Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moliere
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008
842.802 MOL tt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Claudel, Paul
Paris: Galimmard, 1956
842.914 CLA o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Longino, Michèle
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2006
842.409 3 LON o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moliere
Paris: Hachette, 1992
842.4 M 312 ta
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayuning Kraton
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menunjukkan peran Lady Huff, tokoh utama, dalam konflik utama yang terdapat pada Iakon Le Bal des Voleurs karya Jean Anouilh, Pembahasan penulisan skripsi ini meliputi alur cerita, dengan menggunakan skema aktan sebagai dasar pembentukan alur, serta pembahasan tokoh sebagai himpunan ciri-ciri pembeda dan tokoh sebagai subyek pengujar. Pembahasan alur cerita digunakan untuk mengetahui konflik utama yang terdapat dalam lakon. Sedangkan pembahasan tokoh sebagai himpunan ciri-ciri pembeda dan tokoh sebagai subyek pengujar digunakan untuk mengetahui peran Lady Hurl dalam konflik utama tersebut. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa tokoh Lady Hurf, melalui harta kekayaan yang menjadi bagian dari dirinya, merupakan pemicu kontlik utama yang terdapat dalam Iakon. Selain sandiwara yang dimainkannya untuk mengusir kegalauan hatinya akibat tidak memiliki cinta mengembangkan konflik tersebut. Jadi Lady Hurf memegang peranan penting dalam konflik utama pada lakon Le Bal des Voleurs.

"
1996
S14323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alice Armini
"BAB I PENDAHULUAN
1.1. Drama Klasik di Perancis, dan Konteks Sejarah Abad Ke--17.
Kiasisisme sebagai aliran sastra berkembang di Perancis selama abad ke-17, dan dirumuskan melalui peraturan-peraturan penu1isan yang ketat. Yang berkuasa menentukan peraturan tersebut adalah Academia, Francaise yang didirikan oleh, Richelieu pada tahun 1635 dengan tujuan mengarahkan kehidupan sastra. Sastra harus menggambarkan kebenaran yang dapat diterima oleh masyarakat (Vraisemb1able). Yang dituntut adalah kewajaran dan kebenaran dalam bentuk dan isi (Mieke Bal, 1987:158).
Drama Klasik abad ke-17 juga memiliki kaidah-kaidah yang harus dipatuhi, yang dikenal dengan les trois Unites (tiga kesatuan), yaitu unite d? action (kesatuan lakuan), unite de temps (kesatuan waktu), dan unite de lieu (kesatuan tempat) : cerita yang dipentaskan hanya boleh terjadi dalam satu hari, di satu tempat, dan lakuan harus sederhana, artinva terdiri dari satu alur saja dengan struktur dari paparan sampai selesaian. Selain aturan tersebut dituntut juga adanya kepatuhan akan konvensi moral, sosial dan bahasa (bienseance), yang telah disepakati masyarakat jaman itu.
Perkembangan drama klasik sesuai dengan rejim politik dan situasi social budaya, dibagi tiga periode yang berhubungan dengan tiga zaman yaitu :
1. Masa pemerintahan Ratu Marie de Medicis dengan Perdana Menterinya Kardinal Richelieu, yang mewakili kekuasaan anaknya Louis XIII, yang baru berusia 9 tahun ketika harus naik tahta.
2. Masa Pemerintahan Perwalian berikutnya setelah kematian Louis XIII dan Richelieu pada tahun1643, adalah pemerintahan Anne d' Autriche, ibu Louis XIV, yang pada masa itu masih berusia 5 tahun. masa itu ditandai oleh meletusnya La Fronde, yakni pemberontakan kaum bangsawan dan sekelompok pemuka dalam parlemen Peraneis yang ingin pula berkuasa.
3. Setelah Mazarin wafat pada tahun 1661 Masa pemerintahan Monarki Absolut oleh Louis XIV ini merupakan masa kejayaan klasisisme sebagai paham yang mengagungkan keteraturan tatanan di segala bidang.
Pada akhir masa pemerintahan raja Henri IV kondisi teater dan drama dianggap kurang baik, karena belum mendapat perhatian dan bantuan keuangan dari pemerintah, dan dianggap kurang pantas bagi kaum intelektual dan dipertunjukkan di hadapan Pemuka Istana. Baru pada awal pernerintahan Richelieu, kondisi drama mulai berubah dan membaik. Perhatian Richelieu pada karya seni sangat besar, dia memberi semangat dan sekaligus perlindungan pada pengarang dan pemain drama, juga mendirikan sebuah tempat pertunjukan teater.
