Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: BUTKSI, 1973
301.35 BAD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Laksmini
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin Lay
"Tingkat perkembangan desa sehubungan dengan letak desa terhadap pusat fasilitas kota. Suatu pene1itian pada 18 desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Dibawah bimbingan Dr I Made Sandy sebagai Ketua dan Drs Djoko Harmantyo sebagai Anggota). Pembahasan mengenai perkembangan desa dalam tulisan ini meliputi dua kurun waktu, yaitu tahun 1969 sampai tahun 1979. Materi yang dibahas meliputi : Kependudukan yang terdiri dara jumlah penduduk, mata pencaharian serta tingkat pendidikan, penggunaan tanah dan perekonomian yang terdiri dari out put desa dan income per kapita. Perkembangan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan Yang terjadi dalam hal Kependudukan, penggunaan tanah dan perekonomian penduduk tiap-tiap desa yang diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran nyata tentang pengaruh letak desa terhadap tingkat perkembangan desa, pada ke 13 desa yang diteliti di Kabuaten Bogor, Jawa Barat. Adepun masalah yang dibahas adalah : Bagaimana tingkat perkembangan desa - di Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama Pelita I dan Pelita II Eagaimana faktor 1etak desa terhadap pusat fasilitas kota mempengaruhi tingkat perkembangan desa?. pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, pada instansi-instansi pemerintah yang berhubungan dan pengukuran-pengukuran pada peta. lietode yang digunakan ialah metode analisa Geografi yaitu dimulai darl masalah, pengumpulan data, penyaringan data, renggolongan data dan di1anjutkn dengan korelasi antara letak desa dengan tingkat perkembangan desa. Kesimpulan yang didanat yaitu :bahwa letak desa terhadap pusat fasilitas kota berpengaruh terhadap tingkat rerkembangan desa."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinanda Ultari
"Undang-Undang tentang Desa menekankan bahwa pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan ekonomi pedesaan hingga saat ini tetap menjadi bagian penting, sekaligus menjadi tantangan dalam upaya mencapai kemandirian ekonomi desa. Adanya kebijakan dana desa menjadi stimulus bagi desa untuk membentuk kelembagaan lokal berbentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dapat menopang perekonomian masyarakat desa. Kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan cerminan dari perekonomian masyarakat desa yang berbasis kebutuhan dan keinginan serta potensi desa. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris peran keberadaan BUMDes terhadap tingkat pembangunan desa yang dihitung melalui dari nilai Indeks Desa Membangun (IDM). Pengukuran pembangunan desa melalui IDM bersifat multidimensi mencakup dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Penelitian menggunakan data level seluruh desa di Indonesia dengan rentang tahun 2018 hingga tahun 2020. Pendekatan analisis ekonometrika yang digunakan adalah regresi data panel dengan fixed effect model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan BUMDes memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat pembangunan desa dimana rata-rata nilai IDM desa-desa yang memiliki BUMDes lebih tinggi dibandingkan desa-desa yang tidak memiliki BUMDes. Keberadaan BUMDes juga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap nilai Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Lingkungan. Keberadaan BUMDes yang memiliki bidang usaha ekonomi dan lingkungan berkorelasi positif dan signifikan terhadap nilai IDM. Hasil estimasi setiap pulau menunjukkan bahwa keberadaan BUMDes memiliki korelasi yang positif terhadap nilai IDM. Meskipun terdapat korelasi yang positif dan signifikan secara statistik, besaran koefisien regresi keberadaan BUMDes masih memiliki keterbatasan dampak secara ekonomi.

