Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 936 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Packer, Herbert L.
California: Stanford University Press, 1968
345.077 PAC l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Feinberg, Joel
New York : Oxford University Press , 1984
345.001 FEI h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diening, J. A. A.
Arnhem: Gouda Quint BV., 1982
345.05 DIE o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Nurhadi
"Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai Bagaimanakah penerapan sanksi pidana oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, apakah sanksi pidana perpajakan bersifat shock therapy dan apakah implikasi sanksi tersebut kepada kepatuhan Wajib Pajak.
Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah melalui pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan para informan yang terkait dengan sanksi pidana ini antara Iain dari Wajib Pajak, Konsultan Pajak dan Fiskus yang mewakiii pemerintah.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan mengenai sanksi pidana yang berlaku di Indonesia ini penerapannya masih sangat Iambat atau belum optimal dan pada dasarnya Wajib Pajak sebenamya takut dengan sanksi pidana perpajakan apabila diberlakukannya sanksi pidana ini secara tegas. Pengaruh sanksi pidana terhadap kepatuhan yaitu apabila dilihat dari hasil analisa pnelitian tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Kesimpuian dari hasil dalam penelitian ini adalah bahwa Direktorat Jenderal Pajak tidak konsisten dalam menerapkan sanksi pidana ini, hal ini disebabkan oleh DJP sendiri lebih menitikberatkan kepada Sanksi Administrasi, selain itu rnasih terdapat hambatan juga di kurang profesionalnya aparat pajaknya itu sendiri, koordinasi yang lemah antar lembaga yang menangani tindak pidana pajak dan juga administrasi pajak serta sistem informasi yang belum baik di Direktorat Jenderal Pajak.

This research is meant to respond to the substance of problem regarding implementation of criminal sanction made by the General Directorate of Taxation in preserving law upon taxpayer committing felony in taxation, whether the sanction meant as shock therapy and what is the implication of the sanction toward taxpayer compliance.
Method used in this research is qualitative approach. The research is made based on interviews with informer related to criminal sanction such as taxpayers, tax consultants, and Fiskus representing government.
The result of the research explained the criminal sanction applied in Indonesia and its implementation which is still very dawdling and not optimal, whereas the taxpayer in fact is atiaid of the criminal sanction related. The influence of criminal sanction toward tax-compliance showed by research result illustrated no significant influence.
The research concludes that the General Directorate of Taxation is not consistent in implementing the sanction. This is caused where DIP itself tend to focused on administration sanction as well as other obstacles in the lack of professionalism of tax enforcement units, weak coordination between tax-related-institution and tax administration and information system that is not solid yet.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Sri Yono
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pelaksanaan informed consent dilihat dari sanksi pidana (Studi Kasus di Rumah Sakit XYZ). Dokter akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan kepada pasien atau keluarga pasien. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini sudah dilakukan uji menunjukkan valid dan reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Harapan lebih tinggi dari kenyataan pada hasil survey menunjukkan adanya potensi untuk terjadinya gugatan pidana apabila hasil terhadap tindakan kedokteran tersebut tidak sesuai dengan harapan pasien atau keluarga pasien. Wawancara terhadap dokter yang melakukan tindakan kedokteran menunjukkan adanya celah hukum dalam bentuk ketidakseragaman dokter dalam melakukan penjelasan sebelum dilakukannya tindakan kedokteran, terutama pada kelengkapan penjelasan dan alternatif tindakan lain selain tindakan kedokteran yang tidak disampaikan oleh dokter, serta pada cara dokter memberikan penjelasan yang tidak dianggap sebagai pemaksaan. Hal tersebut sangat berpotensi terhadap tuntutan hukum apabila hasil dari tindakan kedokteran yang diterima pasien tidak sesuai dengan harapan. Pasal yang dapat dikenakan kepada dokter adalah Pasal 359, 360, dan 361 KUHP.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of informed consent is seen from criminal sanctions (Case Study in XYZ Hospital). The doctor will explain the medicine concerning actions to be performed to the patient or the patient's family. This study is a descriptive qualitative research design. This research has been conducted shows valid and reliable test.
