Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109159 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Musthofa Rahman
Jakarta: Atmaja, 2003
297.4 MUS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fidel
"Dasar hukum yang dibuat untuk melakukan penyanderaan pertama, utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan kedua, diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Sebenarnya sebelum dilakukan penetapan utang pajak tersebut seharusnya Direktorat Jenderal Pajak memperhatikan terlebih dahulu penetapan pajak terutang yang dilakukan Wajib Pajak dan art pengaturan dari sistem perpajakan. 5istem perpajakan yang berlaku di negara kita adalah sistem self assessment, yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besamya pajak yang terutang. Wajib Pajak aktif mulai. dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sementara Fiscus tidak ikut campur hanya mengawasi saja. Setelah dilakukan pelaporan pajak baik bulanan maupun tahunan Fiskus melakukan penelaahan dan penghitungan pajak sampai dengan penetapan utang pajak.
Undang-undang perpajakan mengatur mengenai mulai jumlah pajak terutang, pelaksanaan penagihan, besamya kewajiban pajak yang harus dibayarkan Wajib Pajak secara penuh walaupun masih dalam persengketaan.
Memenuhi ketentuan tersebut, jelas bahwa setiap utang pajak harus dilakukan pembayaran pajak tanpa memperhatikan apakah pengenaan utang pajak telah sesuai dan benar (hat ini dikarenakan penetapan oleh petugas pajak saja, tanpa memperhatikan input dari Wajib Pajak), sehingga tidakiah ada kepastian hukum sebagai salah satu alas dalam pemungutan dan pengenaan kepada Wajib Pajak untuk dilakukan penyanderaan. Berdasarkan hal tersebut kepastian hukurn dalam pelaksanaan penyanderaan dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut: (1) apakah utang pafjak yang ditagih sudah benar perhitungannya dan diakui Wajib Pajak, (2) ukuran yang haws dipakai adalah perhitungan yang balk dan bear antara data utang pajak Wajib Pajak dengan yang ditetapkan oleh Fiskus, (3) dengan diajukannya banding, tidak menunda kewajiban membayar pajak., padahal dilain pihak dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatardara Perpajakan diperbolehkan melakukan penundaan sampai dengan jangka waktu 12 (dua betas) bulan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilari Pajak menyebutkan jumlah pajak yang terutang pelaksanaan banding dapat dilakukan setelah membayar 50% (lima puluh persen) dari utang pajak, (5) selama dalam jangka waktu penyanderaan dua kali enam bulan wajib pajak telah membayar kewajiban utang pajaknya dan tidak melampaui jumlah seratus juta rupiah, tetap saja wajib pajak harus masih dalam penyanderaan, (6) setelah masa penyanderaan Penanggung Pajak tidak dapat mengajukan gugatan. Penekanannya tetap kepada Wajib Pajak walupun kesalahan ada di Fiskus dalam penetapan utang pajak, dan pada akhimya jelaslah terlihat tidak ada kesetaraan antara Wajib Pajak dengan Fiskus."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Gunadi M Widjojo
"ABSTRAK
Perjanjian simulasi atau perjanjian pura-pura atau perjanjian persekongkolan diartikan sebagai perjanjian dimana keadaan yuridis dari suatu perbuatan hukum tersebut disembunyikan dari pihak ketiga. Perjanjian simulasi terjadi bilamana ada dua persetujuan yaitu persetujuan lanjutan (akta lanjutan) dibuat berbeda dengan persetujuan semula (akta aslinya) dan keadaan yuridis dari perbuatan hukum lanjutan disembunyikan dari pihak ketiga. Persetujuan lanjutan jika memuat kausa yang terlarang disebut perjanjian simulasi absolut dan jika kausanya tidak terlarang disebut perjanjian semulasi relatif. Perjanjian simulasi secara teknis yuridis terjadi jika ada pertentangan antara kehendak dan pernyataan yang tidak diketahui oleh pihak ketiga atau suatu perjanjian yang dibuat dengan kausa yang palsu. Akibat Hukum dari perjanjian simulasi yang keadaan yuridis dari perbuatan hukum yang disembunyikan dari pihak ketiga tidak berlaku bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Dalam praktek notaris di Kabupaten Bandung Barat didapat ada bentuk-bentuk perjanjian smulasi dengan berbagai variasi, ada yang kausanya palsu dan ada yang kausanya terlarang.

