Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Djiwatampu, Meithy, compiler
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3), 2004
152.1 MEI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Allan Yudhiatmoko
"Latar Belakang: Proses sensori merupakan dasar perkembangan otak anak, suatu fondasi penting dalam proses pembelajaran, persepsi dan aksi tubuh. Sensory Processing Disorders (SPD) merupakan gangguan dalam mengatur dan mengolah informasi sensorik yang masuk sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian dengan respon dan prilaku yang diharapkan. Prevalensi SPD berkisar 5-15% pada anak tanpa disabilitas dan 40-88% pada anak dengan disabilitas. Profil sensori singkat (PSS) merupakan instrumen skrining perkembangan sensori, yang dapat mengukur performa anak pada aktivitas sehari-hari. Perbedaan letak geografis dan kebudayaan dapat mempengaruhi akivitas sensori anak sehingga diperlukan suatu studi transkultural untuk aplikasi instrumen tersebut.
Tujuan: Didapatkannya instrumen PSS yang valid dan reliabel dalam bahasa Indonesia.
Metode: Menggunakan 7 langkah studi validasi transkultural WHO dan uji reliabilitas menggunakan metode tes retest pada anak usia 3-10 tahun populasi normal dengan cara guided interview terhadap orangtua menggunakan instrumen PSS.
Hasil Penelitian: Didapatkan 208 sampel, pada uji validasi, menggunakan analisa konsep makna dan bahasa serta kesesuaian dengan budaya Indonesia, tim validasi melakukan modifikasi untuk 13 dari 38 item PSS. Modifikasi dilakukan karena terjadinya ketidaksesuaian makna dalam penerjemahan, tidak terdapatnya padanan kata yang sesuai, penekanan pada makna kalimat serta penambahan keterangan agar memperjelas pertanyaan instrumen. Pada uji reliabilitas, kami mendapatkan konsistensi internal yang baik (alpha Cronbach=0,875) dan nilai reliabilitas tes retest yang tinggi 0,987.
Kesimpulan: Profil sensori singkat telah valid dan reliabel dalam versi bahasa Indonesia sehingga dapat digunakan dalam skrining perkembangan sensori anak.

Background: Sensory processing is the basis of child brain development, an important foundation in learning process, perception and body action. Sensory processing disorders (SPD) is dysfunction in regulation and organizing sensory information that resulting in unappropiate respons and behaviour. Prevalence of SPD is 5-15% in child without disabilities and 40-88% in children with disabilities. Short sensory profile is sensory screening instrument that can measure child performance in daily basis. Difference in geographic location and culture influences child sensory activities. We need to perform transcultural study before using the instrument in our population.
Purpose: To achieve PSS instrument which valid and reliable in Indonesian language.
Methods: Using 7 step WHO transcultural validation study and test retest reliability children age 3-10 years in normal population using guided interview questionnaire on parents.
Results: There were 208 subjects. In validation study, using linguistic and concept meaning analyze, and adaption in Indonesian culture, validation team managed to modify 13 of 38 item of PSS. These modification happened because there were discrepancies found, from inaccurate translation, emphasis on sentences meaning, substitution of words/phrase because there was no equivalent in Indonesian language, and adding explanation to the sentences . In reliability study, we have good internal consistency (Cronbach alpha = 0,875) and high test retest reliability 0,987.
Conclusion: PSS is valid and reliable in Indonesia language, this instrument can be used in children sensory development screening.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Tion Sution
Pontianak: Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), 2005
305 THO d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hasballah Amru Rahim
"Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi Zainichi atau etnik Korea menetap di Jepang. Diawali dengan kedatangan para pedangang setelah ditandatanganinya perjanjian Ganghwa pada tahun 1876 sampai akhirnya terjadi lonjakan kedatangan setelah Jepang berhasil menguasai Korea di tahun 1910. Lonjakan kedatangan tersebut dikarenakan pecahnya Perang Pasifik di tahun 1930-an yang mengakibatkan Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, banyak orang Korea yang didatangkan untuk dipekerjakan. Selama menetap di Jepang, kelompok Zainichi mengalami berbagai macam bentuk diskriminasi. Hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan keinginan untuk secepatnya kembali ke kampung halaman mereka. Pasca kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke-II, Jepang telah melakukan beberapa program repatriasi dan menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan Korea Selatan pada tahun 1965. Akan tetapi, data sensus menunjukan terdapat banyak kelompok Zainichi yang memilih untuk tetap tinggal di Jepang. Untuk itu, penelitian ini memfokuskan pada pembahasan terkait motif di balik keberadaan para Zainichi yang lebih memilih untuk bertahan hidup di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan sosial dan historis. Hasil Penelitian menunjukan ada dua faktor yang menyebabkan para Zainichi untuk menetap di Jepang. Salah satunya adalah kondisi sosio-ekonomi yang semakin membaik akibat normalisasi hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya perubahan pola pikir pada para Zainichi muda yang lebih memilih menetap di Jepang dibanding pulang ke Korea.

