Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shepard, Donalds S.
Geneva: World Health Organization, 2000
338.473621 SHE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitta Yustisia
"Anggaran berbasis kinerja merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang berorientasi pada kinerja, kebijakan ini bertujuan untuk menumbuhkan fleksibilitas pengelolaan anggaran dalam mencapai hasil yang optimal. Dalam hal ini, program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana. Badan Layanan Umum merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah sebagai program dari Anggaran Berbasis Kinerja yang memiliki arti untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat, pelaksanaan anggaran berbasis Badan Layanan Umum berawal dari dibuatnya Rencana Strategis Bisnis yang kemudian diimplementasikan ke dalam Rencana Bisnis dan Anggaran. Pada kebijakan Badan Layanan Umum ini pemerintah memberikan fleksibilitas kepada RSUP Fatmawati dalam mengelola keuangannya, akan tetapi pemerintah memiliki tanggungjawab kepada masyarakat untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat dengan memberikan anggaran kepada RSUP Fatmawati. Anggaran yang diberikan oleh pemerintah hanya 20% dari dana APBN, hal tersebut menuai permasalahan dalam RSUP Fatmawati dan membuat RSUP Fatmawati menarik pendapatan dari jasa pelayanan dan lain-lainnya.

Performance-based budgeting is a policy made by government performanceoriented,this policy aims to foster flexibility in budget management to achieve optimal results. In this case, programs and activities should be directed to achieve the outcomes and outputs specified in the plan. Public Service Board is a policy made by the government as a program of Performance Based Budgeting that has meaning to the intellectual and the welfare of society, the implementation of the Public Service Board based budgeting starts from a Business Strategic Plan made then implemented in the Business Plan and Budget. In the Public Service Board's policy gives the government the flexibility to RSUP Fatmawati in managing its finances, but the government has a responsibility to the public to educate and welfare of the community by providing a budget to RSUP Fatmawati. Budget provided by the government only 20% of the state budget, it is reaping the problems in RSUP Fatmawati interesting and make revenue from services and others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Susi Mariana
"Survey BPS menunjukkan ballwa secara nasional, rata~rata biaya perbulan yang dikeluarkan rumah tangga untuk rawat jalan adalah Rp l5.667,00.- dan propinsi yang memiliki rata-rata biaya rawat jalan perbulan tertinggi adalah DKl Jakarta (Rp36.506,00.-). Sebenarnya biaya-hiaya tersebut dapat dikurangi hila masyarakat memiliki perilaku yang menguntungkan kesehatan dirinya dan keluarganya misalnya dengan menyusui bayinya secara ASI eksidusif srunpai 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan vitamin, Pemerintah menargetkan penggunaan ASI eksklusif menjadi 80% pada tahun 2000 namun keoyataannya data SDKJ menUI1iukkan bahwa pada tahun 2002 terdapat hanya 39~5% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan bayi Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia I ,6 bulan saja. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4-5 bulan hanya 14%. Penelitian yang dilakukan Yayasan HeUen KeUer Intemasional tahun 2002 menunjukkan bahwa persentase Jama pemberian ASI ekslusif di Jakarta selama 4-5 bulan hanya 3%.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi yang bertujuan metlhat gambaran dan perbandingan biaya pemberian AS! eksklusif dan pemberian susu fonnuia pada bayi umur 4 bulan, perbandingan dan perbedaan biaya rawat jalan kedua kelompok tersebut temmsuk. pcrbt:daan frekuensi sakit, lama hari sakit, frekuensi rawat jalan antara kedua kclompok itu dan menghitung penghematan biaya rawar jalanflya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan stud! cross~secOonal, dengan jumlah sampEL minimum masing-masing kelompok adalah 21 orang bayi berumur 4 bulan yang datang ke praktek dokter spesialis anak RB Alvernia RaWlU!Iangun Jakarta Timur bulan Maret April2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemberian ASI eksldusif adalah Rp 2.164.219.- dan rata-rata biaya pemberian susu fonnula Rp 3.558.470.-. Sedangkan rata-rata biaya rawat jalan bayi dengan ASI eksklusif adalah Rp 98.720, dan rata-ratanya pada bayi dengan susu formula adalah Rp 165.857.- (rntio I : 1,7) Perhitungan cost saving adalah selisih antara cost without programe dan cost with programe yang besamya adalah Rp 1.461.388.-. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbadaan bermakna antam kedua biaya rawat jalan ini.