Abstract
Simulation agreement or pretense agreement or conspiracy agreement is taken to mean an agreement in which the judicial situation of a legal act is hidden from the third party. A simulation agreement occurs when there are two agreements, namely a subsequent agreement is made different from the first agreement (its original deed) and the legal act of the subsequent agreement is hidden from the third party. If the subsequent agreement contains a forbidden cause, it is called absolute simulation agreement and if it contains a non-forbidden cause, it is called relative simulation agreement. Technically and judicially, a simulation agreement occurs if there is contradiction between the will and the statement that is not known by the third party or an agreement made with a false cause. The legal consequence of a simulation agreement in which the judicial situation of a legal act is hidden from the third party does not apply to the third party who has good will. In the practice of notaries in Bandung barat Regency are found varied forms of simulation agreements, the causes of some are false and causes of some others are forbidden.
"
2012
T30594
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marini
"Kuasa bertalian dengan adanya asas nemo plus iuris ad alium transferre potest quam ipse haberet, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat mengalihkan hak kepada orang lain lebih daripada hak yang dimilikinya, sehingga pemberi kuasa tidak dapat memberikan kuasa lebih daripada hak atau kewenangan yang dimilikinya. Kuasa diberikan melalui tindakan hukum sepihak. Sebagai suatu tindakan hukum, tindakan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang cakap hukum. Direksi dalam melaksanakan pengurusan Perseroan harus hati-hati dan penuh tanggung jawab sesuai dengan prinsip reasonable diligent in all circumstances. Pada prinsipnya setiap anggota Direksi berwenang memberikan kuasa kepada karyawan perseroan atau orang lain untuk pengurusan kepentingan perseroan apabila tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UUPT dan anggaran dasar. Namun, sifat kuasa yang boleh diberikan Direksi berdasarkan ketentuan Pasal 103 UUPT adalah "kuasa khusus" untuk melaksanakan pengurusan kepentingan perseroan, dengan demikian kuasa yang dapat diberikan oleh Direksi hanya terbatas pada surat kuasa khusus untuk perbuatan tertentu. Direksi dalam hal ini dilarang atau tidak dibenarkan memberikan kuasa umum.
Hasil penelitian menggunakan 2 (dua) posisi kasus. Bentuk cacat hukum kuasa Direksi Perseroan Terbatas disebabkan oleh adanya ketidakwenangan bertindak bagi si penerima kuasa dan isi dari kuasa tersebut bertentangan dengan UUPT dan anggaran dasar perseroan sehingga implikasi hukurnnya mengakibatkan akta kuasa tersebut batal demi hukum. Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang beritikad baik dalam hal ini yaitu Bank, terhadap perbuatan hukum yang didasarkan pada kuasa Direksi yang cacat hukum yakni berdasarkan ketentuan Pasal 1873 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa bentuk peljanjian kredit yang telah dibuat berdasarkan surat kuasa Direksi Perseroan Terbatas yang cacat hukum, tidak batal demi hukum hanya surat kuasanya yang batal demi hukum, karena perjanjian kredit tersebut tidak mengandung kausa yang terlarang tetapi surat kuasanya yang mengandung kausa terlarang.

