Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: LP3ES, 2002
070.41 POL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reki Alfian
"ABSTRAK
Pers berperan penting sebagai wahana aspirasi politik dalam negara demokratis, sehingga menempatkan pers dalam posisi strategis. Tarik menarik kepentingan dalam setiap pergulatan politik di suatu negara, senantiasa memanfaatkan pers sebagai panggung sekaligus gelanggang dimana pergulatan wacana politik terjadi. Begitu pula dalam konteks pergulatan politik terkait kebijakan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2005.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peranan Harian Media Indonesia dalam mempengaruhi opini publik tentang isu politik kenaikan harga BBM pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono. Fokus penelitian pada studi kasus wacana editorial dan pengaruh terhadap pembacanya. Kontcks penelitian dalam perspektif ketahanan nasional, khususnya akseptabilitas kebijakan pemerintah di masyarakat.
Dalam mendeskripsikan dan menganalisis peranan harian Media Indonesia dalam mempengaruhi opini publik tentang isu politik kenaikan harga BBM dilakukan analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis framing dari Robert N. Entman.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Media Indonesia mendukung kebijakan kenaikan bahkan pencabutan subsidi BBM dengan disertai rasionalitas aspek ekonominya. Namun demikian mayoritas pembaca editorial MI menolak kenaikan harga BBM karena lebih melihat isu tersebut dari aspek sosial dan politik, dimana pemerintah dinilai tidak memperhatikan kesulitan rakyat dan tidak aspiratif.

ABSTRACT
The press has an extremely important role to play the political aspirations in the democratic countries, so the press has strategic position. Trade-offs among interests in each political struggle in a country always made use of the press as the stage at the same time as the arena where the struggle for the political discourse happened. Press is also used in the context of the political struggle related to government policy to raise the fuel oil prices in 2005.
The purpose of this thesis writing is to describe and analyze how the role of the Media Indonesia daily newspaper in influencing public opinion about political issues on raising of fuel oil in the President Yudhoyono's era. The focus research is case study of editorial discourse and its influence on its readers. The context of research is in the perspective of national endurance, especially acceptability of the government policy in the community.
The method used to describe and analyze the role of the Media Indonesia daily newspaper in influencing public opinion on political issues of fuel oil price increase is qualitative-descriptive analysis using a frame-analysis technique developed by Robert N. Entman.
From the results of the research it could be concluded that the Media Indonesia daily newspaper supported the policy of fuel oil increase even the withdrawal of fuel oil subsidy accompanied by rational aspect of its economics. Nevertheless, majority of editorial readers refused the price of fuel oil increase because they saw this issue from the social and political aspect, where the government was assessed not to pay attention to the people's difficulties and not aspirated.
"
Lengkap +
2007
T20844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruslan Ismail Mage
"Posisi media cetak lokal di tengah pemilihan presiden langsung menjadi menarik dan penting untuk diteliti. Dikatakan menarik karena pemilihan langsung ini baru pertama kali dilaksanakan sejak Orde Baru. Menjadi penting, karena kalau ditelusuri secara historis akan menemukan beberapa fakta kecenderungan media massa bersifat partisan dengan cara memberikan dukungan atau perlawanan terhadap rezim politik yang ada. Sementara sejatinya media massa, ketika menjadi netral (non-partisan) dalam pemberitaannya dengan tidak melakukan keberpihakan.
Untuk mengetahui posisi media cetak lokal pada pemilu presiden 2004, penelitian ini menggunakan beberapa teori. Seperti teori pers libertarian dipergunakan untuk melihat apakah media cetak lokal masih menganut prinsip pers libertarian yang melarang segala bentuk penyensoran. Teori politik lokal, untuk melihat sejauhmana peran media cetak lokal dalam pemilihan presiden. Teori politik editorial, untuk mengetahui apakah dalam penulisan tajuk rencana mengaiami konflik kepentingan politik. Teed pers partisan dan non-partisan, untuk mengetahui netralitas media cetak lokal selama pemilihan presiden 2004. Teori peran media dalam politik, untuk mengetahui bagaimana peran media cetak lokal dalam politik.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dari karakteristik obyek penelitian yang menarik secara faktual. Dalam konteks penelitian ini akan dianalisis tajuk rencana tiga media cetak lokal di Padang (Singgalang, Haluan, Padang Ekspres) serta situasi dan peristiwa pada saat pemilu presiden 2004. Untuk memperkuat data, dilakukan wawancara dengan beberapa pimpinan ketiga media cetak lokal tersebut.