Rata-rata frekuensi sakit dan frekuensi rawat jalan pada bayi ASI eksldusif adalah 0,7 dan susu formula adalah 1,0. Sedangkan rata-rata lama bali sakit pada bayi dengan ASI eksklusif adalah 2 bali, dan susu formula adalab 4 bali. Hasil uji statistik menunjukkun tidak ada perbedaan bermakna frekuensi sakit, frekuensi rawat jalan dan lama hari sakit antara bayi dengan ASI eksklusif dan bayi dengun susu formula 0-4 bulan. Artinya semua perbedaan yang teljadi hanyalah by clumce atau faktor kebetulan belaka dan diduga disebabkan jurniah sampel yang kecil.
Akkirnya disarankan agar penelitian ini dapat diianjutkun oleh peneliti lain untuk menghitung cost benefit ASI eksklusif secara komperhensif baik rawat inap dan mwat jalan, dengan menggunakan opportunity cost yang sebenamya. Juga diharapkun penelitian ianjutan dengan sampel yang lebih besar dan variatif yang mungkin dapat rnenghasilkan uji statistik yang signifikan.

BPS survey shows that nationally, average month expenditure that domestic expend for outpatient is Rp. 15.667 .00.- and province that bas the highest average outpatient expenditure is DKI Jakarta (Rp. 36.506,00.-). Actually those costs could decreased if public has health benefit behavior and their family such as breast: feeding with exclusive ASI to 6 months without foods and other drinks except medication and vitamins, Government 1s targeting exclusive ASI to 80% in 2000 but apparently SDKI data shows that in 2002 there's only 39,5% mother who breastfeeding their children exclusively and averagely Indonesian baby only got exclusive ASI only until 1,6 months. Baby that got exclusive ASI for 4-5 months is only 14%. Research conducted International Hellen Keller Foundation year 2002 shows that exclusive ASI duration percentage in Jakarta for 4-5 months only 3%.
This research is an economical evaluation that aim to see description and equivalent cost of ASI exclusive t,-,}ver and giving formula milk to 4 months baby, equivalence and difference of outpatient cost those two groups include sick frequency difference. sick day duration. outpatient frequency between those two groups and calculating economize outpatient cost. Tills research conducted by using cross sectional study design, with minimal total sample from each groups are 21 babies with 4month ages that come to specialty doctor practice of children at RB Alvernia Rawamangun East Jakarta month March-April 2007.
Research result shows average exclusive ASI cost giver is Rp. 2.164.219 and average formula of milk giver is Rp. 3.558.470. While average outpatient cost of haby with exclusive ASI is Rp. 98.720, and average on baby with formula milk ir.Rp. 165.857 {ratio 1 : J, 7). Cost saving calculation is difference between costs without program and cost with program as much as Rp. l.46L388. Statistical test result shows that there is no significance difference between those two outpatient cost.
Average sick frequency and outpatient frequency on baby with exclusive ASI is 0,7 and formula milk is 1,0. While average sick duration on baby with exclusive ASI is 2 days, and formula milk is 4 days. Statistic test result shows that there is no significance difference of sick frequency~ outpatient frequency and sick duration between baby with exclusive ASI and baby with formula milk 0-4 months. It means all the difference that occurred is only by chance or completely coincidence and estimated cause by minor total samples.
