Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kelley, Pearce Clement
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1957
658.87 KEL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brown, Paul L.
New York The: Ronald Press Co , 1953
658.87 BRO r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Richert, G. Henry
New York : McGraw-Hill Book Co., Inc. , 1962
658.87 RIC r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barker, Clare Wright
New York: McGraw-Hill Book Co. , 1956
658.87 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hazrah Gani
"ABSTRAK
industri retail modern saat ini sedang berkembang pesat khususnya pada sektor minimarket. 212 Mart sebagai pendatang baru dalam industri retail modern dengan berbasis syariah harus bersaing dengan kompetitornya. Memastikan kualitas layanan, sangat penting bagi 212 Mart untuk memberikan kepuasan pelanggan dan menjaga loyalitas pelanggan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlu diidentifikasi secara sistematis atribut kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan memprioritaskan mode kegagalan kritis yang berakibat pada penurunan kualitas layanan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan minimarket 212 Mart berbasis syariah dengan mengusulkan suatu metode pendekatan Retail Service Quality Scale (RSQS) untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan nilai GAP antara ekspektasi dan persepsi, dan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan mode kegagalan kritis pelayanan serta tindakan perbaikan yang tepat. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pelanggan 212 Mart belum puas dengan pelayanan yang diberikan 212 Mart. Adanya kegagalan kritis pelayanan 212 Mart pada aktivitas barang masuk yang sering terlambat dan barang dagangan yang tidak stabil, juga pada saat pelanggan memilih barang, tidak ada barang / produk di rak yang dipilih serta strategi harga dan promosi yang kurang.

ABSTRACT
The modern retail industry is currently growing rapidly, especially in the minimarket sector. 212 Mart as a newcomer to the modern retail industry with sharia-based must compete with its competitors. Ensuring service quality, is very important for 212 Mart to provide customer satisfaction and maintain customer loyalty. To improve service quality, it needs to be systematically identified service quality attributes that affect customer satisfaction and prioritize critical failure modes that result in a decrease in service quality. This study aims to improve the quality of sharia-based 212 Mart minimarket services by proposing a Retail Service Quality Scale (RSQS) approach to see the level of customer satisfaction based on the GAP score between expectations and perceptions, and the Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) method to determine critical service failure and appropriate corrective action. In this study it was found that 212 Mart customers were not satisfied with the services provided by 212 Mart. There is a critical failure of the 212 Mart service on the activity of incoming goods that are often late and unstable merchandise, also when the customer selects the goods, there are no goods / products on the shelf selected and the price and promotion strategies are lacking."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Din, Rasshied
London: Conran Octopus, 2000
725.21 DIN n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tonny Sarbawono Suryokusumo
"Fenomena globalisasi pada industri ritel di Indonesia telah ditandai dengan hadirnya global hypermarket Carrefour yang dalam waktu kurang dari tiga tahun (1998-2000) telah membuka 7 big box di dalam kota Jakarta. Dengan kehadiran Carrefour tersebut, daerah liputan pasar ritel global dan ritel kecil lokal menjadi tumpang tindih. Apabila prinsip zero sum game berlaku pada pasar lokal, maka kehadiran toko Carrefour dapat berdampak substansial pada perdagangan lokal.
Penelitian ini mempelajari bagaimana ritel kecil lokal bersaing dalam perdagangan lokal tersebut, dengan menguji hubungan antara respon-respon persaingan yang dilakukan dan kinerja usaha yang dicapai. Ada 13 respon persaingan sebagai variabel bebas yang diuji pengaruhnya terhadap kinerja usaha ritel kecil lokal atau sebagai variabel terikatnya. Kinerja usaha diukur berdasarkan perkembangan nilai penjualan dan perkembangan perolehan laba bersih. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala Likert 5 titik. Untuk variabel bebas, titik ekstrim 1 = tidak dilakukan dan 5 = sangat dilakukan. Sedangkan untuk variabel terikat, titik ekstrim 1 = sangat menurun dan 5 = sangat meningkat.