Dalam penelitian ini, ditemukan data kalau ketiga media cetak lokal tersebut sudah bersifat non-partisan dalam penulisan tajuk rencananya selama pemilihan presiden 2004. Tidak ditemukan ciri-ciri pers partisan seperti yang dikemukakan oleh Denis MeQuail dalam kerangka teori. Itu berarti teori Laswell "pers pisau bermata dua" tidak relevan lagi, karena tajuk rencana ketiga media cetak lokal tersebut seragam partisan, dan tidak membuka ruang untuk dipengaruhi kenetralanya oleh pihak ketiga. Dengan demikian ketiga media cetak lokal tersebut, sinergis dengan teori politik lokal Gery Stoker untuk mengakomodasi tanpa membeda-bedakan semua kelompok kepentingan.

The position of mass media in the direct presidential election is interesting and important to be researched. It is called interesting because the direct presidential election is the first after New Order. It is important because if it is traced historically it can be found several tendency that mass media tends to be partisan. That tendency can be identified from giving support or oppose the regime. Essentially, mass media is neutral and or non-partisan in reporting fact without any tendency.
To analyze the position of printed local media in the presidential election, the research applies some theories. The theories are libertarian press which used to identify whether local printed media is still followed libertarian press principle that prohibit any form of censor. Theory of local politics is applied to explore the role of mass media in the election. Theory of politics of editorial is applied to explore whether the writing of editorial has a conflict of political interest.
Methodology of research which is used is qualitative with descriptive analytic and aims to describe systematically the facts of object of the research. In the context of the research, it will analyze editorial from three printed local media in Padang, which are Singgalang, Haluan, and Padang Ekspress) and the situation and fact in the presidential election in 2004. To support data, interviewed is applied with several editors from those three local media
In the research, it is found that three printed local media tend to be non-partisan, in their editorial during presidential election in 2004. The characteristic of partisan press' is not found as stated by Denis McQuail. It means that theory of two sides of knife initiated by LaswelI is not relevant anymore. It is because those three printed local media are uniformly partisan and do not give any chance to be pressured by others. As a result, those three printed local media are suitable with theory of local politics from Gery Stoker to accommodate every interest group.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Agustia
"Bersamaan dengan makin majunya industri persuratkabaran Indonesia, eksistensi kartun dan para kartunisnya semakin kuat. Pentingnya kehadiran kartun dalam pers penerbitan, seperti majalah dan surat kabar, tidak dapat disangkal lagi. Kartun telah menyatu dengan pers sebagai bagian dari halaman editorial. Kartun juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana melakukan komunikasi politik. Meski dalam halaman Kompas secara eksplisit tidak terbaca, "Oom Pasikom" merupakan kartun editorial harian Kompas. Tidal( seperti kartun di harian lainnya, yang hanya merupakan ilustrasi, pesan pada "Oom Pasikom" merupakan pendapat redaksi Kompas. Jakob Oetama, pimpinan umum harian Kompas, mengatakan ada ikatan yang kuat antara "Oom Pasikom" dan harian Kompas. Komentar-komentar atau sikap "Oom Pasikom", tidak hanya milik pribadi Oom Pasikom ataupun G.M. Sudarta sebagai seorang kartunis, tapi juga merupakan bagian dari harian Kompas. "Oom Pasikom" juga