Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Onghokham
[place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
305.8 O287 a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
Depok : Komunitas Bambu, 2017
305.895 1 ONG m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mastuti Purwaningsih
"ABSTRAK
Kerusuhan anti Cina banyak terjadi di Indonesia terutama di Jawa sejak masa kolonial. Tindak kekerasan itu memiliki beragam latar belakang, tetapi pada dasarnya hal itu terjadi sebagai akibat kebijakan penjajah dalam mengelola tanah jajahannya. Kerusuhan anti Cina di Tangerang periode 1913-1946 tidak terlepas dari kebijakan tersebut, disamping terjadinya perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia sendiri. Arti penting dari kerusuhan anti Cina di Tangerang tidak hanya bahwa kerusuhan-kerusuhan itu sering terjadi di daerah itu, tetapi juga karena karakter masyarakat dan keberadaan Tangerang sendiri bagi pemerintah penjajah. Fenomena demikian belum banyak dikaji, apalagi terekam dalam sejarah yang bersifat nasional. Studi ini berusaha mencari jawaban atas masalah mengapa muncul peristiwa Tangerang, mengapa Tangerang menjadi daerah yang memunculkan konflik rasial dan bagaimana jalannya kerusuhan Tangerang?
Kerusuhan anti Cina dapat dikategorikan sebagai bentuk aksi kolektif. Aksi kolektif ialah tindakan bersama secara spontan, relatif tidak terorganisasi dan hampir tidak dapat diduga sebelumnya.
Aktivitas penelitian disesuaikan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam metode sejarah. Meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan penyajian. Sumber data berupa arsip, arsip yang diterbitkan, catatan kenangan yang tidak diterbitkan, hasil wawancara, surat kabar, majalah, artikel dan buku.
Kerusuhan anti Cina yang terjadi di Tangerang memiliki pemicu yang berlainan sesuai dengan keadaan ketika kerusuhan itu muncul. Pada dasarnya faktor dendam pribadi pelaku turut mendorong aksi kekerasan rasial itu. Yang jelas kondisi sosial masyarakat menciptakan keadaan yang kondusif untuk munculnya tindak kekerasan rasial tersebut.
Keberadaan Tangerang sebagai wilayah tanah partikelir berdampak pada timbulnya pengaruh dan kekuasaan tuan tanah yang besar terhadap penduduk di wilayah tersebut. Sebaliknya penduduk pribumi selalu dalam kondisi subsisten akibat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebagai realisasi kebijakan pemerintah penjajahan. Pergantian penguasa dari Belanda ke Jepang tidak membawa perubahan ekonomi yang berarti bagi masyarakat pribumi. Justru tekanan dan penderitaan semakin memperparah kehidupan masyarakat pribumi. Di pihak lain orang-orang Cina tetap memegang kendali ekonomi dan berpenghidupan lebih baik, meskipun Jepang tidak sepenuhnya mempercayai kelompok ini. Keberhasilan orang-orang Cina menghindari eksploitasi Jepang menumbuhkan perasaan tidak suka dan kecurigaan pribumi bahwa kelompok etnis ini memihak penguasa penjajah.
Hubungan yang tidak harmonis antara etnis Cina dan pribumi sebagai akibat politik rasialis penjajah menumbuhkan prasangka-prasangka terhadap etnis Cina. Perbedaan kultural etnis Cina pribumi yang disertai kurang intensnya interaksi diantara kedua etnis itu turut memperlebar jarak diantara keduanya_ Kedekatan etnis Cina dengan penjajah menumbuhkan pendapat bahwa mereka juga penjajah. Hal ini dikuatkan dengan kondisi sosial masyarakat yang terjadi selama itu yaitu bahwa etnis Cina memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar khususnya dalam kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan.
Perkembangan politik yang terjadi turut mempengaruhi hubungan tersebut. Kedekatan dengan penjajah, kesejahteraan yang lebih baik dan sikap pasif etnis Cina atas perjuangan kaum pribumi menjadikan pihak pribumi menganggap bahwa etnis Cina adalah bagian dari penjajah. Sehingga ketika terjadi kegoncangan politik maka etnis Cina menjadi sasaran tindak kekerasan kolektif.