This study discussed the factors behind how Zainichi or Korea Ethnic settled in Japan. Starting with the arrival of traders after the signing of the Ganghwa Treaty in 1876 until finally there was a surge in arrivals after Japan succeeded to hold control over the Korean peninsula in 1910. The surge in arrivals was due to the outbreak of the Pacific War in the 1920s which resulted in Japan experiencing a shortage of workers. Therefore, many Koreas were brought in for work. During their stay in Japan, the Zainichi Group experienced various forms of discrimination. This created a feeling of discomfort and a desire to return to their homeland as soon as possible. After Japan's defeat in World War II, Japan has carried out several repatriation programs and has signed an agreement to normalize relations with South Korea in 1965. However, census data shows that many Zainichi groups chose to remain in Japan. For this reason, this study will focus on discussing the motives behind the existence of the Zainichi who prefer to stay in Japan. This study uses a descriptive analysis method with a social and historical approach. The analysis shows that two main factors caused Zainichi to settle down in Japan. One of them is the socio-economic condition which is getting better due to the normalization of relations between South Korea and Japan. In addition, it is also influenced by a change in mindset among young Zainichi who prefer to stay in Japan rather than return to Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nina Liche Seniati
"Dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Allen dan Mayer (1990) menyatakan bahwa komitmen pada organisasi merupakan suatu bentuk keikatan karyawan pada organisasi yang ditampilkan dalam komponen komitmen afektif, komitmen rasional serta komitmen normative.
Dari beberapa penelitian terbukti bahwa pengalaman kerja memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen karyawan pada organiasi. Dalam penelitian ini akan dilihat sumbangan pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk pengalaman kerja terhadap komitmen karyawan pada organisasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya manusia adalah serangkaian proses, aplikasi dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan aktualisasi sumber daya manusia dalam rangka mengoptimalkan performa dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan perusahaan. Sumbangan yang akan dilihat adalah sumbangan pengelolaan sumber daya manusia dalam bentuk persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia serta diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Secara khusus pengelolaan sumber daya manusia akan dilihat dari fungsi pengelolaan pengembangan karyawan, pengelolaan penilaian karya serta pengelolaan hubungan kerja.
Penelitian dilakukan terhadap 288 responden yang telah bekerja minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun; memiliki latar belakang pendidikan minimal SLTA; bukan anggota keluarga atau teman dekat pemiliki, direksi ataupun komisaris perusahaan; berasal dari bnerbagai bidang kerja dan jabatan, serta merupakan karyawan dari perusahaan kelas menengah yang memiliki bagian sumber daya manusia maupun bagian personalia saja.
Berdasarkan hasil pengelolaan data terlihat bahwa komitmen karyawan pada organisasi berada pada derajat cukup tinggi. Jika dilihat dari komponen terlihat bahwa komitmen afektif berada pada derajat cukup tinggi, komitmen rasional berada pada derajat rendah, sedangkan derajat normative berada pada derajat agak tinggi. Harapan karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong tinggi, persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong rendah, sehingga diskrepansi antara harapan dan persepsii karyawan tergolong besar. Jika diurutkan, fungsi pengelolaan pengembangan karyawan dinilai paling tinggi, diikuti dengan fungsi penilaian karya, dan yang dinilai paling rendah adlah fungsi pengelolaan hubungan kerja.
Berdasarkan hasil analisa regresi berganda ditemukan beberapa hal:
a. Yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi antara harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia.
b. Jika dilihat dari masing-masing fungsi pengelolaan sumber daya manusia terlihat bahwa yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan penilaian karya dan pengelolaan pengembangan karyawan
c. Ada perbedaan skor komitmen organisasi dan skor persepsi karyawan atas penglolaan sumber daya manusia yang bermakna berdasarkan beberapa karakteristik personal responden dan karakteristik perusahaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T38185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Magdalena
"Hingga saat ini SLE (Systemic Lupus Erythematosus) masih belum populer di telinga masyarakat luas walaupun beberapa media massa telah memuat artikel mengenai penyakit ini. Jumlah penyandang SLE memang masih terhitung kecil bila dibandingkan jumlah penderita penyakit lainnya. SLE sendiri adalah penyakit autoimmune yang kronis atau berkepanjangan yang berakibat pada timbulnya peradangan pada berbagai sistem organ dan/atau jaringan tubuh seperti kulit, persendian, ginjal, paru-paru, dan lain-lain. Autoimmune adalah gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh di mana antibodi dihasilkan untuk menyerang jaringan tubuh sendiri (Concise Medical Dictionary 1990). Padahal antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan kita untuk melindungi tubuh kita dari benda asing. Karena penyebab SLE belum diketahui secara pasti, hingga kini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan SLE (Wilson, et al., 1991). Oleh sebab itu yang dapat dilakukan saat ini adalah mempertahankan mana remisi (masa di mana SLE tidak aktif) selama mungkin sehingga penyandang SLE dapat hidup dengan normal.