The results showed the existence of a gap between expectation and reality. Higher expectations than reality on the survey results indicate a potential for criminal action if the results of the medical act is not in accordance with the expectations of the patient or the patient's family. Interviews with doctors who perform medical actions indicate a lack of uniformity in the form of a legal loophole in the doctor doing medical explanation prior to the action, especially on completeness of alternative explanations and other measures in addition to measures that are not presented by a medical doctor, and the doctor to explain how that is not regarded as coercion. This is potentially the result of a lawsuit if a patient receives medical action is not in line with expectations. Articles that may apply to physicians is Article 359, 360, and 361 of the Criminal Code.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Jacob
"Tesis ini membahas mengenai pentingnya penerapan Tindak Pidana Notaris (TPN) dalam UUJN, dimana saat ini banyak terjadi akta otentik yang dibuat oleh Notaris dipersoalkan di Pengadilan, atau Notaris tersebut dipanggil melalui MPD untuk dijadikan saksi, bahkan tidak sedikit Notaris yang digugat atau dituntut di muka Pengadilan. Penyebab permasalahan tersebut bisa timbul akibat kesalahan baik karena kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa), ataupun karena peraturan perundang-undangan yang tidak tegas, juga bisa timbul secara tidak langsung dalam hal dilakukan oleh pihak lain. Apabila dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris terbukti melakukan kesalahan atau melanggar ketentuan dalam UUJN, maka Notaris tersebut hanya mendapatkan sanksi berupa sanksi perdata dan sanksi administratif. Dari sanksi-sanksi dalam UUJN tersebut dipercaya tidak dapat membuat efek jera bagi Notaris yang melakukan kesalahan atau pelanggaran, bahkan yang cukup ironi pada sanksi tersebut ada sanksi pemberhentian dengan hormat, sehingga terkesan seorang Notaris yang apabila secara sah dan terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran masih mendapatkan penghormatan untuk diberhentikan dari suatu jabatannya. Dengan ketiadaan sanksi pidana dalam UUJN maka pengaturan mengenai sanksi terhadap Notaris menjadi kurang sempurna, karena tidak adanya sanksi yang tegas dan jelas akan tindakan-tindakan yang dikategorikan tindak pidana khusus yang hanya dapat dilakukan oleh Notaris, yang kenyataannya belum ada satupun peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut. Hasil penelitian ini menyarankan untuk dilakukan penyempurnaan peraturan mengenai sanksi dalam UUJN sebagai salah satu cara untuk mengklasifikasikan dan membatasi tindakan-tindakan Notaris menyangkut tindak pidana yaitu dengan merumuskan Tindak Pidana Notaris (TPN) dan sanksi pidananya.

This thesis discusses the importance of the implementation of the Crime of Notaries (TPN) in UUJN, which is currently a lot happening authentic deed of Notary questioned in court, or notary is called upon by the MPD to be witnesses, not even a little notary sued or prosecuted in advance court. Causes of these problems may arise due to errors either due to deliberate (dolus) and negligence (culpa), or because the laws are not strict, it can also arise indirectly in the case made by the other party. If in doing his job a Notary proven guilty or violates the UUJN, the notary is only sanctioned by civil penalties and administrative sanctions. Of sanctions in UUJN is believed can not create a deterrent effect for Notaries who make mistakes or violations, even considerable irony in the dismissal sanction sanction exists with respect, giving the impression of a notary legally and if proven guilty or breach still get honor to be dismissed from the office. In the absence of criminal sanctions in UUJN the setting of sanctions against the Notary be less than perfect, in the absence of a firm and clear sanctions for measures specifically categorized as a crime that can only be done by a notary, the fact that no single rule governing the matter them. The results of this study do suggest to improve the regulation of the UUJN sanctions as a way to classify and restrict the actions involve criminal Notary is to formulate Crime Notary (TPN) and criminal sanctions."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barrow, John D.