merupakan corong pendapat harian Kompas. Kartun, sebagai karya visual yang seret kata-kata, tentunya membuka keran interpretasi yang sebebas-bebasnya bagi para pembaca. Tetapi, tidak semua orang bisa membaca makna kartun yang sebenarnya. Dan kalaupun bisa menginterpretasikan kartun tersebut, apakah interpretasi yang didapatkan tidak terlepas dari konstruksi realitas (politik) yang dibentuk media tersebut? Maka, menarik untuk menjawabnya, menarik pula untuk mengkajinya. Paradigma penelitian ini adalah konstruktivis, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengungkapan makna di balik tandatanda dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004 (11 Maret- 4 Oktober 2004) dengan menggunakan analisis semiotika Peirce. Dari analisis semiotika yang dilakukan, penelitian ini ingin mengungkap bagaimana sikap politik Kompas yang direpresentasikan dalam kartun editorial Kompas "Oom Pasikom" Periode Pemilu 2004. Dari hasil analisis semiotika yang dilakukan terhadap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004, peneliti mengungkap sikap politik Kompas yang positif (mendukung dan mengawasi) terhadap persiapan Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) terhadap usaha kampanye para caleg, capres dan cawapres yang kreatif dan tidak kotor, sikap politik Kompas yang negatif (pesimis dan kecewa) terhadap kinerja buruk KPU 2004 sebagai penyelenggara Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada calon dan anggota legislatif, sikap politik Kompas yang tidak simpatik kepada capres dan cawapres peserta Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang netral dan tidak memihak pada siapa pun kecuali pada rakyat saat Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang positif (mendukung) berlangsungnya Pemilu 2004, sikap politik Kompas yang negatif terhadap elit politik yang tidak menghormati pembelajaran politik dan proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia. Kompas menggambarkan iklim demokrasi Indonesia yang belum demokratis, dan sikap politik Kompas yang tidak simpatik terhadap elit politik di parlemen. Yaitu dengan cara penggambaran elit politik sebagai sosok yang congkak, egois dan apatis pada setiap kartun editorial "Oom Pasikom" periode Pemilu 2004. Sikap politik yang terungkap tersebut merupakan konstruksi realitas sosial yang dibentuk oleh Kompas.

Indonesian newspapers' industry is developing now. Meanwhile cartoon and cartoonists' existances are stronger. The importance of cartoon's existance in publishing press, for example magazine and newspaper, can not be denied. Cartoon has been a part of press as one of editorial pages. Cartoon is also can be used as a channel to do the political communications. Although in Kompas' pages, explicitly can not be read, "Oom Pasikom" is Kompas' editorial cartoon. Not like cartoon in another newspapers, which is only an ilustration, "Oom Pasikom" messages are Kompas' oppinions. Jakob Oetama, a Kompas leader, said there is a strong relation between "Oom Pasikom" and Kompas. "Oom Pasikom" comments and acts are not only owned by Oom Pasikom or G.M. Sudarta as a cartoonist, but also are parts of Kompas. "Oom Pasikom" is Kompas' oppinion channel. Cartoon, as visual art which is lack of words, open readers' interpretations. But, not everyone can read and understand the real meaning of cartoon. And if they can, are their interpretations depend on construction of social reality built by media? So, it is interesting to answer, and is also interesting to analyze. Paradigm of this research is constructivist, with a qualitative approach. This research has an aim to describe the finding of signs' meaning from Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004 (March 11th—October 4th 2004) with Pierce's semiotic analysis. Based on semiotic analysis, this research want to know how Kompas' political act which is representated in Kompas' editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. From the result of semiotic analysis that is done to "Oom Pasikom" during National Election 2004, researcher know Kompas' postive political act (support and supervise) to National Election 2004 preparation, Kompas' positive political act (support) to candidates efforts in doing creative and clean political campaigns, Kompas' negative political act (pesimists and dissapointed) to KPU 2004's bad works, Kompas' unsymphatic political act to candidates and members of legislative, Kompas' unsymphatic political act to candidates of president and vice president National Election 2004, Kompas' neutral political act and no one supported but citizen, Kompas' negative political act to elite which not respect to democracy process that is happen in Indonesia. Kompas shows climate of Indonesia democracy which has not yet been democrates, and Kompas' unsymphatic political act to elite in parliement. Kompas show elite as an arogant and apatist character in every editorial cartoon "Oom Pasikom" during National Election 2004. Political acts which is known from semiotics analysis are social reality that Kompas constructed.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti
"ABSTRAK
Kajian ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan cara mengungkapkan pendirian dan pernyataan dalam editorial, sebagai salah satu contoh wacana argumentatif: Dalam wacana argumentatif terkandung unsur-unsur argumentasi. Unsur argumentasi yang ada pada editorial adalah evidensi, klaim, pembenaran, evidensi penunjang, kualifikasi, dan bantahan. Kajian ini bertujuan untuk mengemukakan adanya unsur argumentasi, menemukan pemarkah evidensi dan klaim sebagai bagian dari unsur argumentasi, serta mengemukakan pembenaran secara eksplisit, pada editorial Kompas dan Media Indonesia bidang kajian analisis wacana. Hal ini didasarkan pada konsep (1) dalam editorial terkandung unsur argumentasi, (2) tidak selalu pendirian diungkap secara eksplisit, dan (3) adanya perbedaan cara pengungkapan pendirian pada kedua harian tersebut. Pengumpulan data dilakukan pada September-November 2006 sebanyak 120 editorial. Enam puluh tiga dari Kompas dan lima puluh tujuh dari Media Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertumpu pada teori argumentasi Toulmin. Dui analisis ini ditemukan, (1) enam unsur argumentasi tidak selalu ada pada setiap editorial kedua harian, (2) masing¬masing editor menggunakan caa yang berbeda dalam menyampaikan argumentasi, dan (3) pembenaran dapat dikemukakan secara eksplisit dan implisit. Hasil analisis memperlihatkan enam unsur argumentasi digunakan Kompas dan lima unsur digunakan Media Indonesia. Kompas menggunakan evidensi 31,55%, klaim 34,33%, pembenaran 12,45%, evidensi penunjang 11,8%, kualifikasi 9,66%, dan bantahan 0,21%. Media Indonesia menggunakan evidensi 33,54%, klaim 32,92%, pembenaran 17,92%, evidensi penunjang 10,62%, dan kualifikasi 5%. Secara implisit ditemukan 75 (56%) pembenaran dari Kompas dan dari Media Indonesia 61 (41,5%). Pembenaran implisit ini dapat dibuat menjadi eksplisit dengan menghubungkan evidensi dan klaim yang ada secara eksplisit. Dengan demikian dapat disimpulkan, (1) Kompas lebih banyak menggunakan klaim sedangkan Media Indonesia lebih banyak menggunakan evidensi; (2) Kompas lebih banyak menggunakan pembenaran secara eksplisit dibandingkan Media Indonesia; dan (3) Balk Kompas maupun Media Indonesia menggunakan pemarkah leksikal dalam mengungkapkan evidensi dan klaim.