Berkat dorongan dari Richelieu, banyak pengarang drama mulai mengarahkan perhatiannya pada peraturan bentuk drama. Pada tahun 1629, para pemain drama Raja (Les Comediens du roi) menetap di Hotel de Bourgogne1. Untuk pertama kali drama menjadi genre sastra yang sangat dihargai dan mulai dipentaskan di hadapan kalangan bangsawan dan kalangan istana; jenis sastra ini mulai menghormati konvensi-konvensi klasik seperti Bienseance, agar para penonton tidak merasa khawatir atau tersinggung pada waktu menyaksikan sebuah adegan drama (Scherer, 1986:426)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Miriam P. Salim
"Pada abad ke-17, para ahli teori sastra menegaskan bahwa tokoh utama sebuah lakon, selain harus sudah ditampilkan pada awal lakon bersama dengan tokoh-tokoh lain, ia pun harus mempunyai kwantitas pemunculan yang tinggi. Seandainya ada di antara nama para tokoh itu dijadikan judul lakon tersebut, tokoh itu merupakan tokoh utama lakon. Dalam lakon Le Tartuffe (1664), walaupun nama tokoh Tartuffe yang dijadikan judul lakon membuktikan bahwa tokoh ini adalah tokoh utama lakon, keterlambatan dan kwantitas pemunculannya yang terbatas membuat kita ragu akan peran tokoh Tartuffe dalam lakon tersebut. Mengingat bahwa pemaharnan lakon dapat diperoleh berdasarkan teks drama itu sendiri, telaah mengenai masalah yang telah dikemukakan di atas itu akan didasarkan pada teori alur dan tokoh, yang dijabarkan oleh Anne Ubersfeld dalam bukunya Lire le Theattre. Dari nenelitian tersebut diperoleh keterangan bahwa keterlambatan dan keterbatasan kwantitas pemunculan tokoh Tartuffe sama sekali tak mempengaruhi perannya sebagai tokoh utama dalam lakon le Tartuffe. Hal ini karena tokoh Tartuffe terlihat sangat menonjol baik dalam alur, dalam pengaluran, dalam perannya sebagai himpunan ciri-ciri pembeda dari tokoh-tokoh lain dan dalam perannya sebagai tokoh yang menjadi pokok pembicaraan dalam ujaran para tokoh. Tokoh Tartuffe berperan sangat dominan dalam alur dan dalam hubungannya dengan tokoh-tokoh lain. Demikian, peran tokoh Tartuffe sebagai tokoh utama dalam lakon Le Tartuffe karya Moliere ini tak perlu diragukan lagi. Jika masalah ini dihubungkan dengan pengarang lakonnya, yakni Moliere, dapat dikatakan bahwa keistimewaan penyajian tokoh utama dalam lakon tersebut merupakan salah satu ciri keluwesan Moliere. Ia tak memusingkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ahli teori sastra zamannya. Qleh karena itu, ia berhasil menciptakan lakon-lakon yang beragam, yang ternyata dihargai dan disukai sebagian besar penonton pementasan lakon-lakonnya. Sikap Moliere sesuai dengan apa yang diinginkannya dari publiknya , yaitu menghibur mereka. Hal ini pula yang diharapkan penonton dari lakon-lakon jenaka ciptaan Moliere."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dany, Max
Paris: Hachette, 1975
448 DAN f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Nuralifah Khairunnisa
"Kemerdekaan Maroko tidak terlepas dari pengaruh kolonialisme Prancis yang telah ikut melanggengkan perbudakan dan penindasan ras. Artikel ini membahas internalisasi rasisme dalam novel Le Mariage de Plaisir karya Tahar Ben Jelloun yang terbit pada 2016 sebagai bentuk dari dampak kolonialisme Prancis. Dalam bentuk cerita berbingkai, novel ini mengungkapkan bahwa rasisme berlangsung dari generasi ke generasi dalam kawin kontrak atas nama Islam. Berdasarkan metode kualitatif, penulis menemukan adanya proses internalisasi rasisme dapat menciptakan habitus rasis pada semua ras. Dengan mengangkat rumusan masalah, bagaimana wacana rasisme dapat mengakar kuat di masyarakat dan diinternalisasikan ke dalam habitus tokoh, artikel ini bertujuan menyatakan bahwa rasis adalah sikap dan tindakan yang diperoleh melalui proses internalisasi masyarakat tanpa memandang warna kulit. Penulis menggunakan teori struktur naratif teks sastra Todorov (1985) dan konsep fokalisasi oleh Genette (1983), konsep rasisme oleh Binet (2009), serta teori praktik Bourdieu (2000). Hal tersebut mengungkapkan bahwa rasisme diaktifkan, diwariskan, dan dipertahankan dari unit sosial terkecil serta menjadikannya sebagai habitus individu.

Moroccan independence was inseparable from the influence of French colonialism which had perpetuated slavery and racial oppression. This article discusses the internalization of racism in the novel Le Mariage de Plaisir by Tahar Ben Jelloun which was published in 2016 as a result of thoughts on the impact of French colonialism. In the form of framed story, it clarifies racism continues to exist from generation to generation in marriage contract in the name of Islam. Based on qualitative methods, the authors found a process of internalization of racism can create a racist habitus in all races. By raising the formulation of the problem, how the discourse of racism can be firmly rooted in society and internalized into the habitus of characters, the aim stated that racists are attitudes and actions obtained through the process of internalizing society regardless of skin color. The author uses the theory of the narrative structure of literary texts by Todorov (1985) and focalization by Genette (1983), the concept of racism by Binet (2009), also the practical theory of Bourdieu (2000). It reveals that racism is activated, inherited, and maintained from the smallest social unit as well making it an individual habitus"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Troyes, Chretien
Paris: Gallimard, 2008
841.1 TRO y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>