ABSTRACT
Disturbance against Chinese occurs in Indonesia especially in Java since colonial era. The cruelty have various back ground, but basically the action happen as an outcome of colonizer policy in organize its colony. Disturbance against Chinese in Tangerang for the period 1913-1946 legible slip from that policy, beside the development of social, economy and politics in Indonesia itself The important interpretation of disturbance against Chinese in Tangerang not only that riots frequently occur in that area, but also because people characteristic and position of Tangerang toward government occupation. Not much research done for this phenomenon let alone recording in national history. This study try to get an answer from the question: why the Tangerang tragedy happens, why Tangerang become the area that arising racial conflict and how Tangerang disturbance goes?
Disturbance against Chinese categorized as collective action. Collective action is actions that done at the same time spontaneously, relatively not organized and almost unpredictable before.
Research activities adjusted by history methods step, including heuristic, criticism, interpretation, and presentation. Source data are archives, published archives, annotation remembrance that not published, interview, newspaper, magazine, article and book.
Disturbance against Chinese that occur in Tangerang has different trigger that variant due by moment when riot arises. Basically personal vicious factor of performer join with the factor, which push the racial violence. People social conditions create the situation that arising racial violence action.
Tangerang existences as private land area have an impact over arising of the big influence and power of Land Lord over the indigenous person in this area. Otherwise indigenous person frequently in the subsistence condition as a result of obligation to colonialized government. Colonialized changes from Netherlands to Japan not make a meaningful differential economic for the indigenous person. On the contrary, stress and suffer abuse existence of indigenous person. On the other hand Chinese still have economic control and have a better life, although Japanese can not fully trust this group. Successful of Chinese avoid Japanese exploitation affecting dislike and suspicion from indigenous person that Chinese support colonialized.
Inharmonic relationship between Chinese and indigenous person as result of colonialized racial politics to cultivate prejudice about Chinese. Cultural differences between Chinese and indigenous person and less interaction between the two ethnics make gap between two ethnics. Proximity Chinese with colonialized to cultivate that they are also colonialized. This matter forced by people social condition that occur along this period that Chinese possess big accession and influence specially in village people economic.
Politics developments have influence to that relationship. Proximity with colonialized, better wealth and Chinese passive action over the struggle of the indigenous person make the indigenous person have the assumption that Chinese are part of colonialized. As moment of uncertain situation happen so Chinese become object of collective violence action."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
Depok: Komunitas Bambu, 2008
305.8 ONG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aggi Tjetje
"ASBTRAK
Cerita yang mengagumkan tentang bangsa Asia di Amerika adalah suatu cerita yang tidak asing lagi. Walaupun jumlah keseluruhan mereka adalah kurang dari 7 juta atau kurang dari 3 7. dari jumlah penduduk, keberhasilan mereka dalam perniagaan, pekerjaan, masyarakat perguruan tinggi, secara luas melampaui jumlah mereka.
Akan tetapi, sementara nilai-nilai mereka sesuai dengan kebajikan Amerika yang seharusnya, mereka telah menderita secara menyedihkan sepanjang 1 1/2 abad lampau, tidak hanya dalam usaha pencarian mereka bagi pengakuan, tetapi bahkan dalam hal untuk semata-semata memperoleh penerimaan sebagai warganegara. Sejarah mereka di Amerika merupakan satu dari kemunafikan orang Amerika berkulit putih (International Herald Tribune, 3 Agustus 1989: 13).
Dari antara orang-orang asal Asia, yang menonjol adalah orang Cina, baik dalam hal jumlah maupun dalam hal permasalahan. Keunikan mereka telah mewarnai sejarah Amerika, baik dalam hal entitas mereka sebagai suatu kelompok eksklusif maupun dalam interaksi dengan kelompok lain, yang menimbulkan berbagai reaksi positif dan negatif silih berganti.
Perantauan imigrasi orang Cina ke Amerika kebanyakan hanyalah salah satu aspek dari eksodus besar-besaran orang Cina sepanjang abad kesembilanbelas. Hal ini disebabkan oleh masalah dalam negeri Cina sendiri dan lebih jauh disebabkan oleh godaan kesempatan yang lebih baik dari Dunia Baru. Malangnya, beberapa kelompok orang kulit putih Amerika menyerang pekerja-pekerja Cina, sedangkan Amerika yang pada awalnya menyambut kedatangan orang Cina, namun kemudian mengambil tindakan untuk membatasi kedatangan buruh-buruh Cina dan pada tahun 1882, secara umum mencegah imigrasi orang Cina dan menghalangi orang Cina menjadi warganegara Amerika.
