Ditemukan 3711 dokumen yang sesuai dengan query
Agus Aris Munandar
Depok: Komunitas Bambu, 2005
915.598 AGU i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
D1570
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D498
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
"Perpustakaan Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Jurusan Kesehatan Lingkungan merupakan bidang yang sehari-hari digeluti pustakawan ini. Disamping bergelut dengan buku, ia pun selalu bersosialisasi dengan mahasiswa pencari informasi. Abdur Rahman lahir di Sanggalangit Kabupaten Buleleng 17 September 1968, dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) Departemen Kesehatan (Depkes)."
020 MAPEINF 1:2 (2009)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Agus Aris Munandar
Depok: Komunitas Bambu, 2005
306.959 8 AGU i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Jakarta: Istana Kepresidenan, 1978
R 069.5 PUR
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
"Bali merepakan salah satu pulau di Indonesia yang penduduknya masih berhasil mempertahankan corak kebudayaan warisan nenek moyang yang berasal dari periode klasik Indonesia. Diantaranya adalah pura dan puri yang dekat dengan budaya Hindhu...."
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Afra Ghaniy Yoko Putri
"Istana Ali Marhum Kantor di Pulau Penyengat merupakan bangunan cagar budaya peninggalan masa Kesultanan Riau-Lingga (1900–1912) yang belum pernah difungsikan kembali secara permanen sejak ditinggalkan oleh Kesultanan Riau-Lingga. Bangunan ini mengalami degradasi fisik ringan secara konstan seperti pengelupasan cat bangunan, lepasnya lantai-lantai kayu, serta kotornya dinding yang ditutupi lumut-lumut dan jamur yang dibiarkan dan dibersihkan menyeluruh ketika ada pemugaran (biasanya setiap 10 tahun sekali). Bangunan ini juga memiliki riwayat pemugaran yang menyalahi panduan pelestarian karena menghilangkan ornamen Melayu pada fasad bangunan. Artinya, dengan tidak dimanfaatkannya bangunan ini mengancam pelestarian dan otentisitas bangunan itu sendiri. Oleh karena itu, melalui pendekatan manajemen sumber daya, sebuah bentuk alternatif pemanfaatan diajukan sebagai upaya optimalisasi bangunan Cagar Budaya. Penelitian terapan ini menggunakan tahapan penelitian Sharer dan Ashmore (2010), yakni formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi. Alternatif pemanfaatan dikaji berdasarkan rekomendasi pengelolaan Cagar Budaya yang dirumuskan oleh UU CB (2010) dan BPCB Sumbar (2017) serta studi komparatif dengan Istana Kampong Gelam Singapura. Keduanya merupakan bangunan cagar budaya tingkat nasional yang memiliki keterkaitan latar belakang sejarah dan budaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk alternatif pemanfaatan sebagai Pusat Informasi Kebudayaan Melayu dapat diterapkan di Istana Ali Marhum Kantor.
The Istana Ali Marhum Kantor, a cultural heritage building on Penyengat Island, dates back to the Riau-Lingga Sultanate era (1900-1912). Despite its historical significance, the structure has remained unused since the Sultanate's departure. It has experienced gradual physical degradation, including peeling paint, detached wooden floors, and moss-covered walls. Past restoration efforts have removed Malay ornaments from the facade, further jeopardizing its preservation and authenticity. To address these challenges, a resource management approach is proposed for the optimal utilization of the Cultural Heritage building. Following the research stages by Sharer and Ashmore (2010), an alternative utilization plan is developed. It aligns with recommendations for Cultural Heritage management, adhering to the Cultural Heritage Law (2010) and the Regional Center for Cultural Heritage Preservation of West Sumatra (2017). A comparative study is conducted with the Istana Kampong Gelam in Singapore, another national-level cultural heritage building. The results of this study indicate that an alternative form of utilization as an Information Center for Malay Culture can be implemented at the Ali Marhum Palace Office."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Basset, Chaterine
Denpasar: Total, 1990
959.86 BAS b
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library