Finally, suggested for other researcher continue this research to determine cost benefit of exclusive ASI comprehensively include inpatient and outpatient with using the real opportunity cost. Suggested too the continues research using a larger samples and more variative. so that maybe statistical test result become significant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Gozali Surono
"Masalah kesehatan yang terjadi secara global saat ini adalah resistensi antimikroba. Resistensi ini menyebabkan meningkatnya mortalitas penyakit, memanjangnya lama hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Salah satu strategi yang diusung untuk menanggulangi resistensi ini adalah dengan menerapkan pola kuman sebagai acuan dalam perumusan panduan penggunaan antibiotika yang rasional. Pola kuman berguna bagi para klinisi untuk membantu memberikan petunjuk dalam pemberian terapi empiris. Pola kuman juga berfungsi untuk menunjukkan tren sensitivitas jenis kuman terhadap suatu jenis antibiotika. Indonesia menunjukkan kepeduliaannya dengan membuat suatu peraturan tentang Program Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA). Rumah sakit Santa Maria merupakan rumah sakit swsata yang sudah menerapkan pola kuman dalam panduan penggunaan antibiotika. Penelitian yang dilakukan terhadap kasus infeks jaringan lunak di RS Santa Maria mendapatkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan jenis kuman yang paling banyak ditemukan di kasus infeksi jaringan lunak dan pada uji sensitivitas antibiotika masih mempunyai derajat sensitivitas yang cukup baik terhadap golongan cephalosporin generasi ketiga. Pola kuman ini juga mendorong para klinisi agar memberi pengobatan sesuai dengan panduan antibiotika yang diberlakukan di RS Santa Maria. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dengan penerapan pola kuman terhadap panduan penggunaan antibiotika, pasien mempunyai outcome sembuh dengan lama hari rawat yang lebih pendek (5.45 hari vs 4.3 hari dengan P<0.001), biaya belanja obat antibiotika berkuurang (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) dan rata-rata total biaya yang lebih efisien (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). Hal ini dikarenakan jumlah penggunaan antibiotika yang berkurang setelah PPRA. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam ere PPRA di RS Santa Maria adalah mengoptimalkan pemakaian penggunaan jenis antibiotika spektrum sempit dan peningkata kualitas pengumpulan data pola kuman dengan teknik yang benar, alat yang menunjang dan sumber daya manusia yang berkompetensi di bidangnya . Beberapa hal yang harus diperhitungkan oleh rumah sakit terkait pola kuman ini adalah manfaat yang didapat haruslah lebih besar nilainya daripada biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan yang harus dikeluarkan baik terhadap pasien, klinisi dan rumah sakit.

Global health issue that is crucial nowadays problems is antimicrobial resistance. This resistance leads to increased disease mortality, extended length of stay and increased cost of treatment. One of the strategies that is carried out to overcome this resistance is to apply antibiogra, patterns as a reference in the formulation for rational use of antibiotics guidelines. Antibiogram patterns are useful for clinicians in giving empirical therapy thorough an educated guess. Antibiogram patterns are also useful to show trends of antibiotic sensitivity againts certain type of germ. Indonesia shows its concern by making a regulation on the Antimicrobial Stewardship (AMS). Santa Maria Hospital, a private hospital has applied antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines. This thesis was conducted on soft tissue infections cases found in Santa Maria Hospital . The result was that Staphylococcus aureus is the most commonly germ found in cases of soft tissue infections and still has a moderate sensitivity to antibiotic such as third generation of cephalosporin. This antibiogram pattern also encourages clinicians to treat patient diagnosed with soft tissue infection based on the antibiotic guidelines that applicable in Santa Maria Hospital. The results of this study found that with the application of antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines, brings benefit such as not only patients were recovered from the infection but also recovery with shorter length of stay (and 5.45 days vs 4.3 days with P<0.001), cost expenses for phharmacy logistic decreased (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) and decreased mean of treatment cost (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). The reason for this to happened is that the amount of antibiotic used to treat pastient is decreased after AMS . Some matter that need to be improved in the AMS program at Santa Maria Hospital is to optimize the use of narrow spectrum antibiotics and to improve the quality of collecting data for antibiogram pattern by improving techniques, supporting tools and competent human resources. Consideration that must be taken into account is that regarding this antibiogram pattern bring benefits for patients, clinicians and hospitals which is more important than the investment costs, operational costs, and maintenance costs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiarsih Pujilaksani
"Peningkatan biaya pelayanan kesehatan merupakan permasalaban yang dihadapi oleh banyak negrua di belaban dunia. Di Indonesia, pada kurun waktu antara tahun 1995 1arnpai dengan tahun 2002, teloh teljadi kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang !rastis. Biaya pelayanan kesehatan indonesia tahun 1995 tercatat 5.8 trilyun dan neningkat menjadi 41 ,8 tri1yun pada tahun 2002. Pengeluaran biaya pelayanan kesehatan li Amerika Serikat pada tahun 2011 nanti diperkirakan meneapai 2.8 trilyun usd, yang berarti naik dari 1.3 trilyun di tahun 2000.
Sehagai respons terhadap biaya pelayanan kesebatan yang terus meningkat, baik pemerintah ataupun perusahaan asuransi besar di berhagai negara mengembangkan berbagai upaya pengendalian biaya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan nengembangkan sistem pembayaran prospektif sebagni altematif sistem pembayaran jasa per pelayanan (JPP).
Di Indonesia sistem pembayaran prospektif telah direrapkan oleh beberapa pihak penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan seperti PT. Jamsostek (persero) yang nenerapkan sistem pembayaran paket per hari (PPH) untuk kasus rawat inap, dan Dinas Cesehatan DKI Jakarta yang menerapkan sistem pemhayaran paket per diagnosis yang lisebut sebagai paket pelayanan kesebatan esensial (PPE).
