Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bogadenta Gugur
Jogjakarta: Kedaulatan Rakjat, 1958
899.222 BOG b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
May, Karl
Jakarta: Pustaka Primatama , 2004
813.54 MAY wt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu.H.R.
Solo : Metamind , 2015
899.221 WAH g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pamuntjak, Laksmi
"Namun rahasia seperti warna. Tatap dalam-dalam, dan ia mulai menuturkan selaksa cerita.” Kekasih Musim Gugur adalah kisah dua perempuan, Srikandi (Siri) dan Dara. Yang satu seorang seniman cosmopolitan, yang satunya lagi seorang aktivis politik. Siri adalah anak Amba dan Bhisma, tokoh utama novel pertama Laksmi Pamuntjak, Amba. Setelah bertahun-tahun mengembara di pelbagai kota di dunia – London, New York, Madrid – Siri memutuskan hidup di Berlin untuk menghindar dari masa lalu keluarganya. Tak disangka, sebuah berita mengejutkan memaksanya pulang ke Jakarta. Di tanah air, Siri harus menghadapi realita keluarganya yang pedih, ditambah dengan jalin-kelindan kompleks antara seni rupa, politik, dan sejarah, terutama ketika salah satu pamerannya dihujat dan dilarang karena dianggap melanggar susila. Dalam pergulatannya, Siri harus memaknai ulang hubungan dengan ibunya, Amba; dengan mantan sahabatnya, Dara; dengan anak tirinya, Amalia; dan dengan sejarah bapak kandungnya yang kelam. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… “Ada melodi yang liris dalam cara Laksmi Pamuntjak bertutur, rangkaian kata yang sesekali mengalun dan kali lain mengentak. Memasuki ruang-ruang interior para karakter di Kekasih Musim Gugur seperti dituntun ke sebuah museum seni. Kadang anggun, kadang liar, tetapi hampir selalu elegan.” –Dee Lestari, penulis “Sejak halaman pertama, ketika Srikandi menyatakan ia memiliki dua bapak, kita tak akan bisa berhenti membaca novel ini hingga halaman terakhir…” --Leila S. Chudori, penulis dan wartawan “Novel Laksmi ini sempurna menangkap tegangan kompleks hubungan antar-individu; dendam-rindu, benci cinta, dalam sejarah keluarga yang dibayangi luka politik, dan bagaimana seni rupa menjadi strategi yang mebebaskan. Dengan kepiawaiannya berkisah, Laksmi menyeret kita masuk dan melihat luka itu sebagai luka kita sendiri.” --Nezar Patria, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post “Novel ini merupakan satu langkah dalam pencapaian Laksmi sebagai sosok penting dalam pertumbuhan sastra…” Sapardi Djoko Damono, penyair, penulis
"
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2020
899.221 PAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhrully Akbar
"Pertarungan keutamaan dan keangkaramurkaan selalu ditampilkan dalam wayang kulit purwa. Pertarungan keduanya disebabkan oleh perebutan harta, tahta, dan wanita. Lakon Dursasana Gugur merupakan pertarungan yang berorientasi pada perebutan tahta dan bentuk ekspresi dari pertarungan kekuatan keutamaan dan keangkaramurkaan.Baik Dursasana maupun Bima sebagai tokoh yang bertarung pada lakon tersebut masing-masing menjalankan darma ksatria.Darma tersebut merupakan tugas suci yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap manusia.Setiap darma yang dilakukan oleh kedua tokoh tersebut tentu menemui karma. Karma yang diakibatkan oleh tutur kata, sikap maupun perilaku tokoh yang ada didalamnya. Setiap karma yang terjadi menimbulkan mitos-mitos yang menjadi kepercayaan atau keyakinan kelompok tertentu. Penelitian ini membahas relasi antara keutamaan dan keangkaramurkaan dengan darma karma juga mitos yang terdapat pada lakon tersebut .Penelitian ini bertujuan menjelaskan simbol dari pertarungan keutamaan dan keangkaramurkaan dari lakon Dursasana Gugur. Penelitian ini menggunakan teori etika Jawa dari Franz Magnis Suseno. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam lakon Dursasana Gugur, kekuatan keutamaan memenangkan kekuatan angkara murka . Karma yang dilakukan oleh Dursasana selama hidup menemui balasannya dalam perang Baratayuda serta penggambaran darma Bima.

