Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadji Abdul Malik Karim Amrullah, 1908-1981
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984
297.082 HAM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimahtuzzahro
"Keberadaan Ulama perempuan di Pesantren Buntet adalah bukti konkrit atas kemampuan dalam memimpin dan dalam melakukan kerja sosial untuk mewujudkan harapan dan keinginan masyarakat agar terbentuk kemanusiaan yang adil beradab dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, seperti permasalahan praktik pernikahan anak. Dalam pandangan keilmuanya, masyarakat bertumpu dalam mengambil keputusan. Tujuan dari penelitian ini yaitu: Menganalisis pelibatan kepemimpianan ulama perempuan dalam permasalahan pernikahan anak di Pondok Pesantren Buntet Cirebon, serta mengetahui sinergitas ulama perempuan dalam permasalahan pernikahan anak di Pondok Pesantren Buntet Cirebon. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mengolah dan menghasilkan data yang berbentuk penguraian deskritif. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data berupa : observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisa yang digunakan peneliti adalah analisa induktif, yaitu berupa kata-kata, gambar. Dalam wawancara ini penulis telah mewawancarai tujuh Nyai sentral di Pesantren Buntet sebagai informan utama dan para santri putri berjumlah 4 orang. Teori ketahanan berjenjang yang ditulis oleh Berry Buzan dalam buku yang berjudul people states and fear memberikan ruang gerakan untuk memberikan perlindungan pada perempuan dan anak. Gagasan Berry Buzan ini mengambil dari Kenneth N Walzt kemudian dikembangkan kembali oleh Berry Buzan yang membahas masalah keamanan melalui pendekatan ketahanan berjenjang. Dari teori ketahanan berjenjang, dipadukan dengan teori kepemimpinan. Menurut Zaccaro, Kemp & Badder (2004) mengatakan bahwa potensi kepemimpinan terdiri dari Trait yang majemuk. Dimana Trait terdiri dari : kepribadian, motivasi, nilai, kemampuan kognitif, ketrampilan social dan pemecahan masalah, keahlian. Legitimasi kedudukan peran Ulama perempuan pesantren Buntet Cirebon semakin mengakar pada masyarakat dan pemangku Kebijakan Negara, untuk mencegah pernikahan anak. Hal ini dilakukan dalam kegiatan majelis ta`lim, penguatan kurikulum gender, pembuatan regulasi daerah dan negara.

The existence of female clerics in Buntet Islamic Boarding School Cirebon was concrete evidence of the ability to lead and carrying out social work, to actualize the hopes and desires of the people to form a civilized community resolving various problems that arise in the community, such as the practice of child marriage. In scientific view, community rely on decision-making. The objectives of this study are; to analyze the involvement of female clerics in the issue of child marriage and to find out the synergy of female clerics in the matter of child marriage at Buntet Islamic Boarding School. This research is qualitative research that processes and produces data in the form of descriptive elaboration. The methods use in data collection are: observation, interviews, and documentation studies. The analysis technique is inductive analysis, in the form of words, images, and events. For the interviews, the author interviewed seven central Nyai in Buntet Islamic Boarding School as the main informants and four female students. The tiered resilience theory written by Berry Buzan in his book People States and Fear, provides a space for movement to provide protection for women and children. The idea was taken from Kenneth N Walzt and later redeveloped by Berry Buzan, which discussed security issues through a tiered endurance approach. This research would combine the theory of tiered resilience with leadership theory. According to Zaccaro, Kemp & Badder (2004) leadership potential consists of multiple traits, such as personality, motivation, values, cognitive abilities, social skills, and expertise in problem solving. The legitimacy of cleric role in Cirebon`s Buntet Islamic boarding school was increasingly rooted in the community and stakeholders in state policy to prevent child marriage. This was done in activities of the majelis ta`lim, strengthening the gender curriculum, making regulations on regions and state.