Hasil yang diharapkan dari penerapan sistem pembayaran di atas adaloh biaya kasebatan menjadi lehih efisien ibandingkan dengan sistem JPP. Apakah sistem pembayaran tersebut efektif dalam 1engendalikan biaya rawat inap dibandingkan dengan sistem JPP l belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Rancangan penelitian ini ada.iah penelitian survey yang analisisnya dilakukan ecara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa basil penelusuran okurnen rumah sakil. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya illltuk kasus demam tphoid (tilus) dan demam berdarah denue (DBD) di kelas Ill RS X tahun 2005. Sampel enelitian adalah semua kasus tifus dan DBD yang dirawat di ke!as Ill yang tidak 1empunyai penyulit atau penyakit penyerta.
Penelitian ini melibatkan 437 kasus, yang terdiri dari 379 kasus DBD dan 54 asus tifus. Dari 437 kasus, ada sejumlah 298 merupakan jaminan Dinkes DKI, 92 kasus uninan PT. Jamsostek dan sisanya merupakan jaminan asuransi kesehatan atau erusahaan lain yang menerapkan sistem pembayaran JPP. Berdasarkan basil analisis cara univariat dan bivariat, didapatkan bahwa secara statistik ditemukan perbedaan ang signifikan antara lain hari rawat kasus DBD, pada kelompuk kasus yang dijumlah dengan sistem paket per hari dengan JPP. Berdasarkan hasil uji t independen antara kelompok sistem paket per diagnosis (PPE) dengan JPP, diperoleh basil adanya erbedaan yang signi:fikan antara rata-rata biaya rawat inap kelompok sistem PPE dengan PP. Hal ini berarti bahwa secara statistik terbukti sistem PPE yang diterapkan oleh tinkes DKI efektif untuk mengendalikan biaya rawat inap pada kasus tifus
Disarankan bagi universitas untuk beketjasama dengan organisasi profesi asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup penelitian yang iperluas~ sebagai dasar pengembangan sistem pembayaran prospektif di Indonesia. Kepada Dinkes DKI Jakarta, disarankan agar seluruh tagihan rumah sakit dapat didokumentasikan secara lengkap dalam sistem data base sehingga dapat dimanfaatkan ntuk evaluas dan merubuat standar obat seperti yang dilaknkan oleh PT. Jamsostek sebagai tambahan usaha pengendalian biaya selain penerapan sistem pembayaran paket or diagnosis. Kepeda PT Iamsostek disarankan dapat meruperluas cakupan pelayanan kehatan dalam paket per hari, sehingga dapat lebih efektif. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretta Ria Netty
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh inflasi, harga emas dan minyak dunia, kurs Dolar Amerika terhadap composite index Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina pada periode Juli 2007 sampai Juni 2012. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode statistik. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi harga minyak dan emas dunia, composite index, inflasi, dan kurs Dolar Amerika dari Indonesia Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Metode estimasi yang digunakan adalah estimasi OLS dan model regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi memiliki pengaruh signifikan pada composite index Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sedangkan pada composite index Filipina, pengaruh inflasi tidak signifikan. Di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina, inflasi berbanding terbalik terhadap perubahan composite index. Harga emas dunia memiliki pengaruh yang signifikan pada composite index kelima negara yang diamati. Di Indonesia, Thailand, dan Filipina, harga emas berbanding terbalik dengan perubahan composite index masing-masing negara. Harga minyak dunia dan kurs terhadap Dollar Amerika tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap composite index kelima negara yang diamati. Harga minyak dunia berbanding lurus dengan composite index kelima negara yang diamati, sedangkan kurs Dollar Amerika berbanding terbalik.

The focus of this study is analyzing influences of inflation, world oil and gold price, US Dollar exchange rate to composite index Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Philippine (Period July 2007 – June 2012). This is a quantitative study that used statistical methods. Sample used in this study consist of world oil and gold price, composite index, inflation, and US Dollar exchange rate of Indonesia Malaysia, Singapore, Thailand, and Philippine. Estimation method used are OLS estimation and multiple regression method. There are several results of this study. Inflation has significant influence in composite index Indonesia, Malaysia, Singapore, and Thailand. On the other hand, inflation do not influence Philippine composite index significantly. In Indonesia, Malaysia, Singapore and Philippine, inflation have negative relationship to composite index. World gold price has significant influence to composite index five countries. In Indonesia, Thailand, and Philippine, gold price has negative relationship with composite index each country. World oil price and US Dollar exchange rate do not have significant influence to composite index five countries. World oil price has positive relationship to composite index five countries, while US Dollar has negative relationship to composite index each countries.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Nurcahyawati
"Penyesuaian tarif adalah merupakan salah satu upaya untuk memobilisasi dana masyarakat agar secara bertahap dapat melepaskan diri dari ketergantungan terhadap subsidi pemerintah. Penyesuaian tarif juga didasarkan atas beberapa pertimbangan yang melandasi upaya cost recovery.