Dalam perawatannya, penyandang SLE tidak hanya membutuhkan dukungan medis tetapi juga dukungan psikologis seperti dukungan sosial. Dukungan sosial adalah informasi yang diperoleh dari orang lain bahwa seseorang itu dicintai, diperhatikan, dipercayai, dan dihargai (Cobb, 1976, dalam Taylor, 1995). Ada beberapa bentuk dukungan sosial, yaitu appraisal support, tangible assistance, emotional support, dan informational support (dalam Taylor, 1995). Namun bagi mereka yang menderita suatu penyakit yang cukup serius, dukungan emosional dan informasional dirasakan lebih penting (Wortman & Dunkel-Schetter, 1987, dalam Sarafino, 1994). Itulah sebabnya dukungan sosial yang diteliti pada penelitian ini difokuskan pada kedua dukungan tersebut.
Pada penelitian ini ingin diperoleh gambaran mengenai dukungan sosial, emosional dan informasional, yang diterima penyandang SLE dmi lingkungan sosialnya, yaitu keluarga dan pasangan hidup, dokter, teman akrab, dan Iingkungan pergaulan. Yang dimaksud dengan lingakungan pergaulan di sini adalah lingkungan kerja, kuliah, sekolah, dan teman-teman lain selain teman akrab. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif; dengan menggunanakan teknik kuesioner dan wawancara. Subyek penelitian adalah penyandang SLE dalam usia subur dan pernah atau masih berkonsultasi dengan dokter. Penelitian kuantitatif dilakukan kepada 31 subyek sedangkan penelitian kualitatif dilakukan kepada lima subyek yang juga sudah mengisi kuesioner sebelumnya.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa sebagian besar subyek memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari keluarga dan pasangan hidup, dokter, dan teman akrab. Sedangkan subyek yang memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari lingkungan pergaulan lebih sedikit dari pada subyek yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan yang diterima dari pihak-pihak lain.
Pada umumnya keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membantu pengobatan, memberikan perhatian, memberikan kesempatan bagi subyek untuk menyampaikan keluhan dan masalahnya, juga memberikan informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga subyek yang disalahkan dan diangap aneh oleh keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab.
Dokter memberikan dukungan dengan mengerti, memberi semangat, memberikan perhatian, memberikan kesempatan buat subyek untuk menyampaikan keluhan dan pertanyaan, menenangkan subyek, bersikap sabar, tidak bersikap kaku (misalnya bercanda), juga memberikan penjelasan mengenai SLE (dengan cara yang dapat dipahami), memberikan kesempatan untuk bertanya jawab, dan memberikan saran-saran. Subyek yang berkonsultasi dengan dokter seperti di atas memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan yang diterima dari dokter. Sebaliknya subyek yang berkonsultasl dengan dokter yang bersikap terburu-buru, lebih banyak diam, bersikap kaku, tidak memberikan penjelasan, memiliki persepsi yang negatif.
Lingkungan pergaulan pun memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membiarkan subyek bekerja seperti biasa, memberi perhatian, juga memberi informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga lingkungan pergaulan yang bersikap menyalahkan, menganggap subyek aneh, dan menanyai subyek terus menerus. Subyek dengan lingkungan pergaulan seperti ini memiliki persepsi yang negatif terhadap dukungan yang diterima dari lingkungan pergaulan.
Saran untuk penelitian lanjutan adalah agar dapat diteliti hubungan antara persepsi penyandang SLE terhadap dukungan yang diterima dengan kondisi penyandang SLE, penelitian dilakukan dengan jumlah subyek yang lebih besar, menghindari pertanyaan yang mengarahkan subyek. Saran Iain adalah perlunya diberikan penjelasan mengenai penyakit kepada lingkungan sosial pasien, dan perlunya pemahaman bagi para dokter mengenai pendekatan psikologis dalam proses penyembuhan selain pendekatan media."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>