Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: Macmillan, 1972
301.54 FRE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Cahyani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratu Rona Drati Selon
"ABSTRAK
Tujuan penelitian model pemberdayaan lansia ini menganalisis bentuk
dukungan sosial dari keluarga, teman, tetangga, masyarakat, pihak swasta,
yayasan, dan pemerintah didalam upaya pemberdayaan lansia. Selanjutnya
menganalisis model pemberdayaan yang bersifat self-help dengan dukungan sosial
dilakukan oleh komunitas lansia dahlia senja. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Dengan metode kualitatif penulis melakukan
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, merekam, dan mencatat
informasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa model pemberdayaan pada
komunitas lansia dahlia senja dengan pendekatan bottom-up, karena
pemberdayaannya bersifat self-help bersinergi dengan dukungan sosial. Dengan
kekuatan self-help yang dimiliki komunitas lansia dahlia senja, lansia memperoleh
dukungan sosial diantaranya datang dari keluarga, teman, tetangga, donatur, pihak
swasta, yayasan, dan unsur pemerintah. Dukungan tersebut berupa dukungan
emosional, informasi, dukungan instrument (barang dan jasa), dan
penilaian/appraisal. Model pemberdayaan lansia melalui kegiatan produktif pada
komunitas lansia dahlia senja adalah kombinasi dari pemberdayaan Self-help dan
Social Support dengan individual-kelompok. Di setiap kegiatannya individu lansia
terinspirasi dari peran ketua komunitasnya. Produk-produk yang dihasilkan lansia
didalam pendampingan pemberdayaan didalam kegiatan produktif komunitas ini
dapat memotivasi lansia lain.

ABSTRACT
The purpose of this elderly empowerment model study is to analyze the
form of social support from family, friends, neighbors, community, private
parties, foundations, and government in empowering elderly. Next analyze the
self-help empowerment model with social support done by elderly community
dahlia senja. The method used in this research is qualitative. With qualitative
methods the authors conducted in-depth interviews, observation, documentation,
record, and record information.
The results of this study show that the empowerment model in elderly
community dahlia senja with bottom-up approach, because the empowerment is
self-help synergize with social support. With the power of self-help that belongs
to the elderly community of dahlia senja, the elderly obtain social support among
others coming from family, friends, neighbors, donors, private parties,
foundations, and government elements. Support is in the form of emotional
support, information, support instruments (goods and services), and assessment /
appraisal. The elderly empowerment model through productive activities in the
elderly community of dahlia senja is a combination of self-help empowerment and
Social Support with individual-groups. In every activity the elderly are inspired by
the role of community leader. The products produced by the elderly in the
assistance of empowerment in the productive activities of this community can
motivate other elderly."
2018
T49625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Sanjaya
"Penulis mencoba untuk mengidentifikasi praktik-praktik terbaik pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory dengan kekuasaan sendiri di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”, kemudian membandingkannya dengan pengaturan di Indonesia, guna mencari tahu apakah pengaturan di Indonesia sudah sesuai dengan praktik-praktik terbaik itu. Dari penelusuran peraturan perundang-undangan ke-10 negara yang menjadi objek perbandingan, penulis mencoba untuk menggali inspirasi mengenai pengaturan ideal yang menyeimbangkan kepentingan debitor dan kreditor yang beritikad baik dan dapat diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan segala partikularitasnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statutory approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory di Indonesia masih banyak yang tidak sesuai dengan praktik terbaik di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah, sejak terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, eksekusi objek jaminan fidusia dengan kekuasaan sendiri hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan ­post-default bahwa debitor telah wanprestasi, dan kesukarelaan dari debitor untuk menyerahkan objek jaminan fidusia untuk dieksekusi. Tidak ada satupun dari 10 negara yang diperbandingkan yang mengatur persyaratan serupa. Pada bagian saran diuraikan beberapa rekomendasi pengaturan yang terinspirasi dari penelusuran peraturan-peraturan di negara-negara yang diperbandingkan.