New York: Oxford University Press , 1998
501 BAR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Junior B. Gregorius
"Menurut ketentuan ICUHP, ancaman pidana seorang pelaku pembantu d~kurangi sepertiga dari pidana pokok bagi pelaku utama. Sebaliknya dalam UUTPPU, pelaku pembantu diancam dengan pidana yang sama dengan pelaku utama. Ada tiga hal yang menjadi permasalahan dalam Tesis ini, pertama: apakah ratio legis pembentuk UUTPPU menentukan sanksi pidana yang sama bagi pelaku pembantu dan pelaku utama, sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) UUTPPU; kedua: bagaimanakah penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU dibandingkan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam Money Laundering Act di negara-negara lain? ketiga: bagaimanakah penerapan konsep-konsep teoritis yuridis kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari pelaku pembantu eks Pasal 56 dan 57 KUHP dalam UUTPPU pads kasus-kasus pencucian uang?;
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis ini menghasilkan beberapa kesimpulan.
Pertama; bahwa badan legislatif menganggap UUTPPU adalah undang-undang pidana khusus yang mcngatur dan menentukan pidana secara khusus, dimana perbuatan pelaku pembantu dianggap sama akibatnyanya dengan perbuatan pelaku utama, yaitu dapat membahayakan perekonomian negara dan masyarakat, sehingga secara yuridis sanksi pidananya ditentukan same. Selain itu, Indonesia harus mengikuti model hukum pidana pencucian uang yang diberikan oleh FATF, dimana FATF berpedoman pada konvensi-konvensi internasional yang tidak mengenal pengurangan pidana terhadap pembantuan;
Kedua; Baik dalam UUTPPU maupun dalam Money Laundering Act di negara-negara lain, pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu same dengan pertanggungjawaban pidana pelaku utama, kecuali penerapan ancaman pidananya yang jauh lebih tinggi di Indonesia.
Ketiga; tanggungjawab pembantuan (penyertaan) yang dalam KUHP termasuk sebagai dasar perluasan pertanggungjawaban pidana (strafausdehnungsgrund), dalam UUTPPU, tanggungjawab pembantuan termasuk dasar perluasan tindak pidana (tatbestandaushdehnungsgrund); selain itu, penerapan kesalahan pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman pada teori ilmu hukum Pasal 56 KUHP, sedangkan penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUTPPU.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa putusan kasus pencucian uang, Penulis menyarankan supaya kemampuan teoritis dan praktis para penegak hukum terutama jaksa dan hakirn perlu ditingkatkan, sehingga dengan kemampuan yang memadai, dalam membuat dakwaan dan putusan dapat menjamin kepastian hukum.

Based on Indonesian Criminal Code, the criminal sanction against the accomplice should be reduced one-third from total criminal sanction against the principal. In the other hand, it is stated in Indonesian Money Laundering Act that the criminal sanction for accomplice is equal with the principal. There are three research questions appointed: firstly; in what legal reasoning was Legislator determine the same criminal sanction both for principal and accomplice so as stipulated in Article 3 (2) of Indonesian Money Laundering Act?;
Secondly: how is the implementation of accomplice's criminal responsibility according to Indonesian Money Laundering Act in comparison with the accomplice's criminal responsibility in other countries Money Laundering Act? thirdly: how is the implementation in Indonesian Money laundering Act relating to the legal theoretical concepts of accomplice's offence and criminal responsibility based on Article 56 and 57 of Indonesian Criminal Code?.
This research which is using qualitative descriptive interpretive method, has had the following conclusion:
Firstly, according to the Legislator, Indonesian Money Laundering Act is including one of special criminal code model, which is regulated and applied the special terms and conditions, considered therefore that the accomplice's offence has the same danger and impacts as the principal against Indonesian economic stability, so that it is legal to determine the same criminal sanction for both principal and accomplice. Beside that, Indonesia should also follow money laundering regulation guideline' prepared by Financial Action Task Force (FATF), which in this case, FATF orientated on various international conventions stipulated no differences on criminal sanction between principal and accomplice. Secondly, both in Indonesian Money Laundering Act and other countries Money Laundering Act, the implementation of accomplice's criminal responsibility is just the same, except the criminal sanction applied in Indonesia seems to be higher than other countries.