Sampel bersifat purposive, yaitu terdiri dari toko-toko ritel kecil yang terdapat di sekitar 7 lokasi Carrefour. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengirim kuesioner secara acak kepada 500 toko ritel kecil dengan sampling frame berupa toko ritel dengan luas lantai komersil maksimum sekitar 140 M2 yang terdapat di dalam radius 5 KM dari lokasi Carrefour. Pengembalian kuesioner dilakukan melalui pos atau melalui faksimili. Kuesioner yang diperoleh kembali dan dapat digunakan adalah sebanyak 117 kuesioner atau tercapai usable response rate 23,40%.
Hasil penelitian ini memperlihatkan 3 kategori ritel kecil lokal, yaitu yang terpengaruh positif, yang tidak terpengaruh, dan yang terpengaruh negatif oleh adanya Carrefour. Bagi yang terpengaruh positif sebagian besar dalam keadaan untung dan sebagian besar respon persaingan tidak mempengaruhi kinerja usahanya. Ritel kecil lokal kategori ini berjumlah sekitar 21% dari seluruh sampel, yang berarti ada sekitar 21% ritel kecil lokal yang sukses dan aman dengan adanya Carrefour. Bagi yang tidak terpengaruh, sebagian besar dalam keadaan untung dan sebagian besar respon persaingan berpengaruh positif terhadap kinerja usahanya. Bagi yang terpengaruh negatif, sebagian besar dalam keadaan rugi dan sebagian besar respon persaingan tidak mempengaruhi kinerja usahanya. Ritel kecil lokal kategori ini berjumlah sekitar 24% dari seluruh sampel, yang berarti ada sekitar 24% ritel kecil lokal yang kalah dalam persaingan dan terancam bangkrut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apep Insan Parid AP
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai respon pedagang kaki lima terhadap kebijakan penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Penelitian ini penting mengingat adanya respon pedagang yang mengakibatkan kebijakan penertiban berjalan tidak efektif, bahkan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Padahal kebijakan penertiban bertujuan untuk menata kota dalam rangka menyukseskan Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang Genah, Mereunah dan Tumaninah.
Penelitian ini difokuskan di Jl. Merdeka sebagai lokasi yang terkena kebijakan sesuai dengan keputusan Walikota Nomor : 511.23/Kep.1322-huk/2001 Tentang Lokasi Bebas Kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandung.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan pengamatan dilapangan. Informan penelitian berasal dari pejabat Pemerintah Kota Bandung dan beberapa pedagang kaki lima sebagai objek kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung tidak disetujui oleh pedagang kaki lima, penertiban mendapat. perlawanan melalui tindakan anarkhis pedagang dan dalam perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan berjualan. Mereka tetap menjalankan usahanya seiring dengan ditariknya petugas dari lokasi penertiban.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tanggapan dan sikap pedagang, pengetahuan pedagang terhadap kebijakan, motivasi, pengalaman, kekompakan pedagang, dan budaya pedagang yang sulit diatur. Sedangkan faktor eksternal meliputi: tidak adanya fasilitas yang disediakan pemerintah, akses informasi yang kurang, perilaku petugas penertiban, situasi yang berkembang, lingkungan dan masyarakat sekitar, serta keberadaan organisasi pedagang.
Merujuk pada kondisi tersebut, perlu adanya suatu mekanisme operasi penertiban yang bisa diterima oleh pedagang dengan memberikan solusi pemecahan masalah sehingga kebijakan yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Bandung dan pihak pedagang kaki lima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Werdiningsih
"Salah satu strategi pemasaran dalam usaha retail adalah memperluas jaringan layanannya yaitu dengan membuka layanan di beberapa wilayah yang dianggap potensial. Dengan sistem Depot-Outlet, maka retail dapat melakukan penyebaran jaringan layanan dengan lebih luas, efisien dan terintegrasi.
Dalam retail, biaya stok dan distribusi adalah komponen utama dalam menentukan harga jual, Dengan kuantiti stok dan jaringan distribusi yang optimal diharapkan dapat menekan biaya stok dan distribusi.
Pengiriman secara periodik adalah pengiriman stok dari depot ke outlet dalam waktu dan kuantiti replenishment tertentu dengan frekuensi yang telah ditetapkan. Besarnya kuantiti harus sesuai dengan demand yang ada, baik itu berdasarkan order tertinggi ataupun kapasitas maksimal.