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mernissi mengupas perbedaan antara tradisi Barat dan konsep tradisional Islam tentang gender dan seksualitas perempuan, sebuah pembahasan yang ia ungkap kembali dalam banyak karya-karyanya. Berbeda jauh dengan pandangan tradisional Barat tentang perempuan sebagai sosok yang pasif dan rendah, Mernissi berargumen bahwa banyak sarjana Muslim menggambarkan perempuan sebagai sosok yang aktif dan memiliki seksualitas agresif. Ia menegaskan bahwa tradisi seperti kerudung dan isolasi di ranah domestik muncul dari keinginan untuk mengontrol peran strategis penting yang dimainkan oleh istri-istri Nabi Muhammad dan wanita-wanita lain pada awal masa Islam, begitu juga hak kepemilikan dan persamaan spiritual yang diberikan kepada wanita pada periode tersebut. Ia menegakan bahwa potensi persamaan dalam Islam pada masa awal telah hilang setelah mendapat penentangan dari elit-elit Amale, para sahabat Nabi yang menentang perubahan sosial dengan kemunculan status baru bagi perempuan, menerapkan aturan bagi perempuan untuk menutupi seluruh tubuh. Mernissi menarik hubungan antara gerakan bagi hak-hak perempuan dan kampanye untuk terciptanya ruang demokrasi yang lebih besar bagi perempuan."
KONSTAINT 9:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Agama RI, Proyek Peningkatan Peranan Wanita , 2002
305.409 5 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Musdah Mulia
"Buku ini merupakan panduan singkat dan praktis bagi siapapun yang ingin memahami ajaran Islam terkait posisi dan kedudukan perempuan. Sangat mudah dipahami karena dituis dengan bahasa yang lugas dan sederhana disertai dalil-dalil Qur'an dan hadist. Islam datang memproklamirkan kemanusiaan perempuan sebagai manusia utuh. Perempuan adalah mahluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Islam menegaskan bahwa semua manusia (perempuan dan laki-laki) diciptakan dari unsur yang satu (nafs wahidah). Islam sangat tegas menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki."
Jakarta: Bisma Optima, 2014
297.43 MUS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Umar Nasif
Jakarta: Cendekia, 2001
297.082 FAT wt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Umar Nasif
Jakarta: Cendekia, 2001
297.082 FAT wt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Angrika
"Penelitian ini menggambarkan pandangan dan sikap terhadap fenomena peran ganda, KDRT dan TKW dalam hubungannya dengan program organisasi perempuan Islam. Alasan yang mendasari penelitian ini adalah adanya tudingan bahwa organisasi perempuan Islam kurang vokal, cenderung lamban dalam merespon isu-isu gender, dan terkooptasi oleh Orba. Akibatnya, organisasi perempuan Islam (OPI) seolah tidak peduli akan persoalan perempuan dan tenggelam dalam lingkaran gerakan perempuan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berperspektif perempuan, melibatkan 24 subjek penelitian yang terdiri dari 12 orang dari PPNA Yogyakarta dan 12 orang dari PP Fatayat NU Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap terhadap fenomena peran ganda, KDRT, dan TKW pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pemahaman pengurus tentang konsep gender. Sejauh pengurus memiliki pemahaman dan kepekaan gender, maka semakin tumbuh program yang berwawasan gender pula. Nasyiah dan Fatayat, sesungguhnya mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi, serta cukup responsif dalam menanggapi persoalan gender. Ini terlihat dari program kerja yang mencoba melepaskan diri dari bias gender dan berpihak pada kepentingan perempuan. Program kerja yang relevan dengan ketiga isu gender yang diangkat dalam penelitian ini dikemas oleh Nasyiah dan Fatayat dalam fokus program gender masing-masing. Nasyiah berfokus pada program kewirausahaan perempuan, dan Fatayat pada penguatan hak perempuan melalui penguatan hak reproduksi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa Nasyiah dan Fatayat tidak hanya menekankan pada program untuk memenuhi kebutuhan praktis gender perempuan, tetapi telah mulai memenuhi kebutuhan strategisnya. Nasyiah dan Fatayat perlu berbenah diri dan merumuskan kembali program-programnya khususnya yang berkaitan dengan ketiga isu di atas. Keduanya harus berusaha agar ketergantungannya terhadap lembaga dana dan organisasi induk dapat diminimalisir.