ABSTRACT
This study is based on differences in expressing the opinion and statement in editorial as one of the examples of argumentative discourse. Argumentative elements are implied in the argumentative discourse such as editorial. The argumentative elements of editorial are evidence, claim, warrant, backing, qualification, and rebuttal. This study aims at finding argumentative elements, evidence and claim markers as part of argumentative elements, and warrant in Kompas and Media Indonesia newspaper editorial. This is based on following the concept: (1) editorial bears argumentative elements; (2) the opinion is not always expressed explicitly; and (3) there are differences in the way of expressing ideas between the two newspapers. The data are from the editorial in Kompas and Media Indonesia, published in September, October, and November 2006 of 156 editorials 120 editorials are selected randomly as data research. Sixty three editorials are from Kompas and fifty seven editorials are from Media Indonesia. The data are analyzed with descriptive qualitative method using Toulmin's argumentative theory. The finding of this study are (1) not all six argumentative elements are used by the two newspapers; (2) editor uses different ways in producing argumentation; and (3) the warrant explicitly and implicitly. The can be expressed results show that there are six argumentative elements used by Kompas and five argumentative elements used by Media Indonesia. Kompas uses 31.55% evidence, 34.33% claim, 12.45% warrant, 11.8% backing evidence, 9.66% qualification, and 0.21% rebuttal. Media Indonesia uses 33.54% evidence, 32.92% claim, 17.92% warrant, 10.62% backing evidence, and 5 % qualification. The results find 75 (56%) warrant from Kompas implicitly, while 61 (41.5%) warrant are from Media Indonesia. This implicit warrant can be made explicitly by connecting evidence and claim. The conlusions are (1) Kompas uses more claim while Media Indonesia uses more evidence; (2) Media Indonesia uses more warrant explicitly than Kompas; and (3) both Kompas and Media Indonesia use lexical markers to express the evidence and claim"
Lengkap +
2007
T38846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna
"Penelitian ini membahas masalah konjungsi korelatif tidak hanya.,. tetapi juga... ; bukan hanya.., melainkan juga... ; apakah... atau... ; bukan hanya... tetapi juga... demikian,., sehingga... ; balk... maupun... ; entah... entah... ; maknn... maknn... ; bukan... melainkan... , Tujuan Penelitian adalah mendeskripsikan perilaku konjungsi korelatif Bahasa Indonesia berdasarkan sudut sintaktis dan semantis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivers, William L.
Bandung : Remaja Rosdokarya, 1994
070.5 RIV e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Afif
"Perkembangan dan kemajuan teknologi digital saat ini telah mengubah perilaku masyarakat dalam mengkomsumsi informasi. Masyarakat membutuhkan informasi yang cepat dan informatif melalui media yang semakin beragam bukan hanya pada bentuk koran cetak saja melainkan berkembang ke dalam bentuk digital dan mobile, seperti pada media online melalui internet, radio, PDA, mobile phone, TV digital maupun pesan singkat seperti SMS dan MMS. Penerbit koran tradisional dituntut untuk adaptif terhadap kemajuan teknologi informasi dan digital sehingga perlu melakukan transformasi konten dari monomedia menjadi multiple media content. Selain itu perlu juga melakukan konvergensi berita dengan menggabungkan kekuatan cetak, mobile dan internet untuk memberikan pelayanan informasi yang cepat dan beragam kepada pelanggannya. Sistem manajemen konten berbasis opensource bisa menjadi solusi di dalam mengembangkan sistem editorial yang mendukung penerbitan multi-channel dengan melakukan pemilihan teknologi yang tepat yang disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil dari kajian yang penulis lakukan adalah sebuah model perancangan sistem editorial yang mendukung multi-channel publishing dengan menggunakan sistem manajemen konten berbasis opensource.

The progress and development of current digital technology have changed public's behavior in acquiring information. The public needs prompt and useful information through varieties of media, which are not just limited to newspaper but also expand into digital and mobile forms. The later are online media through internet, radio, digital TV and even short/multimedia message services (SMS, MMS). Traditional newspaper publishers are required to adapt to IT and digital advancements. They need to transform their mono media contents into multiple media contents. Besides that, they also need to combine printing, mobile and internet capabilities to serve rapid and diverse information to deliver news to their customers. Content management system based on open-source can be a solution in developing editorial system that supports the multi-channel publishing. The appropriate technology is chosen by evaluating the requirements. Result of this research is a design model of editorial system to support multi-channel publishing by utilizing open-source-based content management systems."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Valerie Shanaz
"Penelitian ini berusaha menjelaskan terjadinya komodifikasi pekerja media (jurnalis) dalam industri media massa televisi dengan studi kasus pada grup media MNC. Peneliti mengembangkan kerangka pemikiran dari teori ekonomi politik komunikasi, dengan menggunakan konsep utama komodifikasi. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dengan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam perkembangan MNC Media menjadi stasiun televisi terintegrasi terbesar di Asia Tenggara, telah terjadi praktik komodifikasi para pekerjanya. Spasialisasi yang dilakukan MNC Media melalui integrasi empat stasiun televisi swasta menyebabkan para jurnalis mengalami komodifikasi. Pekerja media telah ditransformasikan menjadi komoditas utama dalam industri media massa sebagai alat untuk mengakumulasi modal kapital. Industri media massa yang erat kaitannya dengan kapitalisme menerapkan struktur yang menguntungkan pemodal semata kepada pekerjanya melalui waktu kerja yang tidak menentu, pemberian upah minimum, serta struktur eksploitatif lainnya seperti pengulangan kontrak kerja. Para pekerja media ini kemudian menerima komodifikasi baik secara sadar maupun tidak sadar melalui eksploitasi, alienasi, mistifikasi, reifikasi, dan naturalisasi. Kekuasaan yang berpusat pada pemilik modal membuat proses komodifikasi dapat dengan mudah dilakukan terhadap pekerja media, sementara mereka menerima bentuk komodifikasi tersebut sebagai suatu kewajaran atas profesinya.