Menurut Ascobat Gani (1997) masalah pokok dalam penyesuaian tarif adalah tidak tersedianya informasi tentang berapa sebetulnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah persatu satuan pelayanan (unit cost) dan berapa sebetulnya kemampuan membayar masyarakat (ATP).
Rumah Sakit Umum Daerah Besemah Pagaralam Sumatera Selatan telah satu tahun berubah statusnya dari Puskesmas Rawat Inap. Atas dasar pertimbangan ini Pemerintah Kota Pagaralam berdasarkan Keputusan Walikota Pagaralam No. 03 Tahun 2001 menetapkan tarif pelayanan kesehatan di rumah sakit ini sebesar Rp. 2.000,- untuk rawat jalan dan Rp.16.000,- per malam untuk rawat inap. Tarif tersebut ditetapkan dengan melihat tarif rumah sakit terdekat dan tidak didasarkan atas biaya satuan yang sesungguhnya dikeluarkan rumah sakit untuk rnemberikan pelayanan.
Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya satuan di unit produksi poli umum dan rawat inap yang dipakai sebagai kebijakan untuk penyesuaian tarif di Rumah Sakit Umum Daerah Besemah Pagaralam Sumatera Selatan pada tahun 2002. Tujuan khusus penelitian adalah diperolehnya gambaran total pendapatan, total biaya, biaya satuan baik biaya satuan aktual maupun normatif, diketahuinya utilisasi dan kapasitas produksi dan diperolehnya gambaran kemampuan pemulihan biaya atau besarnya tingkat cost recovery rate serta diketahuinya besarnya usulan tarif yang disesuaikan dengan biaya satuan dan cost recovery rate di unit produksi poli umum dan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Besemah Pagaralam tahun 2002.
Desain Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif. Dalam menghitung biaya satuan terlebih dahulu dilakukan pendistribusian biaya dengan menggunakan metode double distribution (metode distribusi Banda). Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Rumah Sakit Umum Daerah Besemah Pagaralam periode bulan Januari - Desember 2002. Pengumpulan data menggunakan alat pengumpul data berupa formulir yang telah disiapkan.
Hasil penelitian menunjukan total pendapatan RSUD Besemah Pagaralam pada tahun 2002 adalah sebesar Rp 882.034.388,-, total biaya di RSUD Besemah Pagaralam Rp 1.320.747.861,-. Biaya Satuan Aktual unit poll umum Rp 19.779 dan unit rawat inap Rp 254.861,- . Biaya Satuan Aktual Tanpa AIC dan Gaji Unit poli umum Rp 7,279,-dan unit rawat inap Rp 73.681,-. Biaya Satuan Normatif Unit poli umum Rp 13.044,-, dan unit rawat inap Rp 121327,﷓
Utilisasi fasilitas rumah sakit masih berada di bawah kapasitas produksinya dimana untuk unit poli umum tingkat utilisasi baru 46,08% dari kapasitasnya dan rawat inap 33,56%. Gambaran kemampuan pemulihan biaya atau besarnya tingkat cost recovery rate RSUD Besemah Pagaralam adalah sebagai berikut CRR1 (Pendapatan total unit/biaya total unit) unit poli umum 29,4%, rawat inap 15,8%. CRR2 (Pendapatan total unit/biaya total unit tanpa AIC) unit poli umum 30,8%, rawat inap 18,0%. CRR3 (Pendapatan total unit/biaya total unit tanpa gaji) unit poli umum 71,5°/0, rawat inap 38,2%). CRR4 ( Pendapatan total unitlbiaya total unit tanpa gaji dan AIC) unit poli umum 80,2%, rawat inap 54,5%. Total CRR rumah sakit 66,8%.