Jaringan distribusi yang optimal adalah jaringan distribusi yang mempertimbangkan jumlah biaya, jumlah armada yang diperlukan dan utiliti armada yang dapat menekan biaya distribusi stok depot-outlet. Strategi jaringan distribusi juga bisa dilakukan dengan zonifikasi outlet berdasarkan wilayah jaringan jalan dan pengurutan rute (route sequencing) untuk meminimalkan armada.
Dengan kombinasi kuantiti yang ditetapkan dan ROUTER sebagai alat bantu untuk mendapatkan jaringan jalan yang optimal, didapatkan bahwa untuk replenishment ke order tertinggi, skenario optimal adalah skenario dengan frekuensi ABA sequence, yaitu kombinasi frekuensi pengiriman 3x, 4x dan 5x dari total kuantiti 378.8 m3 dengan pengurutan rute dengan waktu replenishment selama 5 hari. Total biaya distribusi sebesar Rp 26.849.103,- dengan biaya per unit adalah Rp 70.898 1 m3. Frekuensi armada yang diperlukan per harinya adalah 4 unit untuk hari 1-3 dan 2 unit untuk hari 4 dan 5.
Sedangkan untuk replenishment ke kapasitas maksimal skenario dengan frekuensi BC sequence, yaitu kombinasi frekuensi pengiriman 4x dan 5x dan kuantiti sebesar 416.7 m3 dengan pengurutan rute merupakan skenario paling optimal dengan waktu replenishment selama 5 hari. Total biaya sebesar Rp 30.540.955,- dengan biaya per unit adalah Rp 74.499 m3. Frekuensi armada yang diperlukan per harinya adalah 3 unit untuk hari 1-4 dan 2 unit untuk hari 5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T11487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hestyana Dyah Kuntari
"Para pengembang kembali bersemangat untuk membangun berbagai proyek properti, seperti perumahan, apartemen, dan pusat perbelanjaan (mal dan pusat perdagangan) sejak tahun 2000 setelah sektor properti di Indonesia sempat terpuruk akibat hempasan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998.
Jumlah pusat perbelanjaan (mal dan pusat perdagangan) yang dibangun para pengembang sejak tahun 2000 hingga saat ini selalu tumbuh. Selain dipicu kegairahan sektor konsumsi yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir, hal ini juga disebabkan masih tingginya kepercayaan para pengembang terhadap prospek bisnis ritel di Indonesia. Bergairahnya bisnis properti tersebut tidak lepas pula dari dukungan pihak perbankan dalam membantu pendanaannya. Meskipun masih belum semudah sebelum masa krisis dalam mengucurkan bantuan, beberapa bank besar telah secara konsisten menyalurkan kreditnya ke sektor properti, terutama dalam bentuk kredit konstruksi dan kredit real estat untuk proyek-proyek yang dinilai prospektif.
Bertumbuhnya jumlah pusat perbelanjaan akibat ekspansi para pengembang ini secara umum akan menguntungkan konsumen karena dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan, konsumen akan dihadapkan pada semakin banyak pilihan tempat berbelanja. Persaingan yang semakin ketat antar pusat perbelanjaan dan juga antar pengecer akan menguntungkan konsumen, karena pusat-pusat belanja tersebut akan berusaha semakin keras untuk menarik konsumen dengan memberikan pelayanan yang lebih baik. Namun sebaliknya, dari sudut pandang pengembang, timbul kekuawatiran mengenai kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan pusat perbelanjaan (terutama pusat perdagangan).
Pesatnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan tidak hanya terjadi di Jakarta, namun juga meluas ke wilayah-wilayah di sekitar Jakarta, terutama kawasan-kawasan permukiman yang merupakan kawasan yang berkembang seiring dengan perkembangan Jakarta. Depok, sebagai salah satu kawasan permukiman di selatan Jakarta dipandang sebagai ladang potensial pusat perbelanjaan. Berbagai pengembang mencurahkan sumber dayanya untuk membangun berbagai pusat perbelanjaan modem di Depok.
