Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Lintong Oloan
Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2005
342.06 SIA w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Lintong Oloan
"PTUN mulai beroperasi sejak Januari tahun 1991, menyelenggarakan persidangan melayani masyarakat pencari keadilan di dalam bidang Tata Usaha Negara. Tugas utamanya adalah melakukan kontrol dari segi hukum (yuridis) terhadap Pemerintah (penguasa), dalam pelayanannya terhadap masyarakat. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh PTUN adalah kewenangan untuk menghentikan berlakunya atau beroperasinya keputusan Tata Usaha Negara yang sedang disengketakan, yang disebut Putusan Penundaan. Ketentuan ini memberikan kekuasaan yang besar sekali kepada hakim. Hakim bebas menentukan syarat-syarat, dalam hal-hal yang bagaimana Keputusan Tata usaha Negara itu akan ditunda atau dipertahankan. Kebabasan hakim itu bisa berdampak negatif, oleh karena itu perlu rincian lebih lanjut akan arti dari Kepentingan Pribadi Yang Mendesak dan Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan penundaan itu. Perluasan akan arti dari kedua kepentingan itu telah dihimpun dalam penelitian ini, baik dari segi Tata Bahasa, maupun dari segi hukum. Dari segi Hukum perlu dihimpun padanannya di dalam Perundang-undangan yang lain-lainnya, yang relevan, seperti: "Hukum Pembangunan; Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); Hukum Lingkungan Hidup; dan sebagainya". Dalam penelitian ini telah disimpulkan bahwa : "Perbuatan-perbuatan Pemerintah Dalam Bidang-bidang Hukum Pembangunan; Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); Hukum Lingkungan; dan Pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah yang sudah direncanakan secara matang", adalah merupakan bagian dari Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan yang perlu dipertimbangkan. Pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah dimasukan ke dalam pengertian Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan oleh karena perencanaannya sudah matang, dimulai sejak dari Departemen yang bersangkutan, hingga BAPPENAS. Pelaksanaannya pun sudah terikat dengan rencana-rencana anggaran pada RAPBN dan RAPED, sehingga apabila ditunda proyek tersebut akan terancam gagal total (anggaran hangus). Kegagalan proyek Pemerintah akan sangat merugikan semua pihak oleh karena proyek-proyek tersebut ditujukan untuk kepentingan masyaraka luas. Prinsip-prinsip yang ditemukan dalam bidang-bidang hukum tersebut diatas dapat dipedomani pada bidang-bidang hukum lain-lainnya yang belum sempat dibahas dalam penelitian ini. Akan tetapi, penolakan terhadap suatu permohonan penundaan atas dasar hal-hal yang disebutkan diatas, jangan sampai mengakibatkan Kepentingan Pribadi Yang Mendesak dari penggugat menjadi terlontar. Harus dilakukan secara manusiawi dan dipertimbangkan sedemikian rupa, hingga ada jaminan-jaminan bagi penggugat, bahwa apabila ternyata dikemudian hari Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tidak benar, Penggugat tidak terlalu dirugikan. Putusan Penundaan sangat penting artinya bagi PTUN. Masyarakat akan enggan menggunakan PTUN itu untuk memperjuangkan hak-hak yuridisnya apabila kewenangan penundaan itu tidak dimiliki oleh PTUN. Dalam Praktek Pelaksanaan Putusan Penundaan itu tidak berjalan dengan mudah. Banyak hambatan-hambatan yang dialami, terutama dari segi keputusan hakim itu sendiri dan dari segi keengganan pihak pemerintah untuk mematuhinya. Putusan Penundaan yang sudah jauh memasuki areal kegiatan-kegiatan physik (factual), cenderung untuk tidak dipatuhi. Pihak developper lebih baik memilih resiko berperkara perdata (ganti rugi) di pengadilan negeri nanti, dari pada menderita kerugian karena menghentikan proyek pembangunannya. Sifat arogansi dari pihak pemerintah, selalu berusaha untuk menghindari atau mengabaikan Putusan Penundaan. Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan Putusan Penundaan itu. Untuk itu, PTUN mengambil ketentuan-ketentuan tentang eksekusi di dalam Undang-undang No. 5 tahun 1986 sebagai pedoman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T7590a
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Yuniati
2004
S3486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Cahyadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5693
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dhoho Ali Sastro
"Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah salah satu instrumen kontrol dalam sistem administrasi negara. Indonesia, sebagai salah satu negara yang menganut mazhab negara hukum rechstaat, menjadikan PTUN tak hanya sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah, tetapi juga sebagai lembaga yang mengkompensasi kedudukan rakyat dalam penyelesaian sengketa TUN. Dalam sengketa TUN rakyat akan berhadapan dengan penguasa (pemerintah). Salah satu bentuk kompensasi kedudukan yang diberikan oleh UU Peratun adalah prosedur penundaan pelaksanaan KTUN (pasal 67).