This study seeks to reveal the commodification of media workers (journalists) in the television mass media industry with a case study on the MNC media group. The researcher develops a framework of thought from the political economy theory of communication, using the main concept of commodification. This study uses a critical paradigm with a qualitative approach and case study method. This research reveals that in the development of MNC Media into the largest integrated television station in Southeast Asia, there has been a practice of commodification of its workers. The spatialization carried out by MNC Media through the integration of four private television stations has caused journalists to experience commodification. Media workers have been transformed into a major commodity in the mass media industry as a means to accumulate capital. The mass media industry, which is closely related to capitalism, applies a structure that benefits investors only through erratic working hours, the provision of minimum wages, and other exploitative structures such as the repetition of work contracts. These media workers then receive commodification both consciously and unconsciously through exploitation, alienation, mystification, reification, and naturalization. The power that is centered on the owners of capital makes the process of commodification easy for media workers, while they accept this form of commodification as a natural thing for their profession."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R Kristiawan
"ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk melihat situasi democratisasi media di Indonesia
dalam hubungannya dengan aspek industri dan ekonomi. Latar belakang politik
adalah situasi politik sebelum kejatuhan Orde Baru ketika masyarakat sipil, aktivis
media, dan jurnalis, mulai mengonsolidasikan kekuatan mereka untuk meraih
kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Pemicunya adalah peristiwa
pembredelan tiga media cetak: Tempo, Editor, dan Detik pada tahun 1994 akibat
pemberitaan tentang pembelian kapal perang eks Jerman Timur. Pembredelan ini
memicu perlawanan politik pada satu sisi, dan konsolidasi demokrasi di kalangan
jurnalis dan aktivis pada sisi yang lain. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
kemudian dideklarasikan oleh Goenawan Mohammad dan para wartawan lain di
tahun 1994 untuk mewadahi organisasi jurnalis alternatif di luar Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI).
Mereka kemudian mengonsolidasikan kekuatan mereka melalui gerakan bawah
tanah termasuk menerbitkan Independen, majalah bawah tanah, yang berbuntut
pada pemenjaraan tiga jurnalis. Sejak itu, didukung oleh donor asing, Goenawan
Mohammad menerbitkan Suara Independen untuk melanjutkan perjuangan
melawan Soeharto. Perjuangan itu berhasil. Sesudah krisis ekonomi, Soeharto
akhirnya jatuh, yang menjadi momentum dari proses legislasi yang banyak
didukung Presiden Habibie. UU Pers No. 40/1999 disahkan dan mengubah
kebijakan lama yang otoriter menjadi liberal. UU PErs menjamin ekspresi
demokratis dengan membatalkan mekanisme SIUPP. Dalam konteks kapitalisme
global, perubahan hukum ini merupakan perubahan struktural penting bagi
Indonesia untuk berintegrasi ke kapitalisme global.