The author attempts to identify the best practices in regulating the self-help enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties among countries in the top 10 EODB ranking for the “getting credit” indicator, and compare it with the regulation in Indonesia, to find out if Indonesia's arrangements are in line with these best practices. Drawing inspiration from the principles found in the laws and regulations of these 10 countries, the author then attempts to offer several suggestions on the ideal arrangements that strike a balance between the interests of good-faith debtors and good-faith creditors that can be applied in Indonesia after taking into account the country’s particularities. The research method used is the normative juridical research method, while the approaches used are the statutory approach, the conceptual approach, and the comparative approach. The results show that there are still many arrangements for the enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties in Indonesia that are not in accordance with the best practices among countries in the top 10 EODB for the indicator "getting credit". One of the most striking differences is, since the issuance of the Constitutional Court Decision Number 18 / PUU-XVII / 2019, self-help enforcement of the security interests can only be carried out if there is a post-default consensus between the parties that the debtor has defaulted and the debtor's willingness to hand over the collaterals to be executed. None of the 10 countries compared have similar requirements. In the suggestions section, some regulatory recommendations inspired by tracing the regulations in the countries being compared are offered"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwyer, Denis John
New York: Longman, 1979
363.58 DWY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Putri Ayuningtyas
"Jakarta sebagai ibu kota Indonesia merupakan pusat berbagai sektor penunjang kehidupan terutama bisnis dan ekonomi. Daya tarik tersebut membuat banyak orang datang untuk bekerja maupun tinggal sehingga meningkatkan urbanisasi. Pesatnya pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi ini menjadikan Jakarta semakin padat dan angka kebutuhan tempat untuk bermukim melonjak. Namun, pada faktanya jumlah lahan di Jakarta tidak bertambah dan terbatas. Terbatasnya lahan tersebut membuat para pekerja tidak bisa memperoleh tempat tinggal yang terjangkau sehingga mereka harus bergeser ke daerah pinggiran kota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Setiap harinya mereka harus melakukan perjalanan dari tempat tinggal ke kantor yang tergolong jauh. Perjalanan tersebut dapat disebut sebagai komutasi atau mobilitas ulang-alik. Mereka yang melakukan mobiltas ulang-alik disebut sebagai komuter. Namun didorong oleh beberapa faktor seringkali para komuter tersebut tidak hanya menetap pada satu tempat tinggal saja (berpindah dari satu tempat ke tempat lain). Oleh karena itu, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah mengetahui bagaimana para komuter berpindah dari suatu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya dan faktor-faktor apa saja yang mendorong perpindahan merumah tersebut.

Jakarta as the capital city of Indonesia is the center of various life support sectors, especially business and the economy. This makes many people come to work or live, thereby increasing urbanization. The rapid population growth due to urbanization has made Jakarta increasingly denser and the number of places needed to live has soared. However, in fact the amount of land in Jakarta limited and does not increase.That situation has prevented workers from obtaining affordable housing, so they have to shift to suburban areas such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Bodetabek) and they have to travel from their place of residence to the office which is classified as far away every day. This activity can be referred as commuting and those who do it are referred as commuters. However, driven by several factors, these commuters often don't just stay in one place of residence (moving from one place to another).  Therefore, the purpose of this writing is to find out how commuters move from one place of residence to another and what factors cause the housing mobility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah febrina
"Rumah selalu menjadi kebutuhan primer dari seluruh manusia, sehingga diharapkan setiap masyarakat nantinya memiliki rumah untuk mereka bernaung. Beberapa tahun kebelakang, gated community atau perumahan bergerbang mulai menjadi salah satu tipe pilihan rumah yang paling digemari oleh masyarakat karena penawaran keamanan serta fasilitas yang lebih baik, namun dengan harga yang lebih mahal. Pengelompokkan golongan berdasarkan kelas sosialnya dan pembatasan ruang untuk orang-orang tertentu selalu menjadi salah satu dampak yang dikhawatirkan muncul ketika banyak gated community dibangun. Selain itu, kurangnya interaksi antar individu karena pembatasan ruang juga akan berdampak untuk suatu kota. Sehingga penulisan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tipe-tipe gated community dan perbedaan diantaranya serta keterbukaan penghuni maupun non-penghuni dari tiap tipe gated community tersebut. Pada penulisan ini akan diambil dua tipe area perumahan yang merupakan gated community, yaitu perumnas Depok I dan cluster anggrek 3, grand depok city. Terlihat bahwa kedua perumahan merupakan jenis gated community yang berbeda namun yang membedakan hanya keamanan pada pintu gerbang cluster yang lebih ketat. Untuk yang lain, seperti masalah fasilitas dan infrastruktur, keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Apabila dilihat dari keterbukaannya, rumah yang berada di dalam gated community anggrek 3 hanya diisi oleh orang dengan kelas sosial menengah ke atas serta keterbukaan terhadap publik yang sangat terbatas dibandingkan perumnas yang lebih beragam serta masih sangat terbuka untuk publik di waktu tertentu.