Dalam skripsi ini pada dasarnya akan mencoba mengulas tiga hal. Yang pertama adalah bagaimana prosedur ini diterapkan. Apa saja aturan yang telah diciptakan sehingga prosedur ini dapat dilaksanakan dalam prakteknya. Selain soal penerapan prosedur ini, skripsi ini membahas juga mengenai latar belakang penyusunan aturan mengenai prosedur penundaan. Penerapan prosedur penundaan, terbatas pada apa yang telah dituangkan secara normatif.
Pemahaman yang terbatas pada sesuatu yang tekstual semata akan membuat terjebak pada kebingungan dan lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pengaturan itu. Oleh karenanya dalam skripsi ini juga dibahas mengenai latar belakang pengaturan prosedur penundaaan pelaksanaan KTUN.
Bagian ketiga, dari skripsi ini akan memberikan analisa tentang penerapan prosedur penundaan pelaksanaan KTUN. Hal-hal apa yang perlu mendapatkan perhatian untuk masa-masa yang akan datang. Di bagian akhir, sebagai pemantap dan pembulat pemahaman, skripsi ini menyajikan beberapa contoh kasus untuk dijadikan bahan kajian. Ada tiga kasus yang akan dijadikan sebagai bahan kajian. Yang pertama adalah kasus Lawang Seketeng. Kemudian dilanjutkan dengan Kasus Skorsing Mahasiswa UI, serta yang terakhir adalah Kasus Penggusuran Kali Adem. Ketiga kasus ini sengaja dipilih karena karakteristiknya masing-masing."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andie Hevriansyah
"Permasalahan penelitian pemberhentian Sekretaris Desa dengan menggunakan wewenang diskresi Kepala Desa studi putusan PTUN Bandung adalah Bagaimana kewenangan Kepala Desa mengelola Administrasi Kepegawaian perangkat desa? Bagaimana penggunaan wewenang diskresi Kepala Desa memberhentikan sekretaris desa? Bagaimana sikap PTUN Bandung memutus perkara pemberhentian sekretaris desa dengan diskresi Kepala Desa? Metode penelitiannya adalah penelitian yuridis normatif, tipologi preskriptif, jenis data sekunder, jenis bahan hukum primernya perundang-undangan administrasi pemerintahan, dan desa berserta peraturan turunannya, jenis bahan hukum sekunder yang digunakan buku dan jurnal ilmiah hukum administrasi negara, hukum administrasi kepegawaian, jenis bahan hukum tersier yang digunakan adalah black law dictionary, dan Kamus Besar lainnya. Data berupa deep interview dan perpustakaan online. Hasil penelitian dengan analisis argumentatif dapat disimpulkan, Kepala Desa memiliki wewenang atribusi untuk mengelola perangkat desa, Kepala Desa menggunakan wewenang diskresi memberhentikan Sekretaris Desa adalah hak prerogatif, sebagai problem solver, dengan prinsip rule of law, dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Sikap PTUN Bandung membatalkan diskresi kepala desa karena melanggar asas tidak menyalahgunakan wewenang. Penulis menyarankan Kepala Desa dalam menggunakan diskresi untuk memperhatikan peraturan perundang-undangan, menggunakan AUPB, rule of law, dan asas penyelenggaraan pemerintah desa, untuk meminimalisir resiko gugatan ke PTUN, maka diskresi yang akan dikeluarkan dilakukan reviu oleh pejabat yang berwenang.