Meski demikian, situasi demokratis itu merupakan kesempatan bagi kekuatan
pasar untuk memperluas pasar. Ketiadaan SIUPP memunculkan bonanza industry
pers yang tidak memliki preseden dalam sejarah pers Indonesia sebelumnya.
Industri media menjadi lebih kuat dan terkonsentrasi. Di ranah penyiaran, sejarah
kapitalisme semu menciptakan hubungan yang unik antara industry penyiaran dan
birokrasi. Dalam arah demokratis dan kapitalistik dinamika media di Indonesia
menjadi sangat menarik dalam hal bagaimana kekuatan demokratis dan
kapitalistik itu mengontestasi kepentingan mereka dan bagaimana kepentingan
publik dilanggar dalam arena itu. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan pasar
adalah pemanang, sementara yang lain berpendapat bahwa proses ini merupakan
demokratisasi. Data-data menunjukkan bahwa yang tumbuh hanyalah belanja
iklan, sementara data lain seperti indeks kebebasan pers, kesejahteraan jurnalis,
serikat pekerja pers, memburuk. Data lain menunjukkan konvergensi kepemilikan media yang mungkin membawa Indonesia ke konglomerasi media. Penelitian ini
akan menunjukkan data-data tersebut.
Riset ini mencoba melihat dinamika ekonomi politik dalam situasi media
Indonesia kontemporer. Riset ini menggunakan pendekatan ekonomi politik
dengan paradigma kritis sebagai basis teoritik. Concern riset ini adalah kualitas
ruang publik di Indonesia sesudah kekuatan pasar terbukti mendominasi dinamika
media di Indonesia.

Abstract
This research tries to assess the situation of media democratization in Indonesia in
relation to industrial and economic aspects. The political background is the years
prior to the fall of New Order when civil society, media activists, and journalists
started consolidating their power for freedom of the press and freedom of
expression. The political trigger is the banning of three printed media, Tempo,
Editor, and Detik in 1994 due to their publications of the buying of ex East
Germany battle wagons by Indonesia. This triggered political obedience on one
hand, but also democratic consolidation among journalists and activists on the
other hand. Alinasi Jurnalis Independen (AJI) was then declared by Goenawan
Mohammad and other journalists in 1994 to provide alternative political
organization for journalist out of Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
They then continued consolidating their power by underground movements
including publishing Independen, an underground magazine, followed by the
imprisonment of three journalists. Since then, supported by foreign donor,
Goenawan Mohammad published Suara Independen to continue the struggle
against Soeharto. The struggle was successful. Following economic crisis,
Soeharto fell down, which was the momentum of many strategic legislations
under which Habibie supported much. Press Law No. 40/1999 was passed and
changed old authoritarian policies to become more liberal. Press Law guarantees
democratic expression by allowing citizens to publish information without
government permit (SIUPP). In global capitalism, such legal change is a crucial
structural adjustment of a state to integrate in global capitalism.
However, such democratic situation was the chance for market force to expand
their business. The absence of SIUPP made the bonanza of press industry without
precedent in Indonesian press history before. Media industry became more
powerful and concentrated. In broadcasting area, the history of erzats capitalism
created a unique relationship between broadcasting industry and bureaucrats.
Under democratic and capitalistic trajectories at the same time, the media
dynamics in Indonesia has been very interesting in terms of how democratic and
capitalistic power contested their interest and how public interest is violated in
such arena. The history shows that market force is the champion after the process,
while others may say that it is the democratization. Data shows that the only thing
increasing is advertorial expenditure, while other performance, including media
freedom index, journalist welfare, violence to journalists, press trade union,
worsen. Other data shows the convergence of media ownership which may lead
Indonesia media industry to media conglomeration. The paper will expose those
paradoxical data.
This paper tries to assess the political economy dynamics in contemporary media
situation in Indonesia. The research uses political economy approach with critical
paradigm as the bases of argument. The concern of the paper will be the public
sphere quality of contemporary Indonesia, after market-force is proven to
dominate media dynamics in Indonesia."
Lengkap +
2012
T30859
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>