ABTRAK
Nama : Widya Purnama SariProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Analisis Keterlambatan Kenaikan Pangkat bagi Staf Medisdi Departemen Mata RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Tahun2018Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2000 TentangKenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil disebutkan Kenaikan pangkat adalahpenghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipilyang bersangkutan terhadap Negara. Naik pangkat dapat menjadi dorongan kepadaPegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.Karena kenaikan pangkat merupakan penghargaan dan setiap penghargaan memilikinilai apabila kenaikan pangkat diberikan tepat orang dan tepat waktu.Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo merupakanRumah Sakit Pendidikan dimana memiliki tenaga medis subspesialistik yang beragam,memiliki kompetensi dan masa kerja yang cukup lama. Berdasarkan data yang ada padaUnit Sumber Daya Manusia (SDM) Departemen Mata tercatat 14 Dokter SpesialisMata yang berstatus Dodiknis dari 30 Dokter Spesialis Mata yang berstatus PNSsehingga masih terdapat 16 Dokter yang belum melakukan inpassing dan 10 staf medisbelum memiliki jabatan fungsional pendidikan.Diketahui Ketepatan kenaikan pangkat bagi staf medis di Departemen Matadipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang adalah variabel penilaian dirisendiri dengan nilai p=0,015. Dilakukan analisis dengan wawancara mendalam kepadastaf medis dimana diperoleh informasi yang mempegaruhi keterlambatan kenaikanpangkat bagi staf medis yaitu staf tidak mengerti proses inpassing dan belum memilikipublikasi sehingga belum dapat mengurus kenaikan jabatan akademik dosen. Rumitnyaproses administrasi baik kenaikan pangkat ataupun proses inpassing membuat sebagianstaf lebih memilih untuk melakukan pelayanan dibandingkan melakukan penilitian.Kata kunci:Naik pangkat, staf medis, jabatan fungsionalABTRACT
Name : Widya Purnama SariProgram of Study : Hospital Administration StudyTitle : Analysis of Delays in Promotion for Medical Staff inDepartment of Ophthalmologi RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo in 2018In the government regulation of the Republic of Indonesia Number 99 of year2000 concerning the Promotion of Civil Servants mentioned the promotion is an awardgiven for the work performance and dedication of the concerned Civil Servants to theState. Promotion can be a boost to Civil Servants to further improve their workperformance and service. Because promotion is an award and each award has a value ifthe promotion is given to the right person and on time.Cipto Mangunkusumo Hospital is a Teaching Hospital where it has a variety ofsubspecialty medical personnel, has competency and has a long working period. Basedon the data available at the Department of Human Resources (SDM), there were 14Dodiknis Ophthalmologists from 30 Ophthalmologists who were civil servant status sothat there were still 16 Doctors who had not done inpassing and 10 medical staff didnot have functional educational positions.It is known that the accuracy of promotion for medical staff at Department ofOphthalmology is influenced by several factors, one of the factors is the selfassessmentvariable with a value of p = 0.015. An analysis was conducted with in-depthinterviews with medical staff where information was obtained which affected the delayin promotion for medical staff, staff did not understand the inpassing process and didnot have publications so that they could not take care of the increase in academiclecturer positions. The complexity of the administrative process both promotion andinpassing process makes some staff prefer to do service rather than doing researchKeywords: Civil servants, medical staf, fungtional structure"Pendahuluan: Kolaborasi penalaran klinis merupakan salah satu bagian penting dalam kolaborasi interprofesi, yaitu kolaborasi berbagai profesi kesehatan dalam menyusun sebuah kerangka berpikir mengenai masalah pasien dan manajemen tatalaksananya. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan sebagai kerangka pengelolaan masalah kesehatan adalah Integrated Care Pathway (ICP). Salah satu metode pembelajaran dalam program pendidikan interprofesi kesehatan (IPE) tahap lanjut yang diselenggarakan Rumpun Ilmu Kesehatan UI adalah case-based discussion, yaitu diskusi dengan menggunakan kasus pemicu dan kerangka ICP untuk menyusun rencana pengelolaan kesehatan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi proses kolaborasi penalaran klinis dalam diskusi kasus tersebut, menggali berbagai faktor yang memengaruhi proses kolaborasi penalaran klinis, serta pemanfaatan ICP yang digunakan sebagai kerangka pengelolaan masalah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pemilihan responden penelitian dilakukan dengan metode maximun variation sampling pada kelompok interprofesi yang mengikuti program IPE RIK UI. Sebanyak empat observasi diskusi dan empat FGD dilakukan untuk mengeksplorasi proses kolaborasi penalaran klinis dan pemanfaatan kerangka ICP. Empat wawancara mendalam terhadap tutor diskusi dan telaah dokumen terhadap empat kerangka ICP yang telah diisi dilakukan untuk triangulasi data. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi penalaran klinis dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap individu dan tahap kelompok, dengan menerapkan seluruh kompetensi kolaborasi terutama kompetensi terkait peran dan tanggung jawab, serta kerja sama tim. Dalam diskusi kolaborasi penalaran klinis, kerangka ICP dapat digunakan sebagai panduan pengelolaan masalah kesehatan individu, namun kurang optimal digunakan dalam pengelolaan masalah kesehatan komunitas. Proses pembelajaran tersebut didukung oleh beberapa faktor, seperti pengalaman kerja praktik dan kolaborasi, dan usia anggota kelompok interprofesi yang relatif sebaya. Beberapa tantangan pemanfaatan kerangka ICP dalam pembelajaran kolaborasi penalaran klinis antara lain kasus pemicu yang digunakan, prior knowledge mengenai ICP, dominasi profesi dan peran tutor dalam proses diskusi interprofesi. Simpulan: Pembelajaran kolaborasi penalaran klinis dengan menggunakan kerangka ICP bermanfaat utk membantu peserta didik dalam menyusun pengelolaan masalah kesehatan dan meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap berbagai kompetensi kolaborasi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan penggunaan kerangka ICP dalam pembelajaran kolaborasi penalaran klinis diantaranya perbaikan kasus pemicu dan kerangka pengelolaan masalah kesehatan, yang disusun secara komprehensif dengan mempertimbangkan keilmuan dan cakupan kompetensi seluruh profesi kesehatan yang akan terlibat dalam pembelajaran tersebut. Kata kunci: kolaborasi penalaran klinis, pendidikan interprofesi kesehatan, kompetensi kolaborasi, kerangka Integrated Care Pathway, case-based discussion
Introduction: Collaborative clinical reasoning is an important part of interprofessional collaborative practice, in negotiating patients problem and its management. Integrated Care Pathway (ICP) can be used as a framework in developing comprehensive patient care. Interprofessional education program held by Health Science Cluster Universitas Indonesia implemented case-based discussion as one of the learning methods, to discuss a clinical problem within an interprofessional team using ICP framework. This study aims to explore the collaborative clinical reasoning process in undergraduate interprofessional team, and the use of integrated care pathway framework as a guidance in discussing patient problem and its comprehensive management. Method: This research is a qualitative study with phenomenology design. The selection of respondents was conducted using maximum variety sampling method. A total of four observations and four focus group discussions were conducted to explore the collaborative clinical reasoning process using the ICP framework. In-depth interviews with the tutors of the discussions and document analysis were also conducted as triangulation processes. Result: This study shows that the collaborative clinical reasoning was held in two stages, individual and group stages. All of the collaboration competency domains were applied during the interprofessional discussion, especially roles and responsibilities and teams and teamwork. ICP framework could be used as a guidance in collaborative clinical reasoning process to discuss the patients management and discharge plan. The influencing factors were experience in clinical clerkship and previous exposure to IPE, and the similarities of the team members age. This study also shows few challenges in this learning process, including the clinical case used in the discussion, the need of prior knowledge about the framework, domination during the discussion, and the role of tutor. Conclusion: The interprofessional education on collaborative clinical reasoning using ICP framework could help students discussing clinical problem and developing comprehensive and collaborative care plan. To optimize the process of the discussion and the interaction among interprofessional team members, clinical case used in the discussion should be prepared thoroughly and consider the competency and scope of knowledge of all health profession involved in the IPE program.
"