The problem research regarding the dismissal of the Village Secretary by using the the discretionary authority of the Head Village, the study of Bandung Administrative Court decision, is how the authority of the Village Head to manage the Village Apparatus Administration? How is use of the Village Head’s discretion to dismiss the Village Secretary? What is the attitude of the Bandung Administrative Court in deciding the case of dismissing the Village Secretary at the discretion of the Village Head? The research method normative judicial research, prescriptive typology, types of secondary data, types of primary legal materials, government administration, and village laws and regulations, types of secondary legal materials books and scientific journals of State administrative law, civil service administration law, types of tertiary legal materilas is black law dictionary, and other major dictionaries. The data are in the form of deep interviews and an online libraries. The result of the research with argumentative analysis can be concluded, the Village Head has attribution authority to manage the village apparatus, the Village Head uses the discretionary power to dismiss the Village Secretary as a prerogative, as a problem solver, with the principle of rule of law, and General Principles of Good Governance (AUPB) The attitude of the Bandung Administrative Court in this research case nullifies the Village Head’s discretion for violating the principle of not abusing authority. The Author advises the Village Head in using discretion to pay attention to statutory regulations, using General Principles of Good Governance, the rule of law, and the principles of village government administration, to minimize the risk of lawsuit against the State Administrative Court, so the discretion that has been issued must be reviewed fisrt by the authorized official."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Indra R.
"Konsep welfare state mengakibatkan perluasan peran pemerintah dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang bertujuan memajukan kesejahteraan seluruh warga negara, akibatnya setiap aktivitas masyarakat akan selalu bersinggungan dengan pelaksanaan tugas dari badan atau pejabat tata usaha negara. Maka selalu terdapat berbagai bentuk variasi tindakan pemerintah baik faktual maupun berupa keputusan yuridis tidak setiap Keputusan akan diterima oleh warga negara bila menimbulkan kerugian yang mendesak, walaupun pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara itu adalah Presumptio justae Causa (dilaksanakan dengan seketika). keputusan yang sangat merugikan dilaksanakan tersebut dapat diminta penundaan pelaksanannya kepada pengadilan TUN yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan bila ada kepentingan mendesak/dirugikan dan tidak dikabulkan bila ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Dalam penelitian ini, ditemukan kepentingan penggugat yang mendesak/dirugikan itu tidak serta merta terjadi. Kepentingan umum dalam rangka pembangunan adalah merupakan kepentingan seluruh negara/bangsa bukan dalam arti kepentingan lokal yang mengharuskan gugatan ditolak. Untuk mengatasi timbulnya sengketa dikemudian yang timbul akibat ketidakcermatan mengambil keputusan, maka saran yang direkomendasikan adalah (1). Perlunya pemahaman wewenang oleh setiap badan atau pejabat TUN dalam pembuatan keputusan; (2) perlunya adanya sanksi berupa pemberian ganti rugi secara pribadi badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.
Wellfare state resulted in the concept of expending the role of government in all aspects of a society. That aims to promote the welfare of all citizens. A result that every community will always with the implementation of the tasks of the agency or official. Therefore always different forms of government action variations both factual and juridical decisions. Is that not every decisions can be received by citizens when the loss of an urgent cause although basically every decisions (can be) a decisions which is very harmfull for the delayed can be sued to court. That granted will can have an urgent interest/ injured and not granted if there is public interest in the frame work of development.
In this research found that the interest of plaintif urgent/ disadvantaged not necessarily occur. Is in the public interest of all citizens/ nation as whole Rather than local interest to addres the incidence of disputes due to decisions that are carefull. the suggestion is recommended (1) The need for the authorities in decisions making (2) The need to sanction the provision of compensation from the time the guilty officials.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi Habsari
"

Kepentingan pembangunan dan kedudukan lingkungan hidup harus berjalan seimbang. Demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dibutuhkan suatu instrumen perencanaan serta pengendalian pembangunan yang mempertimbangkan kedudukan lingkungan hidup. Instrumen pengendalian tersebut salah satunya tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun berdasarkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Namun kedudukan RTRW tersebut berubah sejak diterbitkannya PP Nomor 13 Tahun 2017 yang mengatur adanya penerbitan izin pemanfaatan ruang mengacu pada RTRW Nasional jika belum tercantum dalam RTRW Kab/Kota demi pelaksanaan kegiatan bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan adanya perubahan dalam proses perlindungan lingkungan hidup sejak diterbitkannya Pasal 114A PP Nomor 13 Tahun 2017. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 berimplikasi pada proses penerbitan izin pemanfaatan ruang dan jenjang rencana tata ruang wilayah. Pergeseran tersebut terlihat dari Pasal 114A PP Nomor 13 Tahun 2017 yang memungkinkan penerbitan izin pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan perencanaan ruang daerah jika kegiatan pemanfaatan ruang bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar. Selain itu, pasca penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.26/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018, Pasal 114A memberikan peluang bagi pemerintah untuk mengesampingkan atau menghapus salah satu kriteria kelayakan lingkungan hidup dalam penilaian dokumen Amdal yang merupakan dasar penerbitan izin lingkungan pada proyek- proyek berdampak besar dan/atau bernilai strategis nasional.