Meskipun orang Amerika mengagungkan Deklarasi Kemerdekaan mereka sebagai sesuatu yang suci, dan walaupun Deklarasi tersebut menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak-hak alamiah tertentu atau hak-hak yang tidak dapat diasingkan dari dirinya, yang terpenting di antaranya ialah hidup, kebebasan dan mencari kebahagiaan. Sepanjang sejarah, orang Amerika pernah beberapa kali menyimpang atau bahkan mengingkari nilai-nilai suci mereka ini, salah satu contoh dari penyimpangan tersebut adalah diskriminasi rasial yang dilakukan oleh orang Amerika terhadap penduduknya yang orang Cina.
Penelitian ini akan menuniukkan bahwa gerakan diskriminasi anti Cina di Amerika dalam bagian akhir abad kesembilanbelas disebabkan terutama oleh alasan-alasan budaya dan rasial, dengan ekonomi dan politik sebagai faktor pencetus yang menyulut sikap permusuhan.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Suryaningtyas
"Skripsi ini menceritakan tentang kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1971 Walaupun sudah ada yang melakukan tapi tema ini tetap menarik untuk di teliti.Kebijakan Ekonomi baru dikeluarkan setelah peristiwa kerusuhan anti-Cina
pada 13 Mei 1969. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan kerusuhan yang sama tidak akan terjadi lagi di Malaysia. Karena perbedaan ekonomi antara etnis Melayu dan Cina diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya kerusuhan. Sehingga pemerintah Malaysia merasa perlu mengeluarkan Kebijakan yang tujuannya untuk memperbaiki ekonomi masyarakat Malaysia, khusunya ekonomi orang-orang melayu.

This Undergraduate thesis explain the economic policy that was released by the goverment of Malaysia in 1971. Although this theme has been written before but it still interesting to analyze. The Economic Policy was released after the anti-China riot event on May 13 th 1969. This policy expected to solve riot in Malaysia. The indiferent of the economic level between Malayan ethnic and Chinese ethnic is considered as one of the caused of the riot. Therefore, the Goverment of Malaysia thought of need to release the policy which was aimed to improve the economic of Malaysian, especially for the Malayan ethnic."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Achmad Hidayat
"Fokus kajian ini adalah kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17 18 Mei 1963 Kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan tersebut Adapun merode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi empat tahapan yaitu heuristik kritik interpretasi dan historiografi Teori yang digunakan untuk mengetahui faktor determinan dari peristiwa kerusuhan itu adalah teori Colective Behavior dari Neil J Smelser yang menyatakan bahwa suatu perilaku kolektif ditentukan oleh enam determinan penting yaitu structutural conduciveness structural strain growth and spread of generalized belief the precipitating factor mobilization of participant for action dan lack social control Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17 18 Mei 1963 tidak hanya ditentukan oleh faktor kesenjangan sosial tapi ditentukan oleh beberapa faktor determinan sebagaimana dijelaskan dalam teori Neil J Smelser termasuk di dalamnya dukungan jaringan kultural dan ideologi Kemudian dari hasil penelitian disertai ini ditemukan pula mengenai keterlibatan anggota DI NII dalam peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut Selanjutnya peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut oleh masyarakat Garut lebih dikemal dengan sebutan "beset Cina"

The main focus of this study is rasist anti chinese riot in the towns of Garut on May 17 18 1963 This research is aimed at knowing factors causing such a riot happened The method used is a historical method consisting four stages heurestic critic intepretation and historiography The theory used for analyzing the determinant factors of the riot is Neil J Smelser`s collective behaviour confirming that a collective behaviour is constructed by six major determinant elements structural conduciveness structural strain growth and spread of general belief the participating factor mobilization of the participants for action and lack of social control The result of the research shows that the rasist anti chinese riot in the towns of Garut is not only determined by the social gap factor but also by some determinant factors as explained in Neil J Smelse`s theory including the cultural and ideological support Later on the members of DI NII based on the research data got involved in sucu an event in Garut In meanwhile it is known more as Beset Cina for the people of Garut"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Achmad Hidayat
"Fokus kajian ini adalah kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17-18 Mei 1963. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kerusuhan tersebut. Adapun merode yang digunakan adalah metode sejarah, yang meliputi empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Teori yang digunakan untuk mengetahui faktor determinan dari peristiwa kerusuhan itu adalah teori Colective Behavior dari Neil J. Smelser yang menyatakan bahwa suatu perilaku kolektif ditentukan oleh enam determinan penting, yaitu structutural conduciveness, structural strain, growth and spread of generalized belief, the precipitating factor, mobilization of participant for action, dan lack social control.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17-18 Mei 1963 tidak hanya ditentukan oleh faktor kesenjangan sosial, tapi ditentukan oleh beberapa faktor determinan sebagaimana dijelaskan dalam teori Neil J. Smelser, termasuk di dalamnya dukungan jaringan kultural dan ideologi. Kemudian dari hasil penelitian disertai ini ditemukan pula mengenai keterlibatan anggota DI/NII dalam peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut. Selanjutnya, peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut oleh masyarakat Garut lebih dikemal dengan sebutan ?beset Cina?.

