Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2513 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Weatheritt, Mollie
London: Croom Helm, 1986
363.2 WEA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Litton, Roger A., 1944-
Aldershot: Avebury, 1990
364.4 LIT c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Balwin, Robert
Jakarta: Cipta Manunggal, 2002
342.041 8 BAL pt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Varwell, D. W. P.
Plymouth: MacDonald and Evans, 1978
363.3 VAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: National Crime Prevention Centre Government of Canada, 2001
363.2 COM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sheptycki, J. W. E., 1960-
Aldershot: Avebury, 1993
363.2 SHE i (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Budi Arso
"Perubahan ketatanegaraan dan pemerintahan suatu negara berpengaruh signifikan terhadap penyelenggaraan fungsi fungsi lembaga didalam kenegaraan, termasuk fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara. Strategi pemolisian dalam mengatasi kejahatan yang selama ini digunakan juga mengalami pergeseran, dari reactive policing menuju kepada gaya Community Policing. Reactive Policing dianggap memiliki kelemahan, karena selain tidak dapat menyelesaikan akar masalah juga menimbulkan trauma terhadap masyarakat yang berakibat pada renggangnya hubungan polisi dengan masyarakat.
Community Policing (memiliki 3 komponen penting, yaitu community partnerships, organizational transformation dan problem solving) dianggap revolusioner karena menawarkan resolusi-resolusi baru bagi masalah-masalah sosial yang telah lama ada. Elemen-elemen yang dapat mengangkat community policing juga telah ada sejak lama. Community Policing juga merupakan sebuah gejala yang mendunia dan berkembang secara konstan.
(Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat) BKPM merupakan salah satu implementasi praktik Community Policing. Mengingat karena keberadaannya yang berada tepat di tengah masyarakat dan terutama bahwa sebagian besar kegiatan BKPM berorientasi pada upaya-upaya untuk mendekatkan masyarakat dengan polisi, serta bekerja sama dengan masyarakat dalam pengendalian sosial.
BKPM suatu bentuk adaptasi dari praktik pemolisian di Jepang yang dikenal dengan Koban. Pos polisi kecil yang terdiri dari 10 ? 15 anggota polisi, yang menjalankan sebagian tugas dan fungsi pemolisian dan keberadaannya berada ditengah-tengah masyarakat. Tugas dan fungsi utama yang dijalankan oleh BKPM antara lain adalah menerima dan menerbitkan surat keterangan bila terjadi kehilangan, menerima laporan jika terjadi kejahatan dan bila memungkinkan menyelesaikan laporan tersebut, serta emergency services.
Pemecahan masalah adalah upaya polisi dan masyarakat untuk menangani kondisi yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan situasi atau kondisi negatif yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dalam masyarakat. Dan untuk komponen ini (Problem Solving) penerapan Problem-Oriented Policing (POP) bisa menjadi pilihan terbaik. karena Problem-Oriented Policing (POP) mempunyai kerangka yang dapat membantu polisi untuk dapat berfikir dan bertindak secara terstruktur dan sistematis, secara proaktif mengembangkan solusi untuk kondisi yang mendasari langsung dan berkontribusi terhadap masalah keselamatan publik, serta didorong untuk berpikir inovatif.

Changes in the state administration and the government of a country significantly influence the operation of functions within the institutions of state, including the police function as one of the functions of state government. Policing strategies in addressing the crimes that have been used are also experiencing a shift from reactive policing to the Community Policing style to style. Reactive Policing considered to have weaknesses, because in addition can not solve the root problem also cause trauma to the community which resulted in Loosening of police relations with the community.
Community Policing (has three essential components : Community Partnerships, Organizational Transformation and Problem Solving) is considered revolutionary because it offers new resolutions for the social problems that have long existed. Elements that can lift the community policing has also been around a long time. Community Policing is also a global phenomenon and is constantly evolving.
BKPM (Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat/Center for Police and Community Partnership) is one of the practical implementation of Community Policing. Considering because its existence is right in the middle of society, and especially that most of the activities BKPM oriented efforts to bring the community to the police, as well as working with the community in social control.
BKPM an adaptation of policing practices in Japan, known as Koban. Small police posts are composed of 10-15 members of the police, which runs some of the tasks and functions of policing and its presence in the midst of society. The main duties and functions undertaken by BKPM, among others, is to accept and issue certificates in the event of loss, received a report when there is a crime and if possible finish to the report, as well as emergency services.