Thirdly; the accomplice's responsibility which in Indonesian Criminal Code is subject to 'an extensive basis of criminal responsibility' (Strafausdehnungsgrund); and in Indonesian Money Laundering Act, become 'an extensive basis of criminal act' (Tatbestandausdehnungsgrund). Also, the implementation of accomplice's offence in Indonesian Money Laundering Act should be referred to Article 56 of Indonesian Criminal Code, and concerning to accomplice's criminal responsibility should be based on Article 3 (2) of Indonesia Money Laundering Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24299
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Kumala Esti
"Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus taat hukum, bekerja profesional, memegang teguh sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris. Dalam praktek, adanya akta notaris yaitu akta risalah rapat umum pemegang saham dan atau akta pernyataan keputusan rapat yang menjadi sengketa hukum dan mengandung cacat yuridis yang menjadikan notaris sebagai tersangka. Cacat yuridis suatu akta notaris dapat disebabkan oleh kesalahan notaris yang bersifat administratif, kesalahan profesi, kesalahan perdata dan atau kesalahan pidana. Tidak selalu kesalahan notaris merupakan kesalahan pidana, bisa juga termasuk dalam lingkup kesalahan profesi, kesalahan administratif dan atau kesalahan perdata. Hasil penelitian ini yang didasarkan pada analisis dengan menggunakan 4 posisi kasus terhadap akta risalah rapat dan atau akta pernyataan keputusan rapat yang mengandung cacat yuridis yaitu bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan mengakibatkan aktanya batal demi hukum yang penetapannya bersifat declaratoir, dan penerapan sanksi pidana terhadap Notaris. Kesalahan pidana terhadap notaris yang membuat akta risalah rapat dan atau akta pernyataan keputusan rapat harus menggunakan parameter standar pelayanan yang menimbulkan malpraktek atau perbuatan "negligence", doktrin profesi, doktrin perdata dan doktrin pidana. Perbuatan Notaris masuk ruang lingkup hukum pidana terletak pada parameter unsur melawan hukum disertai dengan pertanggungjawaban pidana antara lain berupa unsur kesengajaan termasuk kesengajaan bersyarat (dolus eventualis) dalam melakukan delik dan sanksi pidana merupakan ultimum remedium. Kejahatan dalam profesi Notaris merupakan kejahatan di bidang ekonomi yang dikategorikan white collar crime.

A notary as a public official in running his or her position has to obey the law, works professionally, uphold the official oaths and code of ethics of Public Notary Association. In practice, the notarial deed of the minutes of the general meeting of shareholders or a deed of declaration and the decision of the legal dispute and contain a flaw that makes the juridical notary as a suspect. A legal disability may be caused by a public notary who is an administrative error, professional error, mistake or error in civil, criminal as well as administrative law.Public notary mistake is not always the fault of criminal law field of law , it could be included within the scope of professional errors, mistakes or errors of administrative and civil liability. The results of this study is based on an analysis byusing the four position of the cases against the deed or deed of minutes of meetings and statements containing the decision of the legal disabilities that is contrary to the Notary Act and the Limited Liability Company Act and the resulting void deed to be legally canceled the establishment is declaratoir, and the application of criminal sanctions against the notary. Mistakes are made penal to the notary deed or deed of minutes of meetings and the decision of the statements should use the standard of service parameters that lead to malpractice or acts of "negligence", the doctrine of the profession, the doctrine of civil and criminal doctrine. Notary deed into the scope of criminal law lies in the parameters of criminal liability with unlawful element accompanied by criminal responsibility among other thing malicious intent which include dolus eventualis and criminal sanctions is an ultimum remedium. The crime in the profession of notary is a crime in the area of economic crime which categorized as white collar crime."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30154
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Berliner, Baruch
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1982
368 BER l (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>