Tarif yang diusulkan adalah berdasarkan biaya satuan aktual tanpa gaji dan AIC dan CRR4 yaitu kondisi sekarang dimana gaji dan AIC masih di subsidi pemerintah. Pertimbangannya adalah bahwa pendapatan dari tarif dapat menutupi biaya satuan yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan (CRR 100%). Dengan pertimbangan tersebut, maka tarif poli umum menjadi menjadi Rp 7.500,-, unit rawat inap tarif dinaikkan menjadi Rp 76.500,-.
Saran yang disampaikan adalah perlunya dilakukan penyesuaian tarif, perlu ditingkatkan kegiatan pemeliharaan dan perawatan sarana, perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan utilisasi, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk unit-unit produksi lain yang ada di rumah sakit.

Tariff reform is one of the effective ways to mobilize the flow of public fund in order to decrease gradually, the dependency on governmental subsidy. Tariff reform is also based on some considerations those rule the expedient of cost recovery.
According to Ascobat Gani (1997) the main problem in tariff reform is the lack of information about the real cost paid by the government for each service unit (unit cost), and the real ability to pay (ATP) of the public.
The public hospital of Besemah Pagaralam district, province of South Sumatra, has changed its status from the former inpatient-public health center (Puskesmas rawat inap), since a year ago. Based on this consideration, the government of Pagaralam city decided in the Resolution of Major of Pagaralam city no. 03 year 2001, about the medical tariff of the hospital, i.e., Rp. 2,000 for outpatient and Rp. 16,000 for inpatient. However, this tariff was decided by merely referring those adopted by the surrounding hospitals and not based on its real unit cost spent by the hospital in giving medical service.
The present research is generally purposed to understand the unit cost spent by the production unit of policlinic and the inpatient unit that used as the standard in doing tariff reform in the public hospital of Besemah Pagaralam district province of South Sumatra in year 2002. The particular purpose of this research is to obtain the detailed informations of total income, expenditure, and the actual as well as the normative unit costs, to know the utilization and capacity of production unit and to obtain the detail of ability of cost recovery rate, and finally, to estimate the recommendation tariff which meets the unit cost and the cost recovery rate in the production unit of policlinic and the inpatient unit of the public hospital of Besemah Pagaralam district in year 2002.
The present research is designed following a descriptive method In the calculation of unit cost, all the expenditures were distributed by using the double distribution method. The data used in the present research is the secondary one taken by the public hospital of Besemah Pagaralam district within the period of month January-December 2002. The data collection was done, by using a certain form prepared previously.
From the result of research it is known that the total income of the public hospital of Besemah. Pagaralam district during year 2002 was Rp. 882,034,388, while the total expenditure was Rp. 1,320,747,861. The actual unit cost of the policlinic was Rp. 19,779 and for the inpatient unit was Rp. 254,861. The actual unit cost without AIC and unit salary was Rp. 7,279 for the policlinic, and Rp. 73,681 for inpatient unit. The normative unit cost of the policlinic was Rp. 13,044, and for the inpatient unit was Rp. 122,327.
The utilization of the facility in the public hospital is not performed optimally as its production capacity, where for the unit of policlinic 46.08% of its capacity while the inpatient unit 33.56%.
The estimation of cost recovery rate of the public hospital of Besemah Pagaralam district is shown as follows. CRR1 (total unit income/ total unit expenditure): unit policlinic 29.4%. inpatient unit 15.8%. CRR2 (total unit income/ total unit expenditure without AIC): unit policlinic 30.8%, inpatient unit 18M%. CRR3 (total unit income/total unit expenditure without salary) unit policlinic 71,5%, inpatient unit 38,2%. CRR4 (total unit income! total unit expenditure without AIC and salary): unit policlinic 80.2%, inpatient unit 54.5%.
The recommended tariff is due to actual unit cost without AIC and unit salary and CRR4, i.e., as the current condition where the salary and AIC are still subsidized by the government. The reason is that the income got from the tariff can cover all the unit cost spent for giving medical service (CRR 100%). Accordingly, the tariff of policlinic should be increased to be Rp. 7.500, and for the inpatient unit to be Rp. 76.500.
The result of current research suggests that it is necessary to take a tariff reform, to improve the frequency of looking after and maintenance of the facility, to improve the registration and report system, to increase the activities of the utilization, and to do further research upon the rest of production units in the hospital.