The battle of good and bad is always displayed in pure shadow puppets. Both battles are caused by struggles for property, thrones, and women. The play of Dursasana Akhir is a battle oriented to the seizure of the throne and the form of expression of the struggle of the power of virtue and evilness. Both Dursasana and Bima as the characters who fight in the play each carry out darma ksatria.Darma is a sacred task given by God to every human . Every darma done by the two figures certainly finds karma. Karma which is caused by the words, attitudes and behavior of the characters in them. Every karma that occurs raises myths that become certain group beliefs or beliefs. This study discusses the relation between virtue and the scarcity of the karma as well as the myths found in the play. This study aims to explain the symbol of the struggle of virtue and evil from the play of the Fallen Thrones. This study uses Javanese ethical theory from Franz Magnis Suseno. The results of this study show that in the play of Downfall, the power of virtue won the power of anger. Karma carried out by Dursasana during his life met his retribution in the Baratayuda war and the depiction of Bima darma."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Suganda
"Wayang golek adalah suatu karya sastra lisan yang hidup dan berkembang di Jawa Barat, khususnya pada suku Sunda. Wayang golek yang hidup dan berkembang sekarang, mulanya berasal dari wayang Jawa. Hal ini sejalan dengan pendapat Hazeau (1977)yang mengatakan bahwawayang berasal dari Jawa. Argumentasinya ialah pertama, struktur lakon wayang digubah menurut model yang amat lama. Kedua, cara bercerita ki dalang (bahasanya) mengikuti tradisi yang amat tua. Ketiga, teknis gaya dan susunan lakon-lakon ini juga bersifat khas Jawa (dalam Amir, 1991:27). Namun demikian, dalam wujudnya yang sekarang wayang golek sudah jauh berbeda dari wayang Jawa. Dalam berbagai segi sudah mengalami perubahan dan modifikasi sesuaidengan budaya Sunda. Dapat dikatakan bahwa wayang golek sudah merupakan ciri khas wayang Sunda. Penampilan wayang golek didukung oleh berbagai unsur seni, di antaranya, seni tari, seni suara, seni musik, dan seni pahat. Unsur-unsur ini diikat dalam satu kesatuan yang utuh menjadi karya seni drama tradisional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
T41366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dorothea Rosa Herliany
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999
899.212 DOR m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Marieke Panjaitan br.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997
920 TAM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Widythia Pramono
"Zhuang Zi (369-286 SM) adalah seorang filsuf pada zaman negara berperang (475-221 SM), dan tokoh penting dalam perkembangan Daoisme setelah Lao Zi. Zhuang Zi menghasilkan satu karya utama semasa hidupnya, yaitu kitab Zhuangzi. Salah satu artikel dalam kitab Zhuangzi, ada artikel yang berjudul Qiushui atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi (Suasana Musim Gugur) terdiri dari tiga belas paragraf pendek yang terbagi menjadi beberapa tema dan disajikan dalam bentuk dialog antara tokoh yang berbeda-beda. Dialog-dialog dalam artikel ini sangat pendek tetapi memiliki makna yang mendalam. Topik-topik dialog apa saja yang digunakan oleh Zhuang Zi dalam tulisannya dan filsafat dasar seperti apa yang menjadi pokok dari ketigabelas paragraf tersebut menjadi permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini. Dari hasil kajian atas topik-topik dialog tersebut terungkap bahwa teks menyampaikan pesan bahwa setiap makhluk di dunia masing-masing memiliki peran, keberadaan dan fungsinya di dalam semesta.
Zhuang Zi (369-286 BC) is a Chinese philosopher in the Warring States Period (zhanguo shidai) (475-221 BC), and an important figure in the development of Daoism after Lao Zi. During his lifetime, Zhuang Zi delivered a work by his name, Zhuangzi. One of the articles in Zhuangzi, there is an article called Qiushui or in Indonesian translated into (Suasana Musim Gugur) consists of thirteen short paragraphs which are divided to several themes and presented in the form of dialogue between different characters. The dialogues in this article are short but have deep meaning. What dialogue topics and philosophies used by Zhuang Zi in his writings as the base of the thirteen paragraphs are the main point in this paper. The result revealed that the texts conveyed messages that every living creature has its role, existence, and function in the universe."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mursidah
"Musim merupakan fenomena alam yang menarik untuk dianalisis, karena musim berpengaruh besar dalam kehidupan manusia, terutama pada masyarakat yang mengalami empat musim. Setiap musim, dengan berbagai perubahan keadaan alam yang dibawanya (seperti cuaca), memberi makna pada kehidupan lahir dan batin manusia. Musim pun bisa menjadi sumber inspirasi bagi para penyair. Seperti halnya dalam sajak-sajak J.C. Bloem (1887-1966), musim muncul secara produktif. Tidak hanya sebagai gambaran alam, tapi jugs mengandung banyak makna, baik menyangkut kehidupan secara umum maupun kehidupan batin aku lirik secara khusus. ?Musim' dalam sajak-sajak J.C. Bloem, merupakan hal yang menarik untuk dianalisis.
Empat sajak J.C. Bloem: "Lentewind", "Verandering", "In memoriam", dan "Troost des donkers" dan bundel puisinya Het verlangen (1921) menjadi bahan penelitian tesis ini. Masing-masing sajak mewakili musim semi, panas, gugur dan dingin. Permasalahan yang diajukan adalah: bagaimana bentuk kebahasaan dan kesastraan keempat sajak tersebut?, aspek kehidupan apa terungkap dari setiap sajak sebagai persepsi umum tentang musim dan sebagai persepsi sang penyair sendiri?, dan apakah ada keterkaitan bentuk kebahasaan dan kesastraan setiap sajak dengan tema musim yang terkandung?
Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis adalah meneliti aspek-aspek kebahasaan dan kesastraan setiap sajak, kemudian meneliti aspek musim yang ada di setiap sajak dan makna musim secara umum dan spesifik bagi aku lirik, terakhir akan diteliti keterkaitan bentuk sajak dan tema musim yang dikandungnya.
Dari analisis dapat disimpulkan bahwa persepsi umum tentang musim tidak selalu berlaku sama bagi individu aku lirik. Setiap musim bagi aku lirik membawanya pada pemikiran tentang usia tua dan kematian. "Musim gugur" mewarnai kehidupan aku lirik pada musim-musim yang lain. Keterkaitan bentuk kebahasaan dan kesastraan sajak-sajak tersebut dengan tema musim terletak pada kemampuan aspek-aspek kebahasaan dan kesastraan sajak-sajak itu dalam mengungkapkan pergolakan batin aku lirik dalam berinteraksi dengan musim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>