The main focus of this study is rasist, anti-chinese riot in the towns of Garut on May 17-18, 1963. This research is aimed at knowing factors causing such a riot happened. The method used is a historical method consisting four stages: heurestic, critic, intepretation, and historiography. The theory used for analyzing the determinant factors of the riot is Neil J. Smelser?s collective behaviour, confirming that a collective behaviour is constructed by six major-determinant elements: structural conduciveness, structural strain, growth and spread of general belief, the participating factor, mobilization of the participants for action, and lack of social control.
The result of the research shows that the rasist, anti-chinese riot in the towns of Garut is not only determined by the social gap factor but also by some determinant factors as explained in Neil J. Smelse?s theory, including the cultural and ideological support. Later on, the members of DI/NII, based on the research data, got involved in sucu an event in Garut. In meanwhile, it is known more as Beset Cina for the people of Garut."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D2090
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Azahro Rahmani
"Rasisme terhadap orang Cina di Prancis bukanlah hal yang baru. Namun, dengan disinyalir penemuan kasus Covid-19 pertama di Cina yang menjalar dan melanda pandemi di seluruh dunia, rasisme terhadap orang Cina di Prancis bertambah dalam bentuk ujaran kebencian secara daring. Hal ini seiring dengan adanya peningkatan tinggi dalam penggunaan media sosial Twitter selama pandemi di Prancis. Artikel ini bertujuan untuk meneliti siapa, mengapa dan bagaimana ujaran kebencian terhadap orang Cina di Prancis berlangsung dalam media sosial Twitter. Dengan metodologi kualitatif, teori Analisis Wacana Kritis dan konsep us versus them oleh Van Dijk, korpus yang diteliti adalah tiga cuitan dari tiga akun yang berbeda dan dipilih atas dasar kandungan kata kunci serta jumlah retweets atau pengulangan dan likes terbanyak. Hasil dari penelitian menemukan bahwa walaupun dilanda krisis kesehatan, ujaran kebencian anti-Cina tahun 2020 tidak didasari oleh masalah kesehatan, melainkan efek samping dari pandemi. Mereka yang menyebar ujaran kebencian adalah akun-akun anonim yang didorong oleh xenophobia dan terganggunya kegiatan yang mereka gemari, khususnya sepak bola. Selain itu, ujaran kebencian juga dilakukan untuk mempertahankan keaslian, keberlangsungan dan hak asasi ingroup masing-masing. Ujaran kebencian tersebut diekspresikan dalam bentuk majas hiperbola, sarkasme, ancaman, serta penggunaan foto reaction meme.

Anti-Chinese racism in France is not a new phenomenon. However, with the emergence of Covid-19 in China, which eventually spread and caused a worldwide pandemic, racism against Chinese people in France has increased rapidly in the form of online hate speech. Such an increase is simultaneous with the spurge in the use of social media Twitter during the 2020 pandemic in France. This article aims to examine who, why and how hate speech against Chinese people in France takes place on Twitter. Using a qualitative research methodology, the theory of Critical Discourse Analysis and the Us versus Them concept by Van Dijk, the corpus used in this paper are three different tweets from three different accounts, and were selected based on keywords and highest number of retweets and likes. The results of the study found that despite the health crisis, hate speech was never really rooted from health-related issues, but rather from the side-effects of the pandemic. Those who spread hate speech were all anonymous accounts, and were driven by xenophobia and the pause of activities which users are passionate about, such as football. Moreover, hate speech is also expressed to maintain the authenticity, continuity and rights of attackers’ respective ingroups. Hate speech online is expressed through the use of hyperboles, sarcasm, threats and the use of reaction meme pictures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Inspirasi, 2002
301 ANT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>