References : 24 (1979 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Wirawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi biaya satuan layanan rawat jalan
Diabetes Melitus Tipe II agar Manajemen Rumah Sakit dapat menentukan upaya
efisiensi kedepannya dalam rangka menutup kesenjangan antara tarif Rumah Sakit
dengan tarif INA CBG's. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara
mendalam, observasi serta telaah dokumen terkait penelitian. Informan dalam penelitian
adalah Kepala Bagian Keuangan, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Kepala Unit Rawat
Jalan serta Petugas Bagian Farmasi. Total biaya Rajal DM sebesar Rp 369.573.586,-
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar unit cost untuk Rajal DM Tipe II adalah
sebesar Rp 251.069,- dimana tarif INA CBGs untuk Rajal DM Tipe II hanya sebesar Rp
192.100,- yang berarti terdapat kesenjangan sebesar Rp 58.969,- . Efisiensi untuk
menekan biaya tidak tetap dan mengurangi variasi pemberian obat serta pemeriksaan
laboratorium Diabetes Melitus Tipe II dengan membuat clinical pathway Diabetes
Melitus Tipe II. Untuk mengurangi beban biaya tetap, tindakan efisiensi yang dapat
dilakukan adalah menaikkan angka kunjungan pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan
menyediakan dokter spesialis tetap untuk penyakit dalam agar pelayanan untuk pasien
dapat maksimal serta kunjungan dapat meningkat.

ABSTRACT
This study aims to determine the unit cost position of Diabetes Mellitus Type II
outpatient services so that Hospital Management can determine future efficiency efforts
in order to close the gap between Hospital rates and INA CBG rates. Using qualitative
research methods with in-depth interviews, observation and study of research related
documents. Informants in the study were the Head of Finance, Internal Medicine
Specialist, Head of the Outpatient Unit and the Pharmacy Section Officer. The total cost
of DM Type II outpatient is Rp 369.573.586,- the calculation results show that the unit
cost for DM Type II outpatient is Rp 251.069,- where the INA CBGs rate for DM Type
II outpatient is only Rp 192.100,- there's still a gap about Rp 58.969,-. Efficiency to
reduce variable costs and reduce variation of diabetes mellitus's drugs and laboratory
examinations by creating a clinical pathway for diabetes mellitus type II. To reduce the
high fixed costs, efficiency that can be taken are to increase the number of visits of
diabetes mellitus type II patients by providing full timer specialists for internal medicine
so that service for patients can be maximized and the number of visits can be increased."
2019
T54975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paruntu, Svetlana
"Inovasi dibidang radiologi diagnostik yang pesat, meningkatkan inflasi dibidang kesehatan dan merupakan pengeluaran kesehatan yang tercepat, meningkat dua kali dibandingkan pengeluaran untuk obat-obatan maupun biaya kesehatan secara keseluruhan, sehingga perlu pengendalian biaya. Hal tersebut telah membuka pikiran pihak managemen rumah sakit, bahwa pelayanan radiologi merupakan profit centers yang sering terlupakan.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pelaksanaan cost awareness dan cost monitoring di sub departemen radiologi Rumkital Dr. Mintohardjo, sehingga terciptanya suatu efisiensi biaya pelayanan thoraks AP/PA foto., dengan membandingkan unit cost normatif dan unit cost aktualnya.
Hasil penelitian cost awareness di sub departemen radiologi, pada umumnya para radiografer memiliki pengetahuan yang cukup akan biaya-biaya di sub departemen radiologi. Tetapi kesadaran akan biaya dari para petugas radiographer saat ini belum direfleksikan dalam tingkah laku sehari-hari untuk penghematan. Pelaksanaan pemantauan biaya (cost monitoring) di sub departemen radiologi Rumkital Dr. Mintohardjo masih jauh dari yang diharapkan. Efisiensi di sub departemen radiologi Rumkital Dr. Mintohardjo belum terlaksana.
Dari penelitian ini, managemen rumah sakit perlu mengadakan program edukasi kepada seluruh stafnya tentang cost/biaya material-material di rumah sakit. dimulai dengan memperbaiki system administrasi dan pelaporan di sub departemen radiologi yang sesuai dengan SOP. Kemudian, perhitungan biaya satuan untuk layanan radiologi lainnya untuk mengurangi kerugian rumah sakit.

Innovations in diagnostic radiology have led to advances in the field of medicine, while at the same time contributing to a high rate of medical inflation and increasing at twice the rate of prescription drugs and overall health care spending, so cost containment is needed. These has opened the eyes of the hospital management, that radiology services are a profit centers that are often forgotten, even when the use of medical material (x-ray film) in the sub-department radiology of rumkital Dr. Mintohardjo is more than the number of patients.