The Village Law emphasizes the empowerment of the village community to develop the community's independence and well-being. Rural economic institutions are still an essential part of and a challenge to achieving village economic independence. The existence of a village fund policy is a stimulus for villages to form local institutions in the form of village-owned enterprises (BUMDes) that can support the economies of rural communities. Village-owned enterprises (BUMDes) reflect the village community's economy based on the village’s needs, desires, and potential. This study aims to find empirical evidence of the role of BUMDes in village development, calculated through the Village Building Index (IDM) value. The measurement of village development through IDM is multidimensional, including social, economic, and environmental dimensions. The research uses data at the level of all villages in Indonesia from 2018 to 2020. The econometric analysis approach is panel data regression with a fixed effect model. The results showed that the existence of BUMDes has a positive and significant relationship to the level of village development, with the average IDM value of villages with BUMDes being higher than villages without BUMDes. The existence of BUMDes also has a positive and significant relationship with the value of the Social Resilience Index, Economic Resilience Index, and Environmental Resilience Index. The existence of BUMDes, which has an economic business and an environmental sector, contributes more to the increase in IDM value. The estimation results for each island show that the existence of BUMDes has a positive correlation to the IDM value. Although there is a positive and statistically significant correlation, the magnitude of the regression coefficient indicates that the existence of BUMDes still has limited impact economically."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Forum Pembaruan Desa, 2003
307.762 JAL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Salavia
"ABSTRAK
Biro FLtsat Statistik dan Badan Ferencanaan Pembanqunan Nasional sebaqai instansi yang berenang menetapkan lokasi desa tertingcal teiah menetapkan baha Kabupaten Lebak ada lah yang terbanyak desa tertinggalnya untuk propinsi. Jawa }3arat Di. kabupaten Lebak itu send in q Kearnatan Maja merupakan yang tenbanyak desa tertingcialnya untuk tingkat
kecama tan
Sehubungan dengan itu penelitian mi akan membahas status desa ten tingga 1 tensebut herdasankan pendeka tan sembi lan bahan pokok yang merupakan kebutuhan hidup minimum penduduk yang dinyatakan da lam rupiah perkapita per tahun (disebut Bar is Kerniskinan) Se lain itu akan didesknipsikan keadaan penggunaan tanah dan kependudukari di desa-des4 tertinqgal tersebut
Masalah yang dibahas dalam penelitian mi adalah 1 Bagaimana Status desa-desa di Kecamatan Ma ja Kabupaten
Lebak berdasarkan pendekatan sembilan bahan pokok 7 2. Bagaimana Fenqgunaan tanah dan kependudLtkan di desa-desa
tersebut 7
M e to d e P e n e litia n yang digunakan adalah metode deskriptif dengan ban than peta dan tabel
DariBasil Penelitiandapatdiketahuibaha 1 Status desa-desa di Kecamatan MaJa Kabupaten Lebak adalah
miskin kecuali desa Sekanangi berstatus miskin sekali 2 Jenis penggunaan tanah di desa yang berstatus miskin
pensen tase ter luasnya ada lah kebun camptran Untuk kependudukan baik di desa yang berstatus miskin atau misl
yang
tanqqunan yang tinggi 5tingkat tekanan penduduk tinggi,
peridapatan per kapita rendah dan pengguflaafl tanah hu tan merupakan Jan is penggunaari tanah tar luas di desa tersebut Selain itu di desa ini terdapat persentase
penduduk berurnur di bawah 14 tahun yang sanat besar.