Islamic Women's Organizations' Perception and Attitude towards Gender Issues (Case study of Nasyiatul Aisyah Yogjakarta and Fatayat NU Jakarta)This research is grounded on the assumption that Islamic women's organizations have not been actively involved in addressing women's issues as well as been cooped by the New Order Ruler. This research thus aims to reveal the perception and attitude of the organizations towards gender issues, namely dual roles, domestic violence, and women labors.
Using qualitative approach with feminist perspective, 24 subjects from PPNA Jogjakarta and Fatayat NU Jakarta are interviewed.
Findings show that the perception and attitude towards gender issues of the organizations have been mostly influenced by the concepts of gender shared by the members of the board. Good understanding of gender issues shared by the members will result in good work program in addressing women's issues. Nasyiah and Fatayat have good understanding of gender concept as reflected by their work program that focuses more on women's interests. Even though Fatayat and NU have different approach, both organizations to some extent have set up work program dealing with gender issues. While Nasyiah has been intensely working on women's entrepreneurship, Fatayat focuses more on women's reproductive rights.
Both organizations also focus more on programs dealing with strategic than practical needs. It concludes, however, both Fatayat and Nasyiah still need to reformulate their work programs especially those tackling issues such dual roles, domestic violence and women labors.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadloon Katoppo Talib
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul Kedudukan, Peran, Kewajiban, dan Hak Perempuan dalam Ajaran Islam. Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhluk-Nya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini sengaja dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami kebenaran dirinya sebagai ciptaan Allah, dan untuk mengenali siapa penciptanya Nabi Muhammad saw. membangkitkan
perempuan (dimulai dengan perempuan Arab) pada waktu ibu dan mengantarkannya dari kegelapan kepada cahaya Islam melalui firman Allah swt dalam Surat Ar-Ruum: 21. Dalam menjelaskan ayat tersebut, Rasulullah saw. bersabda: 'Perempuan adalah penghulu di
rumahnya, perempuan adalah pengembala di rumah suaminya, dan ia diminta pertanggungjawabannya atas gembalaannya'. Memuliakan perempuan bagi masyafakat Islam merupakan sebuah perintah, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Assahir dari Ali r_a, bahwa Rasulullah bersabda: 'Yang memuliakan perempuan hanyalah orang-orang yang mulia dan yang menghinakan perempuan adalah orang-orang yang hina'. Selain itu juga, ajaran Islam mengatakan, 'Peliharalah olehmu akan perempuan-perempuan di dunia ini, niscaya Allah memelihara perempuanmu pula'.
Jadi tidak beralasan bagi perempuan-perempuan dari kaum Muslimin yang mempercayai slogan-slogan dan seruan emansipasi dari feminisme yang datangnya dari Barat. Karena sesungguhnya Islam diturunkan untuk mengatasi problema hidup dan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Islam memandang perempuan sama dengan laki-laki dari segi kemanusiaannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Rasulullah saw. telah memuliakan perempuan dengan seruannya : 'Perempuan adalah saudara laki-laki'. [HR. Bukhari]. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang dibelikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya, kecuali beberapa hal yang khas bagi perempuan atau laki-laki karena adanya dalil syara?. Dalil syara? bukan diciptakan khusus unluk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan (Q.S. 49:13, 53:45, dan 75:39). Allah
menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) adalah untuk saling mengenal, saling melengkapi untuk terciptanya keseimbangan yang adil.