The power of attorney is related to the principle of nemo plus iuris ad alium transferre potest quam ipse haberet, which means that one person could not divert the rights to someone else more than his rights, thus the authorizer could not give his power more than his rights or his authority. The power of attorney is given by the unilateral law of action. As the unilateral law of action, the action is only can be done by the competence person. Board of Directors shall be prudent and full liability to do the management of the companies according to the principle of reasonable diligent in all circumstances. Basically, each member of Board of Directors has the authority to give the power of attorney to the employee or some other person(s) if it is not contrary with Limited Liability Companies Act and the article of associations. Nevertheless, the characteristic of the power of attorney that should be given by Board of Directors based on Article 103 of Limited Liability Companies Act (Law Number 40 of 2007) is a "special power of attorney" to do the management of the companies, thus the power of attorney that can be given by the Board of Directors is confined to special power of attorney for special actions. Board of Directors are not allowed or can not be right to give the general power of attorney.
The end of the research used 2 (two) case position. The form of The power of attorney from the Board of Directors which is having defect in law is caused by the existence of incompetence in act of the attorney and the content of its power of attorney is contrary with Limited Liability Companies Act and the article of associations so that the implication of law has caused the deed is null and void. Law protection for the third party in this case is Bank means the third party which in a good faith toward the power of attorney from the Board of Directors which is having defect in law, based on Article 1873 Indonesian Civil Code that the loan agreement deed and the collateral deed which are made by virtue of the power of attorney from the Board of Directors which is having defect in law are not null and void, only for the power of attorney, and the form of loan agreement afore mentioned is not contain of forbiding motives but only its power of attorney.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1977
371.928 IND i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan
"Akta notaris dapat dibuat dalam bentuk minuta akta dan akta in originali, yang dibuat oleh notaris (akta relass) atau yang dibuat dihadapan notaris (akta partij). Minuta akta adalah asli akta yang ditandatangani oleh para penghadap, saksi akta dan notaris yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris, dan dari minuta akta ini, notaris berwenang untuk mengeluarkan salinan akta, grosse akta atau kutipan akta. Akta in originali adalah asli akta yang diberikan kepada para penghadap dan tidak ada dalam simpanan protokol notaris, sehingga notaris tidak berwenang mengeluarkan salinan akta, groose akta atau kutipan akta dari akta yang diberikan dalam bentuk in originali. Renvoi adalah perubahan terhadap isi akta sebelum akta ditandatangani oleh para penghadap, saksi akta dan notaris, dan perubahan terhadap isi akta dilakukan dengan cara diganti, ditambah, dicoret di bagian sisi kiri akta atau pada bagian akhir akta sebelum penutup akta atau disisipkan pada lembar tambahan, dengan diberi paraf atau tanda pengesahan oleh para penghadap, saksi akta dan notaris. Renvoi yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, terkena sanksi degradasi kekuatan bukti sebagai akta dibawah tangan. Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur bagaimana akibat hukum renvoi yang tidak sesuai aturan terhadap isi renvoi itu sendiri dan terhadap perbuatan hukum yang dituangkan dalam isi akta. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan melalui pendekatan deduktif untuk mencari kebenaran kohern terhadap akibat hukum dari renvoi yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris, akan diperoleh suatu gambaran tentang Cacat yuridis renvoi dan implikasi hukumnya dalam studi kasus.