 


The interests of the development and the position of the environment must be balanced. To achieve sustainable development, a development planning and control instrument is needed that considers the position of the environment. One of the control instruments is listed in the Regional Spatial Plan (RTRW) which is compiled based on the Strategic Environmental Assessment (KLHS) document. However, the position of the Spatial Plan has changed since the issuance of Government Regulation Number 13 Year 2017 which regulates the issuance of permits for spatial utilization referring to the National RTRW if it has not been regulated in the Regency / City RTRW for the implementation of national strategic activities and / or major impacts. This study aims to explain the changes in the process of environmental protection since the issuance of Article 114A PP No. 13 of 2017. Based on this study it was found that the application of Government Regulation Number 13 of 2017 has implications for the process of issuing space utilization permits and impacts on the process of issuing environmental permits and levels spatial plans. This shift can be seen from Article 114A PP No. 13 of 2017 which allows the issuance of permits for spatial utilization not in accordance with regional spatial planning if the activities of spatial utilization are of national strategic value and / or have a large impact. In addition, after the issuance of Ministry Regulation of Environmental and Forest Number P.26/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018,  Article 114A provides an opportunity for the government to override or delete one of the environmental feasibility criteria in the assessment of Amdal documents which are the basis for issuing environmental permits on projects having a large impact and / or national strategic value.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Erliyana
"ABSTRAK
UUD 3945 Pasal 4 ayat (i) menyebutkan bahwa Presiden Repuhblilc
Indonesia memegang Kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar. Ditinjau dari teori pembagian kekuasan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan
eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaran pemerintahan yang
bersifat umum dan khusus. Tujuan utuma dari Hukum Administrasi ada-
iah menjaga agar wewenang pemerintah berada dalam batas-bartasnya, sehingga warga masyarakat terlindung dari penyimpangan mereka. Tindakan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum sama halnya dengan melampaui wewenang, atau menyalahi hukum. Keputusan Presiden Republik
Indonesia adalah pernyataaan kehendak di bidang ketata negaraan dan tata pemerintahan, yang dapat berisi peraturan umum (regeling) dan
keputusan (heschikking). Walaupun ada kemungkinan cakupan Keputusan
Presiden lebih luas, tetapi harus dibatasi pada lingkup administrasi
negara. Pembedaan antara Keputusan Presiden yang bersumber dari wewenang delegasi dengan Keputusan Presiden yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 penting, karena
Keputusan Presiden yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ber-
bentuk beleid mengandung kerancuan dengan adanya kewenangan dis-
kresi. Keputusan Presiden yang terbit selama kurun waktu 12 tahun (Januari 1987- Mei 1998) berjumlah 890 (delapan ratus sembilan puluh). Dari jumlah tersebut penerbitan Keputusan Presiden menurut wewenang administrasi khusus sejumlah 23O (dua ratus tiga puluh) atau 25.84% dan wewenang administrasi umum sejumlah 660 (enam ratus enam puluh)
atau 74,i6%. Keputusan Presiden yang terbit berdasarkan wewenang
administrasi umum yang dimuat dalam Lembaran Negara sejumlah 50
(7.58%). Seiebihnya, yaitu 610 (92,42%) Keputusan Presiden yang tidak
dimuat dalam Lembaran Negara. Keputusan Presiden yang terbit
berdasarkan wewenang administrasi umum dengan kriteria sebagai
peraturan umum (regeling) sejumlah 401 atau 60,76%), keputusan
(beschikking) sejumlah 18 aiau 2,7% dan peraturan kebijakan
(heleidsregel, policy rules) sejumlah 241 atau 36,51%. Keputusan
Presiden yang melanggar asas larangan melampaui wewenang terjadi
baik dalam Keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling),
maupun peraturam kebijakan (heleidsregel, policy rules). Dalam pener-
bitan keputusan Presiden sebagai peraturan umum (regeling) yang
berjumlah 401 (empat ratus satu) tetapi tidak dimuat dalam Lembaran
Negara, diperoleh sejumlah 13 (3.24%) yang melanggar asas larangan
melampaui wewenang. Pada penerbitan sejumlah Keputusan Presiden
sebagai peraturan kebijakan (heleidsregel, policy rules), ditemukan
sejumlah 56 (23,24%) Keputusan Presiden yang melanggar asas Iarangan
melampaui wewenang."
2004
D1048
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>