Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46213 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jayapura: Propinsi Irian Jaya , 1992
362.1 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sciortino, Rosalia, editor
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007
613 SCI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1992
R 615.547 IND p II
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Nurhayati
"Infeksi Nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di Rumah Sakit setelah pasien dirawat lebih dari tiga hari. infeksi ini menjadi masalah besar pada setiap rumah sakit, di Amerika angka kejadian infeksi nosokomial mencapai rata-rata 6 persen. Di Indonesia, beberapa hasil survailens menunjukkan angka kejadian infeksi nosokomial berkisar 1 -15 persen, dengan angka kejadian infeksi paling tinggi di bagian bedah.
Kejadian infeksi nosokomial dapat memberikan kerugian, baik terhadap pasien, Rumah Sakit maupun terhadap tenaga kesehatannya. Selain hari rawat akan bertambah dan biaya perawatan tinggi, pasien akan mengalami gangguan fungsi tubuh dari yang paling ringan sampai gangguan berat pada seluruh sistem tubuh. Oleh karenanya, angka kejadian infeksi nosokomial ini telah digunakan sebagai salah satu tolok ukur mutu pelayanan Rumah Sakit.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pada tahun 1987 telah dimulai upaya pengendalian infeksi nosokomial dengan menunjuk lima Rumah Sakit Umun Pusat untuk dijadikan Rumah Sakit rujukan pengendalian infeksi nosokomial, termasuk diantaranya RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Lingkup kegiatannya mencakup pelatihan tim pengendalian infeksi nosokomial, penyusunan komite pengendalian infeksi nosokomial , penyusunan standar operasional prosedur, surveilens, dan pelaksanaan tindakan pencegahan. Program ini bertujuan membentuk perilaku petugas kesehatan agar tetap patuh dalam melaksanakan tindakan medic atau keperawatan, dan pengendalian lingkungan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial.
Prioritas pengendalian infeksi nosokomial di RSVP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah pencegahan infeksi luka operasi yang memiliki angka kejadian infeksi nosokomial paling tinggi di bagian bedah. Kegiatan pengendaliannya mencakup tindakan pencegahan sebelum pasien di operasi, selama pasien di operasi dan sesudah pasien di operasi.
Atas dasar hal tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi di bagian bedah RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung.
Penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan survai kros-seksional survei, menggunakan responden tenaga dokter dan perawat yang bekerja di bagian rawat inap bedah dan kamar operasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan total sampel adalah sebanyak 117 responden dan pertigumpulan data dilakukan melalui observasi tindakan medis 1 keperawatan dan wawancara.
Analisis statistik dilakukan dengan univariat, Kai-kuadrat untuk melihat hubungan variabel dependen dengan variabel independen, dan untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dilakukan uji multivariat regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara perilaku kepatuhan petugas kesehatan dengan latar belakang pendidikan petugas kesehatan yang tinggi, pengetahuan petugas yang balk, dan sikap petugas kesehatan yang balk dan pengawasan yang baik umumnya dapat melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial luka operasi yang baik pula.
Rata-rata tingkat kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial tersebut di bagian bedah. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah 40,2 % baik, 39,3 % sedang, dan 21,5 % kepatuhan rendah. Variabel pengawasan tim menunjukkan hubungan paling bermakna terhadap perilaku petugas kesehatan dalam pengendali infeksi nosokomial tersebut. Dengan pengawasan yang baik, petugas kesehatan mempunyai peluang untuk patuh melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial mencapai 89 persen.
Keberadaan tim pengendali infeksi nosokomial di Rumah Sakit memberikan dampak yang cukup baik bagi terwujudnya perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi.

Nosocomial infection is an infection on patient which occured after care more than three days. This infection become a big problem for every hospital, in America, it have achieved average occurance value of 6 percent for nosocomial infection. In Indonesia, some surveilens results showed the occurence value of nosocomial infection was about 1-15 percent with the highest occurance at the surgical division.
The occurance nosocomial infection could gave disadvantages directly to the patients, hospitals, and also health providers. Besides a long stay care and expensive cost, the patient will faced problem of body faction systems, either from light to heavy disturbances. So that, the occurance value of nosocomial infections was use as measures of quality services of hospital.
To antisipate those conditions, in 1997, it .was started the preventing effort of nosocomial infection with address to five hospitals center as reference to prevent those infections, including for the RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Scope activities covered training for the prevention team, commitee arragement, standard arragement for operational procedure of preventing nosocomial infections, and surveilens.