Notarial deed can be made in the form of minutes of the deed and the deed in originali, which is made by a notary (deed relass) or made before a notary (deed Partij). Minuta original deed deed is signed by the party, witnesses and a notary deed that is stored as part of the protocol notary, and of the minutes of this deed, the notary is authorized to issue a copy of the deed, grosse deed or deed quote. Deed in originali original deed is given to the party and nothing in savings notary protocol, so that the notary is not authorized to make copies of the deed, deed or quote groose deed of certificates issued in the form in originali. Renvoi is a change to the contents of the deed before the deed was signed by the party, witnesses and a notary deed, and changes to the contents of the deed is done in a way to be replaced, added, dropped on the left side at the end of the deed or deed before closing deed or pasted on an additional sheet, with given initial or sign endorsement by the party, witnesses and a notary deed. Renvoi who do not comply with that stipulated in the Law Notary, degradation sanctioned strength of the evidence as a deed under the hand. Notary Act does not regulate how renvoi legal consequences that do not conform to the rules of the content of renvoi itself and against legal actions as outlined in the contents of the deed. By using normative research methods and through deductive approach to the search for truth kohern against the legal consequences of renvoi in violation of the Law Notary, will obtain an overview of the Disability renvoi juridical and legal implications in the case study."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutiadi
"Hibah luar negeri saat ini belum ditatausahakan secara lengkap dan menyeluruh. Padahal pemanfaatan hibah luar negeri mempunyai beberapa konsekuensi yaitu kebutuhan dana pendamping, adanya disillusionment dan adanya muatan politis yang sangat kental. Tidak diaturnya hibah karena dianggap mempunyai nilai yang sangat kecil dan tidak berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, daerah banyak berharap untuk dapat memanfaatkan hibah luar negeri untuk membiayai pembangunan. Keinginan ini sudah direspon donor dengan menggulirkan program bagi daerah. Dengan tidak adanya aturan yang jelas hibah luar negeri tidak termanfaatkan dengan optimal.
Berkenaan dengan latar belakang tersebut kemudian dilakukan penelitian untuk melihat besaran hibah yang diterima oleh Pemerintah Indonesia sekaligus menelusuri arah penggunaan hibah itu, menelusuri peraturan-peraturan yang ada yang mengikat aliran hibah ke Indonesia berikut tatacara pengelolaan atau penatausahaannya, mendeteksi besarnya dana hibah sesungguhnya yang diterima serta dana pendamping yang wajib disediakan serta mengajukan rumusan dan mekanisme untuk mengelola dan menatausaha hibah agar dapat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 1987 - 1998 nilai hibah yang diterima Pemerintah cukup besar berkisar antara USD 480 juta sampai USD 740 juta. Jika dibandingkan dengan realisasi dana pembangunan nilai tersebut berkisar antara 7.2% sampai 35%. Nilai yang cukup signifikan dalam mempengaruhi pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan penelusuran terlihat bahwa kebijakan donor dalam memberikan bantuan untuk setiap sektor cenderung berbeda dengan kebijakan Pemerintah dalam waktu yang sama. Pada sisi lain kebijakan Pemerintah juga justru cenderung mengabaikan hibah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana nilai hibah Uni Eropa yang sesungguhnya adalah sekitar 47% dari total proyek sementara untuk hibah UNDP sekitar 60% merupakan dana sesungguhnya yang dapat dikelola di dalam negeri. Jika hibah ini disalurkan ke daerah maka hampir semua daerah dapat memenuhi kebutuhan dana pendampingnya sehingga kebijakan publik hibah ini dapat diberikan langsung kepada daerah. Sebaliknya hibah bernilai besar seperti yang biasa diberikan Uni Eropa hampir semua daerah tidak dapat menyediakan dana pendampingnya. Untuk itu perlu diberikan rumusan kebijakannya sehingga daerah dapat memanfaatkan hibah ini secara optimal.
Kebijakan Publik Penatausahaan Hibah Luar Negeri merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan yang membawa sejumlah implikasi. Kebijakan hibah harus merupakan bagian dari kebijakan bantuan luar negeri secara utuh serta sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi. Terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu politis dimana hibah hanya dapat dilakukan antar negara serta kemampuan daerah dalam menyediakan SDM maupun Dana Pendamping.
Arah kebijakan penatausahaan hibah harus jelas dan sesuai dengan arahan program pembangunan nasional, disusun secara terhormat dan memberikan keuntungan bagi keduabelah pihak. Penerima hibah harus memahami konsekuensi penerimaan hibah, mengetahui persyaratannya, mempunyai alasan untuk menerima atau menolaknya serta harus menghindari upaya yang merugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi Lamsudin
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, A. Bazar
Jakarta : Perciriondo, 2007
323.4 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hardijan Rusli
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
346.06 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>