme-Leninisme yang menggantikan sistem
budaya Konfusianis. Proses perubahan itu sendiri akan dijelaskan dengan menggunakan
beberapa teori antara lain adalah teori modernisasi dari David Apter, Giddens yang
menekankan aspek kehidupan sosial sebagai suatu episode yang berarti memiliki awal
dan akhir yang dapat dikenali serta Piotr Sztompka dengan Fungsionalisme
Strukturalnya, sementara untuk menjelaskan bentuk-bentuk aksi yang terjadi digunakan
teori Collective Actionnya Charles Tilly.

Ada beberapa tahap terjadinya perubahan sosial di pedesaan Cina dalam kurun waktu
antara tahun 1949 sampai tahun 1959. Mao memulai rekayasa sosialnya dengan
mengadakan Gerakan Land Reform pada tahun 1950, Ialu Kolektivisasi serta mencapai
puncaknya pada pembentukan Komune Rakyat pada tahun 1958. Dalam periode inilah
terjadi perubahan sosial yang begitu besar. Masyarakat Cina tradisional yang dengan teori
Apter (1967) dapat di lihat sebagai masyarakat yang memiliki tiga tipe sfratifikasi yaitu
menyangkut kasta, kelas dan status, melalui organisasi Komune Rakyat telah menjadi
sebuah rnasyarakat yang harus hidup bersama secara komunal dalam struktur dan fungsi
yang baru."
2006
D651
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ayasan Obor Indonesia, 1988
301.24 TEO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hayati
"Tesis ini membahas kaitan antara program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan perubahan norma dan perilaku masyarakat menuju budaya bersih dan sehat masyarakat di Kabupaten Bojonegoro. Sebagai studi ilmiah, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Soft Systems Methodology Checkland yaitu suatu model pendekatan untuk memecahkan situasi masalah kompleks yang tidak terstruktur berdasarkan analisis holistik dan berpikir sistem. Selama studi ditemukan fakta-fakta menarik seputar gerakan sanitasi atau jambanisasi, dimana pemerintah bersama masyarakat dan pihak swasta secara bersama-sama menggerakkan dan mensosialisasikan program jambanisasi secara serentak. Untuk melihat hal tersebut dan menggali lebih dalam masalah tersebut penelitian ini menggunakan analisa perilaku kesehatan Lawrence W. Green (2005) yakni faktor perilaku dilihat dari faktor pencetus (Predisposing Factors), faktor pendorong (Reinforcing Factors) dan faktor pendukung (Enabling Factors). Keberhasilan program STBM di Kabupaten Bojonegoro serta perubahan norma dan perilaku yang terjadi di masyarakat karena adanya faktor-faktor tersebut pertama; Faktor pencetus (Predisposing Factors) yakni pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial masyarakat Kabupaten Bojonegoro yang terlihat dari adanya sosialisasi dan penyuluhan pengetahuan perilaku BAB bersih dan sehat, sikap teladan dari aparat dan tokoh desa dalam berperan aktif menjalankan program STBM. Kedua; Faktor penguat (Reinforcing Factors) yakni sikap dan perilaku petugas kesehatan seperti dari Dinas Kesehatan, aparat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan. Terlihat peran aktif dari aparat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan masyarakat dalam gerakan sanitasi seperti lomba ODF, penyuluhan, adanya pengawasan dan sanksi sosial. Ketiga; Faktor pendukung (Enabling Factors) tersedianya sarana pelayanan kesehatan masyarakat, bangunan wc yang berada di dalam maupun luar rumah warga, bertambahnya tenaga kesehatan, tenaga penyuluhan, dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak sehingga masyarakat dapat membangun dan merawat WC. Tiga faktor tersebut saling terkait dalam menciptakan perilaku masyarakat sehat dan bersih yang berkelanjutan melalui program STBM.