The prevention priority ofnosocomial infection in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung is to prevent of wounds which have highest occurance value for nososcomial infection at the surgical division. Those activities also covered preventive measures of the patient before operation, during the operation, and after the operation process.
Based on the above mentions, the objectives of this research was to obtain information concerning factors which retalted to compliance behavior of health providers in preventing nosocomial infections of wounds at the surgical division of RSVP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
The research was conducted through the activities of cross sectional survey, using respondents of medical doctors and nurces which worked at division of surgical care stayed and the operation room in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The total samples were 117 respondents, and data collection was done through observation of medical I nursing activities and also the discussion.
Statistical analysis used distribution frequencies and Xi-square analysis to find the relationship among the dependance variable and each independance variables. However, multivariate analysis with the logistic regression was also use to find a dominance independence variable which gave the highest relation.
The research results showed there was significant relationships among compliance behavior of health providers with education level, knowledge, attitudes of health providers, and the monitoring team. The health providers which have higher level education, better knowledge, and better attitudes were usually done better in preventing nosocomial infection of wounds.
The average value of compliance behavior for health providers in preventing nosocomial infections at the surgical division of RSUP Dr, Hasan Sadikin Bandung were 40.2 % better, 39.3 % fair, and 21,5 % low, respectively. The role of monitoring team gave better relationships to the behavior of health providers in preventing those nosocomial infections. The compliance behavior of health providers could be improve to 89 percent in preventing nosocomial infection, through better team monitoring activities.
The availability team of preventing nosocomial infection in the hospitals gave better impacts on the improving compliance behavior of health providers to prevent nosocomial infection of the wounds.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Herlina
"ABSTRACT
SIMPUS merupakan aplikasi untuk manajemen pelayanan dan pelaporan
di puskesmas yang sejak lama dipergunakan di Puskesmas. Aplikasi Primary
Care BPJS Kesehatan diterapkan sejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional
Januari 2014. Adanya beberapa sistem informasi yang tidak terintegrasi di
puskesmas mengakibatkan terjadinya double entry sehingga menambah beban
petugas dalam hal pelayanan dan pelaporan maupun kualitas data dan informasi
yang dihasilkan, karena masing-masing sistem berdiri sendiri sesuai kebutuhan
program/unit masing-masing. Perancangan integrasi P-Care BPJS Kesehatan dan
Simpus mampu mengatasi masalah yang dihadapi puskesmas. Aplikasi
Penghubung yang dibangun menjadi jembatan antara kedua sistem yang
memungkinkan petugas cukup melakukan satu kali entry dalam pelayanan pasien
maupun dalam proses pencatatan dan pelaporan. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode RAD (Rapid Application
Development). Hasil perancangan integrasi sistem informasi ini sangat berguna
bagi puskesmas di era BPJS dan Simpus saat ini, oleh sebab itu kerjasama dan
dukungan antara institusi dalam lembaga Kementerian Kesehatan ini sangat
diharapkan untuk maksimalnya penggunaan sistem aplikasi ini.

ABSTRACT
SIMPUS is an application for service management and reporting that have
long been used at primary health care. Primary Care’s BPJS applied since the
enactment of National Health Coverage in January 2014. The existence of several
information systems that are not integrated in Primary Health Care resulted in the
occurrence of double entry so that adds to the burden on officers in terms of
service and reporting as well as the quality of the resulting data and information
because each system stand alone as needed program each unit. The design of the
integration of the P-Simpus and Health Care and the BPJS were able to overcome
the problems faced by the East Bogor Primary Health Care. Connecting
applications built a bridge between the two systems that allow enough officers
doing a one time entry in the service of patients as well as in the process of
recording and reporting. Research methods used in this research is RAD (Rapid
Application Development). The design of system integration of information is
very useful to East Bogor Primary Health Care in the era of bpjs and simpus
currently, therefore, the cooperation and support between institutions within the
Ministry of health is expected to maximum system use this application."
2014
S55562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dengan berkesinambungan. Penyelengaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan memerlukan berbagai Janis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradikma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Mengacu pada UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah , UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan antara pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom. Semenjak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, maka Dinar Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang dirasakan perlu mempunyai rencana strategis didalam pengembangan SDM kesehatan seiring dengan pengembangan fasilitas kesehatan yang sudah ada.