This is an observational study with a qualitative approach, using primary data from in-depth interviews with stakeholders and secondary data, and then analyzed to see the cost of efficiency. The purpose of this study was to analyze the implementation of cost awareness and cost monitoring in the sub department of radiology Dr. Mintohardjo Navy Hospital, thus creating cost efficiency on thoracic AP / PA photos service, by comparing the normative unit cost and actual unit cost.
In general, knowledge of costs among the radiographer in the sub department radiology, is sufficient. They are aware of the importance of knowledge of cost, but the cost awareness of radiographer are not reflected in everyday behavior for saving. While the cost monitoring in the sub department radiology of Rumkital Dr. Mintohardjo still far from expected.
The conclusion of the research, that efficiency in the sub department radiology of rumkital Dr. Mintohardjo has not achieved. Based on the the result of this study, researcher suggest the management of hospital to conduct an educational programs for all staff about the cost / charge of materials in hospital. By starting with improving the administration and reporting system in the sub department radiology in accordance with the SOP. Then, make a cost analisys to determine the unit costs for other radiology services, to reduce hospitals losses.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31296
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Jeremy T.
"Latar Belakang: Durasi pengobatan untuk cedera uretra rata-rata memakan waktu 3-6 minggu, durasi pengelolaan yang lebih lama ini memengaruhi biaya prosedur. Kami bermaksud untuk membandingkan analisis efektivitas biaya dan rata-rata biaya pengobatan untuk cedera uretra, khususnya untuk total gangguan cedera uretra di Rumah Sakit Umum H Adam Malik dengan studi lainnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Adam Malik antara tahun 2014 dan 2019. Kami mencakup setiap prosedur Reseksi dan Anastomosis Uretra. Biaya dihitung dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), dan kemudian data dibandingkan dengan data dari negara-negara lain.
Hasil: Sebanyak 18 reseksi anastomosis uretra antara tahun 2014-2019 dimasukkan dalam penelitian ini. Rata-rata biaya total adalah Rp21.850.856, dengan biaya total minimum sebesar Rp8.407.624, dan biaya total maksimum sebesar Rp74.432.827. Biaya tersebut dibagi oleh BPJS menjadi tiga tingkat: tingkat 3 (terendah), tingkat 2, dan tingkat 1 (tertinggi). Namun, program ini hanya mencakup rentang 9.567.700 IDR hingga 21.170.500 IDR, yang menyebabkan disparitas yang signifikan. Disparitas ini telah mengakibatkan rumah sakit di seluruh Indonesia harus membatasi jumlah layanan urologi yang dapat mereka berikan. Sebagai perbandingan, biaya total rata-rata prosedur reseksi dan anastomosis uretra dari beberapa studi di Amerika Serikat menunjukkan biaya minimal sebesar Rp120.167.068,45, hingga Rp242.624.550,80.
Kesimpulan: Disparitas antara biaya yang dikembalikan oleh BPJS dan biaya aktual yang ditanggung oleh rumah sakit untuk prosedur reseksi dan anastomosis uretra mengakibatkan kerugian keuangan bagi rumah sakit. Akibatnya, prosedur-prosedur ini tidak dapat dilakukan secara rutin.

Background: Treatment duration for urethral trauma took on average 3-6 weeks, this extended management duration affects the cost to the procedure. We thought to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment in urethral injury specially for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital with other studies.
Background: The average duration of treatment for urethral trauma is 3-6 weeks. This extended management duration affects the cost of the procedure. We aim to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment for urethral injury, specifically for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital, with other studies.
Methods: This study was conducted at Adam Malik General Hospital between 2014 and 2019. We included every Urethral Resection and Anastomosis procedure. The Cost was calculated from The Department of Social Security, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), and then the data compare with data from other countries
Result: A total of 18 urethral anastomosis resection between 2014-2019 were included in this study. The mean total cost was Rp21,850,856, with a minimum total cost of Rp8,407,624, and a maximum total cost of Rp74,432,827. The cost was stratified by BPJS into three level from levels: level 3 (lowest), level 2, and level 1 (highest). However, the program only covered a range of 9,567,700 IDR to 21,170,500 IDR, leading to a significant disparity. This disparity has resulted in hospitals across Indonesia having to limit the number of urological services they can provide. In contrast, the mean total urethral resection and anastomosis procedure cost from several studies in USA shows a minimal cost of Rp120,167,068.45, to Rp242,624,550.80.
Conclusion: The disparity between the cost reimbursed by BPJS and the actual cost incurred by the hospital for urethral resection and anastomosis procedures results in financial losses to the hospital. As a result, these procedures cannot be performed routinely.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>