Problem Solving is a police and community efforts to address the conditions that lead to crime and the situation or condition that can negatively affect the quality of life in society. And for this component (Problem Solving) the application of Problem-Oriented Policing (POP) could be the best option. because Problem-Oriented Policing (POP) has a framework that can help the police to be able to think and act in a structured and systematic, proactively develop solutions for direct and underlying conditions contributing to a public safety issue, and are encouraged to think innovatively."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chopra, Deepak
New York: Harmony Books, 1995
813.54 CHO r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Dirgala
"Penelitian diawali permasalahan meningkatnya jumlah tawuran anak pada periode tahun 2019 s.d. 2021, padahal Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan berbagai pencegahan, sehingga diperlukan predictive policing yang dikembangkan dengan mengedepankan Harkamtibmas. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan tawuran di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan, mengidentifikasi korelasi yang menjadi faktor mempengaruhi pencegahan tawuran kurang efektif, dan mengungkapkan pencegahan kejahatan tawuran anak melalui pelaksanaan predictive policing. Penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif, tipe penelitian studi kasus, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, studi dokumen dan observasi, dan teknik analisis data dengan cara mereduksi, sajian dan verfikasi data. Hasil temuan penelitian diketahui bahwa: Pertama, ditinjau dari teori aktualisasi penyimpangan diketahui bahwa anak melakukan tawuran di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan diawali dari permasalahan individu dan ikutan-ikutan.  Kedua, faktor yang mempengaruhi kurang efektifnya pencegahan tawuran anak dari internal adalah SDM, sarana, anggaran, dan metode sistem kerja, sedangkan dari eksternal adalah kerja sama/kemitraan, motif dan modus pelaku tawuran, masyarakat, geografi dan demografi. Ketiga, pencegahan tawuran anak oleh Polres Metro Jakarta Selatan ditinjau dari teori predictive policing, maka belum sesuai atau tidak optimal dalam memprediksi. Kesimpulan penelitian ini, yaitu: Pertama, tawuran pada tahun 2019 s.d. 2021 menunjukan bahwa pencegahan tawuran oleh Polres Metro Jakarta Selatan tidak terlalu berpengaruh karena terjadi peningkatan setiap tahunnya. Kedua, faktor-faktor yang menyebabkan pencegahan tawuran kurang efektif karena memiliki kelemahan seperti kuantitas SDM, kurangnya kompetensi personil (skill, knowledge, dan attituted), kurang sinergitas internal dengan Satintelam, kuantitas sarana, metode kerja, dan minimnya anggaran. Kendalanya dari eksternal adalah kerja sama dengan Polri, TNI, Pemda, tokoh setempat dan sekolah, motif dan modus pelaku tawuran berkembang, masyarakat fanatik SARA dan gampang terhasut, geografi terlalu luas dan demografi terlalu banyak. Ketiga, pencegahan tawuran anak melalui pelaksanaan predictive policing tidak dilaksanakan secara optimal karena tidak memanfaatkan data karakteristik anak sebagai pelaku tawuran baik itu usia, berapa kali melakukan tawuran, tingkat sekolah, dan nama sekolah. Polres Metro Jakarta Selatan hanya mengandalkan data lokasi dan waktu rawan terjadinya tawuran dan menggunakan beberapa strategi dengan melaksanakan beberapa kegiatan preemtif dan preventif.

The research began with the problem of increasing the number of child fights in the 2019 to 2019 period. 2021, even though the South Jakarta Metro Police have taken various precautions, so predictive policing is needed which is developed by prioritizing Harkamtibmas. The purpose of this study is to describe brawls in the jurisdiction of the South Jakarta Metro Police, identify correlations that are factors that influence brawl prevention to be less effective, and reveal the prevention of child brawl crimes through the implementation of predictive policing. The research uses qualitative research, case study research, data collection techniques using interviews, document studies and observation, and data analysis techniques by reducing, presenting and verifying data. The research findings show that: First, in terms of the actualization theory of deviation, it is known that children commit brawls in the jurisdiction of the South Jakarta Metro Police starting from individual problems and joining them. Second, internal factors that influence the ineffectiveness of preventing child brawls are human resources, facilities, budgets, and work system methods, while externally are cooperation/partnerships, motives and modes of brawlers, society, geography and demography. Third, the prevention of child brawls by the South Jakarta Metro Police in terms of predictive policing theory is not appropriate or optimal in predicting. The conclusions of this study are: First, brawls in 2019 to. The 2021 directive that the prevention of brawls by the South Jakarta Metro Police will not have much effect because there is an increase every year. Second, the factors that make fighting fights less effective because they have weaknesses such as the quantity of human resources, lack of personnel competence (skills, knowledge, and attitudes), lack of internal synergy with Satintelam, quantity of facilities, work methods, and minimal prices. The external constraints are cooperation with the National Police, TNI, local government, local leaders and schools, the motives and modes of brawl actors are growing, the community is fanatic and easily incited, the geography is too broad and the demographics are too many. Third, prevention of child brawls through the implementation of predictive policing is not carried out optimally because it does not take advantage of the characteristics of children as brawlers, be it age, number of times they have brawls, school level, and school name. The South Jakarta Metro Police only relies on data on locations and times when brawls are prone to occur and uses several strategies by carrying out several pre-emptive and preventive activities."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: The Falmer Press, 1996
306.874 MOO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>