Agar dapat menyusun rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pads Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang , maka dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif Penyusunan rencana strategis ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu : tahap I tahap Input Stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal pada dinas kesehatan yang dilakukan oleh seluruh peserta CDMG ( Concensus Decision Making Group ) yang terdiri dari kepala dinas kesehatan , kepala tata usaha, kepala subdinas pelayanan kesehatan dasar , kepala subdinas P2PL , kepala subagian kepegawaian, kepala subagian perencanaan , kepala subagian keuangan serta organisasi profesi (IDI , IBI , PPNI dan HAKLI ). Kemudian dilanjutkan pada tahap II yaitu tahap Making Group pada tahap ini dilakukan indentifikasi alternatif strategi dengan analisis internal - ekstemal matriks ( IE Matriks) dan SWOT Matriks. Setelah itu dilanjutkan tahap III yaitu tahap Decision Stage dengan metode QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi terpilih.
Berdasarkan hasil analisis dengan matriks IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya berada pada posisi sel V yaitu Hold and Maintaince yang berarti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang masih mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan SDM nya baik secara kualitas maupun kuantitasnya .
Berdasarkan hasil analisis tersebut , maka strategi prioritas yang cocok untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya adalah strategi market penetration dan product development.
Dengan demikian , maka disarankan agar rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang yang telah dibuat ini dapat dibuat suatu perencanaan operasional , maka pihak Dinas Kesehatan perlu mengadakan advokasi yang kuat terhadap pihak penentu kebijakan agar mendapat dukungan didalam pengembangan SDM kesehatan pada masa yang akan datang.

In order to accomplish the national objectives as stated in the opening of UUD 45, that there is a need to undertaken planned, expanded, extensive, systematic and continuous national developments. Accomplishment of national developments with health visionary needs various health resources types which have the ability to carry out health efforts through health paradigm, which emphasize more on improvement efforts and health preservation and disease.
Referring to Reg. No. 22 Year 1999 concerning the district government, Reg. No. 25 Year 1999 concerning the financial equilibrium between the central and district government, and Gov. Reg. No. 25 Yr. 2000 regarding the authority between the central and provincial government as autonomy districts. Since the beginning of the district autonomy in 2001, thus the Health Board of Tulang Bawang Regency feels that there is a need to have a strategic planning in the development of health human resources along with the development of the existing health facilities.
In order to arrange the strategic plan for the human resources development on the Health Board of Tulang Bawang Regency, thus an operational study is undertaken using quantitative and qualitative analysis. The arrangement of this strategic planning is carried out through 3 (three) Stage: Stage I is the Input Stage which consist of external and internal environment analysis on the health board, which is carried out by Consensus Decision Making Group (CDMG) participants, which include the head of the health board, head of the administration, head of the basic health sub board, head of P2PL sub board, head of human resources sub division, head of the financial sub division, and professional organization (DI, IBI, PPM and HAKLI). Next it is continued by Stage II, the Making Group Stage, In this stage, identification of alternative strategy is undertaken using internal-external matrix (IE Matrix). Then comes to Stage III, which is the Decision Stage using Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) methods to determine the priority of the selected strategy.
According to the analysis result using IE Matrix, it shows that the position of the Health Board of Tulang Bawang Regency in its human resources developments is on the V cell, that is Hold and Maintenance which means that the Health Board of Tulang Bawang Regency still has an opportunity to make developments of its human resources as qualitatively and quantitatively.
Based on the analysis result, thus the priority strategy which is appropriate the Health Board of Tulang Bawang Regency on its human resources developments is strategy of market penetration and product development.
Therefore, it is advised that this strategic planning of the health human resources development of the Health Board of Tulang Bawang Regency which has been made to formulate an operational planning. Hence the Health Board needs to make strong avocation towards the decision making group so that they could acquire support in the developments of the health human resources in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Ismail
"Penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat diseluruh wilayah, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memadai antara lain oleh tenaga medis. Dengan bergulirnya otonomi daerah membawa perubahan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) secara umum, khususnya Manajemen Tenaga Medis (MTM) yaitu dari sistem yang sentralisasi menjadi desentralisasi. Untuk itu Dinas Kesehatan Propinsi Riau memerlukan rencana strategis Manajemen Tenaga Medis tahun 2004-2007, yang sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan, melalui suatu analisis variabel eksternal dan internal apa yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan, dengan menetapkan visi, misi serta tujuan jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rumusan rencana strategis Manajemen Tenaga Medis Dinas Kesehatan Propinsi Riau pada Era Desentralisasi tahun 2004 - 2007.