Antara laki-laki dan perempuan (yang sudah terikat dengan tali perkawinan) ibarat pakaian sam dengan lainnya (Q.S. 2:187). Perempuan memang tidak sama dengan laki-laki, satu sama lain mempunyai peran yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Allah
memberikan satu kelebihan pada laki-laki (Q.S. 4:34 dan 2:228). Allah telah berkehendak, Dialah yang paling tahu maknanya, dan kita tidak punya alasan untuk mengubah pakem yang telah digariskan oleh-Nya. Mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam, baik keluarga maupun masyarakat, sesungguhnya Islam telah
memberikan aturan yang rinci, tegas, dan mulia. Dijelaskan dalam hukum Islam, bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga bukanlah aqad al syirkah (akad perusahaan) maupun ijarah (sewa-menyewa/upah-mengupah) sehingga istri ibarat budak bagi suami untuk dipekerjakan. Bukan pula hubungan yang bersifat seperti polisi dan pencuri bahwa istri selalu terancam dan diteror sementara suami selalu/hampir selalu merasa super.Hubungan di antara mereka adalah hubungan cinta kasih yang penuh
persahabatan; artinya ada hubungan harmonis di antara mereka dalam bekerja sama mengarungi kehidupan rumah tangga.
Perempuan mempunyai kelembutan, kesabaran, dan kehangatan; yang merupakan modal utama untuk mendidik anak-anak mereka (al ummi madrasatun), juga kasih sayang pada suami. Sedangkan laki-laki mempunyai ketegasan dan sedikit lebih realistis, yang merupakan modalnya untuk memimpin rumah tangga, adalah baik jika diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman keislaman. Suami merupakan mitra satu-satunya dalam menghasilkan keturunan. Ini merupakan hakikat perkawinan, keluarga dan demi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi ini atau khalifahtul fil ardhi (Q.S. 2:30). Untuk
itu syari?ah Islam telah menetapkan fungsi untuk keduanya dalam kehidupan suami istri yang harmonis, dalam hal ini fungsi dan pengadaan rumah tangga ini berkenaan dengan pentingnya keberlangsungan jenis manusia, kesenangan, dan ketentraman (Q.S. 16:72, 30:21, dan 411). Jadi, tidak relevan ide feminisme tentang superioritas laki-laki atas perempuan ditimpakan/ditujukan terhadap masyarakat Islam. Allah telah mempersiapkan laki-laki dan perempuan untuk terjun ke arena kehidupan sebagai insan dan menjadikan
keduanya hidup berdampingan secara pasti dan saling bekerja sama dalam suatu masyarakat (Q.S. 4:7,32,34, dan 155). Allah juga menetapkan pola ketergantungan kelangsungan hidup laki-laki dan perempuan pada perpaduan dan keberadaan mereka di setiap masa dan generasi masyarakat (Q.S. 4:1 dan 7:189), sehingga tidak benar jika ada pandangan yang hanya memperhatikan salah satu di antara mereka, apalagi mengatasnamakan Islam dan ajarannya merupakan suatu kekeliruan jika para perempuan muslim pun ikut-ikutan menuntut persamaan dengan laki-laki, sebagaimana dilakukan
kaum perempuan feminis di Barat. Hal itu tidak dibutuhkan Islam, yang telah mendudukkan perempuan muslim pada posisi yang sejajar dengan laki-laki muslim di bawah naungan syariah lslam.
Sejarah telah membuktikan bahwa kehadiran Islam merupakan awal dari gerakan kemerdekaan dan emansipasi kaum perempuan, yang dipelopori oleh Nabi Muhammad, dimulai dari keluarganya (istri-istrinya, putri-putrinya, dan sanak keluarganya) dan kemudian diteruskan kepada keluarga sahabatnya. Dalam konsep Islam, zaman dan realitas adalah sesuatu yang berubah-ubah, sehingga jlka dijadikan pedoman, maka seseorang akan plin-plan seiring perubahan keduanya. Karena itu, realitas dan zaman tidak logis dijadikan sebagai sumber hukum sebab sifatnya relatif. Lain dengan watak syariah Islam yang a priori dengan fakta, namun ia justru mengikuti perjalanan realitas,
kemudian hukumnya tetap diambil dari syariah Islam, bukan dari fakta yang justru mengubah hukum."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 2004
297.43 TEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>