"
1995
S33530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Village as "self governing Society: has to be existed as local government community with its uniqueness based on its origin and customs and traditions. As a community based on customs and traditions with its traditional characteristic, institutions which are at village cannot able to move dynamically in order to push the village to be more modern and self sustainable. The village is in a dilemmatic position between demand of a dynamic change of government and its traditional position. In one hand there are pressure and demand so that the village possess accelaration's ability and responsive to the demand of government change to be more modern and self sustainable, in other hand the village is a enslaved by its own disability, both in human and financial resources aspect, in order to response those demand and dynamic change. Finally the village in thta static condition is disposed to be left behind in every change. By strengthening the institutions which are in the village, it can be expected that the static condition can be changed toward a more dynamic ad self sustainable movement without leaving behind the especial characteristic of the village as traditional community with its own origin."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Abdul Rahman
"Desa merupakan suatu entitas budaya yang telah ada sejak dahulu jauh sebelum datangnya penjelajah eropa dan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Desa sebagai entitas budaya telah memiliki hukum adat, sistem pemerintahan desa dan berbagai perangkatnya. Seiring dengan pergantian pemerintahan silih berganti maka secara hukum desa berubah menyesuaikan terhadap berbagai kebijakan tentang pemerintahan desa tersebut. Desa yang pada mulanya merupakan desa adat dengan sistem pemerintahan desa adat dan kelembagaannya berubah menjadi desa dengan otonomi dan status hukum yang diakui oleh pemerintah. Perubahan selanjutnya mengarah menjadi desa administrasi yang mengarahkan desa agar menjadi desa yang efektif dan efisien untuk menunjang program dan perintah dari pemerintah pusat. Pergantian pemerintah berlanjut berubah menjadi desa dengan sistem pemerintahan campuran antara desa adat (self governing community) dan desa administrasi (local self government). Perubahan tersebut sesungguhnya telah merubah desa adat yang semula asli menjadi desa-desa yang sesuai dengan kebijakan pemerintah yang pada akhirnya mengarah pada upaya melakukan modernisasi administrasi pemerintahan desa.

The village is a cultural entity that has been around since long ago long before the arrival of European explorers and Netherlands East Indies colonial Government. The village as a cultural entity has had the customary law system of Government, and various device village. Along with the turn of the successive Government then legally changed adapting to various village policy of the Government of the village. The village was originally a village of indigenous governance systems and customary village, turn into a village with autonomy and legal status recognized by the Government. Further changes lead to the direct administration of the village to support effective and efficient programs and commands from the Central Government. The turn of the Government continued to turn out to be a village with a mixed system of Government between village customs (self governing community) and the village administration (local self government). These changes really has changed the original village was originally a custom villages in accordance with government policy that ultimately led to the effort of doing the modernization of public administration of the village."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30153
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Tumpal P.
"Otonomi Masyarakat desa sebagai jalan tengah bagi kebuntuan perdebatan antara otonomi asli dimaknai sebagai otonomi adat dan otonomi yang diberikan. Otonomi masyarakat desa berarti masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur desa bukan pemerintahan desa.
Setelah lebih dari 3 tahun pelaksanaan UU No 22 tahun 1999, otonomi masyarakat desa belum terwujud. Hal ini berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu 1) faktor internal meliputi kandungan kapital manusia, fisik, ekonomi dan sosial yang tersedia dalam sistem serta 2) faktor eksternal yaitu pengaturan birokrat diaras desa.
Sebagai panduan penentuan arah studi peneliti merumuskan 3 hipotesis kerja pertama, intervensi birokrat diaras desa sangat tinggi. Kedua, kapital yang dimiliki Pemerintahan Desa lebih tinggi dibandingkan kapital Civil Society dan Pelaku Ekonomi dan Ketiga distribusi Kapital ke dalam governance desa bersifat elitis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil desa Hegarmanah dan Cikeruh, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang sebagai lokasi dimana kasus dipelajari. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi jenis, bentuk dan pola pengaturan desa oleh birokrasi diaras desa dan mempelajari jenis, bentuk dan ketersediaan kapital governance desa (village governance). Hasil penelitian digunakan untuk merumuskan strategi pemberdayaan elemen governance desa guna mewujudkan otonomi masyarakat desa. Strategi yang dimaksud adalah alternatif cara agar ketiga governance desa mampu melakukan swa organisasi dan pengaturan desa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi masyarakat desa belum terwujud disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa setelah kebijakan otonomi daerah dilaksanakan belum memberikan peluang bagi governance desa untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh 1) masih kuatnya pengaturan desa oleh birokrat diaras desa baik berupa Peraturan Daerah yang tidak partisipatif maupun melalui Surat Keputusan Bupati yang sangat rinci sehingga penyeragaman desa tidak lagi secara nasional melainkan di lingkup kabupaten 2) Civil society yang ada ditingkat kabupaten mayoritas Tipe I Horizontal dimana kegiatannya terutama dibidang pendidikan sehingga kontrol terhadap pemerintahan daerah (Bupati dan DPRD) tidak ada. Civil society tipe II vertikal kondisinya masih tahap konsolidasi karena baru dibangun tahun 2002.