Penelitian ini adalah penelitian operasional dengan menggunakan pendekatan analisa data kuantitatif dan kualitatif melalui pengumpulan data, telaah dokumen, wawancara mendalam kepada informan di lingkungan Pemda I DPRD Propinsi Riau, serta dilingkungan Dinas Kesehatan Propinsi Riau mengenai variabel eksternal dan internal.
Pengolahan data dimulai dengan tahap analisis variabel eksternal dan internal, kemudian tahap matching dengan menggunakan Internal-Eksternal matrix dan SWOT matrix, dilanjutkan pada tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan QSPM oleh CDMG untuk mendapatkan strategi MTM.
Dari hasil analisis yang menggunakan IE matrix, terlihat bahwa posisi MTM Dinas Kesehatan Propinsi Riau berada pada sel V yaitu pada posisi Hold and Maintain dengan strategi yang dianjurkan adalah strategi intensif yang terdiri dan market penetration, market development, dan product development.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa MTM perlu didukung oleh suatu kebijakan Pemda PropinsilKabupatenlKota dengan kerjasama sektor terkait, melalui advokasi dan sosialisasi oleh Dinkes Prop. Riau searah dengan era desentralisasi dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan di Propinsi Riau.
Disarankan kepada Pemerintah Propinsi Riau, Dinas Kesehatan, Organisasi Profesi, dan tenaga medis, kiranya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan, langkah, kegiatan untuk ditindak lanjuti dalam operasional MTM di Propinsi Riau.

Strategic Planning for Medical Workers Management in the Health Board of Riau Province during the Decentralization Era in 2004-2007In order to undertake health efforts which are spread even and affordable by the people in every location, it needs to be supported by qualified human resources, such as the medical workers. With the process of district autonomy, changes have been made concerning Human Resources Management (HRM) in general and specifically for the Medical Workers Management (MWM) from centralistic system towards decentralistic system. For this reason, the Health Board of Riau Province needs strategic planning of Medical Workers Management for the year 2004-2007, which is in accordance to changes in the government system, through an external variable analysis of what has become the opportunity and threat also the strength and weakness by way of establishing vision, mission and long term objectives.
The objective of this study is to get a strategic planning formula for the Medical Workers Management in the Health Board of Riau Province during the Decentralization Era in 2004-2007.
This study is an operational study which uses quantitative and qualitative data analysis through data collection, document research, in-depth interviews of the informants in District Government or House of Representative setting of Riau Province, and in the setting of the Health Board of Riau Province concerning the internal and external variables.
Data processing embarked from internal and external variables analysis phase, then to the matching phase using Internal-External matrix and SWOT matrix, further carried out to the decision making phase using QSPM by CDMG to acquire MWM strategy.
From the result of the analysis which uses IE matrix, it is shown that the MWM position of the Health Board of Riau Province is located on V cell. This means that it is on the Hold and Maintain position, with the proposed strategy is incentive strategy which consists of market penetration, market development, and product development.
The conclusion of this study is that MWM needs to be supported by a Province/District/City Government policy by way of cooperation with related sectors, advocating, and socialization by the Health Board of Riau Province in accordance to the decentralization era in order to support health developments in Riau Province.
It is suggested to the Government of Riau Province, Health Board, Professional Organizations, and medical workers that the result of this study could be used as a consideration in making policies, measures, and activity which is undertaken in the operational of MWM in Riau Province.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Sri Hudoyo
"Indonesia memiliki lebih dari 7.200 Puskesmas dengan beberapa jenis petugas kesehatan di Puskesmas memiliki risiko tinggi kontak dengan darah dan cairan tubuh tertentu lainnya pada saat bekerja. Penelitian yang mengamati penerapan kewaspadaan universal dengan status HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas masih jarang.