Grup ABC, salah satu pengembang properti yang telah memiliki sejarah keberhasilan dalam mengembangkan kompleks perumahan, mengembangkan sebuah kompleks hunian di daerah Sawangan, Depok yang berjarak kurang lebih 5 km dari Margonda Raya. Seperti halnya dengan kompleks hunian lain yang dikembangkannya, Grup ABC berencana untuk melengkapi kompleks hunian tersebut dengan berbagai fasilitas yang dianggap penting bagi penghuni. Salah satunya adalah fasilitas pusat belanja. Selain melengkapi kompleks perumahan yang dikembangkannya sehingga meningkatkan nilai kompleks tersebut, Grup ABC memandang bahwa lokasi yang cukup jauh dari pusat keramaian Depok masih memberikan peluang berkembangnya sebuah sebuah pusat belanja sehingga mereka mempertimbangkan untuk membangun trade center XYZ.
Untuk mengambil keputusan apakah harus membangun proyek pusat perdagangan tersebut atau tidak, Grup ABC harus menganalisa kelayakan proyek, terutama dari segi finansial, untuk mengetahui apakah proyek tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dan lebih jauh lagi apakah proyek yang direncanakan sejalan dengan strategi dan operasi perusahaan.
Penilaian kelayakan finansial investasi proyek XYZ dilakukan dengan capital budgeting. Seluruh informasi mengenai lingkungan bisnis perusahaan menjadi dasar pengambilan berbagai asumsi yang diperlukan dalam analisis. Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis capital budgeting adalah menentukan relevant cash flow, yaitu serangkaian arus kas tertentu yang harus dimasukkan ke dalam perhitungan untuk pertimbangan pengambilan keputusan. Sedangkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merima atau menolak proyek tersebut, digunakan teknik discounted cash flow dengan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Profitability Index (PI), serta dengan dilengkapi dengan metode discounted payback period.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, proyek pembangunan trade center XYZ layak untuk dikerjakan oleh Grup ABC karena dari analisis tersebut diperoleh Net Present Value positif yang berarti bahwa proyek akan mampu meningkatkan nilai perusahaan, selain juga proyek mampu memberikan tingkat pengembalian investasi yang lebih besar dari biaya modal, serta pengembalian yang lebih pendek daripada umur produktif proyek.

Companies in property industry have started to develop aggressively various kinds of property products such as housing residents, apartments, office buildings, and shopping centers in 2000, after the fall of the industry all together with the economic crisis happened in 1997-1998.
The number of shopping centers developed has been increasing since the year of 2000. The trend is supported by the consumptions sector which has been the motor of economic development in last five years that is seen as a promising retail business future by developers_ Finance institutions also have an important role in financing the projects. Even though banks are still consistent in tight credit policy, several big banks have been continuously financing property industry through construction credit and real estate credit for prospective projects.
The increasing number of shopping centers will give benefit for the customers since they will have more choices. The more intense competition between shopping centers and between retailers requires the players to provide better services to attract customer. On the other side, the increasing number of shopping centers raises a concern of over supply.
The rapid growth of shopping centers development does not only happen in Jakarta but also in areas surrounding, i.e. the residential areas which develop simultaneously with the development of Jakarta. Depok, a residential area south to Jakarta is viewed as a potential location to develop shopping centers. Many property companies have started to invest their resources to build modem shopping centers in the area.
ABC Groups, a property company whose success history in developing housing residents, develop a housing complex in Sawangan, a 5 kilometers away from Margonda Raya, Depok The company planned to complete its housing complex with prominent facilities including a shopping center. They planned to develop XYZ trade center. More than just for completing the housing complex that will increase its value, ABC Group saw an opportunity to develop a shopping center for the location is far enough from other shopping centers.
Before deciding whether to go on with the project or not, ABC Group should analyze its feasibility, especially in financial term to determine whether the project will increase the firm's value and align with the company 's strategic and operation.
Feasibility analysis of investment on XYZ trade center is done by applying capital budgeting theories based on assumptions developed from all information about its business environment. First step in capital budgeting is to define relevant cash flow which is a series of cash flow which should be taken into account in decision making. The discounted cash flow method for Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Profitability Index (PI methods) completed with the discounted payback period method, are used as the basis to make a decision whether ABC Group should accept or reject the project.
From the analysis, XYZ trade center is feasible to be developed by ABC Group for the analysis resulted in positive Net Present Value. Positive Net Present Value means that the project will increase value of the firm. The conclusion is supported by the higher Internal Rate of Return of the project than its cost of capital, and the project's payback period is shorter than its economic life.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>