House has always been a primary need for all human beings, so it's every human right to have shelter for themselves. In the past few years, gated communities have become one of the most popular housing options because they offer better security and facilities even though at a higher price. It separates people based on their social classes and space restrictions for some people. In addition, the lack of interaction between individuals due to space restrictions is another impact. So that this writing is done to know the types of gated communities and the differences between them as well as the affordability of residents' and non-residents' of gated communities. Writer chooses two types of gated communities, Perumnas Depok I and Cluster Anggrek 3, Grand Depok City. The two housing estates are different types of gated communities, but the main distinguishes the tighter security at the cluster Anggrek 3 gate. The others, such as facilities and infrastructure, do not have significant differences. Based on the openness, the houses within the gated community of Anggrek 3 are only filled with people from middle to upper social classes, and access to the public is very limited compared to perumnas which are more diverse and are still very open to the public at certain times."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Ashari Jematiadha
"Tulisan ini membahas tentang kebijakan pembangunan perumahan di Kotapraja Jakarta pada tahun 1950-1959. Pada masa ini, pemerintahan Jakarta masih berbentuk kotapraja yang dipimpin oleh seorang walikota. Pada masa ini pula, Pemerintah Kotapraja Jakarta mulai membangun dan menata kembali kotanya yang sempat terhambat akibat peperangan yang terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan. Berdasarkan data milik Pemerintah Kotapraja Jakarta, di masa itu, Kota Jakarta mengalami kenaikan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Kenaikan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah meningkatnya jumlah penduduk yang diakibatkan oleh tingginya arus urbanisasi dari luar Jakarta. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai permasalahan sosial berupa maraknya permukiman-permukiman kumuh dan orang-orang yang tidak memiliki rumah. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Kotapraja Jakarta bersama Pemerintah Pusat pun membuat berbagai kebijakan untuk membangun perumahan bagi warga Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah berupa heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan perumahan ini tidak berhasil mengatasi masalah kekurangan perumahan karena adanya perubahan terhadap fokus pembangunan ini yang lebih mengutamakan kalangan pegawai negeri untuk mengakses perumahan ini sehingga masyarakat bawah tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan rumah tersebut dan membuat permasalahan ini tak kunjung selesai.

This paper discusses the housing development policy in the City of Jakarta in 1950-1959. At this time, the Jakarta government was still in the form of a municipality, led by a mayor. It was also during this period that the Municipal Government of Jakarta began to build and restructure its city which had been hampered by the war that occurred during the Independence Revolution. Based on data from the Jakarta Municipal Government, at that time, the City of Jakarta experienced a very high population increase. This increase was caused by several factors, one of which was the increase in population caused by the high flow of urbanization from outside Jakarta. This has resulted in the emergence of various social problems in the form of rampant slum settlements and people who do not have homes. To solve this problem, the Municipal Government of Jakarta together with the Central Government have made various policies to build housing for Jakarta residents. The method used in this research is the historical method in the form of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that this housing development policy has not succeeded in overcoming the problem of housing shortages because of a change in the focus of this development which prioritizes civil servants to access this housing so that the lower community does not have the opportunity to get the house and makes this problem unfinished."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Rizki Pratama
"Masalah pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) perumahan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) menunjukan angka yang cukup signifikan. Walaupun telah terdapat regulasi dari pemerintah, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang pedoman penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman di daerah, tetapi hasilnya masih belum optimal. Pemerintah dan masyarakat mendapat kerugian atas hal ini. Maka disini harus ada perhatian yang serius dari pemerintah pusat maupun daerah. Keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas dalam lingkungan perumahan sangatlah penting. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas di perumahan. Peraturan tersebut mengharuskan perusahaan pembangun perumahan atau pengembang perumahan dan Pemerintah Daerah untuk menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang dibutuhkan warganya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengidentifikasi dan menemukan faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hambatan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas yang terjadi berkaitan dengan aspek kebijakan, penyerahan, pengawasan dan pengendalian diketahui dengan membandingkan proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan tahapan pengadaannya melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak di Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang diwakili oleh Dinas Tata Kota Tangerang Selatan dan pihak pengembang yang terkait dalam proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai hambatan yang dialami baik oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan maupun pengembang dan terjadi pada penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan.

Problems developers have not handed infrastructure, facilities, and utilities (PSU) housing to local government (LG) showed significant figures. Although there have been government regulations, the Minister of Home Affairs No. 9 of 2009 on guidelines for the submission of infrastructure, facilities, utilities and housing and settlements in the area, but the results are still not optimal. Government and the public got over this loss. So here there must be a serious concern of the central and local governments. The existence of infrastructure, facilities, and utilities in a residential neighborhood is essential. Basically the government has issued regulations on the procurement of infrastructure, facilities, and utilities in housing. The regulation requires companies residential builders or property developers and local governments to provide the infrastructure, facilities, and utilities needed housing residents.
This study aims to explore, identify and locate the factors inhibiting the implementation of the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Barriers to delivery of infrastructure, facilities, and utilities that were related to aspects of policy, delivery, monitoring and controlling known by comparing the provision of infrastructure, facilities, and utilities in accordance with the procurement stage through in-depth interviews with stakeholders in the South Tangerang City Government represented by South Tangerang City Planning and the developers involved in the provision of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Results from the study show that there are various barriers experienced by both the South Tangerang City Government and the developer and occurs in the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>