Tujuan penelitian ini mengetahui prevalensi HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas dan hubungannya dengan penerapan kewaspadaan universal. Penelitian dilakukan secara kros seksional dengan sasaran dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium di Puskesmas Jakarta Timur pada bulan Desember 2003 sampai Januari 2004. Penelitian dilakukan dengan pengamatan saat tindakan, pemeriksaan laboratorium dan penilaian pengetahuan. Populasi pada penelitian ini sebanyak 207 orang terdiri dari dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium serta populasi yang menyetujui dan memenuhi kriteria sebanyak 114 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi HbsAg 4,4 %, dengan proporsi paling tinggi pada petugas laboratorium sebesar 13,3 %, tingkat kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal pada setiap tindakan sebesar 18,3%, dengan proporsi dokter gigi sebesar 62,5 %, cakupan vaksinasi Hepatitis B petugas 12,5 %, tingkat pengetahuan baik baru mencapai l5,7 % dengan proporsi dokter 20 % dan dokter gigi 25 % , serta riwayat tertusuk jarum bekas 84,2%. Sarana minimal untuk menerapkan kewaspadaan universal sudah tersedia di setiap Puskesmas, permasalahannya bagaimana sarana tersebut dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan.
Kesimpulanya prevalensi HbsAg padan petugas kesehatan 4,4 %, dengan faktor-faktor risiko yang sangat tinggi, yaitu riwayat trauma jarum suntik bekas tiaggi, tingkat perlindungan dengan vaksinasi hepatitis B rendah dan kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal dalam setiap tindakan masih rendah meskipun sarana prasarana sudah tersedia.

Correlation Between The Implementation of Universal Precaution and HbsAg Status Among Community Health Center Personnel in East JakartaIndonesia has more than 7200 Community Health Centers with health personnel who have high risk getting in touch with' blood and body fluids. There are few studies conducting the correlation between the implementation of universal precaution and HbsAg status on community health center personnel.
The aims of this study are to identify HbsAg prevalence correlation with the implementation of universal precaution. It is cross sectional study with the subject doctor, dentist, midwives, nurse and laboratories in community health center in East Jakarta, from December 2003 until January 2004. The data are collected from medical care observation, laboratory examination and knowledge judgment. A total of 114 subjects out of-207 were eligible.
This study shows that HbsAg prevalence is 4.4 %, with the highest proportion is laboratories 13.3%, compliance rate the implementation of universal precaution 18.3%, dentist proportion 62.5 %, Coverage of Hepatitis B immunization 12,5 %, the level of good knowledge 16,7 % with doctor and dentist proportion higher than other personnel. The history of needle stick injury is 84,2 %, every community health center provide minimal facility to implement of universal precaution. This problem is how the health personnel could beneficially use the facility.
This study concluded that HbsAg prevalence on health personnel 4.4 %, with high risk factors caused by needle stick injury is very high, low protection level of Hepatitis B immunization and low compliance rate the implementation of universal precaution."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baderel Munir
"Meskipun sebagian diantara pakar antropologi meragukan adanya kebudayaan di rumah sakit, namun penelitan ini memperlihatkan banyaknya peranan unsur-unsur kebudayaan terlibat dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
- Tesis mengkaji masalah hubungan antar pelaku dan masalah dalam proses pelayanan kesehatan di IGD, Rumah Sakit Umuum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang pada hakekatnya adalah tinjauan tentang subkebudayaan rumah sakit.
Kajian dalam tesis ini berhasil mengangkat dua hal pokok mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku para pelaku dalam proses pelayanan kesehatan di IGD.
Pertama, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi secara positif terhadap perilaku para pelaku, sehingga proses pelayanan yang terjadi berdampak pada terpenuhinya standar ideal pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ialah adanya kesamaan diantara para pelaku dalam hal pengetahuan dan penghayatan terhadap nilai luhur yang menganggap penting, mulia dan terpuji upaya memberikan pertolongan kepada orang sakit untuk mencegah kematian atau keadaan kesehatan yang semakin memburuk. Selain itu diantara para pelaku pemberi pelayanan kesehatan, mereka memiliki pengetahuan dan kepatuhan terhadap tatanan birokrasi yang telah digariskan. Adanya peranan unsur kekerabatan diantara para pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, disatu sisi memberikan dukungan terhadap kelancaran pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD.
Kedua, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi secara negatif terhadap perilaku para pelaku, sehingga proses pelayanan yang terjadi berdampak pada belum terpenuhinya. standar' ideal pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ialah adanya perbedaan persepsi diantara para pelaku yang terlibat, pengaruh negatif dari perilaku birokrasi, pengaruh negatif dari peranan unsur kekerabatan dan adanya pengaruh negatif dari primordialisme berdasarkan spesialisasi medis.