Kuatnya pengaturan birokrat Kabupaten ini sesungguhnya dimulai dari pedoman pengaturan desa yang diterbitkan pemerintah, baik dalam bentuk Keputusan Menteri, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden. Perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa ada juga yang mendorong terwujudnya otonomi masyarakat desa yaitu 1) ditetapkannya peraturan daerah tentang perimbangan keuangan kabupaten dan desa, 2) pelimpahan kewenangan sebagian dari kewenangan Bupati pada Camat sehingga Camat bukan atasan Kepala desa, 3) terbukanya peluang desa untuk membangun kemandirian keuangannya melalui kelembagaan baru yang disebut Badan Usaha Milik Desa. Perubahan di desa juga terjadi misalnya 1) kelembagaan masyarakat di desa semakin berkurang , 2) munculnya kelembagaan baru seperti BPD dan LPM 3) pergeseran hubungan desa dengan birokrat diaras desa 4) meningkatnya pengaturan desa oleh pemerintahan desa.
Kandungan kapital governance desa sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan kapital ini sangat menentukan pola interaksi diantaranya. Kandungan kapital manusia pemerintah desa lebih rendah dibanding kapital manusia BPD. Namun kandungan kapital lainnya seperti fisik, ekonomi dan sosial lebih kuat pemerintah desa. Hanya saja posisi BPD secara normatif menempatkan BPD sebagai pengawas pemerintah desa sehingga hubungan diantara keduanya bukan sejajar. BPD sedikit lebih tinggi diatas Pemerintah desa.
Kandungan kapital pelaku ekonomi organisasi standar lebih rendah dibandingkan kapital pelaku ekonomi organisasi sukarela. Sikap kemandirian pelaku ekonomi sukarela lebih tinggi disbanding pelaku ekonomi standar. Hai ini disebabkan dalam pelaku ekonomi sukarela telah terbangun sistim akumulasi kapital internal dan sistem distribusi kapital eksternal yang merata bagi komponen pendukungnya khususnya untuk Koperasi Persatuan Wanita Jatinangor (KPWJ). Sementara itu, pelaku ekonomi organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah dan mekanisme swa organisasinya belum berjalan.
Kapital Civil society organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah. Organisasi ini memperoleh kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) sementara kapital organisasi sukarela bersifat lebih mandiri dibandingkan organisasi standar. Meskipun kurang mendapat perhatian pemerintah, civil society jenis ini tetap melaksanakan kegiatannya namun tersendat-sendat akibat belum optimalnya akumulasi kapital internalnya terutama kapital ekonomi.
Pemerintah desa sebagai saluran bertemunya kepentingan negara (kabupaten) dengan masyarakat sehingga pemerintah desa merupakan saluran bagi perolehan kapital diluar sistem elemen governance desa. Namun distribusi kapital melalui saluran ini khususnya kapital ekonomi seperti dana perimbangan kabupaten dan desa dan proyek masuk desa masih sangat elitis. Kapital eksternal terutama digunakan oleh pemerintah desa, BPD dan organisasi standar yang dekat dengan pemerintahan desa seperti Kelompok Tani (KIN), Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna (KT). Otonomi masyarakat desa yang digagas dalam thesis ini mencakup otonomi masyarakat desa dalam hal memilih pemimpinnya, kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsinya, otonomi masyarakat desa dibidang pembangunan dan otonomi masyarakat desa dibidang keuangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>