This thesis discusses the Community Led Total Sanitation (CLTS) in relation to changes in norms and behavior towards a clean and healthy community in Bojonegoro District. As a scientific study, the approach taken in this study was using a model of Checkland?s Soft Systems Methodology, that is an approach model used to solve complex problem situations which are unstructured based on a holistic analysis and systems thinking. During this study, some interesting facts associated with sanitation and toiletry movement where the government and the public and private sectors collectively got together to mobilize and socialize toiletry program simultaneously. In order to to see and explore much deeper about the problem being studied, this research then analyzed by using the analysis of Lawrence W. Green (2005). The behavioral factor views of Predisposition Factors, Reinforcing Factors and Enabling Factors. The success of the above sanitation and toiletry program in Bojonegoro District and the changes in the norms and behaviors that occurred in the community, have been mainly encouraged by: First, Predisposition Factors, that is individual's knowledge, attitudes, beliefs, traditions, social norms of Bojonegoro?s that seen from the socialization and education of knowledge of clean and healthy defecation behavior, exemplary attitude of the officials and village leaders to take an active role running the CLTS program. Second, Reinforcing Factors, that is the attitudes and behaviors of health workers such as Department of Health, officials, community leaders, religious leaders and health workers. Seen the active role of officials, community leaders, health workers and the community in the movement such as ODF competition sanitation, education, supervision and social sanction.Third, Enabling Factors,that is availability of public health services, building WC inside or outside homes, increased health, energy counseling, support and active participation of various stakeholders so that people can build and maintain the toilets. The three factors are interrelated in creating a healthy and clean people's behavior sustainable through CLTS program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31960
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria I. Hidayatun
"ABSTRAK
Manusia sebagai mahluk hidup harus memenuhi berbagai kebutuhan pokok agar dapat melakukan segala kegiatan kehidupannya dengan baik, aman dan tenang, sehingga ia dapat menemukan dan merasakan suasana hidup yang seimbang. Kebutuhan pokok manusia tersebut yakni: tempat tinggal, makan dan minum serta kebutuhan-kebutuhan primer lainnya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dapat menunjang dan mendukung kegiatannya. Disamping itu ada kebutuhan-kebutuhan sekundair lainnya yang bersifat integratif, misalnya berkesenian, berkeadilan, bermoral, berprestasi dan lain sebagainya, sehingga ia dapat mempertahankan hidupnya lebih lama. Ini berarti pula bahwa manusia dapat mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya, karena dia dapat melakukan kegiatan-kegiatannya.
Filsuf Yunani Aristoteles (Bertens, 1992: 166) mengatakan bahwa manusia adalah noon politicon, yang dapat diartikan sebagai mahluk sosial yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya (hidup dalam polis). Dalam bergaul manusia menginginkan suasana yang aman, tenteram, nyaman dan bebas,sehingga ia dapat berkarya dan bekerja untuk mengabdikan dirinya bagi kepentingan sesamanya. Selanjutnya untuk dapat memenuhi kebutuhannya sebagai: mahluk sosial, dan mendukung kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang dapat mendukung kehidupannya. Oleh karena itu manusia bertindak secara adaptif terhadap lingkungan fisik dan sekaligus lingkungan sosialnya.
Lingkungan fisik di sini meliputi dan berarti sebagai lingkungan alam dan lingkungan buatan atau binaan. Lingkungan alam diartikan sebagai lingkungan yang ada disekitarnya yang bersifat alamiah. Sedangkan lingkungan buatan dapat diartikan sebagai lingkungan yang dibuat oleh manusia yakni sebagai papan atau tempat. Dengan papan atau tempat tersebut tentunya manusia dapat memenuhi kebutuhan di atas. Oleh karena itu kadang-kadang atau bahkan sering papan atau tempat oleh sebagian besar manusia diartikan sebagai bangunan atau lebih disempitkan lagi sebagai rumah tinggal.
Dengan demikian, rumah tinggal sebagai perwujudan budaya mempunyai arti serta makna tidak hanya merupakan tindakan adaptif terhadap lingkungan fisik, akan tetapi juga merupakan tindakan adaptif terhadap lingkungan secara sosial dan bahkan kultural. Sebagaimana yang tercermin dalam pernyataan Piddington (1950. dalam Suparlan, 1986:9) dan Maslow (Goble, 1987:69-93 dan Maslow, 1984) bahwa manusia untuk dapat melangsungkan kehidupannya dan untuk dapat hidup lebih baik lagi yaitu dapat mengaktualisasikan dirinya, maka harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya terlebih dahulu.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: (i) kebutuhan primer, yang kemunculannya bersumber pada aspek-aspek biologi/organisme tubuh manusia; (ii) kebutuhan sosial atau kebutuhan sekunder, yang terwujud sebagai hasil akibat dari usaha-usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tergolong sebagai kebutuhan primer, yang harus dipenuhinya dengan cara melibatkan orang/sejumlah orang lain; (iii) kebutuhan integratif, yang munculnya dan terpencar dari hakekat manusia sebagai mahluk pemikir dan bermoral."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Pahlefi
"Harus kita akui bahwa paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan melalui peningkatan ekonomi telah memberikan berbagai kemajuan, namun dibalik keberhasilan itu pembangunan tersebut telah membawa berbagai dampak yang negatif. Momentum pembangunan dicapai dengan pengorbanan (at the expense of) deteriosasi ekologis, penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial dan dependensi.
Nampak dengan jelas bahwa pembangunan yang hanya berorientasi pada upaya mengejar pertumbuhan yang sering disebut dengan pembangunan konvensional dilakukan semata-mata untuk kepentingan manusia, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia tanpa memperhatikan masalah lingkungan. Dengan demikian pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang didalamnya memuat keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan faktor penting dalam menunjang lajunya pembangunan, diarahkan untuk mengatasi dampak negatif dari pola pembangunan dengan pendekatan pertumbuhan (pola konvensional).
Demikian halnya dengan pembangunan waduk PLTA Koto Panjang di Kabupaten Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatera Barat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan sumber energi listrik, tanpa disadari telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan masyarakat yang berada di sekitar waduk. Oleh karena itu masalah yang diteliti dalarn penulisan tesis ini adalah apa dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan waduk PLTA Koto Panjang terhadap kehidupan masyarakat di sekitar waduk khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian.
Penelitian ini didasarkan pada beberapa kasus yang terjadi di beberapa daerah, seperti di Kedung Ombo. Dimana di daerah tersebut telah dibangun waduk/bendungan yang akhirnya telah menimbulkan dampak terhadap masyarakat yang berada di sekitar waduk. Dampak yang ditimbulkan antara lain hilangnya mata pencaharian, hilangnya tempat tinggal, hilangnya fasilitas kesehatan dan pendidikan, terganggunya pola kekerabatan, perubahan sistem nilai dan perubahan budaya. Pembangunan waduk PLTA Koto Panjang diyakini juga telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar waduk khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian.
Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dampak pembangunan waduk PLTA Kota Panjang terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar waduk dan juga mengkaji jenis-jenis mata pencaharian yang muncul setelah pembangunan waduk PLTA Koto Panjang serta mendeskripsikan/menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi akibat perubahan mata pencaharian sebagai dampak dari pembangunan waduk PLTA Kota Panjang.
Hasil penelitian menunjukkan pertama, telah terjadi perubahan jenis-jenis mata pencaharian masyarakat setelah pembangunan waduk PLTA Kota Panjang. Yang dulunya sebelum pembangunan waduk mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah petani karet, setelah pembangunan waduk mata pencaharian mereka terjadi perubahan, diantaranya adalah peternak ikan, tukang ojek, pedagang, tukang bangunan dan penjahit pakaian. Kedua, telah terjadi beberapa perubahan akibat perubahan mata pencaharian masyarakat, diantaranya adalah perubahan keterampilan, perubahan wawasan bisnis dan keterlibatan wanita, perubahan penghasilan dan pola konsumsi serta perubahan kebiasaan hidup.
Dengan demikian pembangunan waduk PLTA Koto Panjang telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, hal ini ditunjukkan dari perubahan jenis-jenis mata pencaharian dan perubahan-perubahan akibat perubahan mata pencaharian, diantaranya perubahan keterampilan, perubahan wawasan bisnis dan keterlibatan wanita, perubahan penghasilan dan pola konsumsi serta perubahan kebiasaan hidup.
Oleh karena itu diperlukan program dari pemerintah daerah untuk membantu masyarakat yang terkena dampak pembangunan waduk PLTA Koto Panjang. Program-program tersebut dapat berupa pemberian penyuluhan di bidang perikanan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan masyarakat, pemberian bantuan modal bagi pedagang yang kekurangan modal usaha, pemberian sembako bagi yang berpenghasilan rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>