Adanya perbedaan persepsi antar para pelaku bersumber dari kebutuhan yang berbeda-beda dan berbeda pula dalam hal model-model pengetahuan yang dimiliki yang secara selektif digunakan sebagai rujukan untuk memahami dan menginterpretasi kan objek yang dihadapi serta melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut,. sedangkan di IGD tidak tersedia forum yang memungkinkan berbagai pihak yang .terlibat untuk dapat saling memahami mengapa seseorang berbuat seperti apa yang ia lakukan, juga tidak tersedia petugas yang bertugas memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang mekanisme pelayanan kepada pasien.
Adanya pengaruh dari perilaku birokrasi yang bersumber dari aturan birokrasi yang bersifat imperatif dan hierarkikal, yang menuntut kepatuhan mutlak dan melihat manusia dari sudut pandang pangkat dan jabatan, yang diterapkan secara kurang bijaksana, ternyata berdampak kepada terabaikannya etika profesi dan kode etik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di IGD.
Selain itu peranan hubungan kekerabatan, sebagai salah satu unsur kebudayaan, yang ada diantara pemberi dan penerima pelayanan, berpengaruh pula terhadap pengambilan keputusan dalam pemberian prioritas pelayanan, dan melemahkan komitmen petugas terhadap pelaksanaan etika profesi dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dalam pemberian prioritasnya seyogyaanya berdasarkan kepada tingkat kegawaian pasien tanpa membedakan suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, namun pada kenyataannya sering berorientasi kepada ada atau tidaknya hubungan kekerabatan diantara pemberi dan penerima pelayanan.
Adanya sifat primordialisme spesialisasi yang ternyata berpengaruh terhadap model pembagian ruangan-ruangan IGD, berpengaruh pula terhadap proses pelayanan kepada pasien, dan berdampak mengurangi sifat integratif pelayanan, sebagai sifat yang menjadi ide dasar pembentukan unit pelayanan gawat darurat menjadi satu instalasi tersendiri. Dalam pelayanan kesehatan di IGD, ruang spesialisasi masih sangat menonjol dalam pembagian ruangan, khususnya di lantai I, sehingga pemanfaatan ruangan meniadi kurang efisien bagi pelayanan kepada pasien."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Muhamad
"Dalam upaya untuk pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pendayagunaan tenaga kesehatan seeara rasional sangat diper1ukan. Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan melalui program penugasan khusus ke daerah perbatasan. Upaya pemetataan dan penempatan tenaga melalui penugasan khusus untuk ditugaskan di fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, di daerah terpencillsangat terpeneil, daerah rawan bencanalkonflik dan perbatasan mempunyai nilai strategis dalam menye1enggarakan program kesehatan. Peron dan keberadaan tenaga medis sangat besar pengaruhnya dalam pemeriksaan dan mutu pelayanan kesehatan, sebingga Departemen Kesehatan mengembangkan kebijakan tenaga medis melalui Masa Bakti dengan dikeluarlkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 tentang Masa Balrti dan Praktek Dokter dan Dokter Gigi sebagal pe1aksanaan dari pemturan tersebut diterbilkan Keputusan Presiden daerah sehingga masih adanya kesenjangan antara jumlah kebutuhan dan jumlah tenaga medis yang benninat dan mau ditugaskan di daerah terpencil sangat terpencil, perbatasan dan pulau terluar. Penugasan khusus tenaga kesehatan ke daerah perbatasan tidak dapat secara langsung mengakibatkan keberbasilan penurunan angka mortalitas dan mobilitas, karena penduduk di daerah perbatasan sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap pernbahan angka mortalitas dan angka mobilitas. Asumsi asumsi masih menggunakan kebijakan-kebijakan penempatan tenaga medis dalarn keadaan khusus seperti keadaan bencana, konflik, daerah terpencillsangat terpencil, masa bakti dan eara lain.
Saran utama yang diajukan kepada pembuat kebijakan adalah penyusunan kebutuhan tenaga keaehatan di daerah perbatasan haadaknya tidak haaya berdasarkan tuntutan kompetensi jenis tenaga yang dibutubkan tetapi perlu dilakekan secara terpadu (integrated} dan memperhatikan berbagai faktor terutama kondisi wilayah daerah dengan asas desentra1isasi sesuai kemampuan dan kondisi daerah. Segera dibahas dan dibentuk kebijakan khusus tentang penempatan khusus tenaga kesehatan di daerah perbatasan. Pola pengernbangan karier tenaga kesehatan pasca penugasan perlu dilakukan secara seimbang antara kepentingan organisasi dengan kepentingan tenaga medis itu sendiri baik jangka pendek maupnn